BAB I PENDAHULUAN. guna tercapainya masyarakat adil dan makmur serta sejahtera. 1 Sesuai dengan Pasal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Asikin Zainal, H, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat

ANALISIS YURIDIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS INBRENG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

DAFTAR PUSTAKA. BUKU-BUKU Abdurrahman, Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press, 2009.

BAB I PENDAHULUAN. pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

alam, retribusi, sumbangan, Bea dan Cukai, laba dari BUMN dan sumber golongan yang terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung; (2) pajak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. pembeli dikenakan pajak yang berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber pendapatan negara diluar sektor migas. Melalui

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

BAB III METODE PENELITIAN

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEI SUBROTO NIM. R

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, 2007, Hukum Notaris Indonesia, Rafika Aditama, Bandung.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mengembangkan usahanya, Seorang pengusaha tidak mungkin

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. atau yang biasa diucapkan oleh banyak orang sebagai Materai, sebenarnya

BAB III METODE PENELITIAN. eksistensi fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam tata

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

5. waris. 6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain. 7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. 8. penunjukkan pembeli dalam lelang. 9.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur oleh undang - undang termasuk dalam hal pengikatan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH

DAFTAR PUSTAKA. Siregar, Tampil Anshari, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik, Medan, 2005

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Pasal 18 ayat (1)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara republik Indonesia yang sedang meningkatkan pembangunan di segala bidang menuju masyarakat adil dan makmur, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi penyelenggaran pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional guna tercapainya masyarakat adil dan makmur serta sejahtera. 1 Sesuai dengan Pasal 23 huruf (a) Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. 2 Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki fungsi sosial, disamping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat 1 Iwan Mulyawan, Panduan Pelaksanaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan (Sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009), (Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2010), hal.1. 2 Imam Soebechi, Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hal. 111. 1

2 investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan yang mendapat keuntungan ekonomis dari pemilikan suatu tanah dan/atau bangunan sehingga dianggap wajar apabila diwajibkan untuk menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 3 Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang giat menyelenggarakan pembangunan tentunya membutuhkan banyak dana untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik untuk menyelenggarakan pemerintahan maupun pembangunan. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk menggali sumber penerimaan adalah pajak. Hal ini mendorong pemerintah untuk menggali sumber penerimaan dari sektor pajak, salah satunya dengan cara mengadakan jenis pajak baru. Salah satunya adalah pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang secara efektif mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 juli 1998, yang dipungut berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. 4 Sehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang bersamaan dengan terjadinya perubahan tatanan perekonomian nasional, berpengaruh terhadap perubahan perilaku perekonomian masyarakat sehingga perlu 3 Muda Markus, Perpajakan Indonesia : Suatu Pengantar, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal.444-445. 4 Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Teori & Praktek), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.vii.

3 diakomodasikan dengan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Oleh karena itu dibuatlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. 5 Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaran pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaran pemerintahan negara. Maksud dari pengertian daerah otonom ialah agar daerah yang bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri dan tidak bergantung kepada pemerintah pusat. Oleh karena itu, daerah otonom harus mempunyai kemampuan sendiri untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya, melalui sumber-sumber pendapatan yang dimiliki. 6 Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pelaksanaan pemerintahan daerah. 5 Muhammad, Rusjdi, PBB, BPHTB & Bea Meterai, (Jakarta: PT. Indeks, 2005), hal.127. 6 Adrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2008), hal. v & 17.

4 Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. Kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat dengan memperhatikan potensi daerah. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu disesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah dan aspirasi masyarakat sehingga pada tahun 2009 diundangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 7 Pada tanggal 15 September 2009 yang lalu, oleh Pemerintah Republik Indonesia telah disahkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. 8 Dalam Bab II, Bagian Ketujuh Belas, Pasal 85 - Pasal 93 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut diatur mengenai pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 huruf (k) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan bahwa salah satu jenis pajak kabupaten/kota adalah Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sehingga Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dulunya 7 Darwin, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, (Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2010), hal. 95-96. 8 Bab XVIII Pasal 185 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049.

