BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. kebingungan, kecemasan dan konflik. Sebagai dampaknya, orang lalu

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan. Rumah Singgah Anak Mandiri

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

20 PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN MELALUI RUMAH PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2014 PENDAPAT PESERTA ADIKSI PULIH TENTANG PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL DI RUMAH CEMARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

Bab 1 PENDAHULUAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 1

PROSES REHABILITASI SOSIAL WANITA TUNA SUSILA DI BALAI REHABILITASI SOSIAL KARYA WANITA (BRSKW) PALIMANAN KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhinya kebutuhan hidup baik kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani maupun

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. terbitan kota Medan seperti Waspada, Posmetro dan lain sebagainya tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selain itu tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan yang telah dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAJAR DWI ATMOKO F

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk. : Andri Sudjiyanto

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kepribadiannya. Sebagai bentuk pengembangan diri

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan masyarakatnya. Kondisi masyarakat yang sehat dan cerdas akan. tantangan global di masa kini dan di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

WALIKOTA PALANGKA RAYA

I. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Secara umum timbulnya gangguan jiwa pada seseorang

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang terlibat dalam kekerasan ataupun korban dari tindakan

INTERAKSI SOSIAL PADA PENGAMEN DISEKITAR TERMINAL TIRTONADI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. anak merupakan tunas, potensi, dan generasi penerus cita cita perjuangan

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

DAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA

I. UMUM. menjadi...

SELF-DISCLOSURE PADA SESAMA ANAK JALANAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

PENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Sebagai ibukota negara, Jakarta telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi

BABI PENDAHULUAN. Berbagai ulasan di media massa menceritakan kisah hidup seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai,

BAB I PENDAHULUAN. Tidak mungkin ada orang tua yang berharapan jelek terhadap anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut seolah-olah berjalan dengan mulus. mewah yang dapat dibanggakan dan menjadi pusat perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena merebaknya anak jalanan merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka jarang menjadi masalah bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Keberadaan anak jalanan yang berada hampir di setiap kota-kota besar termasuk halnya di Kota Semarang telah menjadi permasalahan sosial yang serius (Effendy, Frieda, Warsono, 2008). Berdasarkan survei dari Dinas Sosial Kota Semarang dan LSM-LSM lainnya, sebelum krisis moneter pada tahun 1997 di Kota Semarang didapati ada 200-400 anak jalanan tetapi setelah tahun 1997-2004 didapati jumlah anak jalanan meningkat menjadi 1800 anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa permasalahan anak jalanan merupakan fenomena gunung es yang terjadi peningkatan baik dalam jumlah maupun wilayah penyebarannya. Menurut Ketua PAJS (Persatuan Anak Jalanan Semarang) Winarto, anak anak jalanan banyak berasal dari Kota Semarang, yaitu sebesar 60 persen dan 40 persen berasal dari luar Kota Semarang. Anak- anak jalanan menyebar di berbagai titik Kota Semarang di antaranya: kawasan Tugu Muda, Simpang Lima, Pasar Johar, Bundaran Kalibanteng, Perempatan Metro, Pasar Karangayu, dan Swalayan ADA Banyumanik (Jawa Pos, 21 juli 2008). 1

2 Anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan waktu di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anakanak yang mempunyai hubungan dengan keluarga atau terputus hubungannya dengan keluarga dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga (Handayani, dalam Huraerah, 2006). Sementara, definisi yang dirumuskan dalam Lokakarya Kemiskinan dan Anak Jalanan, yang diselenggarakan Departemen Sosial pada tanggal 25 dan 26 Oktober 1995, anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Definisi tersebut, kemudian dikembangkan oleh Johanes (dalam Huraerah, 2006) yang menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga atau terputus hubungannya dengan keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orangtua/keluarga. Anak jalanan biasanya berusia 5-18 tahun yang menjadi bagian dari kehidupan di perkotaan. Mereka melaksanakan aktivitas di luar rumah, seperti di jalan raya, pasar, mall, tempat rekreasi, pelabuhan, terminal dan tempat pembuangan sampah (Suradi, 2011). Masalah anak jalanan tidak dapat lepas dari beberapa hal: pertama masih berlangsungnya kemiskinan struktural di dalam masyarakat. Kedua, keberadaan anak jalanan tersebut telah dirasakan oleh sebagian besar masyarakat sebagai suatu bentuk gangguan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badiiyanto dkk (dalam Siregar dkk., 2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang

3 menyebabkan anak pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena dorongan ekonomi keluarga, ingin bebas, dan ingin memiliki uang sendiri karena pengaruh teman. Selain itu, kekerasan dalam keluarga banyak diungkapkan sebagai salah satu faktor yang mendorong anak lari dari rumah dan pergi ke jalanan. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anak memang dapat terjadi di semua lapisan sosial masyarakat. Namun, pada lapisan masyarakat bawah/miskin, kemungkinan terjadinya kekerasan lebih besar dengan tipe kekerasan yang lebih beragam. Tipe-tipe kekerasan bisa berupa kekerasan mental, kekerasaan fisik dan kekerasan seksual. Seorang anak bisa mengalami lebih dari satu tipe kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarganya. Anak yang turun ke jalanan akibat menjadi korban kekerasan mental, sebagian besar dalam bentuk dimarahi, atau merasa tidak dipercaya dan selalu disalahkan oleh anggota keluarganya. Pergi ke jalanan dinilai sebagai upaya untuk melepaskan atau menghindari tekanan yang dihadapi dalam keluarga (Kushartati, 2004). Secara psikologi mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan. Hal ini sebagai penyebab dari perkembangan tidak sehat seorang anak, perkembangan ketidakmampuan menyesuaikan diri, maka kriminalitas muncul sebagai akibat konflik-konflik mental, rasa tidak dipenuhi kebutuhan pokoknya seperti rasa aman, dihargai. Sehingga ada keinginan bebas untuk melakukan apa saja

4 termasuk kriminalitas (Juita, Astanti, Riana, 2009). Dapat disimpulkan bahwa masalah anak jalanan merupakan patologi sosial yang memengaruhi perilaku (behavior) anak, dengan pola dan sub kultur yang berkembang di jalanan sebagai daya tarik bagi anak yang masih tinggal di rumah tetapi rentan menjadi anak jalanan, untuk turun ke jalanaan. Profesi yang digeluti anak-anak di jalanan lambat laun telah membentuk perilaku tendensius atau mengarah pada perbuatanperbuatan menyimpang dan perilaku destruktif sehingga mendorong terciptanya kerawanan terhadap tindakan pelanggaran dan kejahatan, baik di jalan dengan sasaran para pengguna jalan, fasilitas publik maupun di lingkungan sosial lainnya seperti pandangan yang mengancam, gerak-geriknya mengancam, mencaci, mencoret mobil atau bahkan menodong. Berdasarkan laporan penelitian Juita, Astanti & Riana (2009) tentang Delinkuensi Anak Jalanan dan Penanganan di Kota Semarang menyatakan bahwa bentuk-bentuk delinkuensi atau kenakalan yang dilakukan anak jalanan di kota Semarang adalah: Pertama, delinkuensi yang bersifat tindak pidana/kriminal yaitu miras, obat terlarang, penodongan, mencopet, berjudi, berkelahi, mencuri. Kedua ialah delinkuensi yang masih bersifat kenakalan biasa yaitu menjadi anggota geng, melakukan vandalisme (coretcoret tembok), mengunjungi tempat hiburan, mengancam, ucapan porno, dan lain-lain. Selaras dengan laporan penelitian tersebut terdapat pula bentuk-bentuk delinkuensi yang dilakukan oleh beberapa anak jalanan yang tinggal Yayasan Emas Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada anak

5 yang tinggal di Yayasan Emas Indonesia terdapat anak yang memiliki latar belakang menodong dan memakai obat-obatan yang merupakan bentuk-bentuk dari delinkuensi atau kenakalan. Kondisi sebelum mereka tinggal di yayasan, hidup di jalanan sangat membentuk perilaku mereka yang tidak sesuai dengan normanorma yang ada di masyarakat. Bentuk delinkuensi yang dilakukan antara lain: menodong untuk mendapatkan uang agar bisa membelikan dan memakai obat-obatan. Alasan mereka memakai obat-obatan agar bisa meningkatkan kepercayaan diri pada saat berada di jalanan. Selain itu, alasan melakukan perilaku tersebut karena pengaruh dari teman-teman sesama anak jalanan. Hal tersebut selaras dengan pendapat dari Bowman, dkk (dalam Mantiri & Andriani, 2012) yang menjelaskan bahwa faktor teman sebaya merupakan salah satu faktor munculnya kenakalan. Anak jalanan hidup dalam komunitasnya sendiri. Mereka hidup di wilayah yang kurang menyatu dengan wilayah luar. Jadi wilayah tinggal mereka relatif tertutup untuk wilayah luar. Di dalam komunitas itu, anak jalanan bersosialisasi dan mengembangkan pola relasi sosial berdasarkan nilai dan norma sosial yang berlaku dalam komunitas mereka. Proses sosialisasi tersebut membentuk sikap mental dan spiritual mereka yang seringkali tidak sesuai dan bahkan bertentangan atau melanggar aturan atau norma dan hukum yang berlaku (Suradi, 2011). Permasalahan anak jalanan sangat kompleks karena menyangkut kehidupan mereka maupun lingkungan masyarakat. Anak jalanan sering dianggap sebagai bagian dari masyarakat yang terlupakan dengan berbagai stigma yang melekat, dianggap kotor, miskin dan

