BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan cikal bakal terciptanya keluarga sebagai tahap

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kejadian yang sakral bagi manusia yang menjalaninya.

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB IV ANALISIS TENTANG MEKANISME DAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI. A. Analisis Mekanisme Perkawinan Usia Dini di desa Kalilembu Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat. Secara historis

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Dariyo, 2002 (dalam Godam,

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB VI PENUTUP. menolak permohonan dispensasi nikah yang diajukan ke Pengandilan Agama pada

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. termasuk etnis Arab yang mempengaruhi Negara Indonesia sejak 100 tahun

Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07 Januari-Juni

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi

BAB I PENDAHULUAN. hlm Muhammad Idris Ramulya, Hukum Pernikahan Islam, Suatu Analisis dari Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia 20 tahun. Banyaknya perempuan menikah di usia muda memicu kasus kehamilan dan persalinan yang tidak aman. Pernikahan muda hingga saat ini masih menjadi persoalan serius secara global. Selain menyebabkan putusnya akses pendidikan, pernikahan anak juga berdampak secara psikologis, ekonomi dan kesehatan reproduksi. Berdasarkan data UNICEF tahun 2010, 60% anak perempuan di dunia menikah di usia kurang dari 18 tahun. Sementara di Indonesia, sebanyak 34,5% anak perempuan menikah di bawah usia 19 tahun. Menurut Peneliti Pusat Kependudukan dan Kebijakan UGM, Basilicia Dyah Putranti kasus pernikahan muda ini di dunia disebabkan beberapa faktor diantaranya belum selaras dengan peraturan seperti UU perlindungan Anak, UU Perkawinan juga konvensi Hak Anak dan Konvensi Anti Deskriminasi terhadap perempuan yang telah diratifikasi, faktor ekonomi, interpertasi terhadap ajaran agama, kuatnya budaya patriarki, serta tingginya praktik pernikahan muda. Sementara itu, fenomena pernikahan muda Indonesia selain disebabkan tradisi, juga disebabkan faktor kemiskinan. Dalam pandangan Dyah Putranti, muatan dan implementasi hukum terkait pernikahan turut mendorong terjadinya penikahan muda. UU Perkawinan No.1 tahun 1974 tentang usia minimal kawin 16 tahun bagi anak perempuan. 9

Serta Kompilasi Hukum Islam tentang pernikahan muda di bawah 16 tahun merupakan dua produk hukum yang kemudian menggiring anak perempuan dalam situasi pernikahan (http//www.zona-remaja.com/2011/03/nikah-mudamengapatidak.htm#ixzzlod56ignj). Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dari 2 juta perkawinan sebanyak 34,5 % kategori pernikahan dini. Fenomena pernikahan pada usia anak di daerah lainnya tidaklah jauh berbeda mengingat fakta perilaku seksual remaja yang melakukan hubungan seks pra-nikah sering berujung pada pernikahan dini serta kultur masyarakat Indonesia yang masih memosisikan anak perempuan sebagai warga kelas kedua dan ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi dan sosial. Anggapan pendidikan tinggi tidak penting bagi anak perempuan dan stigma negatif terhadap status perawan tua (Al-Hafizh, http://www.referensimakalah.com/2011/08/pernikahan-dini-di-indonesia1271.html). Pernikahan usia muda yang menjadi fenomena sekarang ini pada dasarnya merupakan satu siklus fenomena yang terulang di daerah pedesaan yang kebanyakan dipengaruhi oleh minimnya kesadaran dan pengetahuan. Sikap atas persoalan ini terbagi dalam dua sisi yang berseberangan. Dengan alasan bahwa dengan menikah di usia akan menghindari hal-hal yang dilarang baik asas agama maupun sosial di tengah gejolak pergaulan yang semakin menggila seperti saat ini. Alasan lain adalah pikiran bahwa dengan menikah muda, mereka akan masih sehat dan aktif berkarya disaat anak-anak mereka tumbuh besar yang membutuhkan biaya untuk keperluan pendidikan dan persoalan lainnya. Selain itu muncul pula alasan lain yang mengatakan bahwah nikah muda itu asyik. Dari 10

