I. PENDAHULUAN. hutan rakyat diusahakan tanaman pohon-pohon yang hasil utamanya kayu: sengon

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. secara geografis terletak antara Bujur Timur dan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Rakyat dan Agroforestry. maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

TINJAUAN PUSTAKA. Pola Budidaya Agroforestry merupakan suatu sistem pola budidaya atau pengelolaan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta. tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka ragam warna yang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

BAGIAN EMPAT KLASIFIKASI AGROFORESTRI. Panduan Praktis Agroforestri

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling terkait satu sama lain, yakni fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

TINJAUAN PUSTAKA. daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove biasa ditemukan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Agroforestri Istilah agroforestri mulai mendapat perhatian dunia internasional secara global sejak tahun 1970-an (van Maydel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi pohon Kemenyan menurut Jayusman (2014) sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri.

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi antara produksi pertanian, termasuk pohon, buah-buahan dan atau

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Hutan Gaharu (Aquilaria malaccensis) pohon Aquilaria yang sangat berharga terutama karena wangi, dapat digunakan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan

IV METODE PENELITIAN

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. hasilhutan non kayu adalah hasil hutan yang didapat secara langsung.air bersih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO)

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumber daya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat. Hutan rakyat di Indonesia pada umumnya dikembangkan pada lahan milik masyarakat yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat) maupun di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah. Dalam hutan rakyat diusahakan tanaman pohon-pohon yang hasil utamanya kayu: sengon (Paraserianthes falcataria), akasia (Accacia auriculiformis); hasil utamanya getah : kemenyan (Styrax benzoin), damar (Shorea javanica); maupun hasil utamanya buah: kemiri (Aleurites moluccana) dan bambu (Bambosaa spp) (Suharjito dan Darusman, 1998). Pelestarian hutan, yang dewasa ini menjadi isu global, bukan bermaksud untuk melarang sama sekali manusia memanfaatkan hutan beserta hasilnya. Yang diinginkan oleh ide pelestarian hutan itu adalah bahwa hutan dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang arif. Yakni cara pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan rakyat banyak, dengan senantiasa mengutamakan kesinambungan fungsi-fungsi ekonomi dan ekologi hutan. Cara-cara pemanfaatan hutan yang arif ini sebenarnya sudah dipraktikkan oleh rakyat di kebanyakan kampung-kampung hutan. Meski mereka memanfaatkan hutan untuk kepentingan ekonominya, namun mereka tetap mengindahkan kepentingan lingkungan dengan cara-cara yang jauh dari sifat tamak dan serakah. Tetapi karena praktik-praktik pengelolaan hutan tersebut tidak lahir dari hasil kajian 'ilmiah' maka seringkali "praktik orang kampung" itu direndahkan artinya oleh orang-orang dari luar kampung hutan; yaitu orang-orang yang selama

ini paling didengarkan seruannya oleh penguasa. Dia bisa menuduh dan membela diri saat ditemukan kesalahannya (Zuska, 2005). Salah satu jenis tanaman yang terdapat pada hutan rakyat adalah kemenyan. Salah satu daerah pengembangan kemenyan ini adalah di Desa Pangurdotan. Pengembangan hutan rakyat kemenyan di Pangurdotan merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tersebut, karena keberadaan hutan rakyat mempunyai arti penting bagi peningkatan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Selain itu hutan rakyat mempunyai arti penting dalam upaya menjaga tata air, pemanfaatan lahan kering dan terlantar. Tanaman kemenyan merupakan jenis tanaman yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Pangurdotan dan secara turun temurun telah dipertahankan oleh masyarakat tersebut, sehingga komoditi ini menjadi ciri khas masyarakat Pangurdotan. Sebelum sistem agroforestry diterapkan, masyarakat Desa Pangurdotan mengelola lahannya dengan sistem non agroforestry dengan kemenyan sebagai komoditi utama. Setelah Sistem agroforestry diterapkan, petani di Desa Pangurdotan mengkombinasikan tanaman kehutanan (kemenyan) dengan tanaman musiman (padi). Kombinasi tanaman kehutanan dengan musiman disebut juga dengan agroforestry tipe agrisilfikultur. Pengelolaan lahan dengan sistem agroforestry dianggap sebagai alternatif yang paling memungkinkan bagi pemilik lahan dalam upaya meningkatkan pendapatan ekonominya. Namun dalam kenyataan dilapangan, khususnya kondisi lahan di Desa Pangurdotan yang menjadi lokasi penelitian, penerapan proporsi kombinasi tanaman tidak seimbang (ada komponen yang dominan). Hal ini yang menjadi alasan peneliti melakukan penelitian di Desa Pangurdotan untuk

