BELAJAR BERMAKNA DAVID P. AUSUBEL DI SD/MI. Nur Rahmah (Dosen Pendidikan Matematika IAIN Palopo)

dokumen-dokumen yang mirip
BILAMANA PROSES PEMBELAJARAN MENJADI BERMAKNA BAGI SISWA? SUATU TEORI BELAJAR DARI DAVID P. AUSUBEL. Fadjar Shadiq (WI PPPPTK Matematika)

Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap Pembelajaran Matematika?

DOBEL STELD MEMPERMUDAH OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Fadjar Shadiq

Pentingnya Pengetahuan Prasyarat dalam Memecahkan Masalah

PENILAIAN UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

EMPAT OBJEK LANGSUNG MATEMATIKA MENURUT GAGNE Fadjar Shadiq

HIRARKI BELAJAR: SUATU TEORI DARI GAGNE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar.

PENTINGNYA PEMECAHAN MASALAH Fadjar Shadiq, M.App.Sc (Widyaiswara PPPPTK Matematika)

HALAMAN SAMPUL DAFTAR ISI PENDAHULUAN

BAGIAN I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tugas seorang guru adalah membantu siswanya mendapatkan informasi, ide-ide, keterampilan-keterampilan,

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR SISWA Oleh: Fadjar Shadiq, M.App.Sc. (WI PPPPTK Matematika)

BAB I PENDAHULUAN. Adapun yang menjadi penyebab yaitu pembelajaran terpusat kepada guru dan

Bagaimana Mengintegrasikan Kegiatan Eksplorasi di Kelas? Belajar dari Olimpiade Matematika SD

PSIKOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Peta Kompetensi Guru Matematika SMK Non Teknik. Jenjang Dasar

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika?

Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pembuktian Tidak Langsung

Eksplorasi Matematika di SD/MI: Contohnya, Pengertiannya, dan Keunggulannya

Analisis Kesulitan Matematika Siswa SMP Negeri Di Pacitan Pada Ujian Nasional Tahun 2009/2010

ANALISIS KESULITAN REGRESI LINIER BERGANDA 3 VARIABEL

MENGAPA TIDAK MENGGUNAKAN PENBELAJARAN REALISTIK PADA PENBELAJARAN PENJUMLAHAN DUA BILANGAN BULAT?

BAB I PENDAHULUAN. penunjang keberhasilan siswa dalam belajar, baik itu kemampuan dalam. konsep yang telah diberikan oleh guru dalam kelas.

Deni Hamdani, Subanji, dan Santi Irawati Universitas Negeri Malang

DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL SERTA UPAYA MENGATASINYA MENGGUNAKAN SCAFFOLDING

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam kehidupan seseorang, keluarga maupun Bangsa dan Negara mengingat

Peran Penting Guru Matematika dalam Mencerdaskan Siswanya

PEMBELAJARAN KONSEP MATA KULIAH TRANSFORMASI GEOMETRI DENGAN RECIPROCAL TEACHING BAGI MAHASISWA

Analisis Kesalahan siswa Pada Topik Aljabar di Kelas VII.1 SMPN 3 Padangsidimpuan. Oleh: Dr. Ahmad Nizar Rangkuti, S. Si., M. Pd 1.

Analisis Kesulitan Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Soal Geometri Analitik Bidang Materi Garis Dan Lingkaran

PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG BERMAKNA

MODEL PENGAJARAN LANGSUNG DALAM MATEMATIKA

HAKIKAT PENDIDIKAN MATEMATIKA. Oleh: Nur Rahmah Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo

Bagaimana Mengajar Pembuktian?

Abstrak. Bagaimana Membangun Pengetahuan Matematika melalui Problem Solving?