pihak yang berseberangan melihat bahwa mereka yang menikah muda akan lebih cenderung untuk mengalami kegagalan dalam rumah tangga mereka. Tingginya perkara perceraian dihampir semua daerah yang menjadi area penelitian ISI (Ikatan Sosiologi Indonesia) berbanding lurus dengan tingkat pernikahan di usia muda. Namun dalam alasan perceraian tentu saja bukan karena alasan kawin muda, melainkan alasan ekonomi dan maupun alasan keterpaksaan dimana mereka harus menjalankan pernikahan di samping terjadinya kesalahan dan penyimpangan, misalnya saja terjadinya hamil di luar nikah, ini juga salah satu faktor penyebab dimana seseorang mengharuskan untuk menikah di usia muda dengan alasan untuk mempertanggungjawabkan dari perbuatan mereka tersebut. Tetapi, masalah ini tentu saja sebagai salah satu dampak dari pernikahan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologi. Dampak lain dari persoalan ini adalah laju perkembangan penduduk yang bila tidak terkontrol dapat mengakibatkan terjadi ledakan penduduk mengingat usia muda akan mendorong tingginya rata-rata tingkat kesuburan atau total. Menikah di usia muda juga akan menimbulkan banyak permasalahan di berbagai sisi kehidupan ekonomi kehidupan, misalnya; dengan tingkat pendidikan rendah yang dimiliki pasangan akan menyulitkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak yang berhimbas pada kurangnya kecukupan secara ekonomi dalam rumah tangga. Terlebih bila menikah muda itu karena alasan kehamilan di luar penikahan yang seringkali memicu konflik keluarga, gunjingan dan penolakan msyarakat itu dapat memicu tekanan pasangan muda. Dan tekanan tersebut dapat mempengaruhi persoalan-apersoalan dalam rumah tangga. Di samping itu juga kecenderungan masyarakat Perkebunan Pulobauk dalam menikah muda tidak 11

hanya disebabkan karena terjadinya hamil di luar pernikahan, melainkan adanya hal-hal lain yang memaksa mereka untuk menikah, di mana kedua pasangan remaja tersebut belum siap untuk menikah, tapi mau tidak mau harus menjalani pernikahan tersebut, ini dikarenakan adanya tradisi yang sering terjadi di Perkebunan Pulobauk, kalau anak perempuan pulang ke rumah di atas jam 10 malam, dan itu keluar dengan pasangan mereka bagi orang tua itu hal yang tidak wajar lagi, jadi siap atau tidaknya pasangan tersebut harus dikawinkan karena anggapan para orang tua itu mereka sudah melakukan hal-hal yang semestinya mereka belum boleh lakukan, belum lagi adanya gunjingan-gunjingan dari tetangga yang dapat menyebarkan fitnah, maka pilihan orang tua itu untuk menikahkan anak mereka tersebut. Karakteristik masyarakat pedesaan tentulah berbeda dengan masyarakat perkotaan. Masyarakat desa pada umumnya masih memiliki ikatan kekeluargaan, memiliki rasa solidaritas, dan memiliki norma-norma dan kebudayaan. Namun, cirr-ciri ini pun dapat berubah seiring dengan adanya program pembangunan yang menimbulkan perubahan-perubahan. Bila dilihat dari kualitas sumber daya manusia pedesaan yang tersedia masih sangat rendah, mereka pada umumnya hanya berpendidikan lulus sekolah dasar atau tidak lulus sekolah dasar, sangat jarang yang lulus tingkat SLTA atau perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan desa, tingkat pendidikan juga akan berpengaruh pada pola berpikir dan cara bertindak masyarakat (Wisadirana, 2005). Perkebunan Pulobauk merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Batang Angkola, Padangsidempuan. Waktu tempuh antara desa 12

