BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan SDM (Sumber Daya Manusia)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan unsur- unsur manusiawi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Merujuk kepada hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

*keperluan Korespondensi, HP: , ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia juga akan menjadi baik. Pendidikan juga merupakan aspek

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan suatu lembaga yang didesain khusus untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembentukan

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

tingkatan yakni C1, C2, C3 yang termasuk dalam Lower Order Thinking dan C4, C5, C6 termasuk dalam Higher Order Thinking Skills.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sorotan yaitu pada sektor pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan salah satu bidang IPA yang menyediakan berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan. keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran utama pendidikan di SD adalah memberikan bekal secara maksimal tiga kemampuan dasar yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini telah melahirkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

Suherman Guru Fisika SMA Negeri 1 Stabat dan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. sehingga materi yang disampaikan oleh guru kurang diserap oleh siswa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipelajari siswa sehingga pembelajaran matematika mempunyai. dituntut mempunyai konsentrasi, ketelitian, dan keterampilan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan membutuhkan waktu yang relatif panjang. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad ( student teams achievement divisions)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu (curiosity) siswa, proses uji coba (trial and error), analisa konsep

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail dinyatakan bahwa siswa yang masuk pendidikan menengah, hampir 40 persen putus sekolah. Bahkan yang lain pun banyak yang gagal, baik yang benar benar gagal maupun gagal secara terselubung. Mereka menyelesaikan pendidikan hanya karena sudah sepakat agar naik kelas dan lulus dari sekolah tanpa memperdulikan apakah memperoleh ilmu atau tidak. Dengan kata lain, lulus tanpa mempertimbangkan kemampuan dan ketrampilan siswa pada suatu jenjang pendidikan tertentu. Pada masa sekarang, mutu pendidikan di Indonesia banyak menuai kritik, khususnya berhubungan dengan masalah sikap dan kepribadian siswa yang tidak menggambarkan budaya bangsa dan kepribadian yang berpendidikan. Hal ini khususnya berhubungan dengan masalah kedisiplinan, moral, etika, kreativitas dan kemandirian yang tidak mencerminkan tingkat kualitas yang diharapkan oleh masyarakat. Semangat kerjasama, disiplin, gotong-royong, demokrasi dan kerja keras yang merupakan budaya nenek moyang bangsa Indonesia sudah mulai terkikis seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Selain itu, salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses pembelajaran. Sejauh ini, pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta fakta yang harus dihafal. Suasana kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan dan ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar ( Nurhadi: 2004 ). 1

Hal ini tidak terlepas dari proses pembelajaran fisika yang masih konvensional terjadi disekolah. Selain itu pembelajaran fisika masih menekankan pada faktor kognitif dan tidak mempertimbangkan faktor psikomotorik dan afektif siswa. Proses pembelajaran fisika yang cenderung dilakukan dan disampaikan oleh guru di kelas dengan cara berdongeng. Dalam hal ini guru menyajikan pelajaran fisika dengan cara bercerita dan menggambar. Sebagai contohnya, untuk menjelaskan pengaruh percepatan gravitasi terhadap kecepatan benda dalam gerak jatuh bebas, guru cenderung menggambar sebuah bola sebagai benda dan sebuah garis sebagai tanah ( titik acuan ) daripada melakukan demonstrasi atau percobaan yang menunjukkan gerak dan kecepatan bola dalam gerak jatuh bebas. Ini sesuai dengan defenisi dongeng yang sebenarnya yaitu cerita sederhana yang tidak benar benar terjadi dan biasanya dibuat dengan gambar agar lebih menarik. Proses pembelajaran yang konvensional menyebabkan pembelajaran fisika menjadi salah satu pelajaran yang tidak disukai dan bahkan membosankan bagi siswa. Berdasarkan pengalaman yang terjadi di sekolah, mendengar kata pelajaran Fisika saja siswa sudah mengeluh. Hal ini terjadi karena ketika berada di dalam kelas pembelajaran fisika dialami siswa adalah : Teori fisika yang susah untuk dimengerti dan dipahami Rumusnya yang terlalu banyak Hitungannya yang sulit Soalnya yang aneh Hal hal ini terus berkembang di pikiran siswa sehingga menyebabkan motivasi dan keinginan siswa untuk belajar fisika menjadi kurang dan fisika menjadi pelajaran yang membosankan. 2