mengetahui penyebab masyarakat mengubah sistem pengelolaan lahan di desa tersebut dan kelayakan finansial budidaya kemenyan dengan penerapan sistem agroforestry. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengapa petani di Desa Pangurdotan mengubah lahan non-agroforesty menjadi lahan agroforesty, Bagaimana tingkat kelayakan pengusahaan lahan secara finansial yang diusahakan petani dalam sistem non-agroforestry dibandingkan dengan sistem agroforestry?. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penyebab terjadinya perubahan pengusahaan lahan di Desa Pangurdotan dan membandingkan kelayakan finansial pengusahaan lahan dalam sistem agroforestry dengan sistem non-agroforestry. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi bagi masyarakat yang terdapat di Pangurdotan, agar dapat menerapkan pola kombinasi kemenyan dalam sistem agroforestry yang memberikan kelayakan secara finansial dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan dari para pembaca tentang kelayakan finansial budi daya kemenyan dalam sistem agroforestry.

II. TINJAUAN PUSTAKA Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi daya semusim, peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam (Awang dkk. 2002). Salah satu solusi untuk mengurangi tekanan terhadap hutan dan mengatasi masalah kebutuhan lahan pertanian adalah dengan menerapkan sistem agroforestry. Agroforestry merupakan sistem pemanfaatan lahan secara optimal berasaskan kelestarian lingkungan dengan mengusahakan atau mengkombinasikan tanaman kehutanan dan pertanian (perkebunan, ternak) sehingga dapat meningkatkan perekonomian petani di pedesaan (Gautama, 2007). Lembaga Penelitian IPB (1983) dalam Purwanto dkk. (2004) membagi hutan rakyat dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur. 2. Hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran. 3. Hutan rakyat wana tani (agroforestry), yaitu yang mempunyai bentuk usaha kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti tanaman

pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain-lain yang dikembangkan secara terpadu. Pengembangan hutan rakyat dengan komoditi tertentu dapat memperbaiki mutu lingkungan disamping meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan iklim mikro yang baik, memperbaiki struktur tanah, dan mengendalikan erosi. Hal tersebut menjadikan hutan rakyat merupakan salah satu teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif (Purwanto, dkk. 2004). Pembangunan hutan rakyat secara swadaya merupakan alternatif yang dipilih untuk mengatasi masalah sosial ekonomi dan lingkungan hidup, selain itu pengaruh positif yang lain adalah terpeliharanya sumberdaya alam (konservasi tanah dan air) sehingga meningkatkan daya dukung lahan bagi penduduk dan ikut serta dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), mengurangi terjadinya kerusakan hutan akibat penebangan liar dan penyerobotan tanah. Kombinasi berbagai jenis tanaman memungkinkan pemetikan hasil secara terus menerus dan memungkinkan terbentuknya stratifikasi tajuk sehingga mencegah erosi tanah dan hempasan air hutan (Arief, 2001). Deskripsi Tanaman Kemenyan Kemenyan (Styrax spp.) termasuk jenis pohon berukuran besar yaitu dari famili Styracaceae. Adapun urutan sistematika kemenyan adalah sebagai berikut: Kingdom Superdivision Division Class Ordo : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dikotil : Styracales

Family Genus Species : Styracaceae : Styrax : Styrax sumatrana dan Styrax benzoin Di Indonesia terdapat tujuh jenis atau varietas kemenyan (Styrax spp.) yang menghasilkan getah akan tetapi hanya dua jenis yang lebih umum dikenal dan diusahakan di Sumatera Utara, yaitu Styrax sumatrana J.J.SM yang disebut dengan kemenyan toba dan Styrax benzoin DRYAND yang disebut dengan kemenyan (haminjon) durame. Dari kedua jenis ini tersebut, jenis yang pertama lebih dominan karena memiliki kualitas getah yang lebih baik dan bernilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis yang terakhir (Sasmuko, 2000). Ciri khas kemenyan toba (Styrax sumatrana) adalah kandungan atau kadar asam sinamatnya cukup tinggi. Jelas bahwa jenis ini dapat menghasilkan getah kualitas pertama dengan ciri-ciri memiliki aroma yang lebih wangi, berwarna putih dan tidak lengket. Sedangkan ciri khas jenis kemenyan durame (Styrax benzoin) bahwa jenis ini dapat menghasilkan getah kemenyan seperti tahir yang memiliki kualitas getah lebih rendah dengan ciri-ciri berwarna hitam kecoklatan dan agak lengket. Manfaat/Kegunaan Kemenyan Penggunaan kemenyan untuk industri dalam negeri sampai saat ini masih terbatas, relatif kecil dan belum banyak diketahui serta diteliti kegunaannya, kecuali dibakar sebagai bahan dupa dalam penyelenggaraan upacara-upacara keagamaan dan dipakai pada upacara adat atau sesajian serta ramuan rokok.

