BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada masalah pendidikan yang makin terpuruk. Menurut table liga global (http://www.bbc.co.uk/indonesia /majalah/2012/11/121127_education_ranks.shtml. pada 14 Desember 2012) menyatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia menempati peringkat terendah di dunia (BBC Indonesia). Oleh karena itu pendidikan khususnya di Indonesia perlu mendapat perhatian, penanganan dan pembaruan secara intensif oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. Menurut UU SISDIKNAS no 20 Tahun 2003, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Proses pendidikan yang dilakukan oleh manusia sebagian besar dilakukan pada saat pembelajaran. Berdasarkan UU SISDIKNAS no 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan pada jenjang sekolah dasar dan menengah wajib memuat beberapa mata pelajaran yang salah satunya adalah mata pelajaran matematika. Apabila mengacu pada kurikulum matematika sekolah di Indonesia dan Amerika, ada lima hal pokok yang menjadi bidang kajian utama yaitu aritmetika, aljabar, geometri, trigonometri, serta analisis data dan probabilitas dengan kelimanya saling berkaitan. (Ibrahim dan Suparni, 2012:34) Mengingat matematika memiliki beberapa unit yang satu sama lain saling berkaitan, maka yang terpenting dalam belajar matematika adalah bagaimana 1
2 kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah matematika. Hal ini didasarkan pada salah satu pemikiran bahwa materi matematika merupakan materi abstrak yang memiliki karakteristik berbeda dengan materi ilmu lainnya. Sebagai guru matematika dalam menanamkan pemahaman seseorang belajar matematika utamanya bagaimana menanamkan pengetahuan konsep-konsep dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konseptual mengacu pada pemahaman konsep, sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada keterampilan melakukan suatu algoritma atau prosedur menyelesaikan soal-soal matematika. Menurut Sutawijaya (1997:177) dalam Ibrahim dan Suparni (2012:35) mengungkapkan bahwa memahami konsep saja tidak cukup, karena dalam praktek kehidupan sehari-hari siswa memerlukan keterampilan matematika. Untuk itu guru harus bisa membuat pembelajaran menjadi seefektif mungkin agar siswa lebih mampu menggunakan konsep matematikanya dalam kehidupan sehari-hari. Guru bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan yang utama dan orang yang serba tahu sedangkan siswa hanya menerima yang diberikan oleh guru, akan tetapi hendaknya guru adalah sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan siswa dalam belajar agar menemukan pengalamannya sendiri. Dalam upaya peningkatan kualitas belajar siswa dalam kelas, cara penyampaian materi, metode dan model dalam pembelajaran sangat berperan penting. Menurut Joyce (1992) dalam Hamruni (2012:5) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Sedangkan metode pembelajaran menurut Fathurrahman Pupuh dalam Ibrahim (2012:6) adalah caracara menyajikan bahan pelajaran pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Agar proses pembelajaran semakin menarik, guru perlu memilih model dan metode yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan sesuai dengan kondisi siswa. Dengan demikian peserta didik lebih mudah dalam memahami konsep yang sulit pada saat proses pembelajaran. Namun sering kali guru menggunakan model dan metode yang biasa dengan alasan karena guru kelas
3 merasa kerepotan dalam menyiapkan materi pelajaran dan tidak mau repot saat proses belajar mengajar berlangsung. Disisi lain juga terdapat guru kesulitan dalam memilih model dan metode yang cocok untuk materi yang akan diajarkan. Sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya, salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan model dan metode pembelajaran sebagai komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar sama pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen pendidikan. Semakin tepat model dan metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar, maka akan semakin efektif kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang bagus digunakan dalam proses belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Hamruni (2012:161) pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapi tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menerapkan sistem pengelompokan atau tim, yaitu antara empat sampai enam orang yang memiliki latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda. Ada empat unsur penting dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu adanya peserta, aturan, upaya belajar setiap anggota kelompok, dan tujuan yang akan dicapai. Dari berbagai tipe yang ada dalam model pembelajaran kooperatif salah satunya adalah tipe Make A Match. Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah tipe pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Pembelajaran tipe ini sudah terbukti dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam penelitian yang dilakukan oleh Lorna Curran bahwa siswa lebih senang saat pembelajaran karena dapat berinteraksi langsung dengan teman satu kelas sekaligus belajar dalam suasana yang menyenangkan. Disisi lain dari model pembelajaran adalah metode pembelajaran yang juga tidak kalah penting dalam proses belajar mengajar. Salah satu metode
