BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. jiwa menjadi masalah yang serius dan memprihatinkan, penyebab masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang. yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. emosi, pikiran, perilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, politik dan budaya serta bidang-bidang lain

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. lansia. Semua individu mengikuti pola perkemban gan dengan pasti. Setiap masa

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB I PENDAHULUAN. menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di zaman global seperti sekarang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa (Nurdwiyanti,2008),

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun. komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan besar karena komunikasi 1. Oleh sebab itu komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

Rakhma Nora Ika Susiana *) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stuard & Sudeen (1998) mengatakan bahwa gangguan jiwa merupakan suatu penyimpangan proses pikir, alam perasaan, dan perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang disebabkan oleh gangguan pada fungsi sosial, psikologis, genetik, fisik/kimia, atau biologis. Mereka yang menderita gangguan jiwa mengalami distress, yaitu suatu perasaan tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri dan disabilitas atau ketidakmampuan mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Townsend (1998) mengatakan bahwa ketidakmampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan sosialnya dapat mempengaruhi gangguan jiwa seseorang sehingga ia akan cenderung untuk menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif atau mengancam. Kelainan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam suatu kuantitas yang tidak

2 cukup atau berlebih atau kualitas interaksi sosial yang tidak efektif (Townsend,1998). Data terbaru dari WHO dalam Jurnas (2014), mengungkapkan bahwa pasien skizofrenia di Indonesia sebesar satu persen atau diperkirakan ada sekitar 2.6 juta orang. Namun, angka ini bisa bertambah mengingat kebanyakan mereka yang mengalami skizofrenia adalah usia produktif. Saat ini lebih dari 450 juta penduduk dunia hidup dengan gangguan jiwa. Di Indonesia, Data Riskesdas tahun 2013, menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1.7 per mil atau 1-2 orang dari 1.000 warga di Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa berat terbanyak di D.I. Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Prevalensi gangguan emosional pada penduduk Indonesia 6.0 persen. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Penelitian Wihastuti, dkk (2013), di RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, diperoleh data pasien menarik diri pada tahun 2009 sebanyak 43 jiwa, sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 208 jiwa. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada tahun 2013, jumlah pasien menarik diri sebanyak 50.2% dari seluruh jumlah klien yang

3 dirawat. Penelitian yang dilakukan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, pasien menarik diri pada tahun 2011 sebanyak 524 jiwa sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 823 jiwa. Berdasarkan data dari Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2011, jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2011 di kota Palu mencapai 312 kunjungan, mengalami penurunan dibanding tahun 2010 yang mencapai 945 kunjungan. Di Rumah Sakit Daerah Madani Palu pada tahun 2011 sebanyak 111 kunjungan. Penelitian Hatfield dalam Pasaribu (2010) menunjukkan bahwa sekitar 72% pasien gangguan jiwa yang mengalami isolasi sosial dan 64% tidak mampu memelihara diri sendiri. Umumnya keterampilan sosial pasien buruk, yang disebabkan onset dini penyakitnya. Untuk meningkatkan keterampilan sosial, penderita perlu mendapatkan pelatihan (seperti terapi aktivitas kelompok) atau memberi respon terhadap suatu masalah atau situasi tertentu melalui komunikasi teraupetik. Agar pasien menarik diri dapat bersosialisasi kembali, diperlukan kemampuan dasar yang dibutuhkan dalam bersosialisasi yaitu kemampuan berkomunikasi secara verbal. Padahal di sisi lain, dampak perilaku menarik diri akan menghambat kemampuan komunikasi verbal dari individu karena individu tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan. Oleh karena itu, perilaku menarik diri memerlukan penanganan yang tepat, agar perilaku tersebut tidak

4 berdampak pada penurunan atau bahkan hilangnya kemampuan komunikasi verbal pasien menarik diri (Keliat, 2005). Keliat, 2005 mengungkapkan bahwa TAKS merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah hubungan sosial dengan berupaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi yang bertujuan untuk meningkat hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan target asuhan. Di dalam kelompok tersebut akan terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku yang maladaptif. Dari hasil studi pendahuluan pada bulan April berdasarkan informasi dari salah seorang perawat tentang Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) di Rumah Sakit Daerah Madani Palu, ditemukan bahwa meskipun klien menarik diri telah diberikan aktivitas kelompok sosialisasi namun klien masih mengalami kesulitan berkomunikasi secara verbal dengan teman-temannya. Selain itu, di Rumah Sakit Daerah Madani TAKS dilakukan pada semua klien gangguan jiwa tidak spesifik pada masing-masing diagnosa klien dan dilaksanakan 2 kali dalam seminggu. Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi

5 aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi verbal klien menarik diri di Rumah Sakit Daerah Madani, Palu, Sulawesi Tengah. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah adakah pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi verbal klien menarik diri di Rumah Sakit Daerah Madani Palu? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi verbal klien menarik diri di Rumah Sakit Daerah Madani Palu. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1. Mengkaji kemampuan komunikasi verbal sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. 1.3.2.2. Mengkaji kemampuan komunikasi verbal setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. 1.3.2.3. Menganalisa pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi verbal klien menarik diri.

6 1.3.2.4. Menganalisa korelasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi verbal klien menarik diri. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi peneliti sendiri Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang keperawatan jiwa serta pengalaman dalam mempersiapkan, melaksanakan proses penelitian dan penulisan skripsi. Dapat mengaplikasikan pengetahuan keperawatan jiwa yang didapatkan selama proses pembelajaran. 1.4.2. Institusi pendidikan keperawatan Sebagai bahan masukan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan jiwa, sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan jiwa selanjutnya. 1.4.3. Pelayanan kesehatan Sebagai informasi tambahan bagi perawat atau petugas kesehatan lainnya tentang pentingnya terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi verbal klien menarik diri di Rumah Sakit Jiwa.

7 1.4.4. Peneliti selanjutnya Sebagai bahan informasi dan data tambahan bagi mahasiswa yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan ruang lingkup yang sama.