BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga mampu. menghadapi segala perubahan dan permasalahan pada kemajuan jaman yang

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Diajukan Oleh: WAHYUSIH WARDANI A

I. PENDAHULUAN. nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan. efisien serta mengikuti perkembangan zaman.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

I. PENDAHULUAN. taraf hidup manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Sistem

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai. Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Diajukan oleh : ARIYANTI

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mampu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan inovasi dalam bidang pendidikan.peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai suatu proses untuk menyiapkan generasi masa depan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lain perkembangan dibidang sains, teknologi, sosial, budaya dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan dan tidak dapat berfungsi maksimal dalam lingkungan

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur memiliki

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia Indonesia. diri dan berhasil dalam kehidupan di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. mengetengahkan tanggung jawab sebagai pendidik. Dimana pendidik adalah

I. PENDAHULUAN. lain-lain. Perubahan itu merupakan kecakapan baru yang terjadi karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. dan peluang yang memadai untuk belajar dan mempelajari hal hal yang di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING MODEL POLYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dari keterbelakangan dan ketinggalan dari bangsa lain. Untuk itu. satu diantaranya jenjang pendidikan sekolah dasar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE RECIPROCAL TEACHING

BAB I PENDAHULUAN. berkompetensi di era global. Upaya yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mewujudkan pembangunan di masa

I. PENDAHULUAN. dipenuhi sepanjang masa. Pendidikan menjadi perhatian yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

I. PENDAHULUAN. merupakan sarana yang sangat baik dalam pembinaan sumberdaya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perilaku seseorang atau masyarakat, dari suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Undang-undang pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN. era globalisasi sesuai Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

I. PENDAHULUAN. mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan bidang pendidikan merupakan bagian yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah, merupakan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

I. PENDAHULUAN. bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, kreatif, terampil, dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perkembangan di bidang ilmu pendidikan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat di berbagai bidang. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menopang perkembangan IPTEK tersebut. Lembaga pendidikan merupakan sarana yang sangat baik dalam pembinaan SDM. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila bidang pendidikan mendapat perhatian, penanganan dan prioritas yang baik dari pemerintah, masyarakat maupun para pengelola pendidikan. Indonesia sebagai negara berkembang terus berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, produktif, serta sehat jasmani dan rohani (PP No 19 Tahun 2005). Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional tersebut dan selaras dengan tuntutan zaman maka peningkatan kualitas pendidikan merupakan konsekwensi yang harus diambil. Matematika adalah salah satu pelajaran yang sangat penting untuk dipelajari oleh siswa dalam dunia pendidikan. Matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan untuk menyiapkan siswa dalam menghadapi perkembangan dunia yang semakin maju dan berkembang pesat. Cockrof (dalam Abdurrahman, 2003:253) mengemukakan bahwa: Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir

logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa selain mengembangkan kemampuan berpikir, bernalar, mengkomunikasikan gagasan, matematika juga dapat menjadi modal atau alat untuk mempelajari mata pelajaran lainnya, seperti fisika, kimia, biologi dan bahkan ilmu sosial. Penguasaan matematika akan memberikan dasar pengetahuan untuk bidang-bidang yang sangat penting, seperti penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Oleh karena peranan matematika yang sangat besar, seharusnya matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dan menarik, sehingga dapat meningkatkan keinginan dan semangat siswa dalam mempelajarinya. Keinginan dan semangat yang meningkat ini akan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan berbagai aspek yang perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika. Akan tetapi, kenyataan yang sering ditemukan di lapangan adalah bahwa masih sering terjadi kritikan dan sorotan tentang rendahnya mutu pendidikan oleh masyarakat yang ditujukan kepada lembaga pendidikan maupun para pengajar pendidikan terutama para guru matematika. Baik itu yang dilakukan secara terangterangan melalui media cetak maupun media elektronik. Terutama terhadap pelajaran matematika, pada kenyataan sampai saat ini masih rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Hal ini dapat kita lihat dalam laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada Kamis (29/11/10) (dalam http://opinibebas.epajak.org/blog) menunjukkan bahwa : Peringkat Indonesia dalam bidang matematika turun dari 58 menjadi 62 dari 130 negara di dunia. Hampir setiap tahun matematika dianggap sebagai batu sandungan bagi kelulusan sebagian besar siswa. Permasalahan yang umum dihadapi guru di sekolah adalah siswa tidak tertarik mempelajari matematika. Hal ini terjadi karena dalam pelaksanaan pembelajaran matematika, masih konvensional yaitu berpusat pada guru.

