dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR 1. Oleh : Hendrik B. Sompotan 2

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

I. PENDAHULUAN. Herpetofauna adalah kelompok hewan dari kelas reptil dan amfibi (Das,

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

Pengelolaan Kawasan Pesisir Berkelanjutan. 16-Sep-11. Syawaludin A. Harahap 1

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

Transkripsi:

KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan teknologi dan institusi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini, tanpa mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanutan seperti (sektor pertanian, kehutanan dan perikanan) konversi lahan, sumberdaya air, tumbuhan, dan hewan, tidak terdegradasi secara lingkungan, sesuai secara teknis, menguntungkan secara ekonomi, dan dapat diterima secara sosial. Konsep pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pengelolaan yang memberikan ambang batas pada laju pemanfaatan ekosistem serta sumberdaya alam yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak, tetapi merupakan batas yang luwes tergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi, serta kemampuan biogeofisik untuk menerima limbah dari kegiatan masyarakat di wilayah tersebut. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategis pemanfaatan ekosistem alamiah secara bijaksana sehingga kapasitas fungsionalnya dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan tidak merusak lingkungan. Berangkat dari konsep ini, pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan berarti bagaimana mengelola segenap kegiatan pembangunan di lahan atasnya (DAS) yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan dapat dicapai apabila human capital dan sosial capital dapat dikembangkan lebih besar, sehingga secara dinamik peningkatannya harus lebih tinggi jika dibandingkan dengan natural capital (yang relatif tetap dan cenderung untuk berkurang) dan man-made capital (cenderung berkurang akibat adanya penyusutan). Disamping itu, aspek spasial dan aspek temporal juga harus mengikuti prinsip pembangunan berkelanjutan. Secara ekologis, ada tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu (1) keharmonisan spasial, (2) kapasitas asimilasi,

28 dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan bagi zona pemanfaatan, tetapi juga dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya tidak boleh melebihi kemampuannya untuk memulihkan dari suatu periode tertentu (Clark, 1988). Pemamfaatan perikanan budidaya di wilayah pesisir dapat berkelanjutan, jika jumlah total limbah yang dibuang tidak boleh melebihi kapasitas daya asimilasinya atau kemampuan suatu ekosistem pesisir untuk menerima sejumlah limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan dan atau kesehatan yang tidak dapat ditoleransi (Krom, l986). Dari aspek sosial-ekonomi-budaya, konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa manfaat yang diperoleh dari kegiatan penggunaan di kawasan pesisir serta sumberdaya alamnya harus diperioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitarnya, guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Pada umumnya kerusakan lingkungan di wilayah pesisir seperti, penambangan batu karang, penebangan mangrove, penambangan pasir pantai dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, berakar pada kemiskinan dan tingkat pengetahuan yang rendah. Keberadaan ekosistem mangrove dikawasan tersebut berpengaruh positif dalam mendukung peningkatan potensi sumberdaya alam dan menjaga kestabilan pantai, juga dapat meningkatkan nilai tambah terhadap masyarakat setempat. Oleh karena itu, pendekatan pengelolaan yang dilakukan adalah bagaimana menjaga ekosistem mengrove agar tetap lestari melalui pendekatan konservasi, tatapi dapat meningkatkan pendapatkan masyarakat sekitarnya melalui kegiatan budidaya tambak. Oleh karena itu, pemanfaatan wilayah pesisir harus memperhatikan kemampuan daya dukung perairan untuk menerima beban limbah kegiatan budidaya, sehingga keberlanjutan usaha secara ekonomi dapat menguntungkan dan secara ekologis tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Daya dukung lingkungan suatu kawasan ditentukan oleh kemampuan asimilasi atau kapasitas lingkungan menerima beban limbah, kondisi oseanografi, dan