ANALYSIS OF MATHEMATICS TEACHER PROBLEM IN LEARNING IMPLEMENTATION SENIOR HIGH SCHOOL

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

BELAJAR BERMAKNA AUSUBEL

PERAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR ANALITIS SISWA SMK

ANALISIS KESULITAN SISWA SMP DALAM MEMPELAJARI PERSAMAAN GARIS LURUS DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENERAPKAN ATURAN EKSPONEN

BAB I PENDAHULUAN. Padahal metode ceramah memiliki banyak kekurangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:145),

BAB I PENDAHULUAN. Mengajarkan matematika bukanlah sekedar guru menyiapkan dan

Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika di Kelas Satu dan Dua Sekolah Dasar. Oleh: Sufyani Prabawanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan

PROFIL ARTIKEL ILMIAH BUATAN GURU PADA PELATIHAN PENULISAN KARYA ILMIAH BAGI GURU-GURU DI SMP LAB SCHOOL SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya (Permana dan Utari Sumarmo, 2007: 117). Koneksi matematika harus

BERPIKIR ALJABAR MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH BERDASARKAN TAKSONOMI SOLO DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA

PENERAPAN TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION

Analisis Kesalahan Siswa Dilihat dari Skema Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika AYU ISMI HANIFAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. aspek penalarannya. Risnawati mengutip pendapat Johnson dan Rising yang. logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika.

APLIKASI TEORI BELAJAR. Oleh: Fadjar Belajar, M.App.Sc

BAB I PENDAHULUAN. dan bermutu di sekolah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.

PENERAPAN STRATEGI PROCESS-BASED PADA PENGAJARAN KOMPOSISI BAHASA MANDARIN 1

JUDUL ARTIKEL PENELITIAN (tidak lebih dari 12 kata)

Vera Mandailina Dosen Program Studi Pendidikan matematika, Universitas Muhammadiyah Mataram

Apa dan Mengapa Guru Matematika Harus Menggunakan Teknik Bertanya?

Mengatasi Kesulitan Anak dalam Pembelajaran Pecahan Menggunakan Model Konkret dan Gambar

BAB I PENDAHULUAN. 2010), hlm. 1. Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 20.

KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI ASAM BASA DI SMAN 1 PACET KELAS XI

PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. 08 D 2 x 30 menit RPP Garis bilangan Agustus a

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Mengajarkan Number Benchmarks Untuk Mendukung Perhitungan Mental Siswa Kelas 1 SD

PEMAHAMAN KONSEPTUAL SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA MATERI ALJABAR DI SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN

BAB I PENDAHULUAN. prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. matematika. Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

ANALISIS KESALAHAN PESERTA DIDIK PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS VIII MTS NEGERI SUNGAI TONANG

MEMANFAATKAN ALFAMETIKA DAN CRYPTARITHMS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA Fadjar Shadiq

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMPN 3 PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

GASING GASING (Sragen GAmpang asyik MenyenaNGkan)

Komunikasi Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika 2 Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Potensi Utama

Pengembangan Bahan Ajar Dimensi Tiga Menggunakan Pendekatan Open-Ended di Kelas VIII MTs

Meilantifa, Strategi Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu. Strategi Konflik Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu Variabel

PROSES SCAFFOLDING BERDASARKAN DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERTIDAKSAMAAN KUADRAT DENGAN MENGGUNAKAN MAPPING MATHEMATICS

PEMAHAMAN MAHASISWA FIELD DEPENDENT DALAM PEMECAHAN MASALAH PEMBUKTIAN

Tiga Hal yang Sering Ditanyakan Guru. Fadjar Shadiq, M.App.Sc & fadjarp3g.wordpress.com) Widyaiswara PPPPTK Matematika

Artikel Hasil Penelitian

ANALISIS KESULITAN MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN KASUS RANCANGAN PERCOBAAN

Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, J.PMIPA, FKIP, UNS. Alamat Korespondensi:

Petunjuk bagi Calon Penulis Jurnal Pendidikan dan Pengajaran

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Sistemik untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Mahasiswa pada Kuliah Kimia Dasar I

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama

Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena pendidikan

Transkripsi:

Volume 3 No. 1 Juni 2015 BELAJAR BERMAKNA DAVID P. AUSUBEL DI SD/MI Nur Rahmah (Dosen Pendidikan Matematika IAIN Palopo) Abstrak: Seorang siswa harus mampu mengetahui apa yang dipelajarinya. Bukan sekedar hafalan melainkan pada belajar bermakna. Teori belajar Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu belajar hafalah (rotelearning) dan belajar bermakna (meaningful-learning). Menurut anda, proses pembelajaran yang dilkukan Ani termasuk belajar hafalan (rote-learning) ataukah belajar bermakna (meaningfullearning)? Mengapa? Lalu apa pengertian belajar hafalan (rotelearning)? Apa pengertian belajar bermakna (meaningfullearning)? Kata kunci: Belajar bermakna Mengapa sebagian siswa ada yang dapat mengerjakan soal ketika ia belajar di kelas, namun ia tidak dapat mengerjakan soal itu beberapa hari kemudian? Apa hal tersebut disebabkan siswa belajar dengan cara menghafal? Perhatikan kisah Ani di bawah ini. Apa yang dapat anda katakana tentang cara belajar Ani? Apa kelemahannya? Adakah kelebihannya? Ani seorang anak kecil bertanya pada ayahnya. Bagaikan seorang guru, Ani mengajukan pertanyaan sehingga terjadi percakapan sebagai berikut: Ani (N): Bapak, dua ditambah dua ada berapa? Ayo! Bapak (B): menurut Ani? N: Bapak dulu. B: Ya..Ya.. Dua ditambah dua sama dengan empat. N: Betul. Ia berlagak seperti guru yang membenarkan jawaban siswanya. B: Tahu dari mana bahwa dua tambah dua sama dengan empat? 68

Jurnal Pendidikan IQRA N: Dari Nia. Nia tahu dari bapaknya. B: Ani percaya? N: Ya. Bapaknya Nia kan pintar. B: Kenapa dua ditambah dua sama dengan empat? N: Yak arena dua ditambah dua sama dengan empat. B: Kalau satu tambah dua? N: Ani belum tahu. B: Kenapa? N: Nia belum member tahu. Mungkin bapaknya belum mengajarinya. B: Kalau satu ditambah satu? N: Dua. B: Yang benar? N: Tiga.Tiga..Tiga B: Yang benar. Masak Tiga? N: Empat empat!lima.!tujuh tujuh Kalau begitu berapa pak? A: Ya dua. N: Tadi Ani kan sudah bilang dua. E.Bapak bohong ya. Teori belajar Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu belajar hafalah (rote-learning) dan belajar bermakna (meaningful-learning). Menurut anda, proses pembelajaran yang dilkukan Ani termasuk belajar hafalan (rote-learning) ataukah belajar bermakna (meaningful-learning)? Mengapa? Lalu apa pengertian belajar hafalan (rote-learning)? Apa pengertian belajar bermakna (meaningful-learning)? BELAJAR HAFALAN Ausubel menyatakan hal berikut sebagaiman dikutip Bell (1978) mengenai belajar hafalan (rote-learning):, if the learner s intention is to memories it verbatim, i..e..,as a series of arbitrarily related word, both the learning process and the learning outcome must necessary be rote and meaningless (p.132). Jika seorang siswa berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa mengaitkan dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya. 69