Pembelajaran konvensional dengan suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian guru lebih suka menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktek. Penyampaian materi yang dilakukan guru cenderung monoton, tanpa variasi yang membuat anak didik jenuh dan bosan serta siswa menganggap matematika pelajaran yang menakutkan. Mempelajari matematika tidak terlepas dengan bilangan. Salah satu dari klasifikasi bilangan adalah bilangan pecahan. Bilangan ini sudah diajarkan sejak SD. Namun siswa kesulitan dalam memahami konsep pada pecahan, hal ini didukung hasil penelitian The National Assesment of Education Progress tahun 2009 yang menunjukkan bahwa siswa mengalami kesukaran pada konsep bilangan pecahan. Misalnya pada anak usia 13-17 tahun berhasil menjumlahkan bilangan pecahan dengan penyebut sama, tetapi hanya 1/3 anak usia 13 tahun dan 2/3 anak usia 17 tahun dapat menjumlahkan 1 1 + dengan benar. 3 2 Salah satu kelemahan siswa dalam mempelajari pecahan adalah ketidakmampuan dalam mengoperasikan pecahan, misalnya pada pelajaran penjumlahan dan pengurangan pecahan yang penyebutnya tidak sama. Dengan demikian siswa akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pada pokok bahasan lain yang dikaitkan dengan topik tersebut. Kesulitan siswa dalam melakukan operasi hitung pecahan juga terjadi di SMP Laksamana Martadinata Medan, seperti yang dinyatakan oleh Ibu Hafrida sebagai guru matematika kelas VII (hasil wawancara 22 Februari 2012) menyatakan: Nilai rata-rata siswa pada materi pecahan adalah 60 dan yang mengalami ketuntasan belajar hanya 60%. Siswa sering melakukan kesalahan dalam mengoperasikan pecahan. Dalam melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan seringkali mengerjakannya dengan cara menambah/mengurang pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut.

Hal ini juga diperkuat dari hasil tes diagnostik yang dilakukan peneliti pada hari Senin, 9 Juli 2012 di kelas VII.8, dan hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut: Persentase Nilai Tes Hasil Belajar Siswa Kelas VII-8 pada Materi Pecahan 80-89 90-100 65-79 4% 0% 18% 55-64 12% 0-54 66% Gambar 1.1 Persentase nilai tes hasil belajar kelas VII-8 pada materi pecahan Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dari 56 siswa terdapat 12 siswa (22%) yang memperoleh nilai di atas KKM dan sebanyak 44 siswa (78%) yang memperoleh nilai di bawah KKM. Sehingga dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa, penguasaan siswa terhadap materi pecahan masih sangat rendah. Dari hasil tes diagnostik tersebut, ada beberapa masalah yang dialami oleh siswa dalam menyelesaikan soal pecahan yaitu: Siswa tidak memahami konsep bilangan pecahan (45,21%) Siswa tidak dapat mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa begitu juga sebaliknya (54,63%) Siswa tidak memahami konsep pecahan senilai (43,65%) Siswa kesulitan dalam menyelesaikan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan (80,28%) Siswa kesulitan dalam menyelesaikan operasi hitung perkalian dan pembagian pecahan (56,32%) Siswa kurang teliti sehingga salah dalam melakukan perhitungan (40,88%) Materi pecahan secara teoritis merupakan topik yang lebih sulit dibandingkan dengann materi bilangan bulat. Selain materinyaa memang sulit, dalam menyajikan materi guru jarang menggunakan media-mediaa lain yang dapat menarik minat siswa terhadap pembelajaran matematika.

