BAB I PENDAHULUAN. dan Wakil Bupati dan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Bagi daerah yang

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

Naskah Rekomendasi KEBIJAKAN ANGGARAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH EFISIEN DAN DEMOKRATIS. Disusun oleh:

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Pengawasan dalam..., Ade Nugroho Wicaksono, FHUI, 2009

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

2 b. bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. agar fungsi APBN dapat berjalan secara maksimal, maka sistem anggaran dan

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

DANA PEMILIHAN BUPATI BENGKULU TENGAH 15,9 MILIAR RUPIAH

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan

: Matriks Kinerja dan Pendanaan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan ( SAP ) yang telah diterima secara umum.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KPU KABUPATEN TABANAN Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tabanan sebagai suatu sub sistem dari Komisi Pemilihan Umum,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Paragraf 2 KPU Provinsi. Pasal 9

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Keterbukaan informasi akan mendorong partisipasi publik karena dengan

KOMISI PEMILIHAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

PERSIAPAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH SERENTAK TAHUN 2015

- 2 - MEMUTUSKAN: Pasal I

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (BPK RI, 2010). Tabel 1.1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota Bandung Tahun

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Ngawi Tahun BAB I - 1

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN JEMBRANA

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG

SINERGI PEMERINTAH DALAM RANGKA MENDUKUNG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2015

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

Akuntabilitas Dana Pilkada Lampung

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

POLITIK PEMILUKADA 2010: Sebuah Kajian Terhadap Penyelenggaraan Pemilukada di Dumai dan Indragiri Hulu

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik I. Umum II. Pasal Demi Pasal...

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis atas..., Desi Intan Anggraheni, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BERITA NEGARA. BAWASLU. Penyelenggaraan. Sistem Pengendaliaan. Intern Pemerintah. Perubahan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gianyar

LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2017

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB. I PENDAHULUAN. secara damai dan sarana pertanggungjawaban politik. membuka kesempatan partisipasi politik rakyat seluas-luasnya.

- 2 - Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246);

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Setelah otonomi daerah digulirkan tahun 1999, pemerintah daerah mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan dana yang akan dapat memberikan informasi tentang pelaksanaan kegiatan

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BARITO UTARA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BARITO UTARA Nomor : 1/HK.03.1-Kpt/6205/KPU-Kab/VII/2017

BAB V PENUTUP. Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. TAHAPAN UU No 5 Tahun 1974 UU No 22 Tahun 1999 UU No 32 Tahun 2004 Tahapan Pencalonan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Untuk menghimpun seluruh program dan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK PROVINSI LAMPUNG

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum Wr. Wb

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

Bab IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

RENCANA KERJA ANGGARAN SATKER RINCIAN BELANJA SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari sistem terpusat menjadi sistem

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain yang sah dan tidak bertentangan dengan perundangan yang

KOTA SURAKARTA KEBIJAKAN UMUM PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KUPA) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pilkada di Indonesia sudah mulai diselenggarakan sejak tahun 2005. Pilkada meliputi : Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur; Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Bagi daerah yang masa jabatan kepala daerahnya telah berakhir akan melaksanakan Pilkada di masing-masing daerah, sehingga di satu propinsi bisa diselenggarakan beberapa kali Pilkada pada kab/kota yang berbeda. Kondisi seperti ini dianggap tidak efektif dan efisien mengingat besarnya biaya penyelenggaraan Pilkada, sehingga munculah gagasan untuk melaksanakan Pilkada secara serentak sehingga ada dana yang bisa disharing antara provinsi dan kab/kota yang menyelenggarakan Pilkada sehingga lebih hemat biaya, waktu serta mengurangi kejenuhan pemilih. Pilkada serentak pertama kali diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2015 yang menjadi hari bersejarah bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, karena untuk pertama kalinya diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak di 9 provinsi, 36 kota dan 224 kabupaten di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 pasal 166 ayat (1) pendanaan kegiatan Pilkada dibebankan pada APBD dan dapat didukung oleh APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Pasal 200 (1) Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan pada tahun 2015 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan 1

Belanja Daerah. Keluarnya Undang-Undang tersebut menimbulkan konsekuensi penyediaan anggaran oleh masing-masing pemerintah daerah yang akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah, sehingga wajib disediakan dalam APBD. Pemerintah daerah diminta untuk memperioritaskan penganggaran dana Pilkada pada APBD dengan melakukan optimalisasi dari belanja lainnya pada APBD 2015. Anggaran pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah ini kemudian diserahkan kepada Instansi terkait dalam bentuk dana hibah, salah satu dana hibah yang paling besar jumlahnya diberikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi/kab/kota sebagai lembaga penyelenggara utama Pemilu di Indonesia. Jadi, bagi KPU provinsi/kab/kota yang menyelenggarakan Pilkada akan mengelola anggaran yang bersumber dari APBN untuk membiayai kegiatan operasionalnya dan juga anggaran hibah yang bersumber dari APBD untuk membiayai tahapan Pilkada. Anggaran hibah APBD seringkali tidak diungkapkan dan tidak tercatat dalam APBN. Kondisi tersebut menimbulkan kecurigaan anggaran hibah APBD menjadi tumpang tindih dengan APBN dan dianggarkan terlalu besar sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Seknas FITRA /Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (2014) yang menemukan data bahwa besarnya biaya penyelenggaraan Pilkada bervariasi di tiap-tiap daerah dan dipengaruhi oleh beberapa hal. Bagi daerah yang kemampuan fiskalnya rendah, kewajiban membiayai Pilkada ternyata mengurangi belanja pelayanan publik lainnya, dalam hal ini belanja urusan pendidikan dan kesehatan. Hal ini tidak 2