Ekstraksi kimia getah kemenyan menghasilkan tincture dan benzoin resin yang digunakan sebagai fix active agent dalam industri parfum. Ekstraksi kemenyan juga dapat menghasilkan beberapa senyawa kimia yang diperlukan oleh industri farmasi antara lain asam balsamat, asam sinamat, benzyl benzoate, sodium benzoate, benzophenone, ester aromatis dan sebagainya. Di negara-negara industri maju seperti negara Eropa, kemenyan (Styrax spp.) dipergunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan asam benzoate atau asam sinamat dan ester-esternya, industri farmasi (obat-obatan), industri kosmetika dan bahan pembuatan parfum, pabrik porselin, sabun, plastik sintetis, bahan pengawet pada industri makanan dan sebagainya. Penggunaan kemenyan dari segi pemakaiannya sebagai bahan kimia yaitu antara lain: 1. Pada bidang farmasi (obat-obatan) Penggunaan kemenyan sebagai obat-obatan telah lama dipergunakan. Hal ini dibuktikan dari berbagai literatur kimia, yaitu: - Antiseptik - Obat mata bagi penyakit kataraks - Expectorant (melegakan pernafasan) 2. Pada obat-obatan pertanian Melalui proses esterifikasi, asam sinamat dipergunakan untuk membentuk ester-ester, seperti metil dan etil ester. Beberapa turunan kimianya dapat dipergunakan untuk pembuatan obat-obatan pertanian.

3. Pada parfum Pada parfum dipergunakan sebagai fix active, yaitu untuk menahan aroma parfum lebih lama dan mempertemukan dua atau beberapa jenis parfum dari bahan yang berbeda untuk mendapatkan aroma parfum yang lebih baik. 4. Pada Kosmetik 5. Pabrik rokok dan pabrik porselin 6. Kegiatan religius/upacara agama (dupa) 7. Varnis Berdasarkan uji coba pembutan varnish dari kemenyan ternyata kemenyan menghasilkan varnish yang bermutu tinggi (Edison (1983) dalam Yuniandra, 1998). Pengertian dan Fungsi Agroforestry Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu, dan sebagainya) ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan di dalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan (Nair (1989) dalam Hairiah, 2003). Fungsi agroforestry terhadap aspek sosial, budaya dan ekonomi antara lain: (a) Kaitannya dengan aspek tenurial, agroforestry memiliki potensi di masa kini dan masa yang akan datang sebagai solusi dalam memecahkan konflik menyangkut lahan negara yang dikuasai oleh para petani penggarap; (b) Upaya

melestarikan identitas kultural masyarakat, pemahaman akan nilai-nilai kultural dari suatu aktivitas produksi hingga peran berbagai jenis pohon atau tanaman lainnya di lingkungan masyarakat lokal dalam rangka keberhasilan pemilihan desain dan kombinasi jenis pada bentuk-bentuk agroforestry modern yang akan diperkenalkan atau dikembangkan di suatu tempat; (c) Kaitannya dengan kelembagaan lokal, dengan praktik agroforestry lokal tidak hanya melestarikan fungsi dari kepala adat, tetapi juga norma, sanksi, nilai, dan kepercayaan (unsurunsur dari kelembagaan) tradisional yang berlaku di lingkungan suatu komunitas; (d) Kaitannya dalam pelestarian pengetahuan tradisional, salah satu ciri dari agroforestry tradisional adalah diversitas komponen terutama hayati yang tinggi (polyculture). Sebagian dari tanaman tersebut sengaja ditanam atau dipelihara dari permudaan alam guna memperoleh manfaat dari beberapa bagian tanaman sebagai bahan baku pengobatan. Meskipun hampir di seluruh kecamatan di Indonesia sudah tersedia Puskesmas atau Puskesmas Pembantu (Pusban), tetapi masyarakat masih banyak yang memanfaatkan lingkungannya sebagai tabib bilamana mereka sakit (Widianto dkk. 2003). Fungsi agroforestry ditinjau dari aspek biofisik dan lingkungan pada skala bentang lahan (skala meso) adalah kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, khususnya terhadap kesesuaian lahan antara lain: (a) Memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah; (b) Mempertahankan fungsi hidrologi kawasan; (c) Mempertahankan cadangan karbon; (d) Mengurangi emisi gas rumah kaca; dan (e) mempertahankan keanekaragaman hayati (Lahjie, 2004).