5 ditangani oleh pemerintah pusat yang merupakan pajak pusat, sekarang ditangani sendiri oleh pemerintah kabupaten / kota dan merupakan pajak daerah. 9 Dalam pasal 1 angka (41) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. 10 Dalam Pasal 85 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dikatakan objek pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang meliputi pemindahan hak dan/atau perbuatan hukum karena pemasukan dalam Perseroan atau badan hukum lainnya (inbreng), jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah. 11 Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sangat dipengaruhi oleh ketentuan hukum yang mengatur terjadinya perolehan hak tersebut. Tanah dan 9 Iwan Mulyawan, op.cit., hal.8. 10 Heru Supriyanto, Cara Menghitung PBB, BPHTB dan Bea Meterai, (Jakarta : PT. Indeks, 2008), hal.87. 11 Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2009, (Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta, 2009), hal.340-341.

6 bangunan merupakan benda yang penting bagi manusia dan sebagai benda yang penting bagi manusia, tanah dan bangunan tersebut dapat beralih dan dialihkan oleh pemiliknya kepada pihak lain. Yang dimaksud dengan beralih adalah suatu peralihan hak yang terjadi karena seorang pemilik tanah dan/atau bangunan meninggal dunia sehingga pemilikan tanah dan/atau bangunan tersebut dengan sendirinya beralih menjadi milik para ahli warisnya. Dengan kata lain bahwa peralihan hak itu terjadi dengan tidak sengaja karena peristiwa hukum (karena adanya peristiwa hukum, yaitu meninggalnya pemilik tanah dan/atau bangunan) Sedangkan dialihkan yakni pemilikan yang dialihkan adalah suatu peralihan pemilikan tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dengan sengaja supaya pemilikan atas tanah dan/atau bangunan tersebut terlepas dari pemegangnya yang semula dan menjadi milik pihak lain. Dengan kata lain peralihan pemilikan terjadi melalui suatu perbuatan hukum tertentu, misalnya : pemasukan dalam Perseroan atau badan hukum lainnya (inbreng), jual beli, dan lain-lain. 12 Peralihan pemilikan tanah dan/atau bangunan berhubungan erat dengan ketentuan hukum untuk memberikan kepastian hak bagi pihak yang memperoleh dan mengalihkan tanah dan/atau bangunan tersebut. Hal ini ditandai oleh adanya bukti hukum sesuai dengan jenis perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan terjadinya perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut, seperti misalnya akta pemasukan ke dalam perusahaan, akta jual beli, dan akta hal.77-78. 12 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Hak-Hak atas Tanah., (Jakarta : Kencana, 2007)

7 peralihan hak lainnya. Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, perolehan hak sebagai hasil peralihan hak harus dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada kantor pertanahan setempat untuk memperoleh sertipikat hak yang merupakan bukti hak atas tanah yang membuktikan bahwa pemegang hak mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu. 13 Kebutuhan hidup manusia meliputi kebutuhan jasmani serta kebutuhan rohani, yang mana melakukan kegiatan usaha adalah salah satu bentuk konkrit pemenuhan kebutuhan tersebut. Bentuk badan usaha Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk badan usaha yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia. Menurut Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Persekutuan adalah perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu (inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Inbreng ini wajib dimasukkan pihak-pihak yang bersekutu dalam persekutuan, bisa berupa uang, barang-barang dan keahlian atau tenaga. 14 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berbunyi : Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham 13 Adrian Sutedi, Sertifikat Hak atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011).,hal.29. 14 Tri Budiyono, Hukum Dagang, (Salatiga : Griya Media, 2011), hal.36.