lepas dari masih banyaknya pembiayaan ganda dan kurang efektifnya penganggaran. Berdasarkan hasil pemeriksaan (audit) BPK terhadap pelaksanaan anggaran pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2013 dan 2014, BPK menemukan adanya indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp 334 miliar. Merespons hal ini, selanjutnya DPR RI meminta BPK untuk melakukan audit atas kesiapan KPU untuk menyelenggarakan Pilkada serentak 2015 sebagaimana dikutip dari Sanur L (2015) dalam info singkat Pemerintahan Dalam Negeri Vol. VII, nomor 14/II/P3DI/Juli/2015. Hasil audit tersebut memuat 10 temuan yang mengisyaratkan bahwa KPU belum siap melaksanakan Pilkada serentak 2015, yaitu: 1. Penyediaan Anggaran Pilkada serentak belum sesuai ketentuan. 2. Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Pilkada serentak di beberapa daerah belum ditetapkan dan belum sepenuhnya sesuai ketentuan. 3. Rencana penggunaan anggaran hibah Pilkada serentak belum sesuai ketentuan. 4. Rekening hibah Pilkada serentak 2015 pada KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dan Bawaslu Provinsi/Panwaslu Kabupaten/Kota belum sesuai ketentuan. 5. Perhitungan biaya pengamanan Pilkada serentak belum dapat diyakini kebenarannya. 6. Bendahara, PPK, pejabat pengadaan/pokja ULP, dan PPHP pada Sekretariat KPU Provinsi/Kabupaten/Kota, Bawaslu Provinsi dan 3

Panwaslu Kabupaten/Kota untuk penyelenggaraan Pilkada serentak sebagian besar belum bersertifikat dan belum ditetapkan dengan surat keputusan. 7. Kesiapan pedoman pertanggungjawaban dan pelaporan penggunaan dana hibah belum memadai. 8. Mahkamah Konstitusi (MK) belum menetapkan prosedur operasional standar sebagai acuan dalam penyelesaian perselisihan hasil Pilkada serentak 2015. 9. Tahapan persiapan Pilkada serentak belum sesuai dengan jadwal dalam peraturan KPU nomor 2 tahun 2015. 10. Pembentukan panitia Adhoc tidak sesuai ketentuan. Menurut BPK hasil audit yang dilakukan sesuai Surat Ketua DPR Nomor PW/0706/DPR/RI/V/2015 dan dilaksanakan pada tanggal 8 Juni-13 Juli 2015 ini merupakan hasil evaluasi dan bukan memberikan kesimpulan bahwa KPU tidak siap melakukan Pilkada. Walaupun evaluasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan permasalahannya dan dalam mencari rekomendasinya. Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan analisis lebih lanjut, karena untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah dituntut untuk melaksanakan tata kelola keuangan yang baik (good governance) dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, khususnya dalam mekanisme pengadaan pinjaman dan hibah. Penelitian ini akan melanjutkan penelitian terdahulu yang lebih banyak membahas pelaksanaan anggaran hibah Pilkada pada saat pertama kali dianggarkan atau pada 4

saat perencanaan anggaran oleh pemerintah daerah sedangkan pelaksanaan anggaran setelah penyaluran dana ke Instansi lain khususnya KPU Provinsi Sumatera Barat belum ada dilakukan. Katharina (2010) melakukan penelitian mengenai Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran Pilkada: Studi Dalam Pemilihan Bupati/ Wakil bupati Jembrana. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses perencanaan anggaran dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan yang tepat, yaitu Bupati, KPU Kabupaten Jembrana dan Panwaslu. Namun perencanaan dan pelaksanaan anggaran tidak melibatkan partisipasi publik. Dalam pelaksanaan anggaran, peran Bupati Jembrana lebih besar dibandingkan dengan peran pelaksana anggaran, yaitu KPU daerah dan Panwaslu. Oleh karena itu penelitian ini merekomendasikan untuk menempatkan anggaran Pilkada dalam APBN. Rekomendasi ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Seknas FITRA (2014) yang menemukan dua permasalahan utama terkait pembiayaan Pilkada, yaitu masih tingginya tingkat dan potensi pemborosan dan maraknya permasalahan politik dan politisasi anggaran. Studi ini menemukan bahwa pembiayaan Pilkada melalui APBD memberikan peluang yang besar bagi aktor di daerah untuk melakukan politik dan politisasi anggaran. Terkait dengan politisasi anggaran, temuan FITRA di 14 daerah studi menunjukkan bahwa pada saat tahapan Pilkada mulai berjalan, banyak daerah yang belum mengalokasikan anggaran penyelenggaraannya. Alasannya antara lain adalah daerah tidak memiliki anggaran tambahan untuk membiayai Pilkada. Selain itu banyak daerah yang belum menetapkan APBD ketika tahapan Pilkada dimulai. Tidak sinkronnya 5