Penerapan proses pembelajaran fisika yang konvensional juga masih terjadi di SMA Negeri 1 Stabat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dra. Eriati dan Drs. Syahril sebagai guru fisika dan ketua MGMP di SMA Negeri 1 Stabat, guru masih cenderung melakukan pengajaran yang hanya menekankan konsep konsep yang berupa teori dan hapalan sehingga membuat siswa sulit dalam memahami pelajaran. Hal ini juga semakin rumit ketika guru hanya memberikan rumus dan hitungan matematika yang rumit sehingga membuat pembelajaran fisika menjadi membosankan. Adanya berbagai aktivitas yang padat menimbulkan kemauan guru dalam mengembangkan pembelajaran fisika yang menyenangkan serta menerapkan model pembelajaran yang berpusat pada siswa masih kurang. Guru masih cenderung menggunakan model pembelajaran langsung berupa : ceramah dan diskusi daripada menerapkan model model pembelajaran yang melibatkan siswa/i dalam proses pembelajaran melalui kegiatan percobaan atau eksperimen. Bentuk tes hasil belajar yang diujikan pada siswa, sebagian besar masih mengarah pada penyelesaian soal yang menggunakan rumus dan hitungan matematika serta masih belum menggunakan tingkatan taksonomi bloom yang sesuai. Pada proses praktikum yang dilaksanakan, guru kurang mempersiapkan proses praktikum yang baik dan belum menggunakan Lembar Kerja Siswa dan lembar penilaian kinerja yang sesuai. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru mata pelajaran, beberapa kelemahan yang terjadi selama proses praktikum yang dilaksanakan adalah : 3

a. Pembagian kelompok masih belum merata antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan rendah. b. Siswa yang pintar masih mendominasi kegiatan praktikum. c. Aktivitas kegiatan praktikum masih belum melibatkan seluruh siswa. d. Siswa yang memiliki kemampuan rendah lebih cenderung mencatat data dan hasil percobaan. Fisika merupakan salah satu bagian dari ilmu sains yang bukan merupakan sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah. Sehingga dalam hal ini pembelajaran fisika selain merupakan muatan sains yang berisikan tentang fakta, konsep, hukum dan teori fisika, juga harus merupakan proses yang melakukan aktivitas ilmiah dan sikap ilmiah yang memerlukan ketrampilan proses sains. Melalui proses ketrampilan sains yang baik dan benar, siswa akan dilatih untuk memiliki sikap ilmiah yang dimiliki oleh para ilmuwan seperti : disiplin, teliti, bekerjasama, menghargai pendapat orang lain, Di dalam kurikulum Hasil Belajar Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sains (Fisika) Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dikembangkan Depdiknas, tertuang dalam salah satu tujuannya, yaitu siswa memperoleh pengalaman dalam penerapan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan interpretasi data, serta mengomunikasikan hasil eksperimen secara lisan dan tertulis ( Depdiknas: 2002 ). Berdasarkan dari tujuan diatas, pembelajaran sains ( fisika ) adalah pembelajaran yang menggali pengetahuan ilmiah juga mengembangkan kompetensi lainnya berupa ketrampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa. 4

Agar pelajaran fisika tidak lagi membosankan dan berupa dongeng maka penyajian ilmu fisika harus lebih mudah dipahami dan dilakukan secara efektif, kreatif dan aplikatif. Untuk metode pembelajaran fisika yang efektif, kreatif dan menyenangkan hendaknya mengarah kepada pembelajaran yang berpusat pada siswa ( SCL = Student Centered Learning ). Artinya pembelajaran fisika diarahkan untuk mendorong siswa lebih aktif dalam membangun pengetahuan dan sikap ilmiah serta soft skill. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan penuntun untuk mencari pengetahuan tersebut. Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan ( kognitif ), ketrampilan ( psikomotor ) maupun menyangkut nilai dan sikap (Eveline & Nara: 2010). Salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk pembelajaran fisika dalam mendorong siswa memperoleh dan membangun pengetahuan yang disertai pembentukan tingkah laku yang ilmiah atau sikap ilmiah adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Apabila diatur dengan baik, siswa-siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk 5

memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep konsep yang telah dipikirkan ( Slavin: 2005 ). Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikan. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi dan juga akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lainnya adalah tumbuhnya kesadaran bahwa siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka ( Slavin: 2005 ). Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan : 1. Memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti : fakta, konsep, ketrampilan dan bagaimana hidup serasi dengan sesama 2. Pengetahuan, nilai dan ketrampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai. ( Suprijono: 2011 ) Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa diharapkan dapat membangun pengetahuan melalui terbentuknya kelompok. Dengan adanya pembelajaran bersama dengan kelompok akan terjadi interaksi antar individu dalam kelompok seperti : diskusi, komunikasi, saling membantu dan bekerjasama untuk 6

memecahkan masalah yang ada sehingga dapat membentuk sikap ilmiah dan karakter siswa seperti layaknya perilaku para ilmuwan. Berdasarkan pentingnya masalah tersebut maka dilaksanakan penelitian Efek Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Eksperimen dan Sikap Ilmiah Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Stabat. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasi masalah yang relevan dengan penelitian ini adalah : 1. Pembelajaran fisika yang konvensional hanya berfokus pada teori dan konsep fisika yang ada. 2. Proses pembelajaran fisika hanya menekankan faktor kognitif siswa dan tidak mempertimbangkan kemampuan psikomotorik dan afektif siswa. 3. Penggunaan metode dan model pembelajaran masih kurang dan belum diterapkan di sekolah. 4. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika masih rendah. 5. Masih rendahnya kemampuan sikap ilmiah dan motivasi siswa dalam belajar fisika. 6. Salah satu materi yang sulit dipahami oleh siswa adalah materi fluida dinamis. 7. Demonstrasi, eksperimen dan penggunaan media dalam pembelajaran fisika masih kurang. 7