8 dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 15 Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 1 diatas, maka Perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal person, legal entity) memiliki modal dasar yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam akta pendirian atau anggaran dasar Perseroan. Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu, dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota Perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada Perseroan. 16 Dalam pendirian Perseroan Terbatas terdapat syarat yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni bahwa setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Berarti, pada saat para pendiri menghadap notaris untuk dibuat akta pendirian Perseroan, setiap pendiri Perseroan sudah mengambil bagian saham Perseroan. 17 Secara umum, penyetoran modal dari setiap bagian saham yang diambil bagiannya dilakukan dengan uang tunai, tetapi tidak ditutup kemungkinan penyetoran modal dalam bentuk lain, baik berupa benda atau barang, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata diterima oleh Perseroan. Hal ini dilakukan semata-mata 15 Jimmy Joses Sembiring, Legal Officer : Panduan Mengelola Perizinan, Dokumen, Haki, Ketenagakerjaan & Masalah Hukum di Perusahaan, (Jakarta : Visimedia, 2009), hal.7. 16 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.7 & 13. 17 C.S.T Kansil & Christine Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas : Menurut Undang Undang No. 40 Tahun 2007, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009), hal.7.

9 dengan tujuan untuk memberikan modal (harta kekayaan) pada Perseroan dan memisahkannya dari harta kekayaan pribadi masing-masing para pendiri Perseroan. Bentuk penyetoran modal bentuk lain, biasa disebut pemasukan barang atau pemasukan modal atau inbreng. 18 Pemasukan tanah dan/atau bangunan ke dalam Perseroan (inbreng) adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari orang pribadi kepada Perseroan. Maksud dari pengalihan hak ini adalah sebagai penyertaan modal atas saham yang diambilnya dari Perseroan tersebut, sebagai modal awal Perseroan. Pemasukan tanah dan/atau bangunan ke dalam Perseroan (inbreng) membawa konsekuensi hukum tanah dan/atau bangunan tersebut menjadi milik Perseroan tersebut. 19 Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah salah satu bagian yang sangat penting dalam proses peralihan pemilikan hak (balik nama) atas tanah dan/atau bangunan di Indonesia, karena Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan/atau notaris dilarang untuk menandatangani akta peralihan hak sebelum wajib pajak melunasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagaimana mestinya. 20 Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul Analisis Yuridis Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas Inbreng Pendirian Perseroan Terbatas. 18 Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta : Praninta Offset, 2008), hal.7. 19 Marihot Pahala Siahaan, op.cit., hal.94. 20 Marihot Pahala Siahaan, Kompilasi Peraturan Di Bidang BPHTB, Panduan Dalam Penyusunan Aturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang BPHTB, (Jakarta : Graha Ilmu, 2010), hal. vii.

10 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan pokok permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses hukum inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas? 2. Bagaimana status hukum hak atas tanah dan/atau bangunan setelah diinbrengkan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas? 3. Bagaimana pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak karena inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran atas perumusan masalah yang ada, sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses hukum inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis status hukum hak atas tanah dan/atau bangunan setelah diinbrengkan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak karena inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendiran Perseroan Terbatas.

11 D. Manfaat Penelitian Di samping tujuan penelitian di atas diharapkan juga penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah yang dikemukakan dalam tesis ini diharapkan dapat memberi masukan dan sumbang saran yang cukup berarti dalam bidang ilmu hukum dan lebih khususnya lagi adalah dalam bidang studi kenotariatan. 2. Secara praktis, penelitian tesis ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan, pemahaman dan referensi yang cukup bermanfaat guna menambah pengetahuan bagi mahasiswa kenotariatan, praktisi hukum dan masyarakat umum sebagai bahan studi maupun komparasi yang bermanfaat dan juga dapat dijadikan sebagai sarana pendukung untuk lebih menggali lagi ketentuan hukum dan proses hukum yang mengatur tentang inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas serta ketentuan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas inbreng tanah dan/atau bangunan pendirian Perseroan Terbatas. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran pustaka di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana menunjukkan bahwa penelitian dengan judul: Analisis Yuridis Pengenaan Bea

