BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang The International Air Transport Association (IATA) (2012) merilis perkiraan lalu lintas di industri penerbangan yang menunjukkan harapan akan menyambut sekitar 3,6 miliar penumpang pada 2016 atau sekitar 800 juta lebih banyak dari 2,8 miliar penumpang yang diangkut oleh maskapai pada 2011. Konsensus industri untuk pertumbuhan penumpang ini menggunakan rata-rata pertumbuhan penumpang sebesar 5,3% per tahun antara tahun 2012 hingga 2016. Peningkatan 28,5% jumlah penumpang selama periode proyeksi terbagi menjadi dua yaitu 500 juta penumpang baru pada rute domestik dan 331 juta penumpang baru pada rute internasional. Negara berkembang di Asia Pasifik, Amerika Latin dan Timur Tengah akan menyumbang pertumbuhan penumpang terbesar. Pertumbuhan penumpang di kawasan Asia Pasifik sendiri (domestik dan internasional) diharapkan akan menambahkan sekitar 380 juta penumpang selama periode proyeksi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menggambarkan bahwa telah terjadi peningkatan pendapatan dan peningkatan daya beli masyarakat di Indonesia. Menurut data yang diambil dari World Bank, Indonesia terus mencatat pertumbuhan yang signifikan. Pendapatan nasional per kapita beranjak naik dari $2.200 pada tahun 2000 menjadi $3.563 pada tahun 2012 dan menjadi $3.580 pada tahun 2013 (World Bank 2015). Hal ini kemudian menyebabkan pergeseran pada penggunaan alat transportasi darat ke udara yang ditandai 1
dengan peningkatan jumlah penumpang pesawat terbang (Laporan Tahunan Angkasa Pura 2013). Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Herry Bakti S Gumay yang ditulis dalam Businessnews.co.id (2013) mengatakan bahwa selain karena peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat, pengguna jasa transportasi udara meningkat juga disebabkan oleh harga tiket yang semakin terjangkau dan pilihan maskapai penerbangan yang semakin bervariasi. Hal tersebut membuat semakin banyak masyarakat Indonesia yang bisa mengakses moda transportasi tersebut dengan mudah. Penggunaan moda transportasi udara juga dinilai lebih efisien (waktu tempuh yang lebih cepat) dan nyaman bagi masyarakat karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Gambar 1.1 Peningkatan Penumpang Pesawat Sumber : Laporan Tahunan Angkasa Pura (2013) Industri penerbangan yang semakin berkembang membuat seluruh maskapai harus terus melakukan peningkatan dalam pemberian pelayanan agar 2
dapat menjadi pilihan utama bagi para konsumen pengguna jasa transportasi udara. ASEAN Open Sky 2015 akan membuat persaingan yang ketat di industri penerbangan domestik semakin bertambah. ASEAN open sky policy merupakan kebijakan untuk membuka wilayah udara antar sesama anggota negara ASEAN. Penerapan kebijakan ini akan memiliki beberapa dampak bagi Indonesia, salah satu dampaknya adalah peningkatan persaingan antar perusahaan penerbangan tidak hanya di dalam negeri tapi juga di kawasan regional ASEAN (Markplus Institute 2014). Persaingan yang ketat mengharuskan setiap maskapai untuk terus melakukan inovasi agar mampu menciptakan kepuasan bagi konsumen. Gambar 1.2 Pergerakan Pesawat Sumber : Laporan Tahunan Angkasa Pura (2013) Garuda Indonesia merupakan maskapai terbaik yang ada di Indonesia saat ini. Bukan tanpa alasan Garuda Indonesia dinobatkan sebagai maskapai terbaik yang ada di Indonesia pada saat ini, nilai bintang lima yang didapatkan dari Skytrax (konsultan penerbangan yang melakukan penilaian terhadap seluruh maskapai dan bandar udara yang ada di seluruh dunia) merupakan pembuktian 3
