PENDAHULUAN Latar Belakang Penelusuran terhadap makna pembangunan, tidak dapat dilepaskan dari manusia yang sering dipandang sebagai subyek maupun obyek pembangunan. Titik tolak dari falsafah pembangunan adalah manusia dan tujuan akhir pembangunan adalah manusia pula (Susanto, 1983). Dalam konteks ini, pembangunan adalah suatu konsep normatic ia menyiratkan pilihan tujuan untuk mencapai apa yang disebut Gandhi sebagai "realisasi potensi manusia" (Bryant dan White, 1989). Pembangunan menginginkan supaya masyarakat mengalami dan melalui tahapan-tahapan tertentu dalam suatu proses. Selain itu sasaran pembangunan tidak hanya menyangkut pembangunan fisik akan tetapi juga pembangunan mental spiritual. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa pembangunan berpangkal dan bertujuan pada dii manusia. Tujuan pembangunan tidak lepas dari upaya menciptakan manusia sebagai obyek dan subyek pembangunan (Khairuddin, 1992). Apahila tujuan pembangunan, termasuk pembangunan desa adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, kenyataan menunjukkan bahwa keadaan seperti itu belum sepenuhnya tercapai. Penyebab yang menimbulkan hal ini dapat ditelusuri sampai ke pola pendekatan pembangunan yang dipergunakan selama ini, yaitu penda katan top down. Pendekatan ini kurang berorientasi pada upaya memenuhi kebutuhan masyarakat, tenitama ketika memilih sasaran pembangunan. Asumsi pendekatan ini, masyarakat desa dipandang h g mampu mensolusikan masalah, pendekatan ini kurang memandang masyarakat sehagai modal, daya dan potensi pembangunan yang sebenarnya harus diiembangkan (Faisal, 1981).
Masalah yang pada hakekatnya mendesak untuk disolusikan adalah bagaimana membangun pedesaan dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada, temmsuk sumberdaya manusia, sehingga bermanfaat bagi warga pedesaan Pembangunan de-sa merupakan satu upaya dalam membantu masyarakat agar mereka mampu berge-rak sendiii dalam meningkatkan pendapatannya (Wuradji 1985). Para ahli pembangunan masyarakat untuk negara yang sedang berkembang telah sepakat untuk menggunakan strategi pembangunan berencana sebagai upaya mempercepat proses perubahan di pedesaan. Pembangunan berencana pada hakekatnya menggunakan pendekatan masyarakat. Pembangunan desa yang menggunakan pendekatan masyarakat dilaksanakan atas prinsip-prinsip: (1) pembangunan harus berorientasi pada apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat setempat, (2) masyarakat sendii yang menentukan arah dan tujuan pembangunan, (3) pembangunan hams menjadi milik dan tanggung jawab masyarakat, (4) masyarakat sendiri yang merencanakan dan melaksanakan pembangunan, dan (5) pembangunan hams mampu menggalang potensi dan sumberdaya yang ada di pedesaan (Wahidul Haque dalm Wuradji, 1985). Pembangunan desa yang dilalolkan berdasarkan prinsipprinsip ini, menuntut agar warga desa mempunyai kualifikasi tertentu dalam arti mereka telah berkemampuan. Jika beberapa kualifikasi yang disyaratkan belum diilikii pembangunan desa belum dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Karena itu perlu upaya-upaya secara sistematis untuk memberdayakan masyarakat desa Satu cara yang dapat ditempuh dalam memberdayakan masyarakat adalah dengan memberikan penyuluhan. Penyuluhan yang diberikan biasanya ditujukan kepada khalayak secara berkelompok. Penggunaan kelompok dalam penyuluhan, seperti dilakukan dalam penyuluhan pertanian dengan sistem Latihan dan Kunjungan (Laku) te- 2