Jika masalah ini dibiarkan terus menerus, maka akan sangat memprihatinkan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Guru sebagai seorang sosok yang memberikan kontribusi yang penting dalam dunia pendidikan menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan pengajaran dan pencapaian ketuntasan belajar siswa, khususya dalam bidang studi matematika. Guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, dengan menggunakan pendekatan, metode, media pembelajaran yang konkrit dan menarik, serta mudah dipahami siswa sehingga dapat membangkitkan minat belajar yang berdampak pada hasil belajar siswa. Kemampuan guru dalam menyajikan materi semenarik mungkin adalah salah satu usaha guru agar tidak bosan dengan cara pengajaran yang setiap hari diterimanya. Oleh karena itu perlu diciptakan suatu kondisi pembelajaran yang dapat mengarahkan matematika dengan hal yang menyenangkan. Salah satu pembelajaran yang sesuai digunakan adalah pendekatan kontekstual yang bertujuan membuat proses pembelajaran menjadi efisien, efektif dan menyenangkan. Seperti yang diungkapkan Herry (dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/) bahwa: Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika, berusaha untuk membuat skenario pembelajaran yang dimulai dari konteks nyata siswa. Materi pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya sehingga pembelajarannya akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Hal ini tentu saja akan meningkatkan hasil belajar siswa. Di dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru perlu mengusahakan perbaikan pembelajaran sebagai suatu strategi untuk mengembangkan bagaimana materi itu dapat dikemas menjadi pelajaran yang menarik dan mudah dimengerti oleh siswa, sehingga timbul ketertarikan siswa untuk belajar matematika. Guru dapat menggunakan media dalam pembelajaran seperti media yang dikemas dalam software Microsoft Powerpoint. Media Powerpoint sangat cocok digunakan di SMP Laksamana Martadinata Medan karena ada sarana yang mendukung

penggunaan media Powerpoint di sekolah tersebut. Pembelajaran yang menarik dan mengikut sertakan siswa aktif akan mempermudah siswa dalam pemahaman konsep. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa penggunaan media Powerpoint dalam pembelajaran menunjang efektifitas dan efisiensi yang berimplikasi pada hasil belajar siswa. Penelitian tersebut antara lain yang dilakukan oleh Mitfah, hasil penelitiannya antara lain menyebutkan bahwa Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media Powerpoint lebih baik dari hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan media Powerpoint. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rida Putri yang menyatakan bahwa Media Powerpoint dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan efektifitas belajar siswa karena dapat membantu visualisasi bangun-bangun geometri. Dengan melihat latar belakang masalah tersebut peneliti terdorong untuk meneliti masalah tersebut dengan mengambil judul Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Menggunakan Media Powerpoint untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pecahan di Kelas VII SMP Laksamana Martadinata Medan Tahun Ajaran 2012/2013. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa 2. Siswa tidak tertarik dalam pembelajaran matematika karena dianggap membosankan 3. Proses belajar mengajar sangat tergantung pada guru 4. Metode mengajar yang digunakan guru masih konvensional 5. Pendekatan kontekstual masih jarang digunakan di sekolah tersebut. 6. Kurangnya pemanfaatan alat peraga/ media dalam proses pembelajaran matematika

1.3. Pembatasan masalah Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu dan kemampuan yang dimiliki peneliti, maka peneliti merasa perlu memberikan batasan terhadap masalah yang akan dikaji agar analisis hasil penelitian ini dapat dilakukan dengan lebih mendalam dan terarah. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini terbatas yaitu: Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Menggunakan Media Powerpoint Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pecahan di Kelas VII SMP Laksamana Martadinata Medan Tahun Ajaran 2012/ 2013. 1.4. Rumusan Masalah Dari batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan pendekatan kontekstual dengan menggunakan media powerpoint dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pecahan di kelas VII SMP Laksamana Martadinata Medan? 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan pendekatan kontekstual dengan menggunakan media powerpoint dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pecahan. 1. 6. Manfaat Penelitian 1. Bagi siswa, melalui penerapan pendekatan kontekstual dengan menggunakan media powerpoint diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa 2. Bagi guru matematika, hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih pendekatan dan media pembelajaran yang tepat 3. Masukan dan pengalaman bagi peneliti sendiri, sebagai calon guru dimasa yang akan datang 4. Dapat dijadikan bahan masukan bagi penelitian sejenis.