12 Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas Inbreng Pendirian Perseroan Terbatas ini belum ada yang membahasnya. Namun dalam penelusuran pustaka tersebut ditemukan beberapa penelitian karya mahasiswa yang mengangkat tentang perpajakan atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), antara lain yaitu : 1. Penelitian atas nama SHIRLEY (NIM : 067011080), dengan judul: Pelaksanaan Undang-Undang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dikaitkan dengan Tugas Notaris/PPAT dalam pembuatan Akta Hibah atas Tanah dan/atau Bangunan, dengan pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah: a. Bagaimanakah kepatuhan Notaris/PPAT terhadap pelaksanaan UU BPHTB dalam penandatanganan akta hibah tanah dan/atau bangunan? b. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan kepatuhan dan ketidakpatuhan Notaris/PPAT terhadap UU BPHTB atas hibah tanah dan/atau bangunan? c. Apakah akibat hukum dari ketidakpatuhan Notaris/PPAT terhadap UU BPHTB dalam pembuatan akta hibah atas tanah dan/atau bangunan? 2. Penelitian atas nama LINDA (NIM : 067011048), dengan judul Perlindungan Hukum terhadap Para Pihak dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah dan Bangunan Dikaitkan dengan Kewajiban Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah:

13 a. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum para pihak dalam pelaksanaan jual beli tanah dan bangunan dikaitkan dengan kewajiban pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)? b. Bagaimana peran PPAT untuk melindungi para pihak dalam pelaksanaan pembayaran dan penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap jual beli tanah dan bangunan? c. Apakah kendala yang terdapat dalam pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tersebut serta bagaimana upaya mengatasinya? 3. Penelitian atas nama AGUSTINA (NIM : 080200169), dengan judul Tinjauan Yuridis tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, dengan pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah: a. Bagaimanakah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan? b. Bagaimanakah peran pejabat-pejabat negara dalam peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta kendala-kendala yang paling sering dijumpai dalam pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tersebut?

14 c. Peralihan-peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang bagaimanakah yang menimbulkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan? Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian yang ada, khususnya dari penelitian-penelitian sebagaimana disebutkan diatas, oleh karena penelitian ini secara spesifik menitikberatkan pada pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas pemasukan modal berupa tanah dan/atau bangunan (inbreng) ke dalam pendirian Perseroan Terbatas. Berdasarkan penelusuran tersebut maka dapat dipastikan penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Menurut pendapat Sudikno Mertokusumo kata teori berasal dari kata theoria yang artinya pandangan atau wawasan, kata teori mempunyai banyak arti dan biasanya diartikan sebagai pengetahuan yang hanya ada dalam alam pikiran tanpa dihubungkan dengan kegiatan yang bersifat praktis. 21 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. 22 Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori atau landasan teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis 21 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pusaka, 2012), hal. 4. 22 JJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Penyunting M. Hisyam, 1996), hal. 203.

15 mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang dijadikan masukan eksternal dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan. 23 Sedangkan menurut H.R. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, teori berasal dari kata theoria dalam bahasa Latin yang berarti perenungan yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dalam banyak literatur beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berpikir yang tersusun secara sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataannya), juga simbolis. 24 Tugas teori hukum ialah memberikan suatu analisis tentang pengertian hukum dan tentang pengertian-pengertian lain yang dalam hubungan ini relevan, kemudian menjelaskan hubungan antara hukum dengan logika dan selanjutnya memberikan suatu filasafat ilmu dari ilmu hukum dan suatu ajaran metode untuk praktek hukum. 25 Dalam pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dikenal sistem pemungutan pajak Self Assessment System. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana wajib pajak diberi wewenang untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri besarnya pajak yang terutang atau yang harus dibayar. Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta 23 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, ( Bandung : Mandar Madju, 1994), hal. 80. 24 H.R. Otje Salman S dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2010), hal. 21. 25 B. Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, Dan Filsafat Hukum, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2007), hal. 31.

