BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengendalian internal merupakan salah satu konsep penting dalam setiap entitas bisnis. Hal ini karena pengendalian internal mampu memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) kepada entitas tidak hanya dalam hal akuntansi dan finansial, namun juga mencakup semua proses bisnis entitas (Moeller R., 2009). Sistem pengendalian internal yang efektif dipercaya akan memberikan peluang yang besar untuk membuat entitas beroperasi semakin efektif dan efisien. Arti penting pengendalian internal telah diakui oleh kalangan profesional, seperti oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accountants). Pada tahun 1947, AICPA mempublikasikan faktor-faktor yang memperluas pengakuan akan pentingnya dari pengendalian internal, salah satunya adalah ukuran entitas bisnis. Entitas bisnis membutuhkan sistem pengendalian internal yang mampu membuat kegiatan operasional berlangsung efektif dan efisien. Sebenarnya tidak hanya entitas yang berukuran besar serta sudah kompleks aktivitasnya yang membutuhkan pengendalian internal, namun entitas yang berukuran kecilpun tetap memerlukan peran pengendalian internal. Lingkungan pengendalian pada entitas kecil memang berbeda dari entitas besar, namun peran pengendalian pada entitas kecil tidak kalah pentingnya dibandingkan pengendalian pada entitas besar (Tuanakotta, 2015). 1
Seiring dengan perkembangan dunia bisnis, kebutuhan akan adanya pengendalian internal yang efektif semakin meningkat. Meskipun demikian, terdapat miskonsepsi mengenai pengendalian internal khususnya di perusahaan konstruksi yang dianggap hanya akan menambah cost perusahaan tanpa memberikan manfaat yang signifikan (Eisenhauer, 2013). Sebagian CFO dan manajemen di perusahaan konstruksi beranggapan bahwa mengimplemetasikan pengendalian internal bukan menjadi prioritas mereka karena akuntansi bukan merupakan perhatian utama dalam bisnis konstruksi. Selain itu, perusahaan konstruksi umumnya memiliki staf akuntansi yang terbatas. Akan tetapi kini paradigma mengenai pentingnya pengendalian internal semakin diyakini oleh berbagai entitas untuk mencapai tujuannya. Pengalaman membuktikan bahwa entitas dapat mengeluarkan biaya dan waktu yang jauh lebih besar untuk penanganan akibat pengendalian internal yang tidak efektif (Eisenhauer, 2013). ISA (International Standards on Auditing) telah menjadikan sistem pengendalian internal sebagai suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh entitas. Entitas wajib menetapkan, membangun, memelihara, dan mengimplementasikan lingkungan dan sistem pengendalian internal. Hal ini karena jika sistem pengendalian internal tidak ada atau tidak cukup memadai, maka risiko audit dan entitas akan menjadi semakin tinggi (Tuanakotta, 2015). Risiko tersebut dapat berupa risiko yang timbul dari luar lingkungan entitas, risiko kehilangan aset, risiko dari kualitas informasi yang buruk untuk pengambilan keputusan, dan lainlain (Kinney, 2000). Bisnis konstruksi merupakan bisnis yang mempunyai risiko tinggi. Risiko pada perusahaan konstruksi meliputi risiko kualitas dan keamanan, 2
biaya, ketepatan waktu pengerjaan proyek, ruang lingkup dan perubahan manajemen, pembelian bahan baku dan kontrak, manajemen karyawan, manajemen informasi, dan pengaruh dari pihak eksternal (Jardine, 2007). Apabila risiko-risiko tersebut diabaikan maka akan berdampak pada naiknya cost, kerugian atau menurunnya laba, rusaknya citra dan reputasi, serta kebangkrutan perusahaan (Jardine, 2007). Besarnya risiko pada perusahaan konstruksi dan developer menuntut manajemen memberlakukan manajemen risiko proyek yang merupakan salah satu dari komponen penilaian risiko dalam pengendalian internal. Untuk menilai dan mengevaluasi keefektifan pengendalian internal, diperlukan kerangka maupun acuan pengaplikasian pengendalian internal dalam suatu entitas. COSO (Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission) merupakan lembaga independen yang mempunyai perhatian untuk meningkatkan kualitas pengendalian internal melalui panduan mengenai manajemen risiko, pengendalian internal, dan pencegahan kecurangan. COSO merilis laporan mengenai kerangka pengendalian internal yang pertama kali pada September 1992 dengan judul Internal Control-Integrated Framework. Kerangka ini dijadikan acuan oleh banyak entitas di seluruh dunia sebagai kerangka yang efektif dalam membantu pencapaian tujuan entitas melalui pengendalian internal. Seiring dengan berkembangnya kebutuhan dan dunia bisnis saat ini yang mayoritas bertumpu pada teknologi, maka pada Mei 2013 COSO kembali merilis Internal Control-Integrated Framework yang baru dengan beberapa pembaruan pada prinsip pengendalian internal. Kerangka COSO paling mampu menyediakan kriteria yang reliabel secara keseluruhan dalam menilai keefektifan pengendalian 3