yang nyata. Pada saat ini hanya terdapat 7 maskapai penerbangan yang memiliki nilai bintang lima termasuk Garuda Indonesia. Maskapai lainnya yang memiliki nilai bintang lima selain Garuda Indonesia adalah Qatar Airways, Singapore Airlines, Asiana Airlines, Hainan Airlines, Cathay Pacific Airways, dan All Nippon Airways (ANA). Qatar Airways adalah maskapai penerbangan asal Qatar yang memiliki 146 rute destinasi dan 147 unit pesawat. Qatar Airways memiliki pusat utama penerbangan di Hamad International Airport, di kota Doha, Qatar. Singapore Airlines adalah maskapai penerbangan asal Singapore yang memiliki 62 rute destinasi dan 108 unit pesawat. Singapore Airlines juga merupakan salah satu anggota ASEAN Open Sky 2015 yang pusat utama penerbangannya di Changi International Airport, Singapore. Asiana Airlines adalah salah satu maskapai penerbangan besar milik Korea Selatan yang memiliki 108 rute destinasi dan 85 unit pesawat. Penerbangan Asiana Airlines berpusat di Gimpo International Airport (untuk penerbangan domestik) dan Incheon International Airport (untuk penerbangan internasional) yang berada di kota Seoul, Korea Selatan. Hainan Airlines adalah maskapai penerbangan milik Tiongkok yang memiliki 90 rute destinasi dan 139 unit pesawat. Penerbangan Hainan Airlines berpusat di Haikou Meilan International di kota Hainan, Tiongkok. Cathay Pacific Airways adalah maskapai penerbangan milik Hongkong yang memiliki 177 (termasuk rute kargo) rute destinasi dan 175 (termasuk pesawat kargo dan Dragonair) unit pesawat. Penerbangan Cathay Pacific Airways berpusat di Hong Kong International Airport. All Nippon Airways (ANA) adalah maskapai penerbangan milik 4
Jepang yang memiliki 73 rute destinasi dan 214 unit pesawat. Penerbangan ANA berpusat di Narita International Airport. Garuda Indonesia memiliki 102 rute destinasi dan 129 unit pesawat. Maskapai yang juga memberikan layanan full service di Indonesia selain Garuda Indonesia adalah Batik Air. Batik Air adalah maskapai penerbangan swasta terbaru Indonesia yang didirikan pada tahun 2013. Maskapai ini merupakan anak perusahaan Lion Air yang memiliki layanan premium seperti Garuda Indonesia. Batik Air saat ini memiliki 18 rute destinasi dan 18 unit pesawat. Namun Batik Air bukan pesaing utama di Indonesia bagi Garuda Indonesia. Berdasarkan rilis dari CSE Aviation yang diterbitkan per Desember 2013, yang dikutip dari Kompasiana (2015), hanya terdapat dua raksasa penguasa pangsa pasar industri penerbangan nasional, yakni Lion Air dan Garuda Indonesia. Lion Air menempati peringkat teratas dengan pangsa sebesar 42 persen. Sementara itu, Garuda Indonesia yang merupakan maskapai pelat merah hanya memiliki pangsa pasar sebesar 22 persen. Data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yang dikutip dari CNN Indonesia (2015), menunjukkan bahwa sepanjang 2013 lalu Lion Air menguasai 43 persen pangsa pasar, diikuti oleh maskapai PT Garuda Indonesia Tbk sebesar 23 persen, PT Sriwijaya Air sebesar 11,36 persen, PT Citilink Indonesia 7,05 persen, PT Indonesia AirAsia 3,99 persen, dan lain-lain untuk rute domestik. Sunu Widyatmoko, Presiden Direktur AirAsia Indonesia dalam AirAsia.com (2015) mengatakan bahwa sejak 2010 AirAsia Indonesia telah menguasai penerbangan rute internasional di Indonesia dengan pangsa pasar 5
lebih dari 40%. Jumlah penumpang internasional Air Asia Indonesia pun telah tumbuh dari 1.9 juta selama tahun 2010 menjadi 4.3 juta di tahun 2014. Lion Air saat ini melayani 55 rute domestik dan Air Asia Indonesia melayani 26 rute domestik ke beberapa kota besar (Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dll) di Indonesia. Walaupun Lion Air dan Air Asia Indonesia bukan merupakan maskapai premium namun kedua maskapai tersebut merupakan pesaing dari Garuda Indonesia. Garuda Indonesia secara resmi bergabung dengan SkyTeam (aliansi maskapai penerbangan terbesar kedua di dunia) pada tanggal 5 Maret 2014. Hal ini berarti seluruh penumpang Garuda Indonesia akan dapat terbang ke 1.064 rute destinasi di 178 negara dengan jumlah penerbangan hingga 15.700 per hari. Garuda Indonesia juga menjadi satu dari pemesan pesawat terbanyak di hari pertama Pameran Penerbangan Paris pada 15 Juni 2015 ini. Sebanyak 90 pesawat milik Boeing dan Airbus sudah tercatat dalam daftar beli. Pesawat yang dibeli oleh Garuda Indonesia termasuk 30 pesawat Boeing model Dreamliners 787-9 dan 30 pesawat model 737 MAX 8, sedangkan untuk pesawat Airbus, Garuda memesan 30 pesawat model A350 XWB (Tribunnews, 2015). Direktur Utama Garuda Indonesia, Arif Wibowo, dalam Tribunnews 2015 mengungkapkan bahwa pemesanan pesawat-pesawat baru tersebut (Boeing 787-9, Boeing 737 MAX 8, dan Airbus A350 XWB) merupakan bagian dari program revitalisasi Garuda Indonesia. Komitmen yang dilakukan Garuda Indonesia untuk terus maju tidak hanya sebatas pembelian unit pesawat baru 6
