BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Jenis limbah yang potensial merusak lingkungan hidup adalah limbah yang termasuk dalam bahan beracun berbahaya (B3) yang di dalamnya terdapat logam berat. Menurut Arnold (1990) dan Subowo et al (1995) dalam Charlena (2004), logam berat adalah unsur yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 gr/cm 3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn dan Ni. Logam berat Cd, Hg dan Pb dinamakan sebagai logam non-esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi mahluk hidup (Charlena, 2004). Kadmium sendiri merupakan unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cd dan nomor atom 48. Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Tentunya keberadaan kadmium dalam tanah tidak dapat kita toleransi karena akibat yang ditimbulkan bagi mahluk hidup khususnya manusia. Dimana kadmium memiliki kemampuan berakumulasi dalam tubuh manusia dan sangat susah untuk dikeluarkan, sehingga dapat mengganggu kinerja dari tubuh manusia itu sendiri. Lebih jauh pencemaran kadmium pada tanah serta bagaimana proses penyebaran kadmium dalam tanah hingga terakumulasi dalam tubuh manusia. Agar 1
nantinya di kemudian hari kita dapat lebih bijaksana dalam membuang dan mengendalikan limbah logam berat khususnya kadmium ke dalam tanah. Salah satu efek utama yang ditimbulkan dari keracunan kadmium adalah lemah dan rapuh tulang. Umumnya tulang belakang dan kaki sakit dan gaya berjalan pincang karena cacat tulang. Komplikasi lain yang terjadi adalah batuk, kanker, anemia, gagal ginjal dan kemudian menyebabkan kematian (Palar, 2008). Pencemaran oleh kadmium telah menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem dan kehidupan manusia. Seperti kasus epidemik keracunan akibat mengkonsumsi beras yang tercemar logam kadmium telah terjadi di sekitar Sungai Jinzu Kota Toyama Pulau Honsyu Jepang pada tahun 1960. Penderita mengalami pelunakkan seluruh kerangka tubuh yang diikuti kematian akibat gagal ginjal. Penyakit ini dikenal dengan nama Itai-itai Disease. Sebelum Perang Dunia II pertambangan, dikendalikan oleh Mitsui Mining dan Smelting Co, Ltd, meningkat untuk memenuhi permintaan masa perang. Hal ini kemudian meningkatkan pencemaran Sungai Jinzū dan anak sungainya. Kadmium dan logam berat lainnya terakumulasi di bagian bawah sungai dan di air sungai. Air ini kemudian digunakan untuk mengairi sawah. Pada tahun 1968 Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan mengeluarkan pernyataan tentang gejala penyakit itai-itai yang disebabkan oleh keracunan kadmium. ( Wardhana, 2001). Kadmium masuk ke dalam jaringan tanaman dari tanah yang diabsorpsi melalui akar yang kemudian ditimbun dalam daun, sedangkan kadmium dari udara tertahan pada permukaan daun, yang jumlahnya cukup besar pada daun yang permukaannya kasar ataupun daun yang berbulu. Jumlah kadmium dalam jaringan 2
tanaman sangat bervariasi, bergantung pada spesies tanaman. Kadmium yang diserap dari dalam tanah, yang kemudian tertimbun di dalam biji jumlahnya lebih besar daripada dalam daun. Kandungan kadmium dalam beras secara normal adalah sekitar 0,029 ppm, sedangkan pada beras yang berasal dari daerah tercemar dapat mencapai 0,72-4,17 ppm (Winter, 1982). Tempat Pembuangan Akhir (TPA) selain sebagai upaya untuk mengatasi sampah, juga memilki dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak dari pencemaran TPA adalah tercemarnya lingkungan. Adanya perembesan air lindi (cairan yang timbul akibat pembusukan sampah) melalui kapiler kapiler air dalam tanah dapa tmencemari sumber air tanah, terlebih di musim hujan yang kemudian masuk ke dalam akar-akar tanaman. Air lindi pada umumnya mengandung senyawasenyawa organik dan anorganik seperti kadmium (Mahardika, 2010). Hasil penelitian tentang Analisa Kandungan Kadmium Air Sumur Gali Masyarakat di Sekitar TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa semua sampel air sumur gali mengandung kadmium. Dari hasil pengamatan karakteristik fisik air sumur gali terdapat 16 sumur yang memenuhi syarat kesehatan dan ada 14 air sumur gali yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Dari hasil pemeriksaan laboraturium ditemukan bahwa 30 sampel air sumur gali mengandung kadmium melebihi baku mutu yang ditetapkan berdasarkan PerMenkes No 416/Menkes/Per/IX1990 yaitu 0,005 mg/l. Rata-rata kandungan pada air sumur gali yang berjarak<200 m adalah 0,374 ppm dan kandungan kadmium pada air sumur gali yang berjarak> 200 m adalah 0,346 ppm (Lusi,2011). 3