internal (Root, 1998). Atas dasar itulah peneliti menggunakan COSO Internal Control-Integrated Framework sebagai dasar dalam melakukan evaluasi keefektifan pengendalian internal di perusahaan konstruksi dalam penelitian ini. Pembangunan perumahan merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian pemerintah. Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 08 tahun 2008 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 04/PERMEN/M/2007 Tentang Pengadaan Perumahan dan Pemukiman dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Syariah Bersubsidi, perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia (Indonesia). Oleh karena itu, perlu diciptakan kondisi yang dapat mendorong pembangunan perumahan untuk menjaga kelangsungan penyediaan perumahan dan permukiman. Selain itu, dalam rangka memfasilitasi pembiayaan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, pemerintah memberikan alternatif skema pembiayaan perumahan dengan subsidi melalui lembaga penerbit pembiayaan baik syariah maupun non syariah. Melalui skema subsidi ini, masyarakat dengan kriteria tertentu berhak memperoleh perumahan dengan nilai KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang lebih rendah. Perusahaan konstruksi dan developer perumahan kini memiliki potensi perkembangan yang relatif besar. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai kondisi lingkungan eksternal dan internal bisnis konstruksi di Indonesia. Menurut data dari BPS dan Bank Dunia yang didapat dari laporan Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 13 4
Agustus 2015, di Indonesia terdapat 3,4 juta rumah tidak layak huni. Sedangkan kebutuhan baru akan rumah per tahun di Indonesia mencapai 800 ribu rumah per tahun. Untuk itu, pemerintah melaksanakan kebijakan Peningkatan Jumlah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Yang Menghuni Rumah Layak Melalui Fasilitasi Bantuan Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP). Dari sisi eksternal, kebijakan bidang pembiayaan rumah yang dilakukan oleh pemerintah melalui KPR FLPP tersebut yang direalisasikan dengan Program Sejuta Rumah. Program yang memuat kebijakan penurunan suku bunga KPR hingga 5% tersebut berimplikasi pada naiknya minat masyarakat terhadap pembangunan perumahan bersubsidi di Indonesia, melalui kerjasama dengan bank pelaksana dan perusahaan konstruksi ataupun developer. Perusahaan konstruksi dan developer perumahan kini memiliki potensi perkembangan aktivitas bisnis yang semakin meningkat seiring dengan tumbuhnya permintaan masyarakat melalui hunian bersubsidi. Hal ini juga turut mendukung potensi perkembangan kontraktor dan developer lokal seperti Bumi Mas Wahyu yang produk utamanya adalah perumahan. Potensi perkembangan aktivitas dan kegiatan operasional perusahaan kontraktor dan developer juga memberikan implikasi risiko bisnis tersendiri yang dihadapi oleh perusahaan. Salah satu contoh risiko bisnis perusahaan konstruksi yang sedang berkembang seperti Bumi Mas Wahyu adalah risiko gagal bayar yang terjadi ketika perusahaan memberlakukan sebagian kebijakan KPR melalui mekanisme kredit swakelola. Potensi perkembangan bisnis dan risiko-risiko yang ada pada perusahaan konstruksi berimplikasi pada perlunya memberlakukan 5
