BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen, pemasok, dan aliansi serta pengaruh ketiganya dalam meningkatkan efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan eksternal adalah dinamisme (jumlah dan kecepatan perubahan lingkungan), munificence (kelangkaan atau kelimpahan sumber daya yang diperlukan untuk perusahaan), kompleksitas (peraturan, persaingan, internasionalisasi, teknologi) dan karakteristik industri. Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar kendali perusahaan. Menurut Tjondrokusumo (2013), perubahaan yang terjadi dalam lingkungan eksternal di era globalisasi ini sangat cepat sehingga menuntut setiap pelaku bisnis untuk selalu memperhatikan dan menanggapi perubahan di lingkungannya. Itu dikerenakan lingkungan perusahaan juga sangat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan. Faktor eksternal dapat memberi peluang dan ancaman bagi perusahaan. Menurut Wulandari (2009), semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mengelola lingkungan eksternal, maka perusahaan semakin proaktif dalam mencari peluang-peluang baru, akan lebih inovatif dan kreatif daripada pesaingnya, 1
merespon perubahan yang terjadi pada lingkungan dengan baik, berani mengambil resiko dan memiliki otoritas untuk menjalankan keputusan perusahaan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam mengelola lingkungan eksternalnya, semakin tinggi pula orientasi wirausaha yang dimiliki perusahaan. Analisis lingkungan eksternal sangat diperlukan perusahaan. Pemahaman lingkungan eksternal yang baik dan penggunaan strategi yang tepat akan membantu perusahaan dalam mengantisipasi dan melakukan mitigasi perubahan lingkungan eksternal yang berdampak negatif terhadap perusahaan. Selain itu, pemahaman yang baik tentang lingkungan eksternal dapat memberikan kemampuan memanfaatkan perubahan lingkungan eksternal menjadi keuntungan untuk perusahaan. Ketatnya persaingan dan terjadinya perubahan lingkungan ekternal diakibatkan oleh pesatnya teknologi di era globalisasi ekonomi. Perusahaan harus mengikuti perkembangan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap fasilitas produksi, semakin singkatnya daur hidup produk, dan semakin rendahnya keuntungan yang didapat oleh perusahaan. Perubahan lingkungan bisnis terjadi setiap saat dan dapat terjadi juga dalam bisnis bidang agribisnis sektor peternakan maupun sektor pertanian. Salah satu sub sektor pertanian adalah peternakan yang berperan dalam mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan. Perubahan lingkungan eksternal bisnis di bidang peternakan dapat berubah setiap saat. 2
Dalam bisnis penggemukan sapi potong, faktor eksternal perusahaan yang terkait adalah perkembangan peternakan sapi, pengaruh kebijakan pemerintah terhadap bisnis peternakan, potensi peternakan, dan teknologi. 1.1.1 Perkembangan Peternakan Sapi Ternak potong merupakan salah satu penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat (Sudarmono, 2008). Ternak sapi potong sebagai salah satu sumber protein berupa daging dan produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh produksi daging yang masih rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan volume produksi daging masih rendah antara lain populasi dan produksi rendah (Sugeng, 2007). Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Namun, produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Suryana, 2009). Kondisi peternakan sapi potong saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan lokal karena pertambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional sehingga terjadi impor sapi potong bakalan dan daging (Siregar, 2012). Pemerintah memperkirakan kebutuhan sapi potong dan daging yang tinggi membuka peluang untuk membuka usaha peternakan seperti industri penggemukan sapi potong sebagai salah satu pelaku produksi sapi potong. Berikut ini jumlah 3