Air lindi dari TPA dapat merembes masuk ke dalam tanah dan bercampur dengan air tanah sampai pada jarak 200 meter, ataupun mengalir di permukaan tanah dan bermuara pada aliran air sungai. Secara langsung air tanah atau air sungai tersebut akan tercemar (Mahardika, 2010). Berdasarkan profil TPA Namo Bintang daerah Desa Namo Bintang ini memiliki luas seluruhnya sebesar 495,2 hektare yang terdiridari 50 hektare daerah pemukiman, 35 hektare daerah pertanian sawah, 200 hektare daerah perladangan dan 150 hektare daerah perkebunan serta 60,2 hektare untuk fasilitas umum seperti tempat pembuangan akhir (TPA) sekitar 25 hektare. Berdasarkan survey pendahuluan, masyarakat di sekitar TPA Namo Bintang banyak yang berpropesi sebagai petani, sebagian besar masyarakat bertani padi sedangkan jenis padi yang ditanam adalah padi jenis serang yang ditanam di lahan pertanian yang bertekstur liat. Hasil pengolahan padi sebagian besar dikonsumsi sendiri dan dijual kemasyarakat sekitarnya. Rata-rata masyarakat bertani dengan jarak kurang lebih 30 meter dari TPA. Sehubungan dengan itu dikhawatirkan beras di daerah TPA Namo Bintang tercemar kadmium dari air lindi yang mengandung kadmium ataupun logam berat lainnya, yang akan berdampak pada kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi hasil pertanian dari daerah tersebut. Dampak kesehatan yang akan ditimbulkan apabila tanaman mengandung kadmium melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan sesuai SNI No. 7387 Tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam pangan yaitu 0,4 mg/kg. Dikarenakan hasil padi masih banyak digunakan oleh masyarakat 4
desa Namo Bintang sebagai bahan pangan yang mereka konsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Bahaya kadmium bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam kadar yang tinggi yang terdapat dalam bahan pangan, maka penulis tertarik melakukan penelitian Analisis Kandungan Kadmium Dalam Beras (Oryza sativa) di Sekitar TPA Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. 1.2 Perumusan Masalah Terjadinya penumpukan sampah dalam jumlah sangat besar di TPA berpotensi mencemari tanaman padi di areal persawahan masyarakat, yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan pangan utama. Pencemaran oleh kadmium diduga berpengaruh cukup besar terhadap penurunan kualitas padi, sehingga perlu diadakan pemeriksaan kandungan kadmium pada beras dari persawahan masyarakat di sekitar TPA Namo Bintang. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui kandungan kadmium yang terdapat pada tanaman padi dari areal persawahan masyarakat di sekitar TPA Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kab.Deli Serdang tahun 2013. 5
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran umum areal persawahan di lokasi penelitian. 2. Untuk mengetahui kandungan kadmium yang terdapat dalam beras yang berasal dari tanaman padi di areal persawahan masyarakat yang berjarak 30 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meter dan 500 meter dari TPA Namo Bintang. 3. Untuk mengetahui apakah kadar kadmium dalam beras yang berasal dari tanaman padi di areal persawahan masyarakat yang berjarak 30 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meter dan 500 meter dari TPA Namo Bintang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan yaitu 0,4 mg/kg (SNI 7387 : 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Pangan). 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai dampak pencemaran kadmium di TPA Namo Bintang. 2. Sebagai informasi bagi konsumen untuk mengetahui keamanan mengonsumsi beras yang berasal dari pertanian sekitar TPA Namo Bintang. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat yang bercocok tanam di TPA Namo Bintang. 4. Sebagai informasi bagi pemerintah atau instansi yang terkait agar meningkatkan upaya pengelolaan sampah dan melakukan pengawasan di TPA Namo Bintang. 6
5. Untuk menambah pengetahuan dan informasi penulis mengenai TPA Namo Bintang Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang. 7