Klasifikasi Sistem Agroforestry Berbagai tipe agroforestry telah banyak diinventarisir dan dikembangkan dengan bentuk yang beragam tergantung kondisi wilayah, lokasi dan tujuan agroforestry itu sendiri. Namun demikian, keragaman agroforestry tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat dasar utama (Sardjono dkk., 2003), yaitu: (1) Berdasarkan strukturnya (Structural Basis) yang berarti penggolongan dilihat dari komposisi komponen-komponen penyusunnya (tanaman pertanian, hutan, pakan, dan/atau ternak). Agroforestry dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Agrisilvikultur (Agrisilvicultural Systems) Sistem agroforestry yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops). b. Silvopastura (Silvopastural Systems) Sistem agroforestry yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture). Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang sama (misal: penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan pinus, atau yang lebih ekstrim lagi adalah sistem cut and carry pada pola pagar hidup/living fences of fodder hedges and shrubs; atau pohon pakan serbaguna/multipurpose fodder trees pada lahan pertanian yang disebut protein bank ).

c. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural Systems) Merupakan pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Contoh: berbagai bentuk kebun pekarangan (homegardens), kebun hutan (forest-gardens), ataupun kebun desa (village-forestgardens), seperti sistem Parak di Maninjau (Sumatera Barat) atau Lembo dan Tembawang di Kalimantan. (2) Berdasarkan sistem produksi, agroforestry dibedakan menjadi : a. Agroforestry berbasis hutan adalah bentuk agroforestry yang diawali dengan pembukaan sebagian areal hutan dan/atau belukar untuk aktivitas pertanian. b. Agroforestry berbasis pada pertanian yaitu produk utama tanaman pertanian dan atau peternakan tergantung sistem produksi pertanian dominan di daerah tersebut. Komponen kehutanan merupakan elemen pendukung bagi peningkatan produktivitas dan/atau sustainabilitas. c. Agroforestry berbasis pada keluarga adalah agroforestry yang dikembangkan di areal pekarangan rumah (homestead agroforestry). (3) Berdasarkan masa perkembangannya, agroforestry dapat dibedakan menjadi : a. Agroforestry tradisional/klasik yaitu tiap sistem pertanian, dimana pohonpohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakan/tanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem (agroecosystem). b. Agroforestry modern umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Contoh:

berbagai model tumpang sari (baik yang dilaksanakan oleh Perhutani di hutan jati di Jawa atau yang coba diperkenalkan oleh beberapa pengusaha Hutan Tanaman Industri/HPHTI di luar Jawa). Pola Kombinasi Komponen dalam Sistem Agroforestry Secara sederhana agroforestry merupakan pengkombinasian komponen tanaman berkayu/kehutanan (baik berupa pohon, perdu, palem-paleman, bambu, dan tanaman berkayu lainnya) dengan tanaman pertanian (tanaman semusim) dan/atau hewan (peternakan), baik secara tata waktu ataupun secara tata ruang. Kombinasi yang ideal terjadi bila seluruh komponen agroforestry secara terus menerus berada pada lahan yang sama. Pengkombinasian dalam sistem agroforestry dapat menghasilkan berbagai reaksi, yang masing-masing atau bahkan sekaligus dapat dijumpai pada satu unit manajemen yaitu persaingan, melengkapi, dan ketergantungan (Sardjono dkk. 2003). Sardjono dkk. (2003) juga mengatakan bahwa pengkombinasian secara tata waktu dimaksudkan sebagai durasi interaksi antara komponen kehutanan dengan pertanian dan atau peternakan. Kombinasi tersebut tidak selalu tampak di lapangan, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman bahwa suatu bentuk pemanfaatan lahan tidak dapat dikategorikan agroforestry. Secara sederhana kombinasi menurut tata waktu dapat dibagi dua yaitu kombinasi permanen dan sementara. Kombinasi secara tata ruang dapat secara horizontal dan vertikal. Penyebaran menurut tata ruang juga dapat bersifat penyebaran merata atau penyebaran tidak merata.