tahapan Pilkada dengan mekanisme penganggaran daerah berimplikasi pada lemahnya proses pengawasan Pilkada itu sendiri. Semua ini juga terkait dari masih banyaknya permasalahan terkait dengan regulasi pelaksanaan Pilkada. Oleh karena itu Seknas FITRA merekomendasikan agar pembiayaan Pilkada diambil dari APBN agar dapat menghindari tumpang tindih pembiayaan, menghindari berkurangnya belanja publik daerah, dan adanya unit cost yang terstandarisasi untuk semua daerah untuk meminimalisir politisasi anggaran oleh aktor politik lokal yang terlibat langsung dengan pelaksanaan Pilkada. Mekanisme pembiayaan dari APBN dapat mengikuti pembiayaan Pilpres, dengan mengalokasikan anggaran pada Satuan Kerja KPU Provinsi/Kab/Kota yang menyelenggarakan Pilkada. Delmana (2012) juga telah melakukan penelitian tentang Analisis Pelaksanaan Anggaran Pemilu Presiden dan Legislatif pada KPU Kabupaten xxx. Hasil penelitian menunjukan mekanisme dan prosedur pelaksanaan anggaran yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, adanya kegiatan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, adanya kegiatan yang tidak tepat waktu dari jadwal yang telah ditetapkan, sedangkan pembelajaran yang dapat diambil dari hasil temuan adalah fungsi PPK harus dapat berjalan walaupun terdapat keterbatasan SDM, agar tidak terjadi resiko ketidak akuratan dan resiko kecurangan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang membahas anggaran Pemilu yang murni berasal dari APBN, maka penelitian ini akan membahas anggaran Pilkada yang berasal dari hibah APBD. Karena penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak membahas pelaksanaan anggaran Pilkada pada saat perencanaan dan pelaksanaan 6

oleh Pemda, maka peneliti tertarik untuk menganalisis pelaksanaan anggaran Pilkada setelah disalurkan atau setelah dihibahkan dengan judul Analisis Pelaksanaan Anggaran Pilkada yang Berasal dari Hibah (Studi Kasus pada Kantor Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat) 1.2 Fokus Penelitian Dalam masa pelaksanaan Pilkada, anggaran KPU terdiri dari anggaran rutin yang berasal dari APBN dan anggaran hibah untuk biaya Pilkada yang berasal dari APBD. Penelitian ini akan dilakukan pada Satuan Kerja Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat yang menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Fokus yang diteliti adalah mekanisme dan prosedur pelaksanaan anggaran hibah khususnya terkait administrasi keuangan dalam mendanai Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat tahun 2015. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana tahapan mekanisme dan prosedur pelaksanaan anggaran hibah Pilkada serentak tahun 2015 di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat? 7

2. Bagaimana efektivitas anggaran hibah dalam mendanai pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2015 di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat? 3. Apa pembelajaran dalam pelaksanaan anggaran hibah Pilkada serentak tahun 2015 di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat? 1.4 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas diperoleh tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu : 1. Untuk menganalisis tahapan mekanisme dan prosedur pelaksanaan anggaran hibah Pilkada serentak tahun 2015 pada Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat. 2. Untuk mengetahui efektivitas anggaran hibah dalam mendanai Pilkada serentak tahun 2015 di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat. 3. Untuk mengetahui pembelajaran dalam pelaksanaan anggaran Pilkada serentak tahun 2015 di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik dari segi akademis maupun dari segi praktis. Dari segi akademis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu akuntansi, khususnya akuntansi sektor publik. Sedangkan kegunaan praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau bahan pertimbangan bagi pihak yang berkepentingan 8

khususnya Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat dalam rangka evaluasi pelaksanaan anggaran Pilkada agar dapat sesuai aturan yang berlaku sehingga hasil yang diharapkan dapat dicapai. 1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini dibagi ke dalam lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab ini menjelaskan secara ringkas latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB II Kerangka Teoritis Bab ini menguraikan penjelasan yang berkaitan dengan landasan teori. Bab ini juga berisi landasan hukum pelaksanaan anggaran hibah, tinjauan penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran. BAB III Metodologi Penelitian Bab ini berisikan metodologi penelitian yang meliputi desain penelitian, unit analisis, jenis data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Berisikan analisis dan pembahasan penelitian. BAB V Penutup Berisikan kesimpulan dan saran. 9