29 karakteristik biofisik perairan. Optimalisasi pemanfaatan kawasan pesisir untuk budidaya tambak secara lestari dan berkelanjutan dengan memperhatikan kesesuaian lahan tambak, penentuan kapasitas produksi, daya dukung lingkungan, penerapan tingkat teknologi dan pola tanam, intensitas penggunaan lahan, dan tingkat pendapatan. Oleh karena itu, pengelolaan dan memanfaatkan kawasan pesisir untuk pengembangan budidaya tambak secara berkelanjutan dan lestari penting dilakukan kajian secara mendalam tentang alokasi pemanfaatan kawasan pesisir secara optimal berbasis kesesuaian peruntukan lahan dan daya dukung lingkungan. Kerangka pikir pendekatan optimalisasi pemanfaatan kawasan pesisir untuk pengembangan budidaya tambak ramah lingkungan berdasarkan potensi sumberdaya alam, kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan perairan, secara skematik disajikan pada Gambar 4. Untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya kawasan pesisir secara berkelanjutan, maka penentuan peruntukan kawasan didasarkan pada kesesuaian peruntukan lahan, yaitu peruntukan lahan budidaya tambak dan peruntukan lahan untuk kawasan konservasi mangrove. Hal ini bertujuan untuk memperjelas kepastian hukum dalam pengelolaan sumberdaya alam agar tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang dalam suatu kawasan. Kawasan konservasi berperan dalam melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan integritas ekosistem; mendukung dalam meningkatkan hasil perikanan; menyediakan tempat rekresi dan parawisata; memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem; dan memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir. Pengelolaan kawasan untuk pemanfaan lahan budidaya tambak didasarkan pada kondisi potensi suplai, potensi permintaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir. Potensi suplai adalah kondisi sumberdaya alam pesisir baik fisik, kimia dan biologi yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan budidaya tambak. Sedangkan potensi demand meliputi lahan budidaya tambak, managemen budidaya dan akuainput ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi masyarakat. Lahan budidaya tambak yang dimaksud adalah luas lahan, tingkat teknologi, akuainput dan managemen yang digunakan untuk kegiatan budidaya yang membutuhkan suplai

30 sumberdaya alam yang memadai dan memerlukan pengaturan pemanfaatan agar tidak melampaui daya dukung lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya alam pesisir yang dimaksud adalah dampak atau limbah organik dari kegiatan budidaya tambak, juga merupakan faktor penentu keberhasilan yang perlu dikaji untuk melakukan perubahan kearah penyempurnaan pengelolaan untuk kelestarian sumberdaya pesisir dan pemanfaatanya berkelanjutan. Penentuan daya dukung lingkungan untuk pengembangan budidaya tambak digunakan tiga metode pendekatan, yaitu (1) pendekatan yang mengacu pada hubungan kuantitas air dengan beban limbah organik; (2) pendekatan yang mengacu pada kapasitas ketersedian oksigen terlarut dalam perairan; dan (3) kapasitas asimilasi perairan. Perkirakan jumlah limbah budidaya (bahan organik) sangat penting untuk menentukan kapasitas asimilasi kawasan dalam menampung kegiatan budidaya tambak. Limbah organik yang menjadi parameter daya dukung lingkungan adalah phosphat dan Nitrogen. Phosphat merupakan unsur nutrient yang keberadaanya sebagian besar di pasok dari luar ekosistem perairan, sehingga P sering dinyatakan sebagai faktor pembatas bagi kehidupan produktivitas primer. Loading P dari runoff yang berasal dari lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, industri, dan akuakultur merupakan pemasok utama P bagi perairan pesisir. Bilamana loading P mencapai titik jenuh, dimana kapasitas asimilasi perairan tidak mampu mendegradasi beban P maka akan berdampak pada proses eutrofikasi yang diikuti dengan proses deplesi oksigen. Rendahnya kandungan oksigen terlarut sebagai dampak ikutan dari proses eutrofikasi akan mempengaruhi kehidupan biota perairan. Karena itu, loading P menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan kriteria daya dukung lingkungan perairan bagi pengembangan perikanan budidaya. Nitrogen merupakan unsur pengatur pertumbuhan bagi produktivitas primer. Pasokan N dari daratan dan buangan limbah cukup siginifikan memberikan kontribusi bagi N di perairan pesisir. Kegiatan perikanan budidaya justru memberikan kontribusi N dan P yang cukup besar ke dalam lingkungan perairan dimana organisme target dibudidayakan.

31 Upaya mempertahankan kelestarian usaha budidaya tambak dan memperkecil penurunan kualitas lingkungan pesisir akibat limbah dari kegiatan pertambakan (luas areal dan teknologi budidaya) harus dikelola sesuai dengan daya dukung lingkungan pesisir. Oleh karena itu, pengembangan budidaya tambak secara berkelanjutan, harus mempertimbangkan kriteri ekologi, ktriteria ekonomi, kriteria sosial budaya. Pengembangan budidaya tambak secara berkelanjutan dan lestari, ditentukan oleh : (1) kelayakan lahan pengembangan budidaya tambak ditentukan oleh tipologi pantai, tunggang pasut dan rambatan arus pasut, kualitas fisika-kimia air dan tanah, produktivitas perairan, keragaman biota dan vegetasi mangrove, tekstur tanah, hidrologi pantai dan sungai, dan iklim; (2) kelayakan teknis operasional meliputi : luas areal budidaya, sungai dan saluran irigasi, pasokan benih dan pakan; (3) managemen budidaya : seperti teknologi yang digunakan, padat tebar, pola tanam dan pengelolaan, serta sarana dan prasanana produksi dan kesesuaian lahan (jumlah/luas lahan budidaya). Penentuan daya dukung lingkungan perairan ditentukan berdasarkan kemampuan asimilasi dan daya dukung ligkungan menerima beban limbah, serta kondisi oseanografi, dan karakteristik biofisik perairan, sebagai acuan optimalisasi pemanfaatan kawasan pesisir untuk alokasi pemanfaatan terknologi budidaya secara berkelanjutan meliputi alokasi lahan budidaya tambak dan konservasi mangrove, penentuan kapasitas produksi, alokasi tingkat teknologi budidaya tambak dan pola tanam, intensitas penggunaan lahan, dan tingkat pendapatan. Analisis optimalisasi pemanfaatan kawasan untuk pengembangan budidaya tambak yang dilakukan dalam penelitian ini diuraikan dengan beberapa tahapan analisis sebagai berikut (Gambar 5). 1. Pengembangan kawasan perikanan budidaya dimulai dari kajian potensi dan kondisi biofisik lahan sebagai acuan dalam penilaian tingkat kelayakan lahan budidaya, yaitu dengan menumpang susunkan kriteria biofisik lahan dengan land requirement bagi komoditas budidaya udang. Dalam rumusan ini akan dihasilkan potensi dan kesesuain peruntukan lahan untuk pengembangan setiap komoditas perikanan..