saja. Kualitas pelayanan terbaik juga terus ditingkatkan dengan bukti penghargaan yang diterima oleh Garuda Indonesia yaitu The World s Best Cabin Crew 2015 oleh Skytrax pada pergelaran The World Airline Awards 2015 yang berlangsung di tengah pameran kedirgantaraan Paris Airshow 2015 di Prancis, Selasa, 16 Juni 2015 (Tempo, 2015). Selain penghargaan tersebut, Arif Wibowo dalam artikel yang ditulis oleh Tribunnews (2015) mengungkapkan keinginan Garuda Indonesia untuk kembali memberlakukan penerbangan ke AS. Menurut situs Air Transport World (ATWOnline), operasi Garuda ke AS sudah dihentikan sejak penerbangan terakhir ke Los Angeles pada 1998 lalu. Demi meningkatkan kualitas pelayanannya, Garuda Indonesia akan bekerja sama dengan Boeing melalui CEO of Boeing Commercial Airplanes, Roy Conner untuk mendapatkan status kategori 1 agar dapat kembali terbang ke AS. Chou, Liu, Huang, Yih, dan Han (2011) dalam Lerrthaitrakul dan Panjakajornsak (2014) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan menjadi faktor kunci keberhasilan bagi perusahaan maskapai penerbangan saat ini. Mereka masing-masing bersaing dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan mereka untuk dapat memberikan kepuasan bagi penumpang. Gilbert dan Wong (2003) dalam Lerrthaitrakul dan Panjakajornsak (2014) juga mengklaim hal tersebut bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh maskapai akan berpengaruh langsung pada profit yang dihasilkan. Memberikan pelayanan yang impresif kepada penumpang akan membuat maskapai dapat bertahan di industri yang persaingannya tinggi ini karena konsumen yang puas akan kembali 7
menggunakan jasa dari maskapai yang bersangkutan dan maskapai dapat meningkatkan pangsa pasar mereka yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan. McKechnie, Grant, dan Golawala (2011) dalam Jager dan Zyl (2013) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan dalam industri penerbangan merupakan salah satu faktor yang paling penting yang dapat mempengaruhi keputusan wisatawan dalam memilih maskapai dan terdapat hubungan yang signifikan antara reputasi, layanan dan mempertahankan preferensi. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh dari kualitas pelayanan (Namukasa, 2013) yang terdiri dari layanan sebelum penerbangan (pre-flight service), layanan saat penerbangan (in-flight service), dan layanan sesudah penerbangan (post-flight service) pada kepuasan dan loyalitas penumpang. Garuda Indonesia adalah maskapai yang memberikan pelayanan premium terbaik di Indonesia maka akan dilihat kualitas pelayanan dibandingkan dengan maskapai lainnya. Seperti yang sudah dijabarkan pada latar belakang diatas, maskapai Garuda Indonesia tidak hanya bersaing dengan maskapai premium lain tapi juga dengan maskapai LCC seperti Lion Air dan Air Asia. Persaingan dengan maskapai LCC tersebut juga tergambar dari salah satu iklan maskapai Garuda Indonesia yang menampilkan maskapai lain dengan warna khas yaitu merah. Persaingan antar maskapai akan ditentukan tidak hanya dari harga namun yang paling utama adalah kualitas dari pelayanan (Pre-flight service, In-flight service, dan Post-flight service) seperti kesediaan rute, jadwal penerbangan, sikap seluruh staf terhadap 8
penumpang, kenyamanan kursi dan kabin, dan program kartu keanggotaan (GFF) yang diberikan agar penumpang terpenuhi ekspektasinya dan menjadi puas kemudian melakukan pembelian ulang sehingga menjadi loyal. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini merumuskan pertanyaan sebagai berikut : 1. Apakah kualitas pelayanan sebelum penerbangan (Pre-flight service quality) berpengaruh pada kepuasan penumpang? 2. Apakah kualitas pelayanan saat penerbangan (In-flight service quality) berpengaruh pada kepuasan penumpang? 3. Apakah kualitas pelayanan sesudah penerbangan (Post-flight service quality) berpengaruh pada kepuasan penumpang? 4. Apakah kepuasan penumpang berpengaruh pada loyalitas penumpang? hakakaasasas 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Menguji pengaruh dari kualitas pelayanan yang terdiri dari Pre-flight service quality, In-flight service quality, dan Post-flight service quality pada kepuasan dan loyalitas konsumen maskapai Garuda Indonesia. 2. Membandingkan hasil penelitian pengaruh kualitas pelayanan (Preflight service quality, In-flight service quality, dan Post-flight service 9
