BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive immunity). Sistem imun bawaan bersifat non-spesifik sedangkan sistem imun adaptif bersifat spesifik. Makrofag dan neutrofil berperan sebagai lini pertama pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme dan penting dalam mengontrol infeksi bakteri. Akan tetapi, sistem imun bawaan tidak selalu dapat mengeliminasi organisme patogen, beberapa organisme tidak dikenali oleh sel imun bawaan. Peran limfosit sebagai sel imun adaptif sangat penting untuk mengeliminasi patogen sekaligus memberikan kekebalan seumur hidup melalui pembentukan antibodi (Janeway et al., 2005). Respon imun yang penting pada infeksi bakteri intraseluler, seperti Salmonella, adalah respon imun bawaan. Sel yang berperan merespon bakteri intraseluler adalah makrofag. Makrofag bila dirangsang oleh IFN-γ, TNF-α, interleukin dan lipopolisakarida akan meningkatkan ekspresi gen penginduksi inos dan sehingga dihasilkan nitric oxide dalam jumlah besar. Pada sistem imun NO berfungsi sebagai imunoregulator, molekul efektor sitotoksik untuk menghancurkan sel tumor, mikroba, parasit, zat karsinogenik dan imunosupresif (Sahat, 2006). Menurut Friedl et al. 1
2 (2001), inos ditemukan paling banyak pada pasien penyakit inflamasi dan infeksi. Pada keadaan tersebut, NO berperan sebagai agen pelindung dengan cara membatasi perkembangan bakteri atau menurunkan respon inflamasi lokal melalui supresi proliferasi sel T. Pada orang dengan sistem imun normal, infeksi bakteri intraseluler, seperti Salmonella, dapat direspon baik oleh sistem imun bawaan dan adaptif sehingga menimbulkan kekebalan. Namun, pada orang dengan gangguan sistem imun, respon imun terhadap infeksi berkurang. Mikroorganisme yang tidak berbahaya pada orang sehat dapat bersifat patogen. Progresi penyakit infeksi pada orang dengan penurunan fungsi imun terjadi secara cepat dan tes laboratorium untuk penyakit infeksi sering tidak menunjukan perubahan (Dougan % Ormerod, 2004). Dalam bidang farmakologi dikenal suatu imunomodulator. Imunomodulator adalah zat kimia yang mampu memodifikasi respon imun. Imunomodulator dapat mengembalikan fungsi imun yang terganggu (imunorestorasi), memperbaiki fungsi sistem imun (imunostimulan), dan menekan respon imun (imunosupresan). Imunomodulator digunakan terutama pada imunodefisiensi, infeksi kronis dan kanker (Chairul & Pratiwi, 2008). Salak merupakan buah yang sangat penting di Indonesia karena dapat tumbuh diseluruh wilayah kepulauan Indonesia dan menjadi bahan ekspor ke negara lain. Ada 30 jenis salak
3 yang ditanam di Indonesia. Diantara beberapa variasi buah salak di Indonesia, salak pondoh termasuk salak unggulan terutama karena kemanisannya (Lestari, Ebert, & Huyskenskeil, 2013). Salak Pondoh (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) merupakan tanaman yang mudah ditemukan di Indonesia, khususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Bali serta memiliki harga yang terjangkau. Sebagian masyarakat menggunakan salak sebagai obat tradisonal. Mereka sering menggunakan seduhan kulit salak untuk menurunkan gula darah. Penelitian yang dilakukan oleh Dembitsky et al. (2011) menyebutkan bahwa salak juga memilki efek antiuremic melalui inhibisi enzim xanthine oxidase. Buah salak memiliki beberapa kandungan, yaitu polifenol (caffeic, p-coumaric, sinnamic, dan vanillic) dan flavonoid (quercetin, morin, myricitin, apigenin, dan campherol) (Haruenkit et al., 2007). Flavonoid telah dikenal sebagai antioksidan, antiradang, dan imunomodulator (devasena et al., 2014). Flavonoid juga meningkatkan aktivitas proliferasi limfosit secara in vitro sehingga memiliki potensi sebagai agen imunomodulator (Jose et al., 2014). Sementara itu, menurut Kolodziej, Radtke, & Kiderlen (2007) polifenol dapat meningkatkan produksi nitric oxide makrofag yang diinfeksi Leishmania. Dari uraian diatas, peneliti melihat adanya potensi buah salak sebagai agen imunomodulator yang murah dan mudah
4 didapat. Demikian masalah ini menarik bagi penulis sehingga timbul dorongan untuk melakukan penelitian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah 1. Bagaimana efek ekstrak buah salak (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) terhadap produksi nitric oxide makrofag mencit yang tidak diinfeksi S.typhimurium? 2. Bagaimana efek ekstrak buah salak (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) terhadap produksi nitric oxide makrofag mencit yang diinfeksi S.typhimurium? C. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji efek pemberian ekstrak etanolik daging buah salak (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) terhadap produksi nitric oxide makrofag mencit yang tidak diinfeksi S.typhimurium. 2. Mengkaji efek pemberian ekstrak etanolik daging buah salak (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) terhadap produksi nitric oxide makrofag mencit yang diinfeksi S.typhimurium. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
5 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber ilmiah dalam pengembangkan pengobatan herbal khususnya mengenai ekstrak buah salak dan imunomodulator. 2. Manfaat Praktis a). Bagi Masyarakat - Memberi bukti mengenai manfaat buah salak dalam kesehatan. - Sebagai bahan rekomendasi untuk mengkonsumsi buah salak. b). Bagi Peneliti Menambah wawasan tentang efek ekstrak buah salak terhadap sistem imun. E. Keaslian Penelitian Setelah melakukan penelusuran berbagai sumber informasi ilmiah yang berkaitan dengan imunomodulator, belum ada penelitian yang membahas mengenai efek salak sebagai imunomodulator. Penulis menemukan penelitian yang metodenya mirip dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sahat (2006) mengenai Pengaruh Pemberian Ekstrak Hedyotis comrymbosa Dosis Bertingkat terhadap Produksi Nitric Oxide Makrofag Mencit BABL/C yang Diinfeksi dengan Salmonella typhimurium. Penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dalam hal variabel yang diuji yaitu produksi nitric oxide, metode yang digunakan yaitu post test only control group design,
6 dan adanya infeksi bakteri S.typhimurium pada mencit. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada ekstrak yang digunakan, yaitu esktrak Hedyotis comrymbosa. Hasil dari penelitian tersebut adalah pemberian ekstrak Hedyotis corymbosa mempunyai pengaruh terhadap produksi NO makrofag mencit babl/c dan terdapat peningkatan produksi NO makrofag mencit balb/c yang diinfeski Salmonella typhimurium pada pemberian Hedyotis corymbosa dosis bertingkat.