BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN. Indonesia dibalik penundaan ratifikasi ini. Kesimpulan yang penulis sampaikan

Sebelum meratifikasi AATHP, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Indonesia agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang rasional.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ratifikasi Setengah Hati Undang-Undang Penanganan Bencana Asap Lintas Negara

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Hal tersebut menyebabkan negara-negara di seluruh dunia turut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia sangat bergantung pada lingkungan. Lingkungan telah

Bab IV Kesimpulan dan Saran

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

TANGGUNG JAWAB NEGARA (STATE RESPONSIBILITY) TERHADAP PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS NEGARA BERDASARKAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan suatu pondasi alam dalam menyediakan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun ini ASEAN genap berusia 47 tahun. Selama itu, telah banyak capaian-capaian yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

I. PENDAHULUAN. hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

Bidang: Politik Dalam Negeri dan Komunikasi

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber

Bab III Analisis Penentuan Responden dan Implikasi Kelembagaan atas ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

Chalengging Change : Non-Tradional Security, Democracy and Regionalism

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN. berbatasan langsung dengan Negara Laos, Kamboja, Vietnam adalah Negara yang

50 Tahun ASEAN, Menuju Episentrum Pertumbuhan Ekonomi Dunia Jumat, 11 Agustus 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

KONSEKUENSI HUKUM BAGI INDONESIA TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN ASAP LINTAS BATAS PASCA RATIFIKASI ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sudah memasuki wilayah udara negara lain (transboundary haze pollution 4 ),

Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Terorisme Internasional

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

Motivasi Indonesia Meratifikasi Perjanjian Asap Lintas Batas ASEAN Agreement on Transboandary Haze Pollution Tahun 2014

SKRIPSI. KEPENTINGAN INDONESIA DALAM PROSES RATIFIKASI ASEAN AGREEMENT on TRANSBOUNDARY HAZE POLUTTION (AATHP)

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

Forum ASEAN tentang Pekerja Migran (AFML) ke-9 Pertemuan Persiapan Tripartit Nasional

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Jurnal Panorama Hukum

PROTOKOL 3 TENTANG PROTOKOL 3 TENTANG KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTAR SUB- KAWASAN ASEAN

Keterangan Pers Presiden RI pada acara Indonesia-Australia Annual Leaders Meeting, Bogor,5 Juli 2013 Jumat, 05 Juli 2013

BAB I PENDAHULUAN. setiap pertemuan internasional. Emisi karbon menjadi sebab utama dari masalah. yang sudah berkembang menjadi bencana global.

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar


I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

PERTANGGUNGJAWABAN INDONESIA ATAS PENCEMARAN LINTAS BATAS NEGARA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

MOTIVASI INDONESIA MERATIFIKASI PERJANJIAN ASAP LINTAS BATAS ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOANDARY HAZE POLLUTION TAHUN 2014

BAB VII PENUTUP. ketertarikan terhadap isu ASEAN khususnya bidang sosial budaya. untuk mencapai tujuan bersama.

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM. Penyunting Poltak Partogi Nainggolan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada isu-isu ancaman konvensional terhadap keamanan dan kelangsungan hidup suatu negara atau perdamaian kawasan, melainkan juga mencangkup masalah dan isu-isu ligkungan. Hal ini jugalah yang merubah padangan ASEAN untuk tidak hanya melihat atau mengutamakan stabilitas politik saja namun mulai memperhatikan stabilitas kawasan. Kemunculan berbagai macam isu-isu nonkonvensional yang lintas batas negara ini menjadi tantangan besar bagi ASEAN dan negara yang terkait didalam isu tersebut untuk diselesaikan. Dari beberapa isuisu lingkungan yang sangat besar dampaknya bagi negara lain yang berbatasan langsung maupun tidak langsung dengan negara tetangganya yakni menyangkut isu Lingkungan ( kebakaran hutan ). Hutan merupakan suatu pondasi alam dalam menyediakan dan mengendalikan berbagai kebutuhan manusia, seperti udara, air dan sebagainya. Selain sebagai sumber daya alam hutan juga merupakan faktor ekonomi dilihat dari hasil-hasil yang dimilikinya. Namun, bersamaan itu pula sebagai dampak negatif atas pengelolaan hutan yang eksploitatif dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat, pada akhirnya menyisakan banyak persoalan, diantaranya tingkat kerusakan hutan yang sangat menghawatirkan. Demikian juga halnya di Indonesia, permasalahan perusakan hutan yang akibatnya tidak saja dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan tersebut tetapi juga meliputi aspek lepas batas negara, sehingga merugikan masyarakat negara lain. 94

