BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada wilayah ini terdapat begitu banyak sumberdaya alam yang sudah seharusnya dilindungi dan dikelola dengan baik. Pada wilayah ini pula kehidupan manusia banyak digantungkan. Diperkirakan bahwa sekitar 50-70 % penduduk dunia tinggal di daerah pesisir (Edgreen dalam Kay dan Alder, 1999) dan memanfaatkan sumberdaya alam yang dimilikinya. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis. Dinamika pesisir ini dapat terjadi secara alami karena pengaruh angin, gelombang, dan arus maupun yang disebabkan campur tangan manusia. Pembangunan saat ini banyak diarahkan di daerah pesisir mengingat lahan di daerah perkotaan semakin terbatas, sehingga daerah pesisir menjadi alternatif dialihkannya kegiatan-kegiatan seperti industri, perdagangan, pariwisata, dan sebagainya (Rif an et al, 2012 a). Hal tersebut menjadikan wilayah pesisir sangant rentan terjadi bencana. Perubahan penggunaan lahan yang banyak terjadi di wilayah pesisir yang semula merupakan sabuk hijau (green belt) berupa pepohan dan hutan bakau (mangrove) menjadi lahan untuk pertambakan, pelabuhan, permukiman, dan kawasan industri telah menggangu kestabilan ekosistem di wilayah pesisir. Hal tersebut menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan dan permasalahan seperti erosi pantai, intrusi air laut, dan banjir pasang (Taufiqurrahman, 2009). Marfai dan King, 2008 mengatakan bahwa pembangunan yang terus dilakukan di wilayah pesisir menimbulkan banyak permasalahan. Pembangunan gedung-gedung tinggi memberikan beban yang berat terhadap tanah. Pengambilan air tanah secara berlebihan menyebabkan tanah semakin rapuh dan akhirnya menyebabkan amblesan tanah atau land subsidence. Di sisi lain, pemanasan global yang diikuti oleh perubahan iklim yang terus terjadi menyebabkan keadaan semakin parah. Tidak seperti bencana yang lain seperti tsunami, letusan gunung berapi, gempabumi, dan lainnya yang memberikan dampak besar tetapi bersifat sementara pemanasan global ini 1
memberikan dampak yang lambat tapi pasti dan bersifat permanen. Pemanasan global telah menyebabkan mencairnya es di kutub. Suhu air laut yang meningkat menyebabkan air laut memuai sehingga volume air laut meningkat (IPCC, 2007; Diposaptono et al, 2009; dan Rif an et al, 2012 b). Banjir pasang surut merupakan sebuah ancaman serius bagi kawasan pesisir karena dapat menyebabkan kerusakan pada permukiman, fasilitas umum, serta penggunaan lahan. Pemanasan global menyebabkan muka air laut meningkat (sea level rise). Sementara itu land subsidence mengakibatkan lahan di wilayah pesisir berada lebih rendah daripada muka air laut sehingga ketika terjadi pasang akan meyebabkan genangan atau banjir pada kawasan pesisir yang menggenangi permukiman serta penggunaan lahan lainnya. 1. 2. Perumusan Masalah Kabupaten Demak merupakan salah satu wilayah pesisir yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa yang rawan terhadap kenaikan muka air laut dan banjir pasang karena berada pada wilayah yang bertopografi yang rendah. Sayung merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Demak yang mengalami banjir pasang paling parah diantara kecamatan yang lain. Banjir pasang menggenangi perumahan penduduk serta merusak penggunaan lahan perumahan, lahan sawah, lahan tambak, serta fasilitas umum seperti jalan, saluran drainase, dan air bersih (Antara News, 2011). Pada tahun 1990-an, sebagian besar masyarakat penduduk di Kecamatan Sayung bermata pencaharian sebagai nelayan, petambak, dan