populasi sapi potong di Indonesia tahun 2012-2016 menurut Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehan Hewan (2016): Tabel 1.1 Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2012-2016 4
Secara umum, perkembangan populasi sapi potong menurut provinsi di Indonesia baik di Jawa maupun luar Jawa selama periode 2015 sampai 2016 yang disajikan pada Tabel 1.1 mengalami pertumbuhan populasi sebesar 4,36%. Jawa Timur menempati posisi pertama untuk banyaknya jumlah ternak sapi potong sebesar 4.534.460 ekor. Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan populasi paling banyak sebesar 11,34%. Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah yang yang berada di Jawa Timur. Kabupaten Blitar merupakan daerah yang berbasis pertanian. Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang berperan dalam mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan, khususnya pangan yang berasal dari hewan. Populasi sapi potong di kabupaten Blitar menempati urutan kedua setelah populasi unggas berada diposisi pertama (BPS,2013). Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap sensus pertanian 2013, jumlah usaha pertanian sebanyak 208.872 dikelola oleh rumah tangga, sebanyak 32 dikelola oleh perusahaan pertanian berbadan hukum dan sebanyak 1 dikelola oleh selain rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum. Jumlah usaha ini mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2003 yaitu sebanyak 251.910 jenis usaha yang dikelola oleh rumah tangga (BPS,2013). 1.1.2 Kebijakan Pemerintah Pemerintah beroperasi ditingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Pemerintah membuat kebijakan untuk menetapkan aturan tingkah laku masyarakat dan organisasi. Bisnis modern harus dapat menghadapi sejumlah regulasi yang kompleks. Kebijakan atau peraturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah akan 5
memiliki dampak positif maupun negatif terhadap suatu usaha atau bisnis yang sedang dijalankan. Pengembangan peternakan sapi potong dilakukan dengan pemerintah, masyarakat, dan swasta. Pemerintah menetapkan aturan main, memfasilitasi serta mengawasi aliran dan ketersediaan produk, baik jumlah maupun mutunya agar memenuhi persyaratan halal, aman, bergizi dan sehat. Swasta dan masyarakat berperan dalam mewujudkan kecukupan produk peternakan melalui kegiatan produksi, impor, pengolahan, pemasaran, dan distribusi produk sapi potong (Mayulu, 2009). Keberhasilan pengembangan usaha sapi potong bergantung pada dukungan dan kerja sama berbagai pihak secara lintas sektoral. Kebijakan pemerintah kabupaten Blitar untuk menyediakan infrstruktur pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan yang memadai dalam rangka peningkatan produksi dan pemasaraan produk, kebijakan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: a. Pengembangan usaha peternakan (sapi perah, sapi potong, kambing, dan ayam/perunggasan). b. Pembangunan dan pengembangan Pasar Hewan secara terpadu. Kerjasama dengan investor untuk pengembangan kawasan integrasi antara peternakan dan perkebunan. Peternakan sapi perah dengan sistem plasma-inti (RPJMD Kabupaten Blitar, 2016). 1.1.3 Potensi Peternakan Sumber daya peternakan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan berpotensi untuk dikembangkan guna meningkatkan dinamika 6
ekonomi. Potensi usaha di bidang peternakan sangat memiliki peluang yang sangat tinggi. Menurut Suyana (2009), daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, dan sampai saat ini Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan sehingga sebagian masih harus impor. Kondisi tersebut mengisyaratkan suatu peluang untuk mengembangkan usaha budidaya ternak terutama sapi potong. Kenaikan harga daging sapi yang terjadi saat ini sebagai dampak dari ketidakseimbangan antara kuota produksi dan tingginya permintaan masyarakat terhadap daging sapi. Terdapat sejumlah hambatan distribusi/transportasi sapi dari sentra produksi ke konsumen, baik