16 masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Negara hanya bertindak sebagai pengawas atas pelaksanaan undang-undang pajak. Sistem ini digunakan di Indonesia pada pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 26 Dalam penelitian ini, teori yang digunakan yang berkaitan dengan penyetoran modal (inbreng) yang dilakukan oleh pendiri Perseroan dalam bentuk lain yang tidak berupa uang tunai, yakni tanah dan/atau bangunannya adalah Teori Pemilikan Bersama (propriete collective) dari Marcel Planiol. Menurut teori ini, hak dan kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masingmasing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersamasama untuk keseluruhan. Disini dapat dikatakan, bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum. Pada fase penyetoran modal (inbreng) yang dilakukan oleh pendiri Perseroan dalam bentuk lain yang tidak berupa uang tunai, yakni tanah dan/atau bangunannya, semata-mata dilakukan dengan tujuan untuk memberikan modal (harta kekayaan) pada Perseroan dan memisahkannya dari harta kekayaan pribadi masing-masing para pendiri Perseroan. Dengan penyetoran modal (inbreng) seperti ini maka terjadi suatu pemilikan bersama dari para pendiri Perseroan atas barang-barang dan hak-hak yang telah dimasukkan sebagai modal oleh para pendiri. Modal tersebut merupakan suatu 26 Setu Setyawan, Perpajakan Indonesia (Edisi 2009), (Malang : UMM Press. 2009), hal 9-10.

17 kesatuan dan ditempatkan sebagai kekayaan Perseroan yang dipisahkan dari harta kekayaan masing-masing pendiri Perseroan. 27 2. Kerangka Konsepsi Kerangka konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsepkonsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep-konsep tersebut adalah dengan membuat definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah dan definisi bertitik tolak pada referensi. 28 Dalam penelitian tesis ini, perlu kiranya didefenisikan beberapa pengertian tentang konsep-konsep guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilahistilah tersebut dalam suatu kerangka konsep. Berikut ini diuraikan beberapa konsep / definisi / pengertian yang dijumpai dalam tesis ini dengan referensi yaitu Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas: 1. Pengertian Pajak Daerah Kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. 27 C.S.T Kansil & Christine Kansil, Modul Hukum Dagang, (Jakarta: Djambatan, 2001), hal.12. 28 Amiruddin dan H.Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 47-48

18 2. Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang terutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam konteks ini Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dimaknai sebagai pemasukan ke kas daerah sesuai undang-undang pajak. 3. Pengertian Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. 4. Pengertian Hak atas Tanah dan/atau Bangunan hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. 5. Pengertian Perseroan Terbatas badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 6. Pengertian Direksi Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud

19 dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. G. Metode Penelitian Metode (Inggris : method, Latin : methodus, Yunani : methodos meta berarti sesudah, di atas, sedangkan hodos, berarti suatu jalan, suatu cara). Mula-mula metode diartikan secara harfiah sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Metode penelitian secara harfiah menggambarkan jalan atau cara penelitian tersebut dicapai atau dibangun. 29 1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum yuridis normatif atau penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan pustaka dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum, sumber-sumber hukum, teori hukum, buku-buku, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas. 30 Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in the books) 29 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, ( Malang : Bayu Media Publishing, 2008), hal. 25 26. 30 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal. 13-14.

20 atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 31 Penelitian hukum doktrinal dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan peraturan perundangan. Peraturan tersebut dikumpulkan dengan cara mengkoleksi publikasi-publikasi dan dokumen-dokumen yang mengandung peraturan-peraturan hukum positif. Setelah bahan-bahan tersebut terkumpul, kemudian diklasifikasi secara sistematis untuk melakukan inventarisasi data sebagai bahan perpustakaan saat melakukan penelitian serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangan di Indonesia. 32 Penelitian ini bersifat preskriptif analitis, yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validalitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan normanorma hukum. Suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. 33 Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute aprroach) yang dilakukan dengan mencari dan menelaah semua peraturan perundangundangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu isu hukum harus menelusuri berbagai produk peraturan perundang-undangan. 34 Dalam hal ini dilakukan studi 31 Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009), hal. 127. 32 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hal. 81-82. 33 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal.10. 34 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2010), hal.93.