6 pembawa masalah sehingga mereka disebut Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Keberadaan anak di jalanan menunjukkan terganggunya keberfungsian sosial anak. Konsep keberfungsian sosial mengacu pada kepada situasi dan relasi anak yang melahirkan berbagai konsep dan tugas mereka. Oleh karena itu, Horton & Hunt (dalam Saripudin & Karim, 2009) berpendapat bahwa orang yang harus menjalani peralihan peran dituntut untuk benar-benar belajar kembali sehingga proses itu disebut resosialisasi. Resosialisasi merupakan salah satu tahap dalam proses pengentasan anak jalanan yang diterapkan di berbagai rumah singgah khususnya Yayasan Emas Indonesia. Hal tersebut berhubungan dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada salah satu pembina yang menyatakan bahwa resosialisasi merupakan salah satu tahapan dimana anak-anak direkrut di jalanan, lalu dibawah ke rumah pengentasan untuk dibina lebih baik lagi dan terakhir di entaskan ke masyarakat. Memasukkan anak jalanan ke panti rehabilitasi atau rumah singgah untuk resosialisasi merupakan salah satu jalanan menuju masyarakat adil dan makmur di kemudian hari (Nurwijayanti, 2012). Hal ini sejalan dengan penjelasan Asmorowati (2008) yang menyatakan bahwa secara ideal rumah singgah diharapkan dapat menjadi proses pembinaan informal yang memberikan suasana resosialisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga dan masyarakat. Berdasarkan pada penjelasan di atas penuturan UNDP & Depsos RI, Sudrajat, Ishak (dalam Saripudin, Suwirta & Komalasari, 2008) menyatakan bahwa upaya untuk

7 mengembalikan sikap dan perilaku terhadap norma sosial sangat penting untuk dilakukan melalui kegiatan resosialisasi. Resosialisasi menekankan sikap dan perilaku anak berubah. Tujuan dari resosialisasi anak jalanan di rumah singgah adalah membuat anak jalanan memiliki sikap baik dan positif, melakukan perilaku sosial yang sesuai dengan norma yang ada di masyarakat, kemampuan untuk mengelola diri dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang terjadi. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2007) tentang Pelayanan Sosial Bagi Anak Yang Dilibatkan Dalam Perdagangan NAPZA terdapat penjelasan mengenai strategi pelayanan sosial terhadap anak yang dilibatkan dalam perdagangan NAPZA. Rumah perlindungan sementara atau rumah singgah juga berfungsi sebagai tempat resosialisasi nilai-nilai kekeluargaan yang selama ini tidak mereka dapatkan di jalanan. Di rumah ini dibangun pola hubungan, dimana pekerja sosial mereka anggap sebagai kakak, teman atau orang tua dan diciptakan aturan-aturan yang disepakati diantara mereka. Program resosialisasi merupakan salah satu pelayanan sosial dalam mengatasi masalah kesejahteraan sosial. Hal tersebut sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hikmawati & Rusmiyati (2011) tentang Kebutuhan Pelayanan Sosial Penyandang Cacat menyatakan bahwa Pelayanan sosial dapat berbentuk pengembangan, pencegahan, penyembuhan atau rehabilitasi. Salah satu tahap dalam rehabilitasi adalah bimbingan resosialisasi yang dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosial dengan wajar.