menyangkut persoalan transportasi kapal antar pulau maupun transportasi darat ikut memicu kenaikan harga daging sapi. Konsekuensinya Indonesia harus melakukan impor daging sapi. Impor daging sapi awalnya hanya untuk memenuhi segmen pasar tertentu, namun kini telah memasuki segmen supermarket dan pasar tradisional. Hal ini dapat dilihat dari terus meningkatnya permintaan pasar akan daging sapi sehingga juga berimbas pada meningkatnya permintaan sapi potong. Tingginya permintaan sapi potong membuka peluang besar bisnis penggemukkan sapi potong. Selain permintaan yang tinggi, Menurut Wimaruta (2002), risiko relatif yang kecil dan waktu relatif singkat sangat menguntungkan usaha penggemukan sapi potong. Dimana risiko kematian sapi relatif kecil yaitu tingkat mortalitasnya hampir 0%. Rajab (2013) menyatakan bahwa potensi wilayah yang mendukung serta ketersediaan bahan baku pakan dan sumber daya manusia memungkinkan pengembangan sapi potong berbasis sumber daya lokal di wilayah tersebut. Dilihat 7
dari potensi sumber daya alamnya, Kabupaten Blitar adalah daerah yang bercorak agraris, sebagian penduduknya tinggal di pedesaan yang mengandalkan kehidupannya pada sektor pertanian yang termasuk diantaranya usaha peternakan. Dengan keunggulan komparatif sebagai daerah agraris penghasil komoditas peternakan, maka pembangunan pertanian sub sektor peternakan perlu diletakkan sebagai prioritas dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi daerah mengingat pula dominasi sub sektor peternakan dalam pembentukan angka PDRB (LAKIP Dinas Peternakan, 2014). Sumber daya alam yang dimiliki kabupaten Blitar sangat mendukung adanya industri peternakan. Masih melimpahnya pakan hijauan yang sangat diperlukan dalan bisnis penggemukan sapi. Selain itu, masih banyaknya sawah yang merupakan potensi untuk menjual pupuk kandang hasil sampingan dari bisnis penggemukan sapi potong. 1.1.4 Teknologi Perkembangan teknologi sangat berpengaruh terhadap daya saing perusahaan. Perkembangan teknologi yang terjadi sebaiknya terus mendapatkan perhatian sehingga perusahaan juga tidak ketinggalan dengan perusahaan lainnya. Setiap perusahaan pasti menggunakan teknologi walaupun bentuknya tidak selalu berupa hardware namun software seperti kontrol kualitas. Usaha sapi potong di Indonesia sebagian besar masih merupakan usaha peternakan rakyat yang dipelihara secara tradisional bersama tanaman pangan. Selain itu, banyak yang masih beranggapan bahwa peternakan merupakan usaha sampingan bahkan ada yang menganggap tabungan bagi sebagian masyarakat. 8
Menurut Widiyaningrum (2005), ciri-ciri pemeliharaan dengan pola tradisional yaitu: kandang dekat dengan rumah dan produktivitas rendah. Pembangunan peternakan terutama dalam pengembangan penggemukan sapi potong perlu dilakukan melalui pendekatan usaha yang berkelanjutan, modern, dan profesional dengan memanfaatkan inovasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi usaha. 1.2 Lingkungan Intenal Lingkungan internal didefinisikan sebagai dinamika hubungan yang memiliki peran moderating dan mediating dalam komponen organisasi seperti budaya, startegi, kepemimpinan, proses pengambilan keputusan, struktur, dan sumber daya. Selain berhadapan dengan lingkungan eksternal, perusahaan juga harus mampu mengelola lingkungan internalnya. Setiap perusahaan memiliki lingkungan internal masing-masing. Kelemahan dan kekuatan perusahaan akan muncul dari lingkungan internal. Menurut Wulandari (2009), sumber daya keuangan, sumber daya manusia, dan sumber daya fisik perusahaan dapat digunakan untuk menilai kekuatan dan kelemahan manajemen dan struktur organisasi perusahaan. Dengan melakukan analisis lingkungan internalnya, maka perusahaan dapat membandingkan keberhasilan masa lalu perusahaan dengan kemampuan saat ini guna mengidentifikasi kemampuan masa depan perusahaan. Menurut Nilasari (2014), Lingkungan internal dibagi menjadi 3 kategori yaitu: 9