Masalah kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia telah menimbulkan pencemaran kabut asap yang tidak saja dirasakan dalam satu negara nmun berdampak lintas batas negara ini kemudian menajdi isu regional di bidang lingkungan hidup dan perlu dicarikan pemecahannya. ASEAN sebagai sebuah rezim regional memiliki peran yang sangat besar dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya sebagai sebuah badan organisasi regional di kawasan Asia Tenggara. Melihat usia ASEAN ditahun ini genap 47 tahun, sudah tentu memiliki proses panjang dalam mengakomodir,kerjasama dalam segala bidang bagi setiap anggota ASEAN yang terdiri dari 10 negara. Untuk mengurangi berbagai dampak daripada Pencemaran Kabut Asap Lintas Batas, negara anggota ASEAN menyadari bahwa adanya kebutuhan untuk memperkuat kebijakan nasional dan strategi untuk mencegah dan mengurangi kebakaran hutan dan lahan yang berdampak terciptanya kabut dan asap. Permasalahan lingkungan mulai menjadi perhatian penting di wilayah Asia Tenggara khususnya ASEAN sejak memasuki akhir tahun 1970an. Diantara permasalahan lingkungan, fenomena kabut asap merupakan hal yang sering dibicarakan dalam setiap agenda ASEAN. kerjasama dilakukan baik dengan negara tetangga dan juga dengan ASEAN, kerjasama dengan ASEAN mengenai lingkungan hidup dimulai pada tahun 1978. Seiring berjalannya kerja sama kepala negara anggota ASEAN menyepakati sebuah kerangka kerjasama yang dikenal dengan Strategic Plan Of Action on Environment 1999-2004 (SPAE 1999-2004) kerangka kerja ini disepakati pada tahun 1997 dan 1998. Tujuan terpenting dari SPAE 1999-2004 adalah untuk menanggulangi polusi kabut asap yang memasuki lintas batas negara sebagai dampak dari kebekaran hutan yang terjadi di negara anggota ASEAN dan wilayah Asia Tenggara. Pembentukan kerjasama ini juga tidak terlepas dari bencana kebakaran hutan yang besar yang terjadi di Indonesia dan memberikan 95

dampak kabut asap yang paling besar di wilayah Asia Tenggara. Tindak lanjut dari ASEAN terhadap kerjasama di bidang lingkunga hidup, dibentuklah sebuah forum, yaitu Haze Technical Task Force (HTTF) forum ini berada di bawah naungan ASOEN (ASEAN Senior Officials on the Environment) yang dibentuk pada pertemuan ASEAN yang ke 6 di Bali pada September 1995. Setelah melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya dibentuklah perjanjian yang mengakomodir berbagai macam kerja sama dalam penanggulangan kabut asap lintas batas yaitu ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Yang pada substansinya fokus pada pencegahan, pengawasan terhadap polusi asap lintas batas negara yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan, melalui usaha nasional dan kerjasama regional dan internasional. Setiap negara dalam pihak memilik tanggung jawab masing-masing. Dalam perjanjian, sudah sepatutnya menimbulkan kekuatan yang mengikat para pihak atau pacta sun servanda. Bukan cuma menerapkan Prinsip Hukum Lingkungan seperti prinsip kedaulatan dan tanggung jawab Negara, ataupun good neighbourliness. Namun setiap negara wajib untuk mengintensifkan kerja sama, seperti pembentukan ASEAN Center, sebuah badan yang ditujukan, demi memfasilitasi para pihak dalam mengelola dampak kebakaran lahan. Sebagai konsekuensi negara yang telah meratifikasi perjanjian internasional maka akan terikat dan tunduk pada perjanjian internasional yang telah ditanda tangani. Selama materi atau substansi dalam perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Nasional. AATHP adalah rezim lingkungan yang dibentuk dari beberapa proses kesepakatan yang pada akhirnya disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN pada tahun 2002, AATHP bertujuan untuk menanggulangi masalah polusi asap lintas batas di Asia Tenggara. Akan tetapi AATHP telah terbukti sebagai rezim yang tidak efektif dalam menangani 96

