BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi dan anak mencerminkan tingkat pembangunan kesehatan dari suatu negara serta kualitas hidup dari masyarakat. Angka ini digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi program serta kebijakan kependudukan dan kesehatan. Program kesehatan Indonesia telah difokuskan untuk menurunkan tingkat kematian. Menurut SDKI 2012 angka kematian bayi adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Artinya, diantara 1.000 kelahiran hidup ada 32 bayi yang meninggal sebelum usia tepat 1 tahun. 60% bayi mati terjadi pada umur 1 bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil kesehatan DIY 2015 angka kematian neonatus berjumlah 294, meliputi Kota Yogyakarta 41, Bantul 76, Kulon Progo 33, Gunungkidul 104, dan Sleman 40. Penyebab umum kematian bayi di DIY adalah berat bayi lahir rendah (BBLR) dan sepsis. Selain itu, penyebab lain kematian bayi yang sering dijumpai di DIY antara lain asfiksi pada saat lahir karena lama di jalan kelahiran, letak melintang, serta panggul sempit. 2 Kondisi bayi yang lahir dengan BBLR seringkali tidak sebaik kondisi bayi normal pada umumnya. Berbagai permasalahan dapat terjadi pada bayi dengan BBLR. BBLR memiliki risiko tinggi dalam mortalitas dan morbiditas pada neonatus. 3 Angka kematian neonatal yang disebabkan oleh BBLR di DIY Pada tahun 2012 meliputi Yogyakarta 13, Bantul 34, 1
2 Kulon Progo 17, Gunungkidul 94, dan Sleman 9 jumlah keseluruhan adalah 118, dan angka kematian BBLR yang paling banyak berada di daerah Gunungkidul.Berdasarkan data dari World Health Organizatio (WHO) pada tahun 2006 kematian bayi terjadi pada usia neonatus dengan penyebab infeksi 33%, asfiksia/trauma 28%, BBLR 24%, kelainan bawaan 10 % dan ikterus 5%. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberepa rumah sakit pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevelensi ikterus pada bayi baru lahir tahun 2003 sebesar 58 % untuk kadar bilirubin 5 mg/dl dan 29,3 % untuk kadar bilirubin 12 mg/dl pada minggu pertama kehidupan, RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85 % bayi sehat cukup bulan mempunyai kadar bilirubin 5 mg/dl dan 23,8% mempunyai kadar bilirubin 13 mg/dl, RS Dr.Kariadi Semarang sebesar 13,7%. Faktor risiko penyebab ikterus neonatorum di wilayah asia dan asia Tenggara yaitu inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD, sepsis, dan BBLR. Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopi bilirubin (kernikterus ) adalah manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat di ganglia basalis dan beberapa nuklei batang otak. 4 Ensefalopati biliaris (Kernikterus) merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. 5
3 Peningkatan kadar bilirubin merupakan salah satu temuan tersering pada bayi baru lahir. Pada bayi cukup bulan dan bayi prematur terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah merah yang pendek pada neonatus dan pada bayi BBLR, pembentukan hepar belum sempuran sehingga menyebabkan konjugasi bilirubin inderek menjadi bilirubin direk di hepar tidak sempurna. 14 Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 8 September 2016, dalam satu tahun terakhir yakni Januari-Desember 2015 di RSUD Wonosari terdapat 697 bayi yang dirawat di rumah sakit. Bayi dengan berat lahir rendah 41,1 %. Didalamnya terdapat 41% bayi BBLR aterm dan 59% bayi prematur. Persentase bayi hiperbilrubinemia pada BBLR 31%. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, rumusan masalah dalam penilitian ini adalah Apakah ada hubungan usia gestasi dengan kejadian hiperbilirubinemia pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan usia gestasi pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) dengan kejadian hiperbilirubinemia.
4 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan usia gestasi dengan kejadian hiperbilirubinemia setelah melihat variabel luar b. Mengetahui apakah variabel luar sebagai konfounder c. Mengetahui besar risiko usia gestasi dengan kejadian hiperbilirubinemia D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar terhadap mata pelajaran yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia maupun bayi bayi dengan berat lahir rendah. b. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa kebidanan pada khususnya, maupun tenaga kesehatan pada umumnya tentang hiperbilirubinemia. 2. Manfaat praktis a. Sebagai tenaga kesehatan mampu mengatasi terjadinya hiperbilirubinemia melalui deteksi dini dengan berat lahir bayi. b. Sebagai tenaga kesehatan mampu melakukan perawatan pada bayi dengan berat lahir rendah dengan hiperbilirubinemia. E. Keaslian Penelitian a. Reza, (2016) dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul Perbedaan Kejadian Ikterus Neonatorum antara Bayi Prematur dan Bayi Cukup bulan pada Bayi dengan Berat Lahir Rendah di RS. PKU
5 Muhammdiyah Surakarta. Penelitiannya merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Uji statistik yang digunakan adalah chi-square. Hasil penelitiannya menunjukakan terdapat perbedaan yang bermakna kejadian ikterus neonatorum anatara bayi dengan prematur lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan pada bayi dengan belar lahir rendah di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Perbedaan pokok penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian tersebut adalah subjek,waktu dan tempat penelitian. 6 b. Syajaratuddur,(2014) dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul Hubungan Usia Gestasi dan Jenis Perslainan dengan Kadar Bilirubinemia pada bayi Ikterus di RSUP NTB. Penelitiannya merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Uji statitisk yang digunakan adalah analisis univariat dan analisi bivariat. Hasil penelitiannya adalah usia getasi yang terbanyak 37 minggu (66,7%). Jenis persalinan yang terbanyak adalah tindakan (57,9%) dan kadar bilirubin yang terbanyak adalah <12 mg/dl (65,1%), terdapat hubungan yang signitifikan (p=0,013) antar usia gestasi dengan kadar bilirubin pada bayi ikterus. Dan Tidak ada hubungan yang signitifikan (p=0,562) antara jenis persalinan dengan kadar bilirubinemia pada bayi ikterus di RSUP NTB. Perbedaan pokok penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian tersebut adalah subjek, waktu, tempat penelitian dan uji statistik. 7
6 c. Hafizah, (2013) dalam karya tulisnya yang berjudul Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penelitiannya merupakan penelitian analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-square. Hasil penelitiannya menunjukkan ada hubungan usia gestasi, berat badan lahir dan proses persalinan dengan kejadian hiperbilirubinemia. Perbedaan pokok penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian tersebut adalah subjek, waktu dan tempat penelitian. 5