lah menunjukkan hasil, khususnya dalam meningkatkan kemampuan petani menjalankan usaha tani. Di samping bisa terbina interaksi sosial yang akrab, luwes tapi produktip, melalui kelompok tani juga dapat terkendali kegiatan yang diperlukan untuk keberhasilan berusahatani (Adjid, 1980). Dengan demikian pembentukan dan pembinaan kelompok, juga merupakan sesuatu yang penting dan hams menjadi bagian dari kegiatan penyuluhan. Dalam kelompok selalu ada pemimpin yang hams dapat menampilkan berbagai peranan, khususnya dalam menggerakkan anggota agar melakukan berbagai kegiatan pembangunan. Karena itu pembinaan pemimpin di pedesaan, termasuk pemimpin informal perlu mendapat perhatian dalam penyuluhan.. Kedudukan pemimpin informal di masa depan tetap penting, karena pemimpin: (1) mampu melakukan interaksi yang intensif dengan pengikut, (2) menjadi tempat bertanya bagi pengikut, (3) berwibawa terhadap pengikut, dan (4) secara moral bertanggung jawab terhadap pembangunan desa. Beberapa penelitian menunjukkan betapa pentingnya kedudukan pemimpin informal. Kedudukan pemimpin informal sangat penting, baik sebagai pemuka pendapat, sebagai penjaga pintu gerbang bagi masuknya ide atau sesuatu yang baru dari luar, maupun sebagai pemrakarsa dan penggerak masyarakat ke arah pembangunan (Wuradji, 1985). Kontribusi dan peranan dari pemimpin pribumi dalam mengembangkan program pembangunan, paling tidak pada saat awal suatu program dijalankan, sangat penting khususnya di daerah yang penduduknya masih berciri masyarakat tradisional, tingkat pendidikan dan penghasilannya rendah (Knight, 1980). Alasan lain tentang pentingnya peranan pemimpin informal di pedesaan karena kondisi masyarakat desa tidak sama, desa yang letaknya terpencil dari dunia 3
ramai dihuni oleh warga yang masih patuh pada tradisi dan adat-istiadat. Sebagian dari tradisi dan adat-istiadat dapat menghambat dan menghalangi usaha pembangunan. Masyarakat yang masih kuat mempertahankan tradisi dan adat-istiadat sering menolak setiap usaha perubahan (Siagian, 1986). Karena itu diperlukan upaya-upaya, antara lain melalui penyuluhan yang diberikan kepada pemimpin, sehingga mereka secara bersama dengan warga dapat menerima dan melaksanakan perubahan dalam wujud pembaharuan yang pada hakekatnya adalah pembangunan. Pengamatan empiris menunjukkan bahwa kedudukan dan peranan pemimpin informal telah berkurang. Perubahan-perubahan yang terjadi di pedesaan, terutarna karena pengaruh kemajuan dalam berbagai bidang, menimbulkan fenomena berupa terjadinya perubahan hubungan sosial di kalangan warga. Dalam situasi perubahan seperti ini, peranan pemimpin informal bisa menjadi tidak menentu. Proses pembangunan yang dialami oleh suatu masyarakat, biasanya melahirkan sejumlah elit (pemimpin) baru dan melemahkan atau menyingkirkan sebagian elit lama (Arnin, Kappi, Buntoro dan Manyambeang, 1988). Elit lama pada umumnya adalah pemimpin informal tradisional di pedesaan. Perubahan yang te rjadi, baik pada bentuk atau struktur rnaupun pada fbngsifbngsi kelembagaan pedesaan tradisional, mengubah rona masyarakat desa menjadi tempat-tempat pemukiman penduduk yang tidak lagi memiliki semangat paguyuban atau republiknya. Sejalan dengan ini terjadi perubahan cara-cara terbentuknya kepemimpinan, khususnya dalam penunjukan atau pemilihan pemimpin di wilayah-wilayah persekutuan adat sejenis desa tempo "doeloe" (Mattulada, 1992). Keadaan ini dapat mempengaruhi penampilan pemimpin informal dalarn arti peranan mereka menjadi berkurang atau dikurangi. 4