masalah ini karena negara-negara anggotanya tidak melakukan aturan-aturan rezim sehingga tidak terjadi perubahan lingkungan sesuai dengan tujuan AATHP yaitu untuk menanggulangi masalah polusi asap lintas batas di Asia Tenggara. Bukti dari ketidakefektifan AATHP adalah dengan melihat catatan polusi asap lintas batas yang terjadi sejak berlakunya perjanjian yaitu pada tahun 2003 hingga tahun 2013. Polusi asap lintas batas yang terjadi adalah pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2012 dan 2013, yang meliputi hampir diseluruh negara di Asia Tenggara, tercatat bahwa Myanmar, Laos, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia dan Brunei Darussalam merupakan negara-negara yang dilanda bencana polusi asap lintas batas. Hal ini menandakan bahwa setelah disahkannya AATHP hingga saat ini, AATHP tidak mampu melakukan perubahan pada lingkungan. Menurut analisa yang dilakukan berdasarkan teori Arild Underdal adalah penyebab ketidakefektifan sebuah rezim disebabkan dari problem malignancy dan problem solving capacity yang ada pada rezim. Problem malignancy pada penelitian ini terpenuhi dua indikator yaitu asymmetry dan cumulative cleavages. Sedangkan pada problem solving capacity hanya terpenuhi satu indikator yaitu distribution of power. Keadaan ini lah yang menyebabkan AATHP menjadi efektif yaitu karena kemampuan menyelesaikan masalah yang dimiliki oleh negara-negara ASEAN tidak mempu mengatasi masalah polusi asap yang menjadi fokus AATHP. Berbeda dengan perjanjian bilateral, AATHP merupakan perjanjian regional yang bersifat multilateral maka tidak ada kewajiban untuk diratifikasi. Bila dilihat, sebenarnya ratifikasi kesepakatan tersebut lebih banyak keuntungannya daripada kerugiannya terhadap kepentingan dan kebijakan nasional Indonesia. Contohnya Indonesia dapat memanfaatkan bantuan teknis serta dana yang ada dalam menanggulangi kebakaran hutan (Pasal 20 AATHP). Dan juga, Indonesia tidak lagi dapat dituntut karena telah menjadi tanggung jawab 97

bersama negara ASEAN, meskipun munculnya polusi asap berasal dari Indonesia. (Pasal 4 dan Pasal 5 AATHP). Kepentingan Indonesia tidak meratifikasi AATHP adalah banyaknya aktor yang terlibat dalam proses pengambilan kebijakan untuk meratifikasi. Didalam konstitusi Indonesia mengatur setiap perjanjian yang melibatkan negara lain (perjanjian Internasional) yang memiliki wewenang untuk meratifikasinya adalah badan legislatif (dewan perwakilan rakyat). Kendati demikian banyaknya sub aktor lain seperti LSM, WALHI, WWF Indonesia yang terus mendesak pemerintah agar meratifikasi AATHP, karena menurut WWF Indonesia akan mendapatkan banyak keuntungan apabila meratifikasi AATHP selain itu isi yang terkandung didalam AATHP sesuai dengan visi dari WWF sendiri yaitu menanggulangi dan menghentikan kerusakan lingkungan. Faktor lainnya adalah perusahaan-perusahaan kertas di Indonesia yang sangat mempengaruhi pembuatan kebijakan tersebut dan panjangnya jalan prosedur untuk memutuskan kebijakan tersebut yang harus dihadapi oleh para pembuat keputusan. Melihat posisi ASEAN yang mengalami kelemahan dalam meralisasikan perjanjian AATHP ini, dapat dikatakan bahwa ASEAN memiliki beberapa faktor penyebab yakni pertama, ASEAN dalam penanganan pemecahan setiap persoalan yang terjadi didalam anggota-anggota ASEAN tidak bisa secara langsung menangani ataupun menyelesaikan persoalannya tersebut karena berbenturan dengan prinsip ASEAN Way atau yang kita ketahui dengan non-intervensi. Hal ini sudah barang tentu menyulitkan upaya bersama dalam penanganan konflik ataupun masalah yang terjadi seperti halnya kasus kebakaran hutan di Indonesia yang terjadi. Yang kedua yakni, kefektifan ASEAN sebagai sebua rezim tidak berjalan secara baik. Hal ini dikarena belum diratifikasinya AATHP oleh Indonesia sendiri. Ini secara lamgsung melemahkan posisi ASEAN dalam upaya penyelesaian masalah kabut 98

