BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

ABSTRAK. EFEK HERBA SAMBILOTO (Andrographidis Herba) SEBAGAI IMUNOMODULATOR PADA MENCIT DENGAN DERMATITIS ALERGIKA

BAB I PENDAHULUAN. Alergi terjadi akibat adanya paparan alergen, salah satunya ovalbumin.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. EFEK INFUSA HERBA SAMBILOTO ( Andrographidis Herba ) SEBAGAI ANTIALERGI TERHADAP DERMATITIS ALERGIKA PADA HEWAN COBA MENCIT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan di Indonesia tepatnya Jakarta pusat didapatkan 25.5% anak yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEK KOMBINASI HERBA JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. maupun negara berkembang. Dewasa ini para sarjana kedokteran telah

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK AIR DAN ETANOL HERBA JOMBANG PADA DERMATITIS ALERGIKA MENCIT GALUR Swiss Webster

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. air besar) lebih dari biasanya atau tiga kali sehari (World Health

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

OPC plus Tablet, Herbal Antioksidan Terbaik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi adalah reaksi imunologis (reaksi peradangan) yang diakibatkan oleh alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE, sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular yang mengakibatkan akumulasi sel-sel radang terutama eosinofil. Diperkirakan 10-20% penduduk pernah atau sedang menderita reaksi alergi. Reaksi alergi dapat menyerang seluruh organ tubuh, organ yang sering terkena antara lain gaster (gastroenteritis alergi), hidung (rinitis alergika), saluran napas bagian bawah (asma bronkial), dan kulit seperti dermatitis alergika (Sudoyo et al., 2009; Kumar et al., 2010; Kim, 2015). Dermatitis alergika merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia ((Leung et al., 2008). Dermatitis alergika adalah peradangan kulit kronis disertai gatal yang terjadi pada orang yang mempunyai riwayat alergika (Harahap, 2000). Prevalensi dermatitis alergika pada anak-anak sekitar 10-20% dan prevalensi pada orang dewasa sekitar 0.9%. Dermatitis alergika memiliki frekuensi lebih besar pada orang Asia dan orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih. Berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih banyak terkena dibandingkan laki-laki dengan ratio kira-kira 1,4:1. Dermatitis alergika ditandai dengan adanya rasa gatal, lesi pada kulit seperti eritema dan papula eritem, serta peningkatan sel eosinofil. Adapun, komplikasi pada dermatitis alergika ialah infeksi sekunder yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus akibat fungsi kulit yang terganggu (Kim, 2015). Upaya dalam pengobatan dermatitis alergika dapat digunakan beberapa alternatif, yaitu penggunaan bahan kimiawi dan bahan alami (herbal). 1

2 Penggunaan bahan kimiawi dianggap lebih cepat dalam penyembuhan, tetapi memberikan banyak efek samping. Maka dari itu, timbul kesadaran untuk menggunakan bahan alami karena sifatnya yang relatif aman. Beberapa diantaranya yang dapat digunakan adalah herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Wall. ex Nees) dan herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) yang secara empiris berkhasiat sebagai anti inflamasi dan anti alergi (Chang, 1987; Bruneton, 1999; Mills & Bone, 2000; Setiawan Dalimartha, 2004; Departemen Kesehatan, 2000). Herba pegagan (Centella asitica [L.] Urban) mengandung asiaticoside dan madecassoside yang bermanfaat menstimulasi sintesis kolagen, antioksidan, anti inflamasi, dan antialergi pada kulit (Bruneton, 1999; Departemen Kesehatan, 2010). Herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Wall. ex Nees) mengandung zat andrographolide yang bermanfaat sebagai anti inflamasi (Mills & Bone, 2000). Senyawa flavonoid yang terkandung pada kedua herba tersebut bermanfaat sebagai anti inflamasi dan antioksidan (Departemen Kesehatan, 2011). Pada penelitian terdahulu membuktikan, bahwa infusa herba sambiloto berefek sebagai antialergi dan imunomodulator yang ditandai adanya penurunan persentase jumlah eosinofil pada sediaan SADT mencit dengan dermatitis alergika (Tiara Apriani, 2001; Nevin C. Junarsa, 2002). Adapun penelitian terdahulu membuktikan, bahwa infusa herba pegagan berefek sebagai anti alergi yang ditandai adanya penurunan persentase eosinofil pada SADT mencit dengan dermatitis alergika (Nanda Ekarini, 2002). Berdasarkan manfaat dan khasiatnya, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian mengenai efek ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Wall. ex Nees) dan ekstrak etanol herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban), serta kombinasinya dalam pengobatan terhadap dermatitis alergika untuk mengetahui apakah pemberian kombinasi herba lebih efektif jika dibandingkan dengan pemberian tunggal.