5 Sering terjadi bahwa dalam situasi perubahan yang berlangsung secara cepat di pedesaan, peranan pemimpin informal menjadi tidak jelas, karena perencanaan program pembangunan mengabaikan struktur kekuasaan yang berkembang di pedesaan (Wirawan, Rais dan Sparringa, 1986). Perencanaan program pembangunan banyak yang datang dari "atas", sehingga peranan pemimpin masyarakat, khususnya pemimpin informal menjadi berkurang. Selain itu terdapat gejala pembatasan interaksi antara pemimpin informal dengan warga masyarakat desa. Penelitian di empat desa Jawa Barat tentang proses pengambilan keputusan dalam hubungannya dengan pembangunan desa, menyimpulkan: (1) pembangunan masyarakat desa yang dalam proses pengambilan keputusannya tidak mengikutsertakan pemimpin informal setempat, ternyata banyak mengalami kelambatan-kelambatan dan hambatan-hambatan dari masyarakat tersebut, dan (2) proses pengambilan keputusan bagi pembangunan masyarakat desa yang didominasi oleh kepala desa, mengakibatkan para pemimpin informal dan warga masyarakat enggan berpartisipasi dalam pembangunan desa (Hofsteede, 1991). Penelitian di dua wilayah desa di kabupaten Cirebon pada tahun 1980 menunjukkan bahwa pembangunan desa telah dimtuhkan oleh ketidak mampuan kepala desa dalam melakukan pendekatan politik dengan pemuka-pemuka masyarakat (kyai) di daerahnya (Prasadja, 1980). Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari sejumlah desa dihuni oleh masyarakat yang merupakan satu kesatuan yang kokoh, karena secara garis keturunan pada umurnnya mereka yang bertempat tinggal di satu desa, berasal dari satu nenek moyang. Secara tradisional tiap komunitas masyarakat Batak dipimpin oleh seorang kepala sebagai pemimpin yang disegani dan dihormati oleh pengikutnya (Harahap dan Siahaan, 1987).
Pengamatan empiris menunjukkan bahwa masyarakat desa di daerah ini pada hakekatnya berkeinginan untuk mengadakan perubahan yang dapat membawa ke perbaikan taraf hidup. Setiap orang Batak mau bekerja keras, progresip dan dinamis dalam setiap gerak hidup dan penghidupan (Tambunan, 1982). Sifat orang Batak yang lain dan juga berhubungan dengan kehidupan kemasyarakatan adalah bahwa mereka bersifat kritis, apalagi terhadap orang atau pemimpin. Jika pemimpin informal di tanah Batak mampu menampilkan sejumlah peranan untuk mengajak dan mendorong pengikut melakukan perbaikan usaha, khususnya yang berorientasi pembaharuan, berarti pemimpin tersebut telah dapat menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Untuk itu para pemimpin perlu memanfaatkan sifat dinamis dalam gerak hidup masyarakat Batak sehingga mereka dapat didorong untuk melakukan berbagai pembaharuan. Pada gilirannya perubahan yang terjadi dapat meningkatkan pendapatan warga rnasyarakat. Apabila pemimpin informal di semua desa di daerah ini dapat mengajak warga melakukan berbagai kegiatan secara berkelompok, seperti memanfaatkan sumberdaya alam, mengadopsi berbagai teknologi serta mengubah perilaku ke arah yang lebih produktip, rnaka kehidupan warga di pedesaan dapat ditingkatkan. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki sumberdaya alam, topografi, budaya dan tipe interaksi sosial yang sama, terdapat perbedaan gerak pembangunan desa. Hal ini diduga karena ada perbedaan tampilan peranan pemimpin informal dalam menggerakkan warga melakukan pembaharuan. Dari segi perhatian pemerintah terhadap desa, ternyata pemerintah memberi perlakuan yang sama terhadap semua desa, seperti dalam pemberian informasi atau penerangan tentang pembangunan, pemberian pelayanan kesehatan, keluarga beren-
