BAB 1 PENDAHULUAN. dijadikan tempat berkembang penyakit dan vector penular penyakit.

dokumen-dokumen yang mirip
ditujukan terhadap faktor risiko lingkungan di kapal untuk memutuskan mata kapal antara lain dapur, ruang penyediaan makanan, palka, gudang, kamar

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Health Regulation 2005 (IHR), World Health Organization

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Peraturan Kesehatan Internasional/International Health Regulation (IHR) tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN SANITASI KAPAL DENGAN KEBERADAAN TIKUS PADA KAPAL YANG BERLABUH DI PELABUHAN TRISAKTI BANJARMASIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL

Alumni Kesehatan Lingkungan FKM Unhas. ( / ) ABSTRACT

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT SANITASI PADA KAPAL YANG SANDAR DI PELABUHAN PANGKALBALAM PANGKALPINANG TAHUN 2005

STRUKTUR ORGANISASI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I (sesuai dengan PERMENKES No.356/MENKES/PER/IV/2008)

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 265/MENKES/SK/III/2004 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

STRUKTUR ORGANISASI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I (sesuai dengan PERMENKES No.356/MENKES/PER/IV/2008)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKAT SANITASI KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN JANUARI 2017

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN NOVEMBER 2016

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN JANUARI 2016

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 356/MENKES/PER/IV/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN JUNI 2016

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN FEBRUARI 2016

KATA PENGANTAR. Demikian, semoga Pengendalian penyakit dan masalah Kesehatan yang dapat meresahkan dunia dapat ditanggulangi secara berkesinambungan.

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN APRIL 2017

STUDI KONDISI TINGKAT SANITASI PADA KAPAL PENUMPANG DI WILAYAH KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN (KKP) KELAS I MAKASSAR TAHUN 2011 SKRIPSI

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN MARET 2016

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pelabuhan terbesar di provinsi Gorontalo yang terbuka untuk perdagangan luar

No Nama Jabatan HK H S I A Ct DL Ket

NILAI STANDAR SUB UNSUR. Sub Unsur/Klasifikasi Data 1 <

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN OKTOBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA BUNGUS BULAN MARET TAHUN 2017

Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang. pemerintah, swasta, dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh

Pelaksanaan IHR (2005) di Pintu Masuk

PENGARUH SANITASI DAN MANAJEMEN KAPAL TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT SANITASI KAPAL PADA PELABUHAN LHOKSEUMAWE. Oleh /IKM

BAB 1 PENDAHULUAN. Belanja Negara (APBN)/Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berupa

EVALUASI SANITASI DAN KEBERADAAN VEKTOR PADA KAPAL BARANG DAN KAPAL PENUMPANG DI PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG

SKRIPSI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPADATAN KECOA PADA KAPAL MOTOR YANG SANDAR DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II PROBOLINGGO TAHUN 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HUBUNGAN SANITASI KAPAL DENGAN KEPADATAN KECOA PADA KAPAL MOTOR YANG SANDAR DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA BUNGUS BULAN APRIL TAHUN 2017

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

a. Ketatausahaan b. Kekarantinaan dan surveillance epidemiologi c. Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah d. Pengendalian resiko lingkungan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEKARANTINAAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA MUARA PADANG BULAN MARET 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang memiliki berbagai kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. dan alat angkut baik dari luar negeri maupun interinsulir. Dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran program Millenium Development Goals (MDGs) adalah

KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK Pertemuan Sosialisasi NSPK Pengendalian Arbovirosis dalam rangkaian Peringatan Asean Dengue Day 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat hidup,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KLASIFIKASI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

a. Ketatausahaan b. Kekarantinaan dan surveillance epidemiologi c. Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah d. Pengendalian resiko lingkungan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 21/MEN/2006 TENTANG TINDAKAN KARANTINA IKAN DALAM HAL TRANSIT

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah, sehingga

KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II MATARAM

LK KKP KELAS II AMBON TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidupnya.

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1962 TENTANG KARANTINA LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan

a. Ketatausahaan b. Kekarantinaan dan surveillance epidemiologi c. Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah d. Pengendalian resiko lingkungan

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Dokumen. Karantina Ikan. Jenis. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan kesehatan manusia. Keadaan lingkungan dan pola hidup

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

PROSEDUR TETAP (PROTAP) PEMERIKSAAN AKHIR KESEHATAN CALON JAMAAH HAJI I. PROSEDUR TETAP PENERIMAAN CJH

HIGIENE SANITASI DI TEMPAT KERJA PERTEMUAN KE-6

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1962 TENTANG KARANTINA UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP KEBERADAAN VEKTOR PENYAKIT DI KAPAL PADA PELABUHAN TEMBILAHAN TESIS OLEH M. HIDAYATSYAH /IKM

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 18/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

PANDUAN PRATIKUM KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG WABAH TENTANG WABAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1098/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

LAKIP 2016 KEMENTERIAN KESEHATAN RI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS III BENGKULU JL DEPATI PAYUNG NEGARA KEL BETUNGAN KOTA BENGKULU TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1962 TENTANG KARANTINA LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HIGIENE DAN SANITASI TERMINAL PELABUHAN RORO KOTA DUMAI TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sehat 2015 adalah lanjutan dari visi pembangunan kesehatan

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat dan upaya penyehatan lingkungan yang setinggitingginya(

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KANTOR KESEHATAN PELABUHAN ( PORT HEALTH AUTHORITY)

BAB I PENDAHULUAN. Sulawesi Tenggara (19,20%), Jawa Tengah (18,80%), Sulawesi Barat (17,90%), Sulawesi Selatan (17,60%), Nusa

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan merupakan salah satu aset penting suatu daerah yang berfungsi sebagai tempat berlabuhnya kapal sekaligus sebagai tempat untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang, kebutuhan masyarakat dan industri serta sebagai tempat pelayanan penyeberangan penumpang baik domestik maupun internasional. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit dengan melenyapkan atau mengendalikan faktor faktor risiko lingkungan yang merupakan mata rantai penularan penyakit (Ehler, 1986). Kapal adalah semua alat pengangkut, termasuk milik angkatan bersenjata dan yang dapat berlayar. Dengan demikian kapal harus terbebas dari faktor risiko lingkungan dengan cara mempertahankan kondisi kesehatan kapal sehingga tidak dijadikan tempat berkembang penyakit dan vector penular penyakit. Sanitasi kapal merupakan salah satu