Volume 3 No. 1 Juni 2015 Contoh belajar hafalan yang paling jelas terjadi sebagaimana kisah Ani di atas, yang dapat menjawab soal penjumlahan 2 + 2 ataupun 1 + 1 dengan benar. Namun ketika ia ditanya bapaknya mengapa 2 + 2 = 4? Ia pun hanya menjawab: yak arena 2 + 2 = 4, tanpa alasan yang jelas. Artinya, Ani hanya meniru pada apa yang diucapkan teman sebayanya. Tidaklah salah jika ada orang yang lalu menyatakan bahwa Ani telah belajar dengan membeo.mengacu pada pendapat Ausubel di atas, contoh ini menunjukkan bahwa Ani hanya belajar hafalan dan belum termasuk belajar bermakna. Alasannya, ia hanya mengingat sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain, baik ketika proses pembelajaran terjadi maupun pada hasil pembelajarannya ketika ia ditanya bapaknya sehingga Ani dapat dinyatakan sebagai belajar hafalan (rote) dan belum bermakna (meaningless). Seperti halnya seekor burung beo yang dapat menirukan ucapan tertentu namun sama sekali tidak mengerti isi ucapannya tersebut, maka seperti Ani yang dapat menjawab bahwa 2 + 2 adalah 4 dengan benar namun ia sama sekali tidak tahu arti 2 + 2 dan tidak tahu juga mengapa hasilnya harus 4. Jika Ari, temannta, menyatakan 2 + 3 = 5 maka sangat besar kemungkinannya jika Nani akan mengikutinya. Cara belajar dengan membeo seperti yang telah dilakukan Nani tadi oleh David P Ausubel (Orton, 1987) disebut dengan belajar hafalan (rote learning). Salah satu kelemahan dari belajar hafalan atau belajar membeo telah ditunjukkan Nani ketika ia tidak memiliki dasar yang kokoh dan kuat untuk mengembangkan pengetahuannya tersebut. Ia tidak bisa menjawab soal baru seperti 1 + 2 maupun 2 + 1 jika belum ada yang mengajari hal tersebut. Karena itu, dapat terjadi bahwa sebagian siswa ada yang dapat mengerjakan soal ketika ia belajar di kelas, namun ia tidak dapat lagi mengerjakan soal yang sama setelah beberapa hari kemudian jika proses pembelajarannya hanya mengandalkan pada kemampuan mengingat saja seperti yang dilakukan Nani di atas. Sesuatu yang dihafal akan cepat dan mudah hilang, namun sesuatu yang dimengerti akan tertanam kuat di benak siswa. Materi dalam pembelajaran matematika bukannlah pengetahuan yang berpisah-pisah namun merupakan satu kesatuan, sehingga pengetahuan yang satu dapat terkait dengan pengetahuan yang lain. Seorang anak tidak akan mengerti penjumlahan dua bilangan jika ia tidak tahu arti dari 1 maupun 2. Ia harus tahu bahwa 1 menunjukkan banyaknya sesuatu yang tunggal seperti banyaknya kepala, mulut, lidah dan seterusnya; sedangkan 2 menunjuk pada banyaknya sesuatu yang berpasangan seperti banyaknya mata, telinga, kaki,... dan seterusnya. Sering terjadi, anak kecil salah menghitung sesuatu. Tangannya masih ada di bahu ke-4 namun ia sudah mengucapkan lima atau malah enam. Kesalahan kecil seperti ini akan berakibat pada kesalahan menjumlah dua bilangan. Hal yang lebih parah akan terjadi jika ia masih sering meloncat-loncat di saat membilang dari satu sampai sepuluh. 70

