BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab V merupakan bagian akhir dari penulisan penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik (Juniarko dkk, 2012;

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 18 /PERMEN/M/2007

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bastary Pandji Indra Asdep Perumahan, Pertanahan dan Pembiayaan Infrastruktur

C. Kajian Optimalisasi Penghunian Rumah Susun Sewa

BAB I PENDAHULUAN. baik yang datang dari sesama manusia, makhluk hidup lainnya, maupun alam

BAB I PENDAHULUAN. mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah tempat tinggal tetap, baik sendiri maupun berkeluarga. Jika dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PRASARANA SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

EVALUASI PENGELOLAAN RUSUN PEKUNDEN DAN BANDARHARJO SEMARANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tinggal yang terdiri dari beberapa tempat hunian. Rumah adalah bagian yang utuh

BAB I PENDAHULUAN. hak bagi setiap orang. Karena setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN NASIONAL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PRASARANA SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman).

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014

2 dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang-undang Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

G. BIDANG PERUMAHAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Pembiayaan 1. Pembangunan Baru

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

Bappeda Provinsi Sumatera Selatan

BAB I P E N D A H U L U A N

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah mempunyai ruang lingkup dan bentuk tersendiri sesuai dengan tujuan, arah dan sifat pembahasan serta kegunaannya dalam pelaksanaan pembangunan. Secara umum ada empat ruang lingkup dan bentuk perencanaan pembangunan yang satu sama lainnya saling berkaitan. Pertama, adalah Perencanaan Makro yang analisisnya bersifat menyeluruh (agregatif) meliputi kesemua aspek dan sektor pembangunan. Kedua, adalah Perencanaan Sektoral yang mencakup hanya satu bidang atau sektor tertentu saja seperti pertanian, pendidikan, kesehatan, perindustrian, dan perdagangan dan lainlainnya. Ketiga, adalah Perencanaan Wilayah (Regional) yang mencakup ha nya untuk wilayah administratif tertentu saja, seperti provinsi, kabupaten dan kota. Keempat, adalah Perencanaan Proyek (kegiatan) yang mencakup perencanaan untuk membangun suatu proyek atau kegiatan tertentu saja seperti pembangunan sekolah, jalan, PLTA dan lain-lainnya (Sjafrizal, 2014: 69). Perumahan dan permukiman merupakan bagian dari lingkup perencanaan wilayah, hal ini terlihat dari karakteristik perencanaan wilayah yang mempertimbangkan aspek penggunaan lahan yang menjadi dasar dalam perencanaan perumahan dan permukiman, khususnya di perkotaan. Terkait dengan ini, Sjafrizal menyampaikan tentang karakteristik perencanaan pembangunan wilayah sebagai berikut : Dalam perencanaan wilayah (regional) aspek perencanaan penggunaan lahan (Land -used Planning) menjadi sangat penting. Sasaran utama dari perencanaan penggunaan lahan ini adalah untuk dapat menyesuaikan antara potensi ekonomi daerah dengan potensi dan daya dukung lahan berikut konektivitasnya atau aksesibilitasnya antar wilayah sehingga pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menjadi lebih cepat dan efisien. Disamping itu, perencanaan penggunaan lahan dimaksudkan juga untuk menjaga tingkat efisiensi penggunaan lahan terutama untuk daerah dengan lahan yang relatif sempit, tapi dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, seperti daerah perkotaan atau daerah dengan wilayah relatif kecil (Sjafrizal, 2014 : hal 81) 1

Perumahan dan permukiman merupakan aspek penting dalam analisis ekonomi wilayah dan perkotaan. Hal ini cukup beralasan karena kegiatan perumahan dan permukiman merupakan salah satu kegiatan utama dalam kegiatan ekonomi wilayah perkotaan. Disamping itu, perumahan itu sendiri juga merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat yang sangat menentukan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan sosial. Bahkan perkembangan dalam pembangunan perumahan dan permukiman tersebut juga sekaligus mencerminkan kemajuan tingkat peradaban suatu masyarakat atau bangsa (Sjafrizal, 2014 : 239) Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia dan perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan ( Jo Santoso, 2002:24-31). Pembangunan perumahan di perkotaan selalu menghadapi persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di pasar perumahan (O Sullivan, 2000:400 428). Faktor harga dalam hukum penawaran dan permintaan merupakan titik keseimbangan yang menunjukkan tingkat kuantitas tertentu (Hoag dan Hoag, 1991:76; S.Mulyo Hendaryono, 2010:1). Keseimbangan inilah yang mencerminkan tingkat kesenjangan ( backlog) perumahan, dimana permintaan rumah tidak bisa diimbangi oleh penyediaan rumah. Ketidakseimbangan dalam pasar perumahan ini menyebabkan banyak individu tidak mempunyai tempat tinggal yang layak (Downs, 2004:1 11). Hal ini dapat dilihat berdasarkan data perkembangan perumahan di Indonesia pada tahun 2014 bahwa jumlah backlog (kekurangan) perumahan adalah sebesar 7,6 juta unit (berdasarkan konsep penghunian) yang diharapkan akan menurun menjadi sebesar 5 juta unit di tahun 2019. Sementara data Backlog perumahan berdasarkan konsep kepemilikan di tahun 2014 adalah sebesar 13,5 juta unit, yang ditargetkan menjadi sebesar 6,8 juta unit di tahun 2019. Sedangkan jumlah rumah tidak layak huni di tahun 2014 sebesar 3,4 juta unit dan ditargetkan menjadi sebesar 1,9 juta unit di tahun 2019 (Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016). 2