8 Pelayanan sosial bertujuan membantu upaya resosialisasi atau memasyarakatkan kembali penyandang cacat baik lingkungan keluarga maupun masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka. Sehubungan dengan penjelasan di atas, untuk mengetahui keberfungsian program resosialisasi dalam penanganan anak jalanan maka dapat dilihat dari segi proses maupun hasil, salah satunya yaitu dengan melihat sikap anak jalanan yang sedang menjalani proses resosialisasi terhadap program tersebut. Baron & Byrne (2004) menggunakan istilah Attitude untuk merujuk pada evaluasi terhadap berbagai aspek dunia sosial serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka terhadap isu, ide, orang, kelompok sosial bahkan objek tertentu. Pendapat dari Baron & Byrne (2004) juga menjelaskan bahwa sikap sebagai sesuatu yang penting bukan hanya karena sikap sulit diubah tetapi ada beberapa alasan logis yang menjadikan sikap sebagai isu sentral dalam bidang psikologi sosial. Pertama, sikap sangat memengaruhi pemikiran sosial, meskipun sikap tersebut tidak selalu direfleksikan dalam tingkah laku yang nampak. Kedua, sikap sebagai hal yang penting karena sikap memengaruhi tingkah laku individu maupun kelompok, terutama terjadi saat sikap yang dimiliki kuat dan mantap. Terkait hal tersebut terdapat hasil penelitian dari Sakina (2001) yang berjudul Penilaian Anak Jalanan Terhadap Pelayanan Rumah Singgah dan Hubungannya Dengan Perilaku Mereka menyatakan bahwa mayoritas anak jalanan memiliki penilaian positif dan perilaku yang positif yaitu mereka merasa puas terhadap fungsi rumah singgah sebagai tempat pertemuan,

9 perlindungan, pusat informasi, kuratif-rehabilitatif, pelayanan sosial dan resosialisasi misalnya waktu yang digunakan anak jalanan untuk berkeliaran di jalanan menjadi berkurang. Mereka menjadi lebih sering melakukan ibadah dan teratur melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu, terdapat beberapa anak binaan yang kembali tinggal bersama orang tuanya. Namun di sisi lain, ada penelitian yang bertentangan dengan penelitian sebelumnya seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Saripudin & Karim (2009) tentang Program Resosialisasi Kanak-kanak Jalanan di Rumah Singgah: Satu Penilaian menyatakan bahwa program resosialisasi kanak-kanak jalanan di rumah singgah di Bandar Bandung masih terdapat beberapa kelemahan atau masalah yang dihadapi. Seperti pertama, terbatasnya kemudahan prasarana pembelajaran. Kedua, terbatasnya sumber dana yang tersedia. Ketiga, masih tingginya minat kanak-kanak jalanan untuk turun kembali ke jalanan karena lebih banyak menghasilkan uang. Berdasarkan paparan diatas secara tidak langsung menjelaskan adanya hubungan sikap dengan perilaku. Sikap anak jalanan terhadap program resosialisasi juga akan mempengaruhi perilaku anak jalanan. Artinya, semakin positif sikap anak jalanan terhadap program resosialisasi maka semakin positif pula perilaku mereka. Sherif & Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003). Ahmadi (1999) menjelaskan bahwa meskipun ada beberapa

10 perbedaan pengertian sikap, namun ada beberapa ciri yang dapat disetujui. Sebagian besar ahli dan penelitian sikap setuju bahwa sikap adalah predisposisi yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku. Untuk beberapa alasan inilah sikap telah menjadi konsep utama dalam psikologi sosial dan menjadi konsep utama untuk mengevaluasi ide, pemikiran serta keseluruhan dunia sosial. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk melihat program resosialisasi yang merupakan salah satu objek sikap. Berdasarkan paparan di atas serta penjelasan dari beberapa hasil penelitian, maka peneliti tertarik untuk meneliti Resosialisasi Anak Jalanan (Studi Kasus Sikap Anak Jalanan Yang Memiliki Latar Belakang Menodong dan Memakai Obat- Obatan di Yayasan Emas Indonesia). B. Perumusan Masalah Bagaimana sikap anak jalanan yang memiliki latar belakang menodong dan memakai obat-obatan terhadap pelaksanaan program resosialisasi di Yayasan Emas Indonesia. C. Tujuan Penelitian Memperoleh gambaran mengenai sikap anak jalanan yang memiliki latar belakang menodong dan memakai obat-obatan terhadap pelaksanaan program resosialisasi di Yayasan Emas Indonesia.

11 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap anak jalanan dalam menjalani program resosialisasi di Yayasan Emas Indonesia serta dapat menjadi referensi yang terkait dengan topik-topik psikologi sosial. 2. Manfaat Praktis 1. Anak Jalanan: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, informasi kepada anak jalanan akan pentingnya program resosialisasi bagi kehidupan mereka yang memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma sosial. 2. Rumah Singgah atau Yayasan Emas Indonesia: Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menjadi masukan dalam meminimalkan dan membantu dalam pengetasan problem anak jalanan. 3. Pemerintah: Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat dijadikan masukan kepada pemerintah untuk memerhatikan keberadaan anak jalanan. 4. Masyarakat: Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat agar ikut berpartisipasi terhadap masalah anak jalanan.