Analisis Finansial Agroforestry Menurut Widianto dkk (2003) bahwa keberadaan pohon dalam agroforestry mempunyai dua peranan utama. Pertama, pohon dapat mempertahankan produksi tanaman pangan dan memberikan pengaruh positif pada lingkungan fisik, terutama dengan memperlambat kehilangan hara dan energi, dan menahan daya perusak air dan angin. Kedua, hasil dari pohon berperan penting dalam ekonomi rumah tangga petani. Pohon dapat menghasilkan: (1) Produk yang digunakan langsung seperti pangan, bahan bakar, bahan bangunan; (2) Input untuk pertanian seperti pakan ternak, mulsa; serta (3) Produk atau kegiatan yang mampu menyediakan lapangan kerja atau penghasilan kepada anggota rumah tangga. Sistem produksi agroforestry memiliki suatu kekhasan (Suharjito dkk. 2003), di antaranya: a. Menghasilkan lebih dari satu macam produk b. Pada lahan yang sama ditanam paling sedikit satu jenis tanaman semusim dan satu jenis tanaman tahunan/pohon c. Produk-produk yang dihasilkan dapat bersifat terukur (tangible) dan tak terukur (intangible) d. Terdapat kesenjangan waktu (time lag) antara waktu penanaman dan pemanenan produk tanaman tahunan/pohon yang cukup lama Sistem agroforestry menghasilkan bermacam-macam produk yang jangka waktu pemanenannya berbeda, dimana paling sedikit satu jenis produknya membutuhkan waktu pertumbuhan yang lebih dari satu tahun. Untuk melihat sejauh mana suatu usaha agroforestry memberikan keuntungan, maka analisis yang paling sesuai untuk dipakai adalah analisis proyek yang berbasis finansial. Menurut Lahjie (2004), bahwa analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui

seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Melalui cara berpikir seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya. Ukuran-ukuran yang digunakan umumnya adalah : a. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) yaitu nilai saat ini yang mencerminkan nilai keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang atau time value of money. Karena jangka waktu kegiatan suatu usaha agroforestry cukup panjang, maka tidak seluruh biaya bisa dikeluarkan pada saat yang sama, demikian pula hasil yang diperoleh dari suatu usaha agroforestry dapat berbeda waktunya. Untuk mengetahui nilai uang di masa yang akan datang dihitung pada saat ini, maka baik biaya maupun pendapatan agroforestry di masa yang akan datang harus dikalikan dengan faktor diskonto yang besarnya tergantung kepada tingkat suku bunga bank yang berlaku di pasaran. Dengan model formulasi sebagai berikut (Suharjito dkk., 2003) : Dimana: t NPV = = n Bt Ct t = (1 + i t 0 ) NPV Bt Ct i t = Nilai bersih sekarang = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t) =Cost/ Biaya total = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku) = Periode waktu

Dengan kriteria apabila NPV > 0 berarti usaha tersebut menguntungkan, sebaliknya jika NPV < 0 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan. b. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio (BCR) yaitu perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran selama jangka waktu pengusahaan (dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang atau time value of money). Dengan model formulasi sebagai berikut (Suharjito dkk. 2003) : BCR = t= n t= 0 t= n t= 0 Bt Ct t (1 + i) Bt Ct t (1 + i) Bt Ct > 0 Bt Ct < 0 Dimana : BCR Bt Ct i t = Perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t) = Cost/ Biaya total = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku) = Periode waktu Dengan kriteria BCR > 1 dinyatakan usaha tersebut layak diusahakan dan sebaliknya jika BCR < 1 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan. c. Internal Rate of Returns (IRR) Internal Rate of Returns (IRR) menunjukkan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek/usaha atau dengan kata lain merupakan kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan. Dalam perhitungan, IRR adalah tingkat suku bunga apabila BCR yang terdiskonto sama dengan nol. Usaha agroforestry akan dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar

dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar pada saat tersebut. Dengan rumus sebagai berikut (Suharjito dkk. 2003) : NPV1 IRR = i 1 + i2 i1 NPV NPV 2 Dimana : IRR = Suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek NPV 1 = Nilai NPV yang positif pada tingkat suku tertentu NPV 2 = Nilai NPV yang negatif pada tingkat suku bunga tertentu i 1 = Discount Factor (tingkat bunga) pertama dimana diperoleh NPV Positif 1 i 2 = Discount Factor (tingkat bunga) kedua dimana diperoleh NPV Negatif