Jurnal Pendidikan IQRA BELAJAR BERMAKNA Perhatikan tiga bilangan berikut : (1) 89.107.145 (2) 54.918.071 (3) 17.081.945 Manakah bilangan yang paling mudah dan paling sulit diingat siswa? Apakah untuk dapat mengingat bilangan-bilangan di atas perlu dikaitkan dengan ha;l tertentu yang sudah dimengerti siswa? Bagaimana merancang pembelajaran matematika yang bermakna? Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan adalah; Mengapa bagi sebagian siswa di Indonesia, bilangan ketiga, yaitu 17.081.945, merupakan bilangan yang paling mudah diingat? Mengapa bilangan kedua yaitu 54.918.071 merupakan bilangan yang paling mudah diingat berikut? Mengapa bilangan pertama yaitu 89.107.145 merupakan bilangan yang paling sulit diingat atau dipelajari? Bilangan ketiga, taitu 17.081.945 merupakan bilangan yang paling mudah diingat hanya jika bilangan tersebut dikaitkan dengan tanggal kemerdekaan RI Yang jatuh pada 18 Agustus 1945 (atau 17-08-1945). Namun bilangan ketiga tersebut, yaitu 17.081.945 akan sulit diingat (dipelajari) jika bilangan itu tidak dikaitkan dengan tanggal Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Jadi, proses pembelajaran dimana kita dapat mengaitkan suatu pengetahuan yang baru (dalam hal ini bilangan 17.081.945) dengan pengetahuan yang lama (dalam hal ini 17-08- 1945, yaitu tanggal Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945) seperti itulah yang disebut dengan pembelajaran bermakna dan hasilnya diharapkan akan tersimpan lama. Misalkan saja Anda diminta membantu siswa Anda untuk mengingat bilangan kedua, yaitu 54.918.071. Anda dapat saja meminta setiap siswa untuk mengulang-ulang menyebutkan bilangan tersebut diatas sehingga mereka hafal, maka proses pembelajarannya disebut dengan belajar membeo atau belajar hafalan seperti sudah dibahas pada bagian sebelumnya. Sebagai akibatnya, bilangan tersebut akan cepat hilang jika tidak diulang0ulang lagi. Bagaimana proses menghafal bilangan kedua yaitu, 54.918.017 agar jadi bermakna? Yang perlu diperhatikan adalah adanya hubungan antara bilangan kedua dengan bilangan ketiga. Bilangan kedua bisa didapat dari bilangan ketiga namun dengan menuliskannya dengan urutan terbalik. Jdi, agar proses mengingatt bilangan kedua dapat bermakna, maka proses mengingat bilangan kedua (yang baru) harus dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, yaitu tentang 17-08-1945 akan tetapi dengan membalik urutan penulisannya menjadi 5491-80-71. Untuk bilangan pertama, yaitu 89.107.145. Bilangan ini hanya akan bermakna jika bilangan itu dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada di dlama pikiran kita. Contohnya jika bilangan itu berkait dengan nomor telepon atau nomor lain yang dapat kita kaitkan. Tugas guru adalah membantu memfasilitasi 71

Volume 3 No. 1 Juni 2015 siswa sehingga bilangan pertama tersebut dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Jika seseorang siswa tidak dapat mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka proses pembelajarannya disebut dengan belajar tidak bermakna (rote learning). Berdasar contoh di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami para siswa jika guru mampu memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna (meaningfull learning) yang telah digagas David P. Ausubel. Dari apa yang dipaparkan di atas jelaslah bahwa untuk dapat menguasai materi matematika, seorang siswa harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu. Setelah itu, siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dipunyainya. Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana yang dikutip Orton (1987:34); If I had to reduce all eduacational psychology to just one principle, I would say this : The most important singel factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly. Jelaslh, menurut Ausubel, bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran. Di samping itu, seorang guru dituntut untuk mengecek, mangingatkan kembali ataupun memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia memulai membahas kembali ataupun memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia memulai membahas topik baru, sehingga pegetahuan yang baru tersebut dapat terkait dengan pengetahuan yang lama yang lebih dikenal sebagai belajar bermakna tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan paparan di atas, maka jelaslah bahwa dalam sebuah proses pembelajarn yang berlangsung di dalam kelas, guru harus mampu mengarahkan siswanya dalam belajar,sehingga siswa tidak hanya sekedar belajar menghafal. Akan tetapi benar-benar belajar bermakna. Ilmu yang diperoleh tidak hanya sebatas hafalan melainkan pengetahuan diperoleh dengan cara-cara yang mampu difahami oleh siswa. DAFTAR PUSTAKA Bell, F.H.1978. Teaching and Learning Mathematics. Iowa: WBC. Bodner, G.M. 1986. Constwevism : A Theory Of Knowledge Journal of Chemical Education. Vol.63 no. 0873-878 Aaaahernich, R; Molenda, M; Russell, J.D. 1985. Intructional and The New Technologies of Instruction. New York : John Wiley & Sons. Cooney, T.J; Davis, E.j; Henderson, K.B. 1975. Dynamics ot Theaching Secondary School Mathematics. Boston: Houghton Miffin Company. Netin. 1990. Overview of Principles and Standars for School Mathematics.b http://www/standard.netm.org. 72

Jurnal Pendidikan IQRA Orton, A.1987. Learning Mathematics. London: Casell Educational Limited Skewp, R.R. 1989. Mathematics in The Primary School. London: Routledge Shadiq, Fadjar; Amini Nur Mustajab. Penerapan Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika di SD. Yogyakarta: PPPTK Matematika, 2011. 73