4 pembelajaran dari beberapa macam metode pembelajaran yang ada yaitu metode pembelajaran demonstrasi. Menurut Sudjana (2010:132) metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarakan peserta didik terhadap suatu bahan belajar dengan cara memperlihatkan, memperhatikan, menceritakan, dan memperagakan bahan belajar tertentu. Metode pembelajaran ini bertujuan agar peserta didik memiliki pengalaman belajar langsung setelah diberi kesempatan oleh pendidik untuk melakukannya dan melihat atau merasakan hasilnya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dari metode demonstrasi dan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match sama-sama memiliki kelebihan dan sama-sama bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan hasil belajar. Akan tetapi metode demonstrasi dan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match memiliki perbedaan salah satunya adalah metode demonstrasi merupakan metode yang sudah lama dipakai oleh pendidik atau guru dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match yang dikembangkan pada tahun 1994. Untuk itu penulis tertarik untuk membandingkan mengenai pengaruh penggunaan metode demonstrasi dan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match terhadap hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka terkait dengan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: (1) Sistem pendidikan di Indonesia merupakan sistem pendidikan dalam peringkat yang terendah di dunia. (2) Pelajaran matematika dirasa siswa sebagai pelajaran yang sulit karena memuat hal-hal yang abstrak. (3) Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki beberapa materi yang saling terkait, jadi sulit untuk dipahami siswa. (4) Guru kelas dianggap siswa sebagai seseorang yang serba tahu dan sebagai sumber pengetahuan yang utama. (5) Guru selalu menggunakan model dan metode yang sama saat pelajaran dengan alasan tidak mau kerepotan menyiapkan materi dan pada saat proses belajar-mengajar
5 berlangsung. (6) Guru kesulitan memahami model dan metode yang akan dipakai ketika proses belajar mengajar. (7) Hasil belajar matematika siswa SD sering mengalami kemerosotan karena guru kurang bisa menggunakan model dan metode yang tepat saat proses belajar mengajar. 1.3. Pembatasan Masalah Idealnya semua identifikasi masalah harus dikaji agar diperoleh peningkatan prestasi belajar matematika yang optimal. Mengingat kompleknya permasalahan seperti yang telah diungkapkan pada identifikasi masalah di atas serta terbatasnya dana, waktu, alat, dan kemampuan maka penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan metode pembelajaran demonstrasi terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas 4 SDN Tlompakan 03 dan siswa kelas 4 SDN Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika secara signifikan antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran demonstrasi pada siswa kelas 4 SDN Tlompakan 03 dan siswa kelas 4 SDN Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester 2 tahun pelajaran 2012/2013? 1.5. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dengan metode pembelajaran demonstrasi terhadap hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD semester 2 tahun pelajaran 2012/2013.
6 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis. 1.6.1. Manfaat Teoretis Setelah penelitian terlaksana, diharapkan secara teoritis dapat memberikan sumbangan dalam pembelajaran matematika, terutama pada peningkatan pemahaman siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan metode demonstrasi. Mengingat model dan metode ini berperan cukup besar dalam pelajaran matematika maka penelitian ini juga bermanfaat dapat menumbuhkan semangat siswa untuk senang belajar matematika. Selain itu hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah khasanah refrensi ilmu pengetahuan, sehingga dapat memperluas wawasan para calon guru, khususnya mengenai pembelajaran matematika di SD. 1.6.2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang dapat ditarik dari penelitian ini terbagi kedalam berbagai segi subjek penggunanya. Manfaat praktis tersebut adalah sebagai berikut: 1.6.2.1. Bagi Guru Penelitian ini akan memberikan pengalaman yang bermanfaat dalam merancang pembelajaran dengan model dan metode yang berbeda dari biasa yang dipakai oleh guru. Dari pengalaman tersebut diharapkan guru dapat lebih kreatif mengembangkan model dan metode pembelajaran pada pokok bahasan yang lain dan dapat mengimplementasikannya dalam kelas. 1.6.2.2. Bagi Siswa Penelitian ini sangat bermanfaat bagi siswa karena dapat membantu meningkatkan nilai hasil belajar siswa. Di sisi lain siswa dapat merasakan bahwa belajar matematika tidak sesulit yang mereka bayangkan. Mereka dapat bermain dan belajar saat pelajaran dengan situasi yang efektif dan menyenangkan.
7 1.6.2.3. Bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan Penelitian ini juga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada perkembangan ilmu pengetahuan bahwa siswa lebih dapat memahami materi pelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan metode demonstrasi yang teruji secara eksperimen.