petani. Masyarakat pada waktu itu sangat menjaga kelestarian hutan mangrove yang dirasa bermanfaat bagi mereka. Dengan adanya hutan mangrove, wilayah pesisir yang mereka tempati aman dari abrasi dan pasang. Bagi petambak, terutama petambak bandeng, hutan mangrove menjadi habitat dan pakan alami ikan yang mereka pelihara. Akan tetapi keadaan tersebut mulai berubah sejak adanya konversi lahan mangrove, tambak bandeng, dan sawah menjadi lahan tambak udang windu. Iming-iming besar dari investor membuat penduduk setempat menebang hutan mangrove serta mengkonversi sawah dan tambak bandeng menjadi tambak udang windu yang dinilai memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. 2
Dampak dari konversi tersebut adalah menyebabkan perubahan garis pantai dan air laut masuk ke daratan. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pakan udang juga merusak dan menurunkan kualitas tambak. Penghasilan nelayan menjadi turun karena menurunnya hutan mangrove. Petani juga mengalami kerugian karena lahan menjadi tidak subur sehingga tidak bisa digunakan untuk bertanam. Ekosistem hutan mangrove yang sejatinya merupakan penahan gelombang dan angin serta arus laut menjadi hilang sehingga tidak ada lagi penghalang masuknya air laut ke daratan (Manumono, 2008). Pembangunan yang terus terjadi wilayah pesisir Kota Semarang memberikan kontribusi yang besar terhadap bencana pesisir yang terjadi di wilayah pesisir Demak. Pembangunan pelabuhan serta reklamasi yang terus dilakukan di pantai Semarang telah mengubah arah arus, gelombang laut dan sedimentasi di pesisir Kabupaten Demak. Arah gelombang menuju pesisir Demak menjadi semakin besar sehingga menyebabkan pengikisan pantai. Pengikisan yang terus terjadi di Kabupaten Demak, khususnya di pesisir Kecamatan Sayung telah menyebabkan mundurnya garis pantai. Pemunduran garis pantai yang terjadi di sepanjang pantai Kabupaten Demak, khususnya Kecamatan Sayung telah menyebabkan kerusakan dan menimbulkan dampak baik secara sosial, ekonomi maupun lingkungan. Mundurnya garis pantai ini menyebabkan permukiman penduduk semakin dekat dengan pantai, bahkan telah menyebabkan hilangnya permukiman di Dusun Tambaksari, Desa Bedono, Kecamatan Sayung (Pratomoatmojo dan Sianturi, 2011). Pemunduran garis pantai ini menyebabkan permukiman penduduk semakin dekat dengan laut sehingga kerentanan terhadap banjir pasang meningkat. Menurut wawancara dengan Ketua Bidang Kelautan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak, reklamasi pantai yang terjadi di Kota Semarang telah menyebabkan mundurnya garis pantai di Kabupaten Demak dan menyebabkan banjir pasang. Reklamasi tersebut berlangsung mulai tahun 2000 sampai dengan sekarang. Sebelum tahun 2000, atau sebelum terjadinya reklamasi tersebut, keadaan pesisir di Kecamatan Sayung tidak pernah terjadi banjir pasang. Berdasarkan informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak (2009) dalam Susanto (2010), wilayah pesisir Demak mengalami 3
amblesan tanah sekitar 12 cm/tahun. Hal ini diperparah dengan kenaikan muka air laut sekitar 8 mm/tahun. Antara News (2011) melaporkan bahwa banjir pasang air laut/banjir pasang yang terjadi pada bulan Januari 2011 telah menyebabkan setidaknya 10 desa di Kecamatan Sayung tergenang air laut. Sepuluh desa tersebut adalah Desa Sriwulan, Desa Bedono, Desa Purwosari, Desa Sidogemah, Desa Gemulak, Desa Tugu, Desa Timbulsloko, Desa Surodadi, Desa Sidorejo, dan Desa Banjarsari. Ketinggian genangan di tiap-tiap desa bervariasi, dan desa yang paling parah