cana, pendidikan, penyediaan sarana produksi bagi petani dan penunjangnya, penyediaan tenaga penyuluh, pemberian dana bantuan pembangunan desa dan sejenisnya. Namun demikian ternyata ada perbedaan antara beberapa desa ditinjau dari gerak pembangunannya. Beberapa desa lebih giat dalam melaksanakan pembangunan dibandingkan dengan desa yang lain. Masalah Penelitian Penyebab dari kondisi seperti dikemukakan di atas, diduga karena: (a) para pemimpin di desa yang bersangkutan, termasuk pemimpin informal kurang aktip berperanserta (b) ada perbedaan penampilan peranan pemimpin antar-desa, terutama dalam menggerakkan pengikutnya agar melalcukan kegiatan-kegiatan yang menunjang peningkatan pendapatan. Dengan kata lain, terdapat ketidaksamaan penampilan peranan pemimpin informal di daerah pedesaan, yang kemudian mengakibatkan gerak pembangunan desa juga berbeda. Sehubungan dengan keadaan ini, masalah pokok penelitian adalah: "Bagaimana penampilan peranan pemimpin informal masyarakat desa yang marnpu menggerakkan pengrlcut agar berpartisipasi dalam pembangunan desa?" Berdasarkan rumusan permasalahan pokok, dapat dijabarkan rincian masalah, yang sekaligus memberi arah penelitian, yaitu: 1. Apakah pemimpin informal melakukan berbagai upaya untuk mendorong pengikut melakukan pembaharuan yang bermakna pembangunan? 2. Apakah pemimpin informal dalam menampilkan peranan mempergunakan dialog, memberi contoh dalam bentuk perbuatm (action) sehingga dapat diteladani bdh
pengikutnya atau cara-cara lain yang justru sebaliknya mengurangi semangat pengikut untuk melakukan pembaharuan? 3. Apakah tujuan penampilan peranan hanya untuk membuat pengikut sadar akan ma salah atau pemimpin terus berupaya sampai pengikut melakukan kegiatan? 4. Apakah pemimpin informal berhasil mendorong pengikut yang telah melakukan sesuatu kegiatan, kemudian mendiseminasikannya kepada warga desa yang lain? 5. Apakah pemimpin informal mengetahui dan memahami tanggapan pengikut terhadap penampilan peranannya? 8 Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi kecenderungan corak peranan pemimpin informal atas peranan tradisional dan peranan pembangunan dalam arti mampu menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan desa. 2. Menemukan faktor penunjang dan penghambat penampilan peranan pemimpin informal dalam menggerakkan partisipasi masyarakat untuk pembangunan desa. 3. Mendapatkan gambaran keberrnaknaan pengaruh dari penampilan peranan pemimpin informal dalam: (1) menyadarkan pengikut akan masalah, (2) memberi informasi, (3) memotivasi pengikut, (4) mengarahkan kegiatan, (5) membina kerja sama, (6) memberi ganjaranlsanksi, dan (7) penghubung antar-sistem, terhadap partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. 4. Mendapatkan gambaran tentang pengaruh partisipasi masyarakat dalam pembangunan terhadap hasil pelaksanaan pembangunan. 5. Memperoleh gambaran tentang pengaruh penampilan peranan pemimpin informal dan partisipasi masyarakat terhadap hasil pelaksanaan pembangunan.
6. Menemukan model penampilan peranan pemimpin informal dalam menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. 7. Mendapatkan bahan atau masukan bagi penetapan kebijakan penyuluhan di pedesaan, dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pemimpin informal meng gerakkan partisipasi masyarakat untuk pembangunan desa. Kegunaan Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan agar dapat berguna dalam bidang: 1. Penyuluhan pembangunan: Hasil penelitian dapat memberi masukan dalam menyusun strategi penyuluhan yang lebih efektip terhadap pemimpin informal di pedesaan. 2. Pengembangan ilmu: Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bagi pengembangan ilmu kepemimpinan, khususnya dalam meningkatkan kualitas pernimpin pada suatu komunitas yang sedang melakukan pembaharuan atau pembangunan. 3. Pemerintahan: Sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan pembangunan desa, terutama pembangunan yang berorientasi pada upaya meningkatkan gerakan bangun diri secara swadaya pada masyarakat.