quality) pada kepuasan dan loyalitas konsumen maskapai tertentu (Garuda Indonesia) dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Namukasa (2013) mengenai pengaruh kualitas pelayanan pada kepuasan dan loyalitas konsumen beberapa maskapai di Uganda. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Perusahaan Perusahaan akan mendapatkan informasi mengenai kepuasan dan loyalitas penumpang. Informasi tersebut diharapkan akan menjadi dasar pertimbangan bagi perusahaan untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal serta memperbaiki kekurangan yang ada. Informasi ini juga diharapkan dapat menjadikan perusahaan mampu bersaing dengan lebih baik di dalam maupun luar negeri dan menjadi dasar dalam pengembangan bisnis perusahaan dengan membeli armada baru dan juga pembukaan rute baru. 2. Bagi Akademisi Menambah wawasan dan informasi untuk penelitian selanjutnya mengenai kualitas pelayanan pada industri penerbangan dalam mempengaruhi kepuasan dan loyalitas penumpang. 10
1.6. Lingkup Penelitian Lingkup penelitian merupakan batasan pada penelitian ini sehingga penelitian menjadi lebih terfokus dan terarah, yaitu : 1. Model penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Juliet Namukasa pada tahun 2013 dengan judul The influence of airline service quality on passenger satisfaction and loyalty The case of Uganda airline industry namun yang diteliti hanya satu maskapai saja yaitu Garuda Indonesia. 2. Responden pada penelitian ini adalah penguna jasa maskapai penerbangan yang berdomisili di Yogyakarta dengan minimal pernah 2 kali terbang menggunakan maskapai Garuda Indonesia. 3. Waktu penelitian yang diperkirakan adalah 3 minggu untuk mengumpulkan data dari responden. 1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penelitian dirangkai dalam rangka memudahkan pembaca untuk memahami isi dari penelitian ini. Untuk itu sistematika penelitian kali ini terdiri dari: BAB I. PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang dari topik yang dipilih. Kemudian penulis menjelaskan dan menyebutkan rumusan masalah, lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. 11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan informasi dari jurnal dan textbook yang berkaitan dengan topik sebagai landasan teori dan dasar untuk melakukan penelitian. Tinjauan pustaka menjabarkan hal-hal yang memperkuat materimateri yang digunakan untuk melakukan penelitian dan membahas hasil penelitian tersebut. Selain itu, tinjauan pustaka mengarahkan penulis untuk membuat penelitian yang meyakinkan berdasarkan informasi yang tersedia. BAB III. METODE PENELITIAN Bagian dari bab ini memberikan penjelasan mengenai metode yang digunakan untuk melakukan pengujian motivasi hedonik terhadap kecenderungan pembelian impulsif dengan kategori produk fashion atau apparel. Hal-hal yang dijelaskan dalam bab ini terdiri dari lokasi penelitian, objek penelitian yang digunakan, populasi dan sample, metode pengambilan sampel dan teknik pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran variabel, pengujian instrumen, serta metode untuk menganalisis data. BAB IV. ANALISIS DATA Bab ini menampilkan dan menjelaskan mengenai temuan-temuan penelitian. Selain itu, bab ini juga berisi mengenai analisis dari interpretasi hasil pengolahan data sehingga hasil penelitian ini dapat dipahami oleh pembaca. Penemuan dan analisis hasil penelitian menjadi dasar dalam membuat kesimpulan dan implikasi managerial. 12
BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Bab lima merupakan bab terakhir, yang terdiri dari kesimpulan yang meringkas semua informasi dari temuan-temuan penelitian. Selanjutnya penulis menguraikan saran bagi managerial perusahaan yang memiliki hubungan dengan penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, bab ini mengulas mengenai keterbatasan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya. 13