BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan bentuk komunikasi perusahaan kepada berbagai pihak yang bersangkutan dengan operasional bisnis perusahaan. Informasiinformasi pada laporan keuangan pun menjadi dasar pertimbangan pembuatan berbagai keputusan bisnis. Menurut Statement of Financial Accounting Concepts No.1, fokus utama dari pelaporan keuangan adalah informasi terkait kinerja perusahaan yang ditunjukkan oleh laba. Laba ini tercantum pada laporan laba rugi. Laporan laba rugi memberikan informasi yang dapat dijadikan pengukuran kesuksesan perusahaan pada jangka waktu tertentu. Pihak-pihak yang terkait dengan keberlangsungan bisnis perusahaan menggunakan informasi pada laporan keuangan sebagai dasar penentuan profitabilitas, nilai investasi serta pertimbangan pembuatan keputusan pemberian kredit (Kieso, Weygandt dan Warfield 2011). Pentingnya laba perusahaan yang dilaporkan pada periode tertentu mendorong manajemen untuk mengatur labanya agar mencapai target tertentu, lebih stabil dari waktu ke waktu, atau terlihat lebih tidak berisiko. Cara yang digunakan adalah dengan melakukan manajemen laba. Manajemen laba telah banyak didefinisikan. Kieso, Weygandt, dan Warfield mendefisinikan manajemen laba sebagai perencanaan pemilihan waktu pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian untuk meratakan lonjakan-lonjakan pada laba (Kieso dkk. 2011). Manajemen laba muncul dari adanya kesempatan penggunaan judgment 16
17 manajemen dalam pemilihan metode-metode akuntansi. Selain itu, manajemen laba biasanya dilakukan salah satunya dengan menunda atau mempercepat pengakuan pendapatan, atau mengakui biaya periode yang masih berjalan dengan lebih cepat. Direktur sebagai pimpinan pelaksana perusahaan mempunyai peran penting dalam pengambilan keputusan strategis di dalam perusahaan. Keputusan manajemen laba pun turut dikenakan andil dari direktur perusahaan. Terlebih lagi, laba kerap dijadikan pengukuran kinerja finansial perusahaan secara keseluruhan. Apabila laba perusahaan bagus, maka hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan pada periode tersebut baik yang kemudian mengindikasikan direktur sebagai pimpinan pelaksana perusahaan telah bekerja dengan baik. Pada Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 disebutkan bahwa laporan keuangan diekspektasikan dapat memberikan informasi terkait kinerja finansial perusahaan dan bagaimana manajemen dapat mengelola kekayaan yang dilimpahkan dari pemilik perusahaan. Pernyataan ini semakin mendukung peran direksi dalam melakukan manajemen laba karena laba yang baik mengindikasikan direksi sebagai pimpinan manajemen perusahaan berhasil mengelola kekayaan pemilik perusahaan dengan baik. Berdasarkan teori keagenan, setiap individu bertindak sesuai dengan kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena itu, dalam suatu organisasi dibutuhkan suatu insentif yang tepat untuk memotivasi agen agar bekerja selaras dengan kepentingan dan tujuan prinsipal (Anthony dan Govindarajan 2007). Pada tingkat korporasi, agen adalah manajemen yang dipimpin oleh direktur, sedangkan
18 prinsipal adalah para pemegang saham. Sistem insentif akan memengaruhi perilaku direktur dalam bertindak dan membuat keputusan. Indikator evaluasi kinerja dalam penentuan kompensasi akan menjadi fokus manajemen dalam menjalankan proses bisnis. Apabila kinerja dievaluasi berdasarkan laba, maka manajemen akan fokus pada meningkatkan laba setinggi-tingginya. Kompensasi insentif manajemen dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Kompensasi insentif jangka pendek merupakan kompensasi yang didasarkan pada kinerja perusahaan pada tahun yang sedang berjalan sedangkan insentif jangka panjang didasarkan pada pencapaian yang bersifat jangka panjang dan biasanya berkaitan dengan harga saham biasa (Anthony dan Govindarajan 2007). Dengan diterapkannya kompensasi insentif jangka pendek, maka manajemen akan berperilaku dengan fokus untuk mengoptimalkan kinerja mereka pada jangka pendek. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, laba kerap menjadi indikator kesuksesan kinerja perusahaan. Sistem kompensasi ini akan memotivasi manajemen untuk mencari berbagai cara untuk meningkatkan laba. Hal ini menimbulkan risiko terjadinya manajemen laba untuk meningkatkan laba pada tahun tersebut. Kompensasi insentif jangka panjang pun memiliki risiko untuk mendorong terjadinya manajemen laba. Salah satu bentuk kompensasi insentif jangka panjang yang paling kerap digunakan adalah kompensasi opsi saham. Opsi saham ini memberikan hak untuk membeli sejumlah saham pada waktu tertentu di kemudian hari pada harga tertentu (Anthony dan Govindarajan 2007). Berbagai riset mengatakan adanya kaitan erat antara sistem kompensasi opsi saham dengan
19 manajemen laba. Bahkan kompensasi opsi saham dianggap menjadi dorongan besar dalam melakukan manajemen laba. Opsi saham memberikan insentif bagi manajemen untuk memanipulasi laba agar meningkatkan harga saham di masa yang akan datang (Beck 2003). Direktur kerap melakukan keputusan oportunis terkait pengungkapan informasi. Saat akan dilaksanakannya pemberian opsi saham (stock options awards), manajemen mengungkapkan berita-berita buruk mengenai perusahaan dan menunda pengungkapan berita baik. Kemudian saat mendekati jatuh tempo tanggal exercise dari opsi saham, berita-berita baik segera diungkapkan sehingga harga saham menjadi naik. Dengan mekanisme ini maka nilai dari opsi saham pun menjadi tinggi (Aboody dan Kasznik 2000). Manajer yang diberikan opsi saham secara lebih besar akan cenderung melakukan penurunan pendapatan dengan discretionary accruals mendekati pemberian opsi saham sehingga menurunkan harga exercised dari opsi saham mereka (Baker, Collins dan Reitenga 2003) Berbagai penelitian telah mengungkapkan adanya perbedaan praktik manajemen laba di tiap-tiap negara. Salah satu penelitian komparatif dilakukan oleh Leuz, Nanda, dan Wysocki (2003) yang membandingkan praktik manajemen laba secara sistematis pada 31 negara dari tahun 1990 hingga 1999. Pada penelitian ini, Indonesia menempati peringkat ke-15 dari 31 negara dan peringkat ke-2 dengan praktik manajemen laba tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Peringkat ini menunjukkan cukup besarnya praktik manajemen laba yang ada di Indonesia. Di sisi lain, penerapan program kompensasi opsi saham pun terus meningkat popularitasnya di Indonesia. Menurut Kresnawati (2016)
20 terjadi peningkatan perusahaan yang menerapkan program opsi saham pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 1999 hingga 2006. Tosi dan Greckhamer (2004) dalam penelitiannya menganalisis pengaruh budaya di tiap negara dengan sistem kompensasi, ditemukan bahwa negara dengan power distance yang tinggi akan menerapkan sistem total kompensasi CEO yang semakin besar. Power distance dari suatu negara pun memiliki hubungan yang positif dengan rasio kompensasi variabel (kompensasi insentif) terhadap total kompensasi CEO (Tosi dan Greckhamer 2004). Power distance sendiri diartikan oleh Hostfede (1980) sebagai persebaran kekuasaan dan bagaimana perbedaan kekuasaan dan status sosial diterima di masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Hostfede Centre menunjukkan bahwa Indonesia memiliki skor 78 pada power distance index. Angka ini mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki power distance yang lebar. Oleh karena itu, menjadi semakin menarik untuk meneliti lebih lanjut kompensasi insentif manajemen di Indonesia terhadap perilaku dan pembuatan keputusan manajemen, dalam kasus ini adalah manajemen laba. 1.2 Rumusan Masalah Pada penelitian Leuz, Nanda, dan Wysock (2003) Indonesia menempati peringkat 15 dari 31 negara yang diteliti terkait praktik manajemen laba. Shen dan Chih (2005) dalam penelitiannya turut membandingkan praktik manajemen laba pada industri perbankan di 48 negara. Pada praktik manajemen laba untuk menghindari penurunan pendapatan, Indonesia memiliki nilai manajemen laba di atas rata-rata. Nilai manajemen laba dalam menghindari kerugian di Indonesia, dengan nilai