21 pustaka yang segala sesuatunya berkaitan dengan pengaturan hukum mengenai pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas inbreng pendirian Perseroan Terbatas. 2. Sumber Data Penelitian Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif maka sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, seperti: 35 a. Bahan hukum primer yaitu : bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang berupa bahan pustaka yang berisikan peraturan perundang-undangan, yang antara lain terdiri dari : 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 4. Peraturan perundangan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. b. Bahan hukum sekunder yaitu : bahan-bahan hukum yang berkaitan erat dan memberikan penjelasan bahan hukum primer yang ada dan dapat membantu untuk proses analisis seperti buku-buku yang ditulis para ahli hukum dan ahli hukum pajak mengenai hukum Perseroan Terbatas, ilmu hukum pajak, Bea 35 ibid., hal.23-24.

22 Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan lain-lain yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. c. Bahan hukum tersier yaitu : semua bahan yang memberikan petunjuk, penjelasan dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan : a. studi pustaka, yaitu menghimpun data dari hasil penelaahan bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk memperoleh data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier, dalam penelitian ini akan menggunakan alat penelitian studi dokumen/pustaka atau penelitian pustaka (library research) dengan cara mengumpulkan semua peraturan perundangan, dokumen-dokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian. 36 b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan tanya jawab dengan narasumber untuk mendapatkan informasi. Untuk menambah dan melengkapi data sekunder yang diperoleh akan dilakukan wawancara dengan informan yaitu Notaris / Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di kota Medan dan Kabupaten Langkat. 36 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal. 156-159.

23 4. Analisis Data Dalam penelitian ini bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang sebelumnya telah disusun secara sistematis kemudian akan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif. Kualitatif berarti akan dilakukan analisa data yang bertitik tolak dari penelitian terhadap asas atau prinsip sebagaimana yang diatur di dalam bahan hukum primer dan kemudian akan dibahas lebih lanjut menggunakan sarana pada bahan hukum sekunder, yang tentunya akan diupayakan pengayaan sejauh mungkin dengan didukung oleh bahan hukum tersier. Dalam hal penelitian ini menggunakan metode deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari yang umum ke yang khusus. 37 Adapun tahapan untuk menganalisa bahan-bahan hukum yang telah ada tersebut, secara sederhana dapat diuraikan dalam beberapa tahapan : 1. Tahapan pengumpulan data, yakni mengumpulkan dan memeriksa bahanbahan pustaka misalnya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti. 2. Tahapan pemilahan data, dalam tahapan ini seluruh data yang telah dikumpulkan sebelumnya akan dipilah-pilah secara sistematis dengan mempedomani konteks yang sedang diteliti, sehingga akan lebih memudahkan dalam melakukan kajian lebih lanjut terhadap permasalahan di dalam penelitian tesis ini; 37 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.105.

24 3. Tahapan analisis data dan penulisan hasil penelitian, sebagai tahapan klimaks dimana seluruh data yang telah diperoleh dan dipilah tersebut akan dianalisa dengan seksama dengan melakukan interpretasi / penafsiran yang diperlukan dengan berpedoman terhadap konsep, asas dan kaidah hukum yang dianggap relevan dan sesuai dengan tujuan utama daripada penelitian ini. Hasil penelitian kemudian akan dituangkan dalam bentuk tertulis yang diharapkan akan dapat menjawab permasalahan yang ada, sehingga hasil penelitian ini akan dapat dijadikan sebagai referensi ilmiah.