1.3. Batasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan dalam penelitian dan keterbatasan materi dan waktu yang tersedia, maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Pengaruh penggunaan model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD ( Students Teams Achievement Division ) berbasis eksperimen dan model pembelajaran Direct Instruction dalam proses pembelajaran fisika. 2. Penelitian ini dibatasi pada peningkatan hasil belajar siswa menggunakan model model pembelajaran kooperatif tipe STAD ( Students Teams Achievement Division ) berbasis eksperimen dan model pembelajaran Direct Instruction. 3. Pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap hasil belajar 4. Pembelajaran fisika dibatasi pada materi Fluida Dinamis. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka permasalahan utama pada penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis eksperimen dan sikap ilmiah terhadap hasil belajar fisika pada konsep Fluida Dinamis?. Rumusan masalah ini dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut : 8

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar fisika siswa dengan model pembelajaran Direct Instruction dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis eksperimen? 2. Apakah ada perbedaan hasil belajar fisika antara kelompok sikap ilmiah rendah dan kelompok sikap ilmiah tinggi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis eksperimen dan model pembelajaran Direct Instruction? 3. Apakah ada interaksi model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis eksperimen dan model pembelajaran Direct Instruction dengan tingkat sikap ilmiah siswa dalam mempengaruhi hasil belajar siswa? 1.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis eksperimen dan sikap ilmiah terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok Fluida Dinamis. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis perbedaan hasil belajar fisika siswa dengan model pembelajaran Direct Instruction dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis eksperimen. 2. Menganalisis perbedaan hasil belajar fisika antara kelompok sikap ilmiah rendah dan kelompok sikap ilmiah tinggi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis eksperimen dan model pembelajaran Direct Instruction. 9

3. Menganalisis interaksi model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis eksperimen dan model pembelajaran Direct Instruction dengan tingkat sikap ilmiah siswa dalam mempengaruhi hasil belajar siswa. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Memberikan informasi bentuk model pembelajaran fisika yang inovatif, efektif dan menyenangkan bagi siswa. Memberikan pertimbangan bagi guru dalam melakukan evaluasi terhadap ranah kognitif, psikomotorik dan afektif. Memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan model pembelajaran dalam pembentukan karakter siswa setelah belajar fisika. 1.7. Defenisi Operasional Defenisi operasional yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Model pembelajaran langsung adalah sebuah model pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan pengetahuan yang dapat diajarkan langkah-demi-langkah ( Arends: 2001 ). Model pengajaran langsung ( Direct Instruction ) dilandasi oleh teori belajar perilaku yang berpandangan bahwa belajar bergantung pada pengalaman termasuk pemberian umpan balik. 2. Model Pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas tugas yang terstruktur ( Lie: 2004 ). Selain itu, pembelajaran 10

kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk membantu siswa mempelajari isi akademis dan berbagai ketrampilan untuk mencapai berbagai sasaran dan tujuan sosial serta hubungan sosial antar manusia ( Arends: 2008 ) 3. Hasil belajar menurut ( Sudjana: 1990 ) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Gagne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar yakni : informasi verbal, kecakapanintelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan ( Gagne: 1977 ) 4. Sikap ilmiah mengandung dua makna ( Harlen: 1989 ), yaitu attitude toward science dan attitude of science. Sikap yang pertama mengacu pada sikap terhadap sains sedangkan sikap yang kedua mengacu pada sikap yang melekat setelah mempelajari sains. Jika seseorang memiliki sikap tertentu, orang itu cenderung berperilaku secara konsisten pada setiap keadaan. Ada 9 aspek sikap ilmiah( Harlen: 1992 ), yaitu : Sikap ingin tahu, Sikap ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap kerja sama, sikap tidak putus asa, sikap tidak berprasangka, sikap jujur, sikap bertanggung jawab, sikap berfikir bebas, dan sikap kedisiplinan diri. 5. Metode eksperimen ( Joseph Mbulu: 2001 ) adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan eksperimen ( percobaan ) dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen, siswa diberi pengalaman untuk mengalami sendiri tentang suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan tentang suatu objek keadaan. 11