pengendalian internal yang lebih efektif guna mencapai tujuan perusahaan secara lebih optimal. 1.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti mengaplikasikan penilaian keefektifan pengendalian internal berdasarkan COSO Internal Control-Integrated Framework pada sebuah perusahaan konstruksi dan developer di daerah Tulungagung, Jawa Timur yakni PT. Permata Sentosa Permai yang dikenal dengan merek BMW (Bumi Mas Wahyu). Perusahaan ini merupakan perusahaan lokal skala menengah yang sedang berkembang. Bumi Mas Wahyu baru berdiri pada tahun 2011. Produk perusahaan ini berupa jasa bangun (pesanan) dan kawasan (perumahan). Produk kawasan merupakan produk utama yang dihasilkan oleh Bumi Mas Wahyu, Pembangunan kawasan perumahaan saat ini berada di kabupaten Tulungagung, Blitar, Kediri, dan Trenggalek dengan tipe perumahan bersubsidi dan nonsubsidi. Pengawasan masing-masing perumahan dilakukan oleh Project Manager dengan pengelompokan berdasarkan wilayah yakni Tulungagung Utara (BMW Permai, BMW Permata, BMW Bougenville, BMW Asoka, dan BMW Edelweiss), Tulungagung Barat dan Selatan (BMW Gayatri, BMW Srikandi, BMW Platinum, dan BMW Alen-Alen), Tulungagung Timur (BMW Madani, BMW Gatotkaca, BMW Asri, dan BMW Arjuna), Blitar (BMW Mutiara), dan Kediri (Ferari). Bumi Mas Wahyu memiliki kegiatan operasional utama berupa konstruksi bangunan perumahan dalam betuk jasa bangun (pesanan) maupun kawasan di beberapa daerah strategis di Tulungagung dan sekitarnya. Sebagai perusahaan 6
konstruksi yang sedang berkembang di daerah Tulungagung dan sekitarnya, Bumi Mas Wahyu mempunyai tantangan dalam hal kegiatan operasional. Seperti perusahaan konstruksi pada umumnya yang bertumpu pada kegiatan teknis sebagai aktivitas utama, Bumi Mas Wahyu berisiko terhadap rusak, hilang, atau turunnya kualitas material perumahan yang disimpan di masing-masing gudang dalam lokasi pembangunan kawasan perumahan. Selain itu, pengerjaan proyek pembangunan perumahan baik dalam bentuk jasa bangun (pesanan) maupun kawasan selalu mempunyai batasan waktu sesuai dengan kontrak yang dibuat. Oleh karena itu, apabila terdapat keterlambatan waktu pengerjaan proyek maka akan dapat menyebabkan bertambahnya biaya pengerjaan proyek serta menurunnya citra perusahaan di mata konsumen dan investor. Di samping itu, target pasar dan konsumen Bumi Mas Wahyu yang sebagian besar merupakan masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah memberikan tantangan tersendiri bagi Bumi Mas Wahyu dalam mengelola kebijakan kredit perumahan. Hal ini karena sebagian konsumen membayar perumahan dengan skema kredit, baik pembiayaan melalui bank maupun kredit langsung dengan Bumi Mas Wahyu. Sekitar 70% kredit dilakukan melalui kerjasama pembiayaan dengan bank. Sedangkan sekitar 30% sisanya dilakukan dengan skema kredit swakelola, yakni kredit yang ditangani sendiri oleh Bumi Mas Wahyu. Kebijakan kredit swakelola dilakukan oleh Bumi Mas Wahyu dalam kondisi pelanggan bersangkutan tidak mendapat persetujuan KPR dari bank. Meskipun demikian, Bumi Mas Wahyu tetap melakukan analisis kelayakan kredit. Apabila Bumi Mas Wahyu menganggap bahwa secara analisis kelayakan beli pelanggan bersangkutan mampu membayar kredit, maka meskipun 7
pengajuan KPR melalui bank tertolak, pelanggan tersebut tetap bisa memperoleh kredit dari Bumi Mas Wahyu. Biasanya alasan penolakan bank yang dijadikan pertimbangan oleh Bumi Mas Wahyu untuk memberikan kredit adalah karena bank tidak mau mengambil risiko dari calon pelanggan yang tidak bisa disurvei, meskipun penghasilan pelanggan tersebut mencukupi. Hal tersebut karena kondisi di Tulungagung banyak terdapat calon pelanggan seperti TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang legal maupun tidak legal yang seringkali dianggap tidak bankable meskipun memiliki penghasilan yang layak. Perusahaan sebaiknya memang harus lebih berhati-hati terhadap kemungkinan gagal bayar (Non Performing Loan). Di tahun 2011 Bumi Mas Wahyu bahkan memiliki NPL (Non Performing Loan) mencapai sekitar 30%. Hal tersebut memang sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi eksternal berupa naiknya BI rate yang pada akhirnya mempengaruhi naiknya suku bunga KPR sehingga tingkat gagal bayar lebih tinggi. Meskipun sekarang ini kondisi gagal bayar di Bumi Mas Wahyu sudah relatif dapat dikendalikan, akan tetapi kemungkinan naiknya tingkat gagal bayar tetap dapat terjadi mengingat kondisi konsumen yang sebagian melakukan pembayaran dengan skema kredit swakelola. Secara khusus, Bumi Mas Wahyu memiliki risiko berupa kemungkinan kurangnya aliran kas masuk dari investor. Pengelolaan keseimbangan antara aliran kas masuk dengan aliran kas keluar di Bumi Mas Wahyu menjadi isu yang penting untuk diperhatikan. Selama ini Bumi Mas Wahyu mengandalkan keberadaan investor dalam menyokong ketersediaan kas untuk pembangunan setiap proyek perumahan baik dalam bentuk jasa bangun maupun kawasan. Apabila aliran kas 8