Permasalahan utama dalam pembangunan perumahan meliputi keterjangkauan (rasio pengeluaran perumahan dengan pendapatan), kecukupan (mencakup kualitas dan kepadatan), kondisi lingkungan, dan ketersediaan (Bratt,1989:6; S.Mulyo Hendaryono, 2010:1 ). Keterjangkauan menjadi masalah utama pada sisi permintaan sedangkan ketersediaan lahan perkotaan yang semakin langka merupakan masalah utama disisi penyediaan. Permasalahan antara keterjangkauan yang rendah dengan kelangkaan lahan berimbas pada kualitas hunian. Kualitas hunian yang memadai sebagai tempat tinggal layak untuk pembinaan keluarga sesuai dengan fungsi multi aspek rumah (Jo Santoso, 2002:1 31), menjadi sangat sulit dimiliki bagi individu di perkotaan saat ini. Sehingga bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR) di perkotaan membutuhkan biaya yang cukup besar untuk memperoleh rumah yang terjangkau dan layak huni (Downs, 2004:264 274). Kebijakan penyediaan rumah untuk MBR diselenggarakan oleh sektor publik (Yudosodo, 1991:151 160; O Sullivan, 2000:400 428). Peranan pemerintah sebagai penyedia perumahan publik dianggap masih penting terutama dalam pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau. Arahan kebijakan penyediaan rumah untuk MBR dilakukan dengan pendekatan terhadap persepsi MBR terhadap rumah (Jo Santoso, 2002:41; Turner (1971) dalam Panudju (1999:9 12)). Faktor kedekatan lokasi rumah dengan aktivitas kerja atau yang memungkinkan terciptanya peluang kerja bagi MBR menjadi kriteria penting dalam penyediaannya. Menurut Bratt (1989:8 15) kebijakan perumahan untuk MBR di perkotaan diimplementasikan melalui rumah sewa murah (lowrenthousing). Rumah sewa murah di perkotaan yang menghadapi permasalahan ketersediaan lahan dapat diwujudkan melalui rumah susun atau hunian vertikal. Tipologi rumah secara prinsip ada 2 (dua) jenis yaitu : rumah horizontal dan rumah susun (vertikal). Kedua tipologi rumah dibedakan dari penggunaan luasan lahan terkait dengan kemampuan lahan untuk menampung banyaknya penghuni rumah serta efisiensi biaya infrastruktur dan fasilitas. Rasio biaya dan manfaat penyediaan infrastruktur dan fasilitas kota bagi rumah susun secara keseluruhan masih lebih efisien dibandingkan perumahan horisontal, bila 3

dibangun sesuai dengan kriteria yang ditetapkan yaitu tidak jauh dari pusat kota(o Sullivan, 2000:315). Rumah susun dapat juga dijadikan sebagai salah satu upaya dalam mengurangi kemiskinan perkotaan (Hariyono, 2007:181 212;Bappenas, 2009). Tujuan penyediaan rumah susun adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak terutama bagi MBR dengan kepastian hukum dalam pemanfaatannya serta untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang. Sehingga rumah dapat dijadikan sarana pembinaan keluarga dalam pembentukan kepribadian, watak serta pendidikan yang baik sesuai dengan harkat dan martabat manusia (UU No.20/2011). Tujuan penyediaan rumah susun untuk MBR (rumah susun sederhana) diimplementasikan melalui sistem penyelenggaraan pembangunan rumah susun sederhana beserta regulasi penyelenggaraannya. Pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sudah banyak diselenggarakan di kota-kota besar di Indonesia. Adapun umur ekonomis struktur dan fisik bangunan akan dapat dipertahankan sesuai rencana apabila konstruksi sesuai dengan persyaratan teknis dan penghunian sesuai dengan persyaratan administratif, seperti yang dipersyaratkan dalam regulasi tentang rumah susun. Implikasi dari hal itu adalah diperlukannya sistem pengelolaan yang dapat menjaga interaksi pengaturan antara pemanfaatan bangunan dan penghunian rusunawa agar tetap harmonis dan berhubungan dengan baik. Sebab bila tidak maka kemerosotan kualitas bangunan dan penghuninya akan terjadi. Kualitas hunian rusunawa dapat diamati dari kondisi fisik bangunan, unit satuan rumah susun (sarusun), dan sistem prasarana, sarana serta utilitas (PSU) yang melayani penghuni serta lingkungan rusunawa. Apabila kondisinya kurang terawat, rusak, dan PSU juga kurang berfungsi dengan baik atau lingkungan hunian menjadi lebih buruk, maka secara kualitas dinyatakan mengalami penurunan (kemerosotan). Penurunan kualitas secara terus menerus disebut dengan proses pengkumuhan atau berubah menjadi kumuh (Yudosodo, 1991:334). Dari ulasan diatas, menunjukkan pentingnya untuk menggali lebih dalam faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan kualitas hunian.agar 4

rusunawa dapat terkelola dengan baik sesuai fungsi dan tujuannya maka perlu upaya untuk menjaga/mempertahankan kelayakan sebagai hunian. 1.2 Perumusan Masalah Kota Padang memiliki 2 (dua) rumah susun sederhana sewa (rusunawa) untuk penghunian masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) kategori pekerja, yaitu: rusunawa di Kelurahan Purus Kecamatan Padang Barat dan rusunawa di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah. Namun dari banyaknya pemberitaan di media diketahui bahwa kondisi kedua rusunawa tersebut secara umum sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan penyediaan rumah susun sederhana, yaitu memberikan hunian yang layak, sehat, dan terjangkau untuk MBR. Ketidaksesuaian itu antara lain : kondisi bangunan mulai rusak, kualitas lingkungan menurun, dan penghunian tidak tertib seperti terjadi alih huni di bawah tangan, status hunian sewa tidak jelas lagi, perawatan bangunan hampir tidak ada, dan pelayanan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) kurang berfungsi. Bahwa rusunawa di Kelurahan Purus diduga kondisi bangunan mulai rusak dan tidak tepat sasaran, sebagaimana diberitakan pada salah satu media elektronik lokal : Pantauan Minangkabau News ketika berkunjung ke Rusunawa Purus Jumat (13/3) seluruh besi sudah kropos. Padahal baru diresmikan tahun 2013 lalu. Di sana sini juga terdapat kebocoran, sehingga saat hujan, hampir semua lantai banjir (Padang MinangkabauNews, 2015). Tak jauh berbeda dengan rusunawa di Kelurahan Purus, rusunawa yang berlokasi di Kelurahan Lubuk Buaya juga dinyatakan tidak efektif, sebagaimana diberitakan pada salah satu media elektronik : Kepala UPT Rusunawa Sahurman, Kamis ( 10/12) menyebutkan, dari 74 jumlah kamar yang ada di rusunawa Lubuk Buaya hanya sekitar 31 petak kamar yang saat ini diisi oleh warga. Ada sekitar 40 persen dari sejumlah warga yang menghuni menunggak uang sewa hingga 10 bulan.hal tersebut akibat banyaknya kendala yang belum teratasi saat ini. Ada beberapa hal yang menyebabkannya, diantaranya lokasinya jauh dari pusat kota. Kemudian, bangunannya masih banyak kerusakan dan masih harus diperbaiki secara keseluruhan, terangnya (harianhaluan.com, 2015). 5

Kondisi rumah susun secara fisik merupakan hasil interaksi atau hubungan antara penghuni rumah susun dan pemanfaatan unit rumah, benda dan bagian bersama serta PSU atau fasilitas yang ada lainnya. Pemanfaatan dan penghunian yang sesuai ketentuan pengaturan dapat mempertahankan kelayakan bangunan sebagai hunian atau tempat tinggal yang nyaman dan sehat. Pada proses penyelenggaraan pembangunan rumah susun sederhana, tahapan yang paling penting adalah bagaimana mengoperasionalkan rumah susun tersebut. Tahapan ini disebut sebagai tahapan manajemen operasionalisasi atau ketata-laksanaan, mencakup hal hal yang berkaitan dengan penghunian seperti kelompok sasaran, tata tertib penghunian, hak dan kewajiban, pengaturan bagian dan benda bersama, perawatan dan pemeliharaan, kelembagaan pengelola urusan administratif dan keseharian rumah susun, atau secara umum adalah yang berhubungan dengan aspek pengelolaan rumah susun sederhana (PermenperaNo.14/2007). Sehingga kondisi rumah susun terkait dengan keberhasilan pengelolaannya (Hendaryono S.Mulyo, 2010 : hal 5). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik hunian rusunawa masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kota Padang? 2. Faktor faktor apa saja yang signifikan mempengaruhi kualitas hunian rusunawa masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kota Padang? 3. Kebijakan apa yang dapat dilakukan untuk mempertahankan rusunawa sebagai hunian layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kota Padang? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik hunian rusunawa MBR di Kota Padang. 2. Menganalisis faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi kualitas hunian rusunawa MBR di Kota Padang. 3. Menyusun kebijakan dalam mempertahankan rusunawa sebagai hunian layak huni bagi MBR di Kota Padang. 6

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dapat dicapai dari studi ini adalah sebagai berikut : a) Manfaat Teoritis Dilihat dari aspek teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi bidang ilmu perencanaan pembangunan. Secara khusus, pembahasan dalam kegiatan penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi ilmiah sehingga bermanfaat bagi pengembangan ilmu baik bagi kalangan akademisi maupun masyarakat umum dalam menyelesaikan permasalahan hunian rusunawa. b) Manfaat Metodologis Temuan-temuan dari kegiatan penelitian ini nantinya diharapkan akan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan pendekatan yang aplikatif terhadap masalah penurunan kualitas hunian rusunawa MBR di Kota Padang. c) Manfaat Kebijakan Hasil dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah dalam upaya menangani permasalahan hunian rusunawa. Diharapkan implikasi kebijakan yang dihasilkan dari penelitian ini dapat menyelesaikan objek permasalahan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah Wilayah kajian yang akan menjadi fokus penelitian adalah meliputi rusunawa MBR di Kota Padang yaitu rusunawa di Kelurahan Purus, Kecamatan Padang Barat dan rusunawa di Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang. 1.5.2 Ruang Lingkup Substansi Ruang lingkup substansi merupakan pembatasan materi pembahasan yang menjaga koridor pokok pembahasan. Dalam penelitian ini ruang lingkup substansi dikemukakan berdasarkan tujuan penelitian yang dibatasi pada : 7

1. Memberikan gambaran tentang karakteristik hunian rusunawa MBR di Kota Padang baik dari aspek fisik dan non fisik hunian. Materi dalam pembahasan ini adalah mengidentifikasi dan menggambarkan secara detail kondisi eksisting hunian rusunawa mulai dari aspek fisik berupa kondisi fisik bangunan, lingkungan, sarana prasarana, dan aspek non fisik seperti kondisi penghunian, tarif sewa, pengelolaan rusunawa dan regulasi yang mengatur operasional pengelolaan rusunawa. 2. Melakukan analisis faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi kualitas hunian rusunawa MBR di Kota Padang. Materi dalam pembahasan ini mencakup uji hipotesis penelitian (model persamaan matematis) dengan menggunakan analisis regresi logistic (Logistic Regression Model). 3. Melakukan pembahasan mengenai kebijakan yang dapat diambil dalam upaya mewujudkan rusunawa sebagai hunian layak huni bagi MBR, meliputi ; pendekatan menyeluruh, alternatif solusi bagi permasalahan penurunan kualitas hunian rusunawa MBR di Kota Padang. 1.6 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini penulis akan mengemukakan beberapa pokok pikiran yang melandasi perwujudan penelitian secara keseluruhan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang konsep hunian vertikal, definisi perumahan, dan peraturan serta kebijakan yang berkaitan dengan rusunawa. Bab ini juga berisi studi literatur terhadap penelitian terdahulu terkait hunian rusunawa. Selanjutnya juga berisi kerangka pemikiran penulis dalam penelitian ini dan hipotesis penulis. 8

BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian berisikan tentang daerah penelitian, data dan sumber data, metode analisis data, dan definisi operasional variabel. BAB IV GAMBARAN UMUM PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Berisikan tentang gambaran umum perumahan dan permukiman Kota Padang. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berisikan tentang gambaran deskriptif mengenai kondisi hunian rusunawa. Bab ini juga berisi hasil dari analisis regresi logistik yaitu hasil estimasi dan interpretasi dari model. Dari hasil analisis deskriptif dan analisis regresi logistik diperoleh implikasi kebijakan yang berkaitan dengan hasil penelitian. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. 9

10