mengalami banjir pasang adalah Desa Timbulsloko, dan Desa Sriwulan. Banjir tersebut selain menggenangi permukiman penduduk juga menggenangi beberapa fasilitas umum seperti kantor kecamatan, Polsek, Koramil, sejumlah sekolah dan puskesmas. Banjir pasang tersebut merupakan yang terparah setelah yang terjadi pada tahun 1997 dan 1998. Permukiman warga dan fasilitas umum yang tergenang oleh banjir pasang dapat dilihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1. Permukiman Warga dan Fasilitas Umum yang Tergenang Banjir Pasang di Kecamatan Sayung (Foto: Tim Survey KKL Demak 2012) Berdasarkan perumusan permasalahan penelitian diatas, didapatkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana sebaran spasial genangan banjir pasang di Kecamatan Sayung? 2. Bagaimana perubahan garis pantai yang terjadi di Kecamatan Sayung? 4
3. Apa saja dampak yang ditimbulkan banjir pasang dan perubahan garis pantai terhadap permukiman dan fasilitas umum di Kecamatan Sayung? 4. Lokasi manakah yang cocok sebagai lokasi pengembangan permukiman sebagai upaya adaptasi terhadap banjir pasang dan perubahan garis pantai Kecamatan Sayung? 1. 3. Tujuan Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Identifikasi sebaran genangan banjir pasang di Kecamatan Sayung; 2. Identifikasi perubahan garis pantai yang terjadi di Kecamatan Sayung; 3. Mengkaji dampak yang ditimbulkan banjir pasang dan perubahan garis pantai terhadap permukiman dan fasilitas umum di Kecamatan Sayung; 4. Memilih lokasi yang tepat untuk pengembangan permukiman sebagai upaya adaptasi terhadap banjir pasang dan perubahan garis pantai di Kecamatan Sayung. 1. 4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengelolaan wilayah pesisir khususnya dalam perencanaan permukiman dan fasilitas umum terkait dengan bencana banjir pasang yang terjadi wilayah pesisir Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Memberikan informasi spasial mengenai daerah-daerah rentan banjir pasang di wilayah pesisir Kecamatan Sayung yang dapat dijadikan sebagai masukan dan pertimbangan dalam menentukan arah dan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir. b. Memberikan informasi spasial mengenai daerah-daerah yang mengalami perubahan garis pantai di wilayah pesisir Kecamatan Sayung yang dapat dijadikan sebagai masukan dan pertimbangan dalam menentukan arah dan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir. 5
c. Mampu mengidentifikasi kerusakan komponen permukiman akibat banjir pasang yang terjadi di wilayah pesisir Kecamatan Sayung. d. Memberikan arahan pengembangan wilayah khususnya dalam sector permukiman dan fasilitas umum di wilayah pesisir Kecamatan Sayung. e. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi,acuan,dan referensi bagi penelitian-penelitian sejenis. 1.5. Keaslian Penelitian Pada bagian ini peneliti mencoba menelaah beberapa penelitian terdahulu yang sejenis yang berhubungan dengan kajian kerusakan lingkungan permukiman maupun dampak banjir pasang terhadap penggunaan lahan. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaan terletak pada lokasi kasus dimana penelitian dilakukan, maupun fokus penelitian dan metode penelitian yang digunakan. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kawasan wilayah pesisir Kecamatan Sayung yang menjadi daerah yang terkena dampak banir pasang dan perubahan garis pantai, serta bagaimana arahan pengembangan yang dapat diberikan dalam upaya adaptasi terhadap banjir pasang dan perubahan garis pantai. Tabel 1.1 menjelaskan perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan. Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Terdahulu dan Penelitian yang akan dilakukan Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian Terdahulu 1. Pengaruh Banjir Pasang terhadap Permukiman Kawasan Pantai Kota Semarang sebagai Efek Penggunaan Lahan (Waskito, 2008) 2. Banjir Genangan Akibat Kenaikan Muka Air Laut: Pemodelan Spasio Temporal dan Analisis Dampak, Studi Kasus Kabupaten Demak (Purnomo, 2011) Menganalisis dampak banjir pasang terhadap permukiman, infrastruktur, dan kesehatan lingkungan Mengetahui kenaikan muka air laut pada tahun 2010, 2020, 2030,2040 dan 2050 Mengetahui luasan daerah genangan yang diakibatkan dengan adanya kenaikan muka air laut Mengetahui penggunaan lahan tergenang dan luasannya Menganalisis dampak banjir pasang secara deskriptif tanpa ada metode analisis tertentu Perhitungan regresi linier dan rata-rata selisih pasang surut untuk prediksi kenaikan muka laut Skenario genangan berdasar hasil prediksi overlay PL dengan lahan tergenang Penanganan dampak banjir pasang terhadap permukiman, infrastruktur, dan kesehatan lingkungan Pemodelan genangan akibat kenaikan muka laut 2010-2050 Dampak genangan terhadap penggunaan lahan 6
Judul Tujuan Metode Hasil Mengetahui model banjir Membangun DEM genangan Operasi Mengetahui kerugian sector Neighbourhood ekonomi Teknik Iterasi Mengetahui dampak pada Skenario Model penggunaan lahan. Banjir genangan 3. Coastal Inundation and Damage Exposure Estimation : a Case Study For Jakarta (Ward; Marfai; Aerts; Hizabron; Yulianto 2009) 4. Proyeksi Kenaikan Permukaan Laut dan Dampaknya terhadap Banjir Genangan Kawasan Pesisir Demak, Propinsi Jawa Tengah (Susanto, 2010) Memperkirakan kenaikan muka laut dan daerah dampak penggenangannya Menghitung kerentanan pesisir Memperkirakan tingkat risiko penggenangan Metode Bitish Admiralty, Teknik Spline with Barriers untuk menghasilkan model permukaan digital DEM Teknik Iterasi Pemodelan Banjir Genangan Kerugian Sektor Ekonomi Dampak terhadap Penggunaan Lahan Peta Genangan Banjir Pasang Tingkat Risiko Pesisir Dampak terhadap kerusakan infrastruktur 5. Model Tingkat Kerentanan Wilayah Pesisir Berdasarkan Perubahan Garis Pantai Dan Banjir Pasang, Studi Kasus Wilayah PEsisir Pekalongan (Marfai dkk 2011) Mengidentifikasi dan mengevaluasi perubahan garis pantai Pemodelan banjir pasang surut Mengklasifikasi tingkat kerentanan wilayah Penelitian yang Akan Dilakukan 6. Pemilihan Lokasi Identifikasi sebaran spasial Pengembangan genangan banjir pasang Permukiman sebagai Identifikasi perubahan garis Upaya Adaptasi pantai Terhadap banjir Paang Mengkaji dampak terhadap dan Perubahan Garis permukiman dan fasilitas Pantai umum (Rif an, 2014) Melakukan pemilihan lokasi pengembangan permukiman Mengidentifikasi perubahan garis pantai dengan citra GeoEye multitemporal Pemodelan banjir pasang surut dengan dengan dibangun dari DEM dan teknik Iterasi Mengklasifikasi tingkat kerentanan wilayah pesisir Pekalongan berbasis WDSVI Interpolasi Titik Ketinggian Analisis Neighborhood dengan Teknik Iterasi Analisis perubahan garis pantai Analisis dampak terhadap permikiman dan fasilitas umum Analisis penilaian lokasi Peta Perubahan Garis Pantai Peta sebaran genangan banjir pasang Tingkat kerentanan masyarakat pesisir Peta Sebaran Genangan Banjir Pasang Peta Perubahan Garis Pantai Dampak Banjir Pasang dan Perubahan Garis Pantai terhadap Permukiman dan Fasilitas Umum Peta Pemilihan Lokasi Pengembangan Permukiman dan Fasilitas Umum 7