21 10,5, jauh di atas negara-negara tetangga seperti Singapura, 3,533, dan Malaysia, 6,25. Di sisi lain, menurut hasil riset majalah SWA edisi Agustus 2016, terdapat peningkatan remunerasi eksekutif dan manajemen di 127 perusahaan di Indonesia. Selain itu, dari 100 perusahaan publik berkinerja terbaik, sebagian besar mengalami peningkatan dalam rasio total remunerasi terhadap laba bersih. Program kompensasi opsi saham di Indonesia pun terus mengalami peningkatan tren. Selaras dengan penelitian Tosi dan Greckhamer (2004), Indonesia sebagai negara dengan power distance yang lebar memiliki rasio kompensasi manajemen terhadap kompensasi karyawan yang lebih besar dibandingkan negara lain yang memiliki power distance sempit. Negara dengan power distance lebar juga cenderung memiliki kepemimpinan yang lebih terpusat sehingga banyak keputusan manajerial yang dipengaruhi oleh pimpinan perusahaan. Adanya fenomena masih tingginya praktik manajemen laba, meningkatnya remunerasi serta program kompensasi opsi saham di perusahaan Indonesia, terutama dengan karakteristik power distance yang lebar, memunculkan suatu isu. Isu ini diangkat menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu apakah adanya hubungan antara kompensasi manajemen jangka pendek dan jangka panjang dengan level praktik manajemen laba di perusahaan-perusahaan publik Indonesia. Peneliti belum menemukan penelitian dengan topik serupa di Indonesia. Akan tetapi, peneliti menemukan penelitian dengan topik Pengaruh Program Opsi
22 Saham Manajemen terhadap Kinerja Perusahaan oleh Etik Kresnawati (2016). Penelitian tersebut dijadikan sebagai referensi dalam pembuatan penelitian ini, namun dengan merubah variabel dependen menjadi praktik manajemen laba. 1.3 Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah tersebut, maka dapat pertanyaan pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana hubungan antara kompensasi jangka pendek dengan praktik manajemen laba di perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia? 2. Bagaimana hubungan antara kompensasi jangka panjang dengan praktik manajemen laba di perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu: 1. Menganalisis secara empiris hubungan antara kompensasi jangka pendek dengan praktik manajemen laba di perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. 2. Menganalisis secara empiris hubungan antara kompensasi jangka manajemen dengan praktik manajemen laba di perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu: 1. Kontribusi praktis
23 Penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam pertimbangan pembuatan keputusan struktur kompensasi manajemen pada perusahaan-perusahaan Indonesia yang dapat meminimalisir tindakan manajemen laba. 2. Kontribusi teoritis Penelitian ini dapat memberikan bukti empiris mengenai hubungan kompensasi manajemen jangka pendek dan jangka panjang dengan praktik manajemen laba di perusahaan-perusahaan Indonesia. 1.6 Sistematika Penulisan Penelitian analisis pengaruh kompensasi manajemen terhadap praktik manajemen laba di perusahaan publik Indonesia ini akan menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab pertama ini memuat latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA Bab kedua memuat kajian teori-teori terkait dari berbagai sumber literatur terkait kompensasi manajemen, manajemen laba, dan teori keagenan. Kajian teori tersebut menjadi dasar pengembangan hipotesis dari penelitian ini. BAB III: METODE PENELITIAN Bab ketiga berisi definisi variabel operasional penelitian, sampel, jenis dan sumber data, serta metode analisis data.
24 BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab keempat menjelaskan analisis dan hasil penelitian yang telah dilakukan. BAB V: SIMPULAN Bab kelima berisi keterbatasan penelitian, saran bagi penelitian di masa yang akan datang, dan kesimpulan penelitian.