asap. Dan ketiga, ASEAN mengalami kendala dalam menyakinkan Indonesia untuk meratifikasi AATHP karena adanya syarat yang diajukan Indonesia belum ditanggapi oleh ASEAN yakni masalah Illegal login. Kelemahan perjanjian AATHP ini tidak berbadan hukum mengikat setiap anggota ASEAN, hal ini semakin memperjelas bahwa segala upaya dalam rezim ASEAN untuk menanggulangi masalah pencemaran kabut asap ini semakin sulit ditegaskan. Apabila ada sanksi hukum paling tidak disini mampu menekan atau mengharuskan setiap negara untuk meratifikasi perjanjian AATHP dengan demikian meminimalisir masalah kerusakan hutan dan dampak yang ditimbulkan bagi negara lain sehingga penanganan lebih lanjut permasalahan kabut asap ini bisa diselesaiakan bersama dalam forum ASEAN. Lemahnya sentralitas kepemimpinan ASEAN merupakan masalah krusial yang membuat kesulitan ASEAN dalam mewujudkan berbagai sasarannya selama ini. Kelemahan ini memperlihatkan berbedanya ASEAN dengan Uni Eropa yang harus konsisten untuk menerapkan apa yang sudah diputuskan, dengan tidak membuka jalur-jalur diplomasi bilateral dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di kawasan yang dihadapi negaranegara anggotanya, seperti masalah Laut Cina Selatan. Jika negara-negara anggota ASEAN gagal memperlihatkan sentralitasnya, atau mau selalu membuka jalur bilateral jika berhadapan dengan negara luar, terutama negara besar seperti RRC, dengan lebih mau mendengar dan mendahulukan kepentingan negara itu ketimbang kepentingan negara anggotanya, di masa depan, akan lebih banyak lagi kesepakatan bersama yang dilanggar ASEAN, seperti terhadap realisasi perdagangan bebas, mekanisme solusi masalah HAM dan sebagainya. Sebagai konsekuensinya, kondisi sentralitas kepemimpinan ASEAN harus diperbaiki dengan memperkuatnya, dengan cara memperlihatkan komitmen yang lebih kuat atas 99

berbagai kesepakatan bersama yang telah dicapai, dan melarang anggotanya untuk menggunakan jalur-jalur bilateral dalam berhadapan dengan negara luar kawasan, apalagi negara besar, yang sangat berpengaruh. Sentralitas harus diperkuat dengan memperbaiki persatuan dan kekompakan negara-negara anggota ASEAN. Persamaan senasib, kesatuan kepentingan, kebersamaan dalam menyelesaikan masalah dan menghadapi pihak luar harus dipertahankan. Hanya dengan berhasilnya ASEAN mengukuhkan kepentingan bersama (common interest) sebagai identitas bersama (common identity), sentralitas kepemimpinan, dan selanjutnya, kinerja dan capaian kemajuan ASEAN, dapat diperbaiki. 100