32 2. Setelah mengetahui potensi lahan yang sesuai, kemudian dilakukan analisis kelayakan ekonomi, kelayakan sosial budaya dan kelayakan kebijakan dan kelembagaan. Analisis kelayakan usaha yang dilakukan meliputi penetuan biaya investasi, biaya operasional, dan penerimaan. Setelah dilakukan kelayakan secara fisik dan ekonomi selanjutnya dilakukan analisis sosial budaya digunakan analisis deskrivtip. 3. Menduga daya dukung lahan yang telah ditetapkan dengan mengacu pada kriteria penentuan daya dukung serta beberapa parameter biofisik lahan yang merupakan komponen terkait dengan kriteria daya dukung. Parameter lain yang mempengaruhi daya dukung adalah karakteristik limbah budidaya, konsentrasi ambang batas limbah yang masih diperkenankan, dan kriteria prasyarat hidup organisme budidaya. Pendekatan dalam menentukan daya dukung lingkungan bagi pengembangan kawasan budidaya tambak di wilayah pesisir, yaitu (1) pendekatan yang mengacu pada hubungan kuantitas air dengan beban limbah organik; (2) pendekatan mengacu pada kapasitas ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air untuk menguraikan limbah bahan organik dari kegiatan budidaya tambak, dan (3) pendekatan yang mengacu pada kapasitas asimilasi beban beban limbah bahan organik.

33 Konservasi Potensi Sumberdaya Alam Wilayah Pesisir Pemanfaatan Kawasan Konservasi Mangrove Potensi Supply Kawasan Pengembangan Budidaya Tambak Potensi Demand Biodiversity Luas kawasan Spesies endemik Kondisi ligkungan Kondisi Biogeofisik Pesisir : Dinamika Pantai Kondisi SDA Hayati Pantai Kualitas dan Kuantitas Perairan Microorganisme Geomorfologi Tanah Limbah Organik Tambak Daya Dukung Lingkungan Pesisir Lahan Usaha Budidaya Perikanan : Tkt. Teknologi Budidaya Luas dan jenis komoditas Aquainput Budidaya Manajemen Budidaya Kesesuaian Pemanfaatan Kawasan Pesisir untuk Budidaya Tambak dan Konservasi Mangrove Kodisi Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Alokasi Pemanfaatan Lahan Budidaya Tambak dan Konservasi mangrove Optimalisasi Pemanfaatan Kawasan Pesisir untuk Pengembangan Budidaya Tambak Berkelanjutan Berbasis Kesesuaian lahan dan Gambar 4 Kerangka pikir dalam penelitian

34 Infrastruktur Tataguna lahan Produktivitas Perairan Ekosistem Mangrove Analisis Optimalisasi Kondisi Sosek-bud Masyarakat Biofisik Perairan SIG Kelayakan Bioteknis Potensi Areal dan Kelayakan Lahan Konservasi Mangrove Potensi Areal dan Kelayakan Lahan Budidaya Tambak Analisis Daya Dukung Lingkungan Alokasi pemanfaatan lahan yang optimal untuk budidaya tambak dan konservasi mangrove Pemanfaatan kawasan pesisir untuk pengembangan budidaya tambak berkelanjutan berbasis kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan Akuainput Desain Tataletak dan Tingkat Teknologi Manajemen Budidaya Luas lahan budidaya tambak (Intensif, semiintensif dan tradisional) Kuantifikasi beban limbah maksimum? (Kapasitas Asimilasi) Gambar 5 Tahapan analisis dalam penelitian