Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Hitam di Tanah Ultisol dengan Aplikasi Pupuk Organik Cair Berbahan Kulit Buah Black Soybean Growth and Development in Ultisol Land by Fruit Skin Based Liquid Organic Fertilizer Application Edi Susilo 1*) 1 Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Ratu Samban *) Corresponding author: susilo_agr@yahoo.com ABSTRACT Black soybean development in ultisol land faces several problems, such as the low soil fertility level. Fertilization by using fruit skin waste based liquid organic fertilizer is considered as alternative to solve this matter. The study was aimed to obtain the best fruit skin waste based liquid organic fertilizer type to enhance black soybean growth and yield. Research was conducted in Experimental Farm, Faculty of Agriculture, University of Ratu Samban, North Bengkulu between December 2014 until March 2015. Method applied was randomized block design with 2 factors and 3 repetitions. First factor namely liquid organic fertilizer consisted of 3 marks: control (P0), durian skin liquid organic fertilizer (P1), and palm skin liquid organic fertilizer (P2). Another factor namely black soybean variety consisted of: Ceneng (V1), Cikuray (V2) and Detam 2 (V3). Result revealed that POC usage significantly affected leaves and rod number. The best treatment was palm skin POC that was able to increase leaves number (18.17 leaves) and rod number (4.89 rods). Variety treatment showed the significant effect on plant height, leaves number, rod number, root weight, 100 grains weight, and seed per plant weight. Variety of Detam 2 resulted plant weight (97,61 cm), leaves number (17,89 leaves), rod number (4,78 rods), root weight (1,84 g), 100 grains weight (12,66 g) and seed per plant weight (9,16 g). Interaction significantly influenced the rod number. The best interaction was palm POC and Ceneng with rod number which was 5.50 rods. Key words: durian, fertilizer, palm, soybean, ultisol ABSTRAK Pengembangan kedelai hitam di tanah suboptimal ultisol mempunyai banyak kendala, salah satunya adalah tingkat kesuburan tanah rendah. Pemupukan dengan pupuk organik cair berbahan limbah kulit buah (kulit buah duren dan aren) merupakan alternatif yang bisa digunakan untuk mengatasi kesuburan yang rendah di tanah ultisol tersebut. Penelitian bertujuan mendapatkan jenis pupuk organik cair terbaik yang berasal dari limbah kulit buah untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai hitam. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Ratu Samban Bengkulu Utara bulan Desember 2014 sampai Maret 2015. Metode yang digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor dengan 3 ulangan. Faktor pupuk organik cair (POC) terdiri atas tiga taraf : kontrol (P0), POC kulit buah duren (P1), dan POC kulit buah aren (P2). Faktor varietas kedelai hitam terdiri atas : Ceneng (V1), Cikuray (V2) dan Detam 2 (V3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan POC berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, dan jumlah cabang. Perlakuan terbaik adalah POC kulit buah aren yang mampu meningkatkan jumlah daun (18,17 helai), dan jumlah cabang (4,89 batang). Perlakuan varietas menunjukkan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot akar, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman. Varietas Detam 2 mampu
menghasilkan tinggi tanaman (97,61 cm), jumlah daun (17,89 helai), jumlah cabang (4,78 batang), bobot akar (1,84 g), bobot 100 butir (12,66 g) dan bobot biji per tanaman (9,16 g). Interaksi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang. Interaksi terbaik antara POC aren dengan Ceneng terhadap jumlah cabang sebesar 5,50 batang. Kata kunci : Aren, duren, kedelai, pupuk, ultisol PENDAHULUAN Permintaan kedelai dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk, perubahan pola konsumsi dan peningkatan industri. Menurut Mursidah (2005) kebutuhan nasional terhadap kedelai meningkat karena meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap produk tahu, tempe serta untuk pasokan industri kecap. Kedelai hitam mempunyai banyak keunggulan aroma dan kandungan gizinya. Menurut Adie dan Krisnawati (2007) kecap yang dibuat dari kedelai hitam selain mempunyai aroma dan rasa kecap yang enak juga memiliki kandungan protein dan nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan kecap yang dihasilkan dari kedelai kuning. Produksi kedelai skala nasional mengalami penurunan. Berdasarkan data BPS (2013) produktivitas kedelai Indonesia pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 1.32 t/ha dibandingkan tahun 2011 dan diikuti dengan penurunan luasan panen 55.252 ha. Upaya peningkatan kedelai dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu perluasan lahan, intensifikasi dan pengembangan varietas unggul. Salah satu upaya dengan cara ekstensifikasi yaitu pengembangan tanaman kedelai hitam pada lahan suboptimal seperti ultisol. Tanah ultisol merupakan tanah yang kurang baik sifat fisik maupun kimia tanahnya. Tanah ultisol memiliki sifat kejenuhan Al yang tinggi (Subagyo et al., 2001), unsur hara makro dan mikro terutama P, K, Ca dan Mg dan kandungan bahan organik rendah (Harjowigeno, 2003). Salah satu strategi dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki kesuburan tanah ultisol dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk organik padat maupun cair. Menurut Susilo dan Parwito (2013), dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa waktu aplikasi pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap variabel pengamatan pada tumpang sari padi maupun kedelai, namun jenis pupuk organik berpengaruh nyata terhadap semua variabel yang diamati dan jenis pupuk kandang ayam merupakan perlakuan terbaik serta interaksi terbaik dicapai oleh waktu aplikasi dua minggu sebelum tanam dengan jenis pupuk kandang ayam. Selanjutnya Susilo dan Pujiwati (2014), dalam hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik cair yang diperkaya mikroorganisme lokal buah pisang merupakan perlakuan terbaik pada tanaman padi variabel jumlah daun (91,67 helai), jumlah anakan (18,33 batang), jumlah anakan produktif (15,50 batang), bobot gabah per malai (36,28 g) dan bobot gabah per ha (5,27 ton), sehingga peningkatan produktivitasnya 2 kali lipat dibandingkan kontrol. Penelitian ini bertujuan mendapatkan jenis pupuk organik cair terbaik yang berasal dari limbah kulit buah untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai hitam di tanah suboptimal ultisol. Data pengamatan dianalisis dengan ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang dicobakan pada penelitian ini. Apabila dari hasil analisis tersebut berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik milik Fakultas Pertanian Universitas Ratu Samban Bengkulu Utara mulai bulan Desember 2014 sampai Maret 2015. Bahan penelitian yang digunakan adalah kedelai hitam varietas Ceneng, Cikuray, Detam 2, limbah kulit
duren, limbah kulit aren, tanah ultisol dan pupuk anorganik. Alat yang digunakan adalah penggaris, timbangan, ember, cangkul, gembor, polybag, kamera dan alat tulis. Metode penelitian yang digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu pupuk organik cair (POC) terdiri atas tiga taraf : kontrol (P0), POC kulit buah duren (P1), dan POC kulit buah aren (P2). Faktor kedua yaitu varietas kedelai hitam terdiri atas : Ceneng (V1), Cikuray (V2) dan Detam 2 (V3). Tanah ultisol diambil dari lahan lalu dikumpulkan menjadi satu dan dicampur secara komposit. Media tanah yang telah dicampur secara komposit tersebut dimasukkan ke dalam polybag dengan bobot 5 kg. Media tanam polybag disusun sesuai dengan denah rancangan percobaan yang telah dibuat sebelumnya. Media tanam ini dibiarkan selama satu minggu dengan tujuan untuk mendapatkan media yang matang dan sempurna. Benih kedelai hitam ditanam dalam polybag sebanyak 4 benih per lubang. Pada umur 1 minggu setelah tanam (MST) dilakukan penjarangan dengan menyisakan 2 tanaman per polybag. Pemberian POC diberikan sesuai perlakuan sebanyak 200 ml dan diberikan mulai 2 MST serta setiap 6 hari sekali. Menurut Susilo dan Nely (2014), perlakuan waktu aplikasi pupuk organik cair terbaik adalah 6 hari sekali. Hal ini yang menjadi dasar bahwa pada penelitian ini aplikasi POC setiap 6 hari sekali. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman setiap hari sebayak 500 ml air per polybag dan penyiangan gulma serta pengendalian hama penyakit tanaman sesuai kebutuhan. Pengamatan dilakukan pada akhir fase vegetatif dan pada waktu panen. Variabel pengamatan meliputi: tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah polong total, jumlah polong hampa, jumlah polong bernas, bobot kering akar, panjang akar, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman. HASIL Pengamatan terhadap variabel pertumbuhan dan hasil kedelai hitam meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah polong total, jumlah polong hampa, jumlah polong bernas, bobot kering akar, panjang akar, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman disajikan Tabel 1. Berdasarkan hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah daun dan jumlah cabang namun tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tinggi tanaman, jumlah polong total, jumlah polong hampa, jumlah polong bernas, bobot kering akar, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman. Perlakuan varietas menunjukkan berpengaruh nyata pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot kering akar, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong total, jumlah polong hampa, jumlah polong bernas, dan panjang akar. Interaksi pupuk organik cair dan varietas berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah cabang namun tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong total, jumlah polong hampa, jumlah polong bernas, bobot kering akar, panjang akar, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman. Perlakuan pupuk organik cair menunjukkan tidak berbeda nyata pada variabel tinggi tanaman. Namun terdapat kecenderungan bahwa perlakuan pupuk organik cair berbahan kulit duren menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi (80,06 cm) jika dibandingkan dengan perlakuan kulit aren maupun kontrol ditunjukkan Tabel 2. Perlakuan varietas menunjukkan berpengaruh nyata terhadap variabel tinggi tanaman. Varietas Detam 2 (97,61 cm) mampu menghasilkan tinggi tanaman tertinggi jika dibandingkan varietas Ceneng (77,56 cm) maupun Cikuray (58,89 cm) ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 1. Hasil uji F terhadap aplikasi pupuk organik cair berbahan kulit buah Perlakuan Interaksi Koefisiensi No Variabel Pengamatan POC Varietas Kedelai (P x V) keragaman (P) (V) 1 Tinggi tanaman 0,12 tn 13,03 ** 2,13 tn 20,63 2 Jumlah daun 3,85 * 4,43 * 1,57 tn 21,88 3 Jumlah cabang 7,08 ** 5,46 * 3,55 * 17,97 4 Jumlah polong total 0,80 tn 2,59 tn 1,13 tn 31,52 5 Jumlah polong hampa 0,53 tn 2,59 tn 1,66 tn 37,91 6 Jumlah polong bernas 1,02 tn 2,27 tn 1,31 tn 33,76 7 Bobot kering akar 0,06 tn 6,32 ** 0,86 tn 18,62 8 Panjang akar 0,01 tn 0,19 tn 0,86 tn 33,12 9 Bobot 100 butir 0,35 tn 9,04 ** 2,62 tn 11,35 10 Bobot biji per tanaman 0,30 tn 4,75 * 0,63 tn 35,55 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata F tabel POC atau varietas 5% = 3,63 * = berbeda nyata F tabel POC atau varietas 1% = 6,22 tn = tidak berbeda nyata F tabel interaksi 5% = 3,01 F tabel interaksi 1% = 4,77 Perlakuan pupuk organik cair menunjukkan berbeda nyata pada variabel jumlah daun. Perlakuan POC kulit aren mampu menghasilkan jumlah daun terbanyak sebesar 18,17 helai dan berbeda nyata dengan perlakuan POC kulit duren (14,22 helai) dan kontrol (14,39 helai) ditunjukkan Tabel 2. Perlakuan varietas menunjukkan berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah daun. Varietas Detam 2 (17,89 helai) mampu menghasilkan jumlah daun terbanyak jika dibandingkan varietas Cikuray (13,11 helai) namun tidak berbeda dengan Ceneng (15,78 helai) ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan tinggi tanaman dan jumlah daun kedelai hitam terhadap aplikasi pupuk organik cair berbahan kulit buah Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun (helai) Pupuk organik cair : Kontrol 77,44 a 14,39 b POC kulit duren 80,06 a 14,22 b POC kulit aren 76,56 a 18,17 a Varietas kedelai hitam : Ceneng 77,56 b 15,78 ab Cikuray 58,89 c 13,11 b Detam 2 97,61 a 17,89 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Jumlah cabang terbanyak dicapai oleh interaksi antara POC kulit buah duren dengan varietas Ceneng sebesar 5,50 batang namun tidak berbeda nyata dengan P2V1, P2V2, P2V3, P1V3, dan P0V3. Jumlah cabang yang paling sedikit dicapai oleh interaksi kontrol dengan varietas Cikuray sebesar 2, 83 batang meskipun tidak berbeda nyata dengan P0V1, P1V1, dan P1V2 ditunjukkan Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh interaksi pupuk organik cair dan varietas terhadap jumlah cabang Pupuk organik cair Rataan Varietas Kontrol (P0) Kulit duren (P1) Kulit aren (P2)
----------------------------batang--------------------------------------------------- Ceneng (V1) 3,33 cd 3,00 cd 5,50 a 3,94 b Cikuray (V2) 2,83 d 3,83 bcd 4,33 abc 3,67 b Detam 2 (V3) 5,17 ab 4,33 abc 4,83 ab 4,78 a Rata-rata 3,78 b 3,72 b 4,89 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 0,05. Perlakuan pupuk organik cair maupun varietas menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada variabel jumlah polong total. Terdapat kecenderungan bahwa perlakuan POC kulit aren (32,00 buah) menghasilkan jumlah polong total lebih banyak jika dibandingkan dengan POC duen (26,56 buah) maupun kontrol (28,72 buah). Varietas Detam 2 (33,94 buah) cenderung menghasilkan jumlah polong total lebih banyak jika dibandingkan dengan varietas Cikuray (24,11 buah) maupun Ceneng (29,22 buah) ditunjukkan Tabel 4. Tabel 4. Rataan jumlah polong total, jumlah polong hampa, dan jumlah polong bernas kedelai hitam terhadap aplikasi pupuk organik cair berbahan kulit buah Perlakuan Jumlah polong total Jumlah polong Jumlah polong (buah) hampa (buah) bernas (buah) Pupuk organik cair : Kontrol 28,72 1,39 27,33 POC kulit duren 26,56 2,28 24,28 POC kulit aren 32,00 1,50 30,50 Varietas kedelai hitam : Ceneng 29,22 2,89 26,33 Cikuray 24,11 0,78 23,33 Detam 2 33,94 1,50 32,44 Perlakuan pupuk organik cair maupun varietas menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada variabel jumlah polong hampa. Terdapat kecenderungan bahwa perlakuan POC kulit aren maupun kontrol menghasilkan jumlah polong hampa lebih sedikit jika dibandingkan dengan POC duren. Varietas Cikuray cenderung menghasilkan jumlah polong hampa lebih kecil jika dibandingkan dengan varietas Ceneng maupun Detam 2 ditunjukkan Tabel 4. Pada variabel jumlah polong bernas, perlakuan pupuk organik cair maupun varietas menunjukkan tidak berpengaruh nyata. Terdapat kecenderungan bahwa perlakuan POC kulit aren menghasilkan jumlah polong bernas lebih banyak jika dibandingkan dengan POC duren maupun kontrol. Varietas Detam 2 cenderung menghasilkan jumlah polong bernas lebih banyak jika dibandingkan dengan varietas Cikuray maupun Ceneng ditunjukkan Tabel 4. Perlakuan pupuk organik cair menunjukkan tidak berbeda nyata pada variabel bobot kering akar. Perlakuan varietas menunjukkan berpengaruh nyata terhadap variabel bobot kering akar. Varietas Detam 2 (1,84 g) mampu menghasilkan bobot kering akar tertinggi jika dibandingkan varietas Ceneng (0,78 g) maupun Cikuray (0,94 g) ditunjukkan pada Tabel 5. Perlakuan pupuk organik cair maupun varietas menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada variabel panjang akar. Terdapat kecenderungan bahwa perlakuan POC kulit aren (17,44 cm) menghasilkan panjang akar lebih panjang jika dibandingkan dengan POC duren (17,22 cm) dan kontrol (17,00 cm). Varietas Detam 2 (18,11 cm) cenderung menghasilkan panjang akar lebih panjang jika dibandingkan dengan varietas Ceneng (16,44 cm) maupun Cikuray (17,11 cm) ditunjukkan Tabel 5.