Perkebunan Pulobauk ke kota Padangsidempuan adalah sekitar 1 jam perjalanan. Masyarakat Perkebunan Pulobauk ini mayoritas masyarakatnya adalah suku jawa yang merupakan masyarakat pendatang di daerah tersebut. Sebagian besar masyarakatnya bekerja di perkebunan, baik perkebunan swasta maupun perkebunan sendiri. Bagi masyarakat Perkebunan Pulobauk sekolah bukanlah hal yang utama, tamat SMP itu sudah pendidikan yang minimal bagi mereka, sebagian orang tua juga berpikiran kalau anaknya pandai baca dan tulis itu sudah cukup. Sebagian besar ada juga anak yang ingin sekolah, tapi orang tuanya tidak mampu, malah sebaliknya ada orang tua yang mampu tapi anaknya tidak mau sekolah. Begitu juga dengan remaja perempuan yang berpikiran untuk apa sekolah tinggi-tinggi, kalau ujungnya jadi ibu rumah tangga juga, ke dapur juga, jadi hal-hal yang demikian juga dapat menjadi penyebab mereka kenapa memilih untuk menikah di usia muda. Banyak pemikiran yang menganggap untuk menikah di usia muda itu dapat juga meringankan beban ekonomi keluarga, tapi kenyataan yang ada tidak semua masyarakat Pulobauk yang memilih menikah muda ekonominya membaik, malahan sebaliknya karena tidak selamanya juga pasangan mereka bekerja, jadi biaya ekonomi mereka ditanggung oleh orang tua. Ini dapat mengakibatkan biaya ekonomi yang tadinya hanya menafkahi empat orang bertambah menjadi lima orang. 13

2. Perumusan Masalah Rumusan masalah adalah penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu menarik, penting, dan perlu untuk diteliti. Rumusan masalah biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dan untuk mencari jalan pemecahannya. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka peneliti mencoba menarik suatu permasalahan yang lebih mengarah pada fokus penelitian ini adalah: 1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Perkebunan Pulobauk, Pijorkoling lebih cenderung memilih untuk kawin muda? 2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi pasangan suami istri yang menikah pada usia muda? 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah ; 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Perkebunan Pulobauk, Pijorkoling lebih cenderung memilih kawin muda. 2. Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi pasangan suami istri yang menikah pada usia muda. 4. Manfaat penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan kepada peneliti lain sebagai bahan perbandingan referensi dalam 14

meneliti masalah yang sesuai dengan penelitian ini dalam bidang sosiologi, khususnya pada sosiologi keluarga. 2. Manfaat praktis Adapun yang menjadi manfaat praktis dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi aparat desa dan masyarakat Perkebunan Pulobauk, Pijorkoling tentang apa dapat dilakukan masyarakat perkebunan dalam mengatasi persoalan perkawinan muda. 5. Defenisi konsep Konsep adalah suatu hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang merujuk pada kenyataan yang benar-benar nyata dari segi emipris dan bukan merupakan refleksi sempurna (Suyanto, 2005:49). 1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU NO.1 Tahun 1974 pasal 1) 2. Perkawinan usia muda: adalah Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang masih muda, berkisar umur 16-20 tahun. Ini menjadi batasan yang ditetapkan peneliti dengan mempertimbangakan usia perkawinan yang diizinkan Negara berdasarkan UU NO.1 Tahun 1974 pasal 7 yaitu bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. 15

3. Masyarakat perkebunan adalah masyarakat yang tinggal menetap di daerah perkebunan dan banyak yang bermata pencaharian utama di sektor perkebunan. 4. Sosial: merujuk pada hubungan-hubungan manusia dalam kemasyarakatan, hubungan antara manusia dengan kelompok, serta hubungan manusia dengan organisasi untuk mengembangkan dirinya. 5. Keluarga inti: merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. 6. Norma sosial: adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. 7. Adat istiadat: adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi satu ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat. (http://kamusbahasaindonesia.org/adat%20istiadat/mirip#ixzz2unbzjmh) 16