3 1.2 Identifikasi Masalah 1. Apakah pemberian ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Nees) berefek menurunkan persentase jumlah 2. Apakah pemberian ekstrak etanol herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) berefek menurunkan persentase jumlah eosinofil pada mencit Swiss Webster dengan dermatitis alergika. 3. Apakah pemberian kombinasi ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Nees) dan ekstrak etanol herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) berefek menurunkan persentase jumlah sel eosinofil pada mencit Swiss Webster dengan dermatitis alergika. 4. Apakah pemberian kombinasi memiliki efek lebih efektif dibandingkan dengan pemberian tunggal dalam menurunkan persentase jumlah sel 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud penelitian ini adalah memperoleh obat alternatif untuk mengatasi dermatitis atopik yang dapat mengurangi reaksi inflamasi, khususnya herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Nees), herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban), serta kombinasinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai: 1. Efek pemberian ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Nees) berefek menurunkan persentase jumlah 2. Efek pemberian ekstrak etanol herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) berefek menurunkan persentase jumlah eosinofil pada mencit Swiss Webster dengan dermatitis alergika.

4 3. Efek pemberian kombinasi ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Nees) dan ekstrak etanol herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) berefek menurunkan persentase jumlah 4. Efek pemberian kombinasi memiliki efek lebih efektif dibandingkan dengan pemberian tunggal dalam menurunkan persentase jumlah 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis Memberikan informasi dan menambah wawasan farmakologi tanaman herbal khususnya mengenai efek herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Wall. ex Nees) dan herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) terhadap dermatitis alergika. 1.4.2 Kegunaan Praktis Mengembangkan obat alternatif dermatitis alergika yang lebih optimal bagi masyarakat, yaitu ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Nees) dan ekstrak etanol herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) yang berefek antiinflamasi. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran Dermatitis alergika merupakan suatu peradangan kronik berulang pada kulit. Reaksi peradangan tersebut disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I, dipicu alergen yang masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan respon

5 imun dalam 3 tahap, yaitu fase sensitasi, fase aktivasi, dan fase efektor sehingga terjadi akumulasi sel eosinofil (Kumar et al., 2010; Bratawidjaja et al., 2014). Reaksi hipersensitivitas tipe 1 adalah suatu gangguan kompleks yang terjadi akibat terpicunya sel mast, yang diperantarai oleh IgE beserta akumulasi sel radang di tempat pengendapan antigen. Proses-proses ini sebagian besar diatur oleh induksi T helper 2 (Th2) cell yang meningkatkan sintesis IgE dan akumulasi sel radang, terutama sel eosinofil. Hal ini disebabkan terjadi pelepasan mediator-mediator sel mast berupa histamin, prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien (C4, D4, E4), Platelet Activating Factor (PAF), Eosinofil Chemotacting Factor (ECF) yang merupakan faktor kemotaktik eosinofil (Kumar et al., 2010). Herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Wall. ex Nees) diduga bermanfaat untuk mengatasi dermatitis alergika. Hal ini disebabkan karena herba sambiloto mengandung zat andrographolide yang bermanfaat sebagai anti inflamasi, sedangkan herba pagagan (Centella asiatica [L.] Urban) mengandung asiaticoside dan madecassoside yang bermanfaat anti inflamasi atau anti alergi pada kulit (Bruneton, 1999; Mills & Bone, 2000; Prapanza & Marianto, 2002). Senyawa flavonoid yang terkandung pada kedua herba tersebut bermanfaat sebagai anti inflamasi dan antioksidan. Efek anti inflamasi tersebut bekerja dengan cara menghambat sintesis asam arakidonat, sehingga menghambat pembentukan prostaglandin dan leukotrien yang merupakan agen mediator inflamasi. Sedangkan, efek anti oksidan bekerja dengan cara mengurangi dampak negatif molekul radikal bebas superoksida yang dihasilkan oleh sel endotel, sel makrofag dan sel eosinofil, sehingga menghambat terjadinya reaksi inflamasi. Penghambatan reaksi inflamasi tersebut menyebabkan berkurangnya pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti IL-3, IL-5, eosinofil chemotactic factor. Dengan demikian, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan persentase jumlah eosinofil dalam darah (Kumar et al., 2010; Murray et

6 al., 2010). Pada penelitian terdahulu pun membuktikan, bahwa infusa herba sambiloto berefek sebagai antialergi dan imunomodulator yang ditandai adanya penurunan persentase jumlah eosinofil pada sediaan SADT mencit dengan dermatitis alergika (Tiara, 2001; Nevin, 2002). Adapun penelitian terdahulu membuktikan, bahwa infusa herba pegagan berefek sebagai anti alergi yang ditandai adanya penurunan persentase eosinofil pada SADT mencit dengan dermatitis alergika (Nanda, 2002). 1.5.2 Hipotesis Penelitian 1. Pemberian ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Nees) berefek menurunkan persentase jumlah eosinofil pada mencit Swiss Webster dengan dermatitis alergika. 2. Pemberian ekstrak etanol herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) berefek menurunkan persentase jumlah eosinofil pada mencit Swiss Webster dengan dermatitis alergika. 3. Pemberian kombinasi ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Nees) dan ekstrak etanol herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) berefek menurunkan persentase jumlah eosinofil pada mencit Swiss Webster dengan dermatitis alergika. 4. Pemberian kombinasi memiliki efek lebih efektif dibandingkan dengan pemberian tunggal dalam menurunkan persentase jumlah eosinofil pada mencit Swiss Webster dengan dermatitis alergika.