BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Taman Nasional Gunung Merapi merupakan kawasan hutan tropis pegunungan yang terletak pada gunung berapi yang masih aktif berada di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Lereng Merapi merupakan wilayah tangkapan air, penyimpan karbon, keanekaragaman hayati, sumber ilmu pengetahuan dan wisata alam. Karena fungsi ekologis tersebut, maka sekitar lereng Merapi ditetapkan sebagai taman nasional selain mengemban fungsi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Kebijakan pemerintah untuk menetapkan sebagian lereng Merapi menjadi taman naional menimbulkan permasalahan bagi masyarakat sekitar yang sejak lama menggantungkan kebutuhannya dari sumber daya alam yang ada. Alur Kali Putih di Jurang Jero merupakan zona mitigasi dan rekontruksi yang difungsikan untuk mitigasi bencana, pemeliharaan sabo dam yang berguna untuk mengendalikan sedimen pasir dari banjir lahar dingin. Dalam sebuah pengelolaan taman nasional tidak dperkenankan adanya kegiatan penambangan di lokasi manapun. Pasca erupsi Merapi tahun 2010 wilayah ini berguna sebagai pengendali bencana banjir lahar dingin bagi wilayah dibawahnya. Hingga saat ini kawasan ini menjadi perhatian stakeholder terkait terutama dalam mitigasi bencana alam dalam bentuk pembuatan sabo dam, aktivitas rekontruksi terhadap sarana mitigasi bencana alam Gunung Merapi dan pengurangan material erupsi 130
berupa pasir dan batu. Pengurangan volume pasir dan batu di alur sungai dalam rangka mitigasi bencana perlu melibatkan pemerintah daerah dan instansi terkait. Di dalam penelitian ini penulis mengulas dinamika penambangan pasir di Jurang Jero pasca erupsi 2010, saat penelitian dijumpai kegiatan penambangan pasir di Jurang Jero yang tidak sesuai dengan peruntukan zonasinya. Hingga saat ini deposit pasir dan batu di Jurang Jero telah menjadi obyek mencari nafkah masyarakat sekitar, jika tidak dikendalikan akan membahayakan para penambang dan merusak lingkungan sekitar. Kedua hal diatas menjadi landasan TNGM untuk lebih menata ataupun menertibkan penambangan pasir di alur sungai. Persoalan ini perlu mendapat penanganan serius supaya konflik yang ada tidak meluas dan segera dapat dikendalikan. Penyebab konflik penambangan pasir di Jurang Jero karena adanya perbedaan kepentingan antara kebutuhan survival masyarakat yang didorong oleh kepentingan ekonomi pihak swasta dalam eksploitasi dengan upaya konservasi alam pihak pengelola TNGM. Berdasarkan uraian di bab sebelumnya disampaikan bahwa penyebab utama mengapa konflik penambangan pasir ini terjadi karena perbedaan kepentingan antara TNGM dengan misi konservasi kawasan berbenturan dengan kepentingan survival masyarakat yang didukung kepentingan ekonomi pihak swasta. Dimanapun sering dijumpai bahwa kepentingan ini selalu berbenturan, disinilah diiperlukan sebuah resolusi konflik yang dapat membawa win-win solution. Kepentingan survival masyarakat pemanfaat pasir disebabkan karena tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan, masalah sosial ekonomi pasca erupsi 2010 dan kebutuhan masyarakat. Kepentingan 131
ekonomi pihak swasta lebih didorong oleh tingginya deposit pasir dan peluang permintaan pasir untuk pembangunan. Sedangkan kepentingan konservasi yang diusung oleh TNGM untuk melestarikan kondisi lereng Merapi kurang efektif karena aksebilitas yang mudah untuk masuk kawasan, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai taman nasional dan perlunya penegakan aturan oleh petugas. Dalam rangka mengendalikan kegiatan penambangan pasir, selama ini TNGM telah melakukan beberapa tindakan antara lain sosialisasi peraturan, patroli rutin dan terpadu yang melibatkan instansi terkait, pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat dalam bentuk masyarakat mitra polhut dan masyarakat peduli api dan pelibatan masyarakat dalam restorasi kawasan. Intervensi yang telah dilakukan kurang efektif untuk menekan tingkat penambangan pasir. Saat ini terdapat kesepakatan antara TNGM dan masyarakat pemanfaat pasir untuk dapat melakukan kegiatan di Jurang Jero dengan beberapa persyaratan. Kesepakatan yang terbentuk saat ini bagi TNGM merupakan solusi yang bersifat sementara karena jika pemanfaatan tidak dikendalikan akan menimbulkan dampak sosial dan kerusakan lingkungan. Dari sisi masyarakat mengharapkan penambangan pasir bisa terus dilakukan supaya masyarakat dapan mencukupi kebutuhan hidupnya dan tidak melakukan perusakan kawasan hutan. Alternatif penyelesaian masalah yang bisa dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di lapang dan peraturan yang ada berupa : a. Membangun ruang dialog/komunikasi antar stakeholder terkait dalam hal regulasi pemanfaatan pasir dalam rangka mitigasi ataupun pengelolaan sungai 132
di Jurang Jero yang melibatkan partisipasi masyarakat sekitar dengan cara manual dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. b. Penerapan konsep pengelolaan kolaborasi di dalam taman nasional dengan melibatkan partisipasi masyarakat sekitar dalam pemanfaatan kawasan dan menggali potensi desa guna menunjang kesejahteraan masyarakat dengan mengedepankan konservasi. Penerapan konsep kolaborasi ini dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap penambangan pasir. Salah satu bentuk pemanfaatan kawasan yang dimungkinkan adalah wisata alam yang akan membawa dampak bentuk kegiatan ekonomi turunannya didukung dengan pengembangan dan pemberdayaan potensi desa sekitar. 5.2. Saran Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Pengelolaan sebuah kawasan konservasi tidak dapat dilepaskan dari keberadaan masyarakat sekitarnya. Agenda konservasi yang diusung oleh TNGM tidak boleh terlalu dipaksakan tanpa memperhatikan sosial budaya masyarakat sekitar. Pendekatan yang bersifat represif harus mulai diubah dengan pendekatan yang lebih partisipatif. 2. Kesepakatan yang dilakukan oleh TNGM dan kelompok pemanfaat pasir harus diatur dengan regulasi karena berhubungan dengan stakeholder terkait, apabila tidak dimungkinkan diteruskan maka harus disiapkan alternatif pekerjaan lain yang bisa menggantikan penambangan pasir. 133
3. Dalam rangka pemanfaatan sumberdaya alam sebagai kesatuan ekosistem yang utuh harus dapat mengubah cara pandang tidak lagi bertumpu pada eksploitasi sumberdaya alam tetapi harus melangkah kepada pemanfaatan yang lebih peduli terhadap lingkungan seperti wisata alam. 134