Tabel 5. Rataan bobot kering akar dan panjang akar kedelai hitam terhadap aplikasi pupuk organik cair berbahan kulit buah Perlakuan Bobot kering akar (g) Panjang akar (cm) Pupuk organik cair : Kontrol 1,24 a 17,00 POC kulit duren 1,13 a 17,22 POC kulit aren 1,19 a 17,44 Varietas kedelai hitam: Ceneng 0,78 b 16,44 Cikuray 0,94 b 17,11 Detam 2 1,84 a 18,11 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Perlakuan pupuk organik cair menunjukkan tidak berbeda nyata pada variabel bobot 100 butir. Terdapat kecenderungan bahwa POC aren mampu menghasilkan bobot 100 butir lebih tinggi jika dibandingkan POC duren maupun kontrol. Perlakuan varietas menunjukkan berpengaruh nyata terhadap variabel bobot 100 butir. Varietas Detam 2 (12,66 g) mampu menghasilkan bobot 100 butir tertinggi jika dibandingkan varietas Ceneng (10,13 g) maupun Cikuray (11,04 g) ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman kedelai hitam terhadap aplikasi pupuk organik cair berbahan kulit buah Perlakuan Bobot 100 butir (g) Bobot biji per tanaman (g) Pupuk organik cair : Kontrol 10,98 a 6,92 a POC kulit duren 11,40 a 6,73 a POC kulit aren 11,44 a 7,59 a Varietas kedelai hitam: Ceneng 10,13 b 6,38 b Cikuray 11,04 b 5,71 b Detam 2 12,66 a 9,16 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Perlakuan pupuk organik cair menunjukkan tidak berbeda nyata pada variabel bobot biji per tanaman. Terdapat kecenderungan bahwa POC aren (7,59 g) mampu menghasilkan bobot biji per tanaman lebih tinggi jika dibandingkan POC duren (6,73 g) maupun kontrol (6,92 g). Perlakuan varietas menunjukkan berpengaruh nyata terhadap variabel bobot biji per tanaman. Varietas Detam 2 (9,16 g) mampu menghasilkan bobot biji per tanaman tertinggi jika dibandingkan varietas Ceneng (6,38 g) maupun Cikuray (5,71 g) ditunjukkan pada Tabel 6. PEMBAHASAN Perlakuan pupuk organik cair menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tinggi tanaman, namun terdapat kecenderungan bahwa perlakuan pupuk organik cair berbahan kulit duren menghasilkan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kulit aren maupun kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat respon yang baik pada tanaman kedelai hitam terhadap pemberian pupuk organik cair ini. Perlakuan varietas menunjukkan berpengaruh nyata terhadap variabel tinggi tanaman dan
varietas Detam 2 mampu menghasilkan tinggi tanaman tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Detam 2 mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan varietas Ceneng maupun Cikuray. Perlakuan POC kulit buah aren mampu menghasilkan jumlah daun terbanyak dan berbeda nyata dengan perlakuan POC kulit buah duren dan kontrol. Varietas Detam 2 mampu menghasilkan jumlah daun terbanyak jika dibandingkan varietas Cikuray. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Detam 2 mempunyai keunggulan dalam pertumbuhannya terutama dalam menghasilkan jumlah daun. Demikian juga POC kulit buah aren merupakan perlakuan terbaik dalam fase pertumbuhan kedelai terutama dalam menghasilkan jumlah daun. Jumlah cabang terbanyak dicapai oleh interaksi antara POC kulit buah duren dengan varietas Ceneng (P2V1) namun tidak berbeda nyata dengan P2V2, P2V3, P1V3, dan P0V3. Jumlah cabang yang paling sedikit dicapai oleh interaksi kontrol dengan varietas Cikuray meskipun tidak berbeda nyata dengan P0V1, P1V1, dan P1V2. Hal ini menunjukkan bahwa POC yang berasal dari bahan kulit buah aren selalu mempunyai keunggulan jika dikombinasikan dengan berbagai varietas baik Detam 2, Ceneng maupun Cikuray. Selain itu akan menghasilkan jumlah cabang yang baik apabila jenis POC apa saja jika selalu dikombinasikan dengan varietas Detam 2. Perlakuan varietas menunjukkan berpengaruh nyata terhadap variabel bobot kering akar dan varietas Detam 2 mampu menghasilkan bobot kering akar tertinggi. Hal ini menunjukkan Detam 2 mempunyai keunggulan komponen vegetatif (tinggi, jumlah daun dan jumlah cabang). Keunggulan ini akan berdampak terhadap pada komponen lain seperti bobot kering akar. Terdapat kecenderungan bahwa POC kulit buah aren mampu menghasilkan bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman lebih tinggi jika dibandingkan POC kulit buah duren maupun kontrol. Menurut Indrakusuma (2000) pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang. Perlakuan varietas terbaik adalah Detam 2 yang mampu menghasilkan bobot 100 butir tertinggi. Keunggulan varietas dalam menghasilkan komponen vegetatif maka akan berdampak positif terhadap komponen generatif seperti bobot 100 butir biji kedelai ini. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa perbedaan susunan genetik merupakan salah satu penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Berdasarkan hasil analisa unsur hara makro dan mikro POC kulit buah aren menunjukkan C 4426,80 ppm, N 51,30 ppm, P 18,77 ppm, K 32,50 ppm, Ca 50,81 ppm, Mg 35,33 ppm, Fe 1,38 ppm, Cu 0,41 ppm, Zn 1,12 ppm, ph 8,20, dan Al 21,48 ppm. Sedangkan POC buah duren C 349,50 ppm, N 115,42 ppm, P 53,75 ppm, K 14,25 ppm, Ca 23,57 ppm, Mg 19,73 ppm, Fe 8,90 ppm, Cu 0,85 ppm, Zn 2,04 ppm, ph 5 dan Al 43,11 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa POC yang berasal dari kulit buah aren mempunyai beberapa keunggulan dalam unsur hara makro maupun mikro serta ph. POC kulit buah aren mempunyai C, K, Ca, Mg dan ph lebih tinggi jika dibandingkan dengan POC kulit buah duren. Semua unsur hara tersebut mempunyai peran penting dalam pembentukan komponen hasil kedelai hitam ini. Kemasaman juga mempunyai peran penting dalam mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman terutama dalam translokasi unsur hara. Pada kondisi masam maka tanaman mengalami kesulitan dalam penyerapan unsur hara tertentu, sebaliknya pada ph yang cenderung netral maka proses penyerapan hara oleh tanaman relatif lebih mudah, sehingga lebih efektif yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Menurut Munandar (2011), menjaga ph
yang tepat untuk produksi tanaman merupakan keharusan agar penggunaan factor-faktor lain dapat efisien. KESIMPULAN Perlakuan POC berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, dan jumlah cabang. Perlakuan terbaik adalah POC kulit buah aren yang mampu meningkatkan jumlah daun (18,17 helai), dan jumlah cabang (4,89 batang). Perlakuan varietas menunjukkan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot akar, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman. Varietas Detam 2 mampu menghasilkan tinggi tanaman (97,61 cm), jumlah daun (17,89 helai), jumlah cabang (4,78 batang), bobot akar (1,84 g), bobot 100 butir (12,66 g) dan bobot biji per tanaman (9,16 g). Interaksi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang. Interaksi terbaik antara POC aren dengan Ceneng terhadap jumlah cabang sebesar 5,50 batang. DAFTAR PUSTAKA Adie M M, Krisnawati A. 2007. Biologi Tanaman Kedelai, hal 45-73. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasim (Eds.). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Malang. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Palawija di Indonesia. www.bps.go.id [23 September 2013]. Hardowigeno H S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. Indrakusuma. 2000. Proposal Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari. PT Surya Pratama Alam. Yogyakarta. Mattjik A A, Sumertajaya I M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor: IPB Press. Munandar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. PT Penerbit IPB Press. Bogor. Mursidah. 2005. Perkembangan produksi kedelai nasional dan upaya pengembangannya di Propinsi Kalimantan Timur. EPP. 2 (1): 39-44. Sitompul S M, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada. Yogjakarta. Subagyo H, Suharta, Siawanto A B, 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Jakarta. Susilo E, Pujiwati H. 2014. Aplikasi Pupuk Organik Cair Berbahan Limbah Biogas yang Diperkaya Mikroorganisme Lokal Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Gogo F4 (Pendek x IR 78581) di Tanah Ultisol. Di dalam : Supriyono. et. al., (eds.), Penguatan Ketahanan Pangan dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Prosiding Seminar Nasional PERAGI ; Surakarta, 13-14 November 2014. Prodi Agronomi Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Jawa Tengah. Hal. 101-107. Susilo, E. Parwito. 2013. Tumpang Sari Padi Gogo dan Kedelai dengan Konsep LEISA : Limbah Pertanian Sebagai Pupuk Organik. Agroqua. Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin Bengkulu. Vol. II No. 2 Desember 2013. Hal : 21-30. Susilo E, Nely R. 2014. Pemanfaatan Limbah Biogas yang Diperkaya MOL pada Waktu dan Dosis Aplikasi yang Berbeda untuk Meningkatkan Hasil Selada (Lactuca sativa L.). Di dalam : Suliansyah I. et al., (eds.), Membangkitkan Patriotisme Pertanian Sebuah Harapan untuk Pemerintahan Baru. Prosiding Seminar
Nasional dan Lokakarya FKPTPI ; Padang, 8-10 September 2014. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang Sumatera Barat. Hal. 402-410.