masuk dari investor terhambat, maka pembangunan proyek juga terhambat. Hingga saat ini Bumi Mas Wahyu belum bisa mengandalkan kecukupan aliran kas masuk apabila hanya mengandalkan aliran kas masuk dari konsumen (pendapatan penjualan proyek perumahan). Hal ini disebabkan karena pembayaran dengan skema kredit yang dilakukan oleh konsumen belum mampu mencukupi pembiayaan awal proyek yang membutuhkan dana besar. Sementara itu, hubungan dengan investor terjalin dengan asas kekeluargaan. Belum ada jaminan yang pasti bahwa setiap proyek pada akhirnya akan selalu dibiayai oleh investor. Oleh karena itu, Bumi Mas Wahyu melalui direktur dan manajemennya harus senantiasa menjaga hubungan baik dan mempertahankan kepercayaan investor sebagai penyokong dana utama perusahaan. Apabila permasalahan dan isu-isu tersebut tidak ditangani maka dapat berdampak pada kelancaran operasional perusahaan antara lain berupa keterlambatan penyelesaian proyek, berkurangnya kualitas mutu hasil proyek perumahan, berkurangnya citra dan reputasi perusahaan di mata konsumen, serta kegagalan mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Bumi Mas Wahyu. Dampak masalah tersebut akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan tidak hanya dalam jangka pendek, namun juga dalam jangka panjang. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, pertanyaan penelitian yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja risiko-risiko signifikan dalam hal operasional di Bumi Mas Wahyu? 9
2. Seberapa efektif sistem pengendalian internal yang terdapat pada Bumi Mas Wahyu berdasarkan analisis COSO Internal Control - Integrated Framework? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi dan menilai risiko-risiko operasional yang signifikan pada Bumi Mas Wahyu. 2. Menilai keefektifan pengendalian internal Bumi Mas Wahyu berdasarkan kepatuhan manajemen Bumi Mas Wahyu terhadap COSO Internal Control - Integrated Framework. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi Manajemen Bumi Mas Wahyu a. Mengetahui risiko-risiko operasional bisnis yang signifikan pada Bumi Mas Wahyu. b. Mendapatkan rekomendasi mengenai pengelolaan risiko di Bumi Mas Wahyu. c. Mendapatkan rekomendasi dan saran mengenai kelemahan yang ada dalam pengendalian internal Bumi Mas Wahyu. d. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan manajemen Bumi Mas Wahyu terkait keefektifan kinerja operasional Bumi Mas Wahyu. 10
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Peneliti membatasi masalah hanya pada objek yang dianalisis yaitu pengendalian internal di perusahaan Bumi Mas Wahyu pada tahun 2016. Analisis akan difokuskan pada penilaian risiko Bumi Mas Wahyu berdasarkan COSO Enterprise Risk Management serta penilaian keefektifan pengendalian internal berdasarkan kepatuhan Bumi Mas Wahyu terhadap 5 komponen dalam COSO Internal Control - Integrated Framework, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian skripsi ini terbagi menjadi lima bab, yakni sebagai berikut: 1. BAB I Pendahuluan Bab pendahuluan ini membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, dan sistematika penulisan. 2. BAB II Tinjauan Pustaka Bab tinjauan pustaka ini menjelaskan tentang dasar-dasar teori dan pendapat para ahli mengenai pengertian dan manfaat pengendalian internal, keterbatasan pengendalian internal, pihak yang bertanggungjawab terhadap pengendalian internal, perkembangan dan penggunaan COSO Internal Control Integrated Framework, komponen pengendalian internal COSO, dan keefektifan pengendalian 11
internal. Selain itu, bab ini juga penelitian-penelitian sebelumnya tentang pengendalian internal. 3. BAB III Gambaran Umum Perusahaan dan Metode Penelitian Bab tiga ini menjelaskan mengenai profil perusahaan Bumi Mas Wahyu. Selain itu, bab ini juga berisi mengenai metode penelitian yang mencakup jenis penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data, serta analisis data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. 4. BAB IV Pembahasan Bab ini berisi hasil penelitian berupa analisis serta pembahasan risikorisiko operasional yang signifikan pada Bumi Mas Wahyu, serta analisis kepatuhan manajemen Bumi Mas Wahyu terhadap COSO Internal Control Integrated Framework. 5. BAB V Penutup Bab ini berisi kesimpulan atas hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran untuk meningkatkan keefektifan pengendalian internal serta pengelolaan risiko pada perusahaan Bumi Mas Wahyu. 12