a. Kompetensi Biasa Kompetensi biasa disebut sebagai kemampuan sebuah perusahaan dalam melakukan hal-hal yang dapat dilakukan perusahaan. Kompetensi meliputi: 1. Adakah posisi khusus yang dimiliki perusahaan dalam sebuah industri, 2. Mengembangkan sumber daya meliputi ketrampilan, dan cara produksi, 3. Apakah perlu untuk bertahan dalam sebuah industri, 4. Memiliki kompetensi untuk dikembangkan. b. Kompetensi Inti Kompetensi inti merupakan kompetensi khusus yang dimiliki perusahaan. Selain itu dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam mengembangkan kompetensi dan sumber daya yang lebih efektif dibandingkan pesaingnya. c. Sumber Daya Sumber daya merupakan input yang dipekerjakan dalam aktivitas organisasi. Sumber daya yang dimiliki perusahaan sangat beragam. Dalam bisnis penggemukan sapi secara tradisional memiliki kekurangan yang muncul dari lingkungan internal adalah kurang baiknya manajemen dalam penggemukan sapi potong sedangkan kelebihan yang dimiliki adalah adanya lahan yang tidak digunakan. Selain itu, sulitnya mendapat sapi bakalan yang sesuai dengan standar perusahaan. Hal ini sangat terkait dengan bisnis pembibitan sapi, sulitnya mendapatkan bakalan karena memerlukan waktu yang lama sehingga banyaknya peternak yang enggan terjun ke bisnis ini. Masalah lain yang dihadapi adalah manajemen sumber daya manusia, manajemen operasi, manajemen keuangan, dan strategi pemasaran yang kurang baik. Belum adanya penggunaan 10
teknologi juga dapat menurunkan produksi yang berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh. 1.3 Rumusan Masalah Perternakan yang diterapkan peternak secara umum membutuhkan waktu yang lebih lama dan kurang efisien. Dengan luas tanah seluas 10.000 m 2 yang dimiliki CV. Melati memperlukan rencana bisnis yang baik untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan sekaligus meminimalkan dampak negatif lingkungan yang mungkin timbul dan mengoptimalisasi waktu yang dibutuhkan. 1.4 Pertanyaan Penelitian Rencana bisnis seperti apa yang harus dilakukan oleh CV. Melati untuk transformasi usaha penggemukan sapi potong dari skala rumah tangga menjadi skala industri? 1.5 Tujuan Penelitian Rencana pengembangan bisnis penggemukan sapi potong skala rumah tangga menjadi skala industri ini disusun untuk memberikan gambaran tentang kelayakan usaha, faktor yang mempengaruhi dan dampaknya terhadap bisnis. Rencana bisnis ini disusun untuk perusahaan sebagai acuan untuk pelaksanaan bisnis dalam 5 tahun ke depan hingga tahun 2021. Selain itu, rencana bisnis ini juga bertujuan sebagai tugas akhir dalam menempuh studi di program Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian perencanaan bisnis ini adalah: 11
a. Bagi entrepreuner, dapat menjadi acuan dalam menjalankan pengembangan usaha penggemukan sapi potong. b. Akademisi, dapat memberikan gambaran model rencana pengembangan usaha penggemukan sapi potong. 1.7 Sistematika Penelitian Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi 5 bab yang terdiri dari Pendahuluan, Landasan Teori, Metode Penelitian, Analisis Data, Stretegi dan Rencana, dan Rencana Aksi. Bab I menjelaskan tentang latar belakang dibuatnya penelitian peternakan sapi potong baik dari segi lingkungan eksternal perusahaan dan lingkungan internal perusahaan, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian yang mendorong penulis untuk penelitian ini. Bab II membahas beberapa teori yang mendukung atau yang terkait dengan penelitian ini. Bab III menjelaskan metode penelitian yang terdiri dari level analisis, sumber data, metode pengumpulan data serta teknik data yang digunakan. Bab IV menjelaskan tentang hasil analisis yang didapat dari penelitian yang dilakukan, menjelaskan tentang Strategi dan Rencana bisnis dalam menjalankan bisnis penggemukan sapi potong. Bab V menjelaskan tentang perencanaan waktu dan pengukuran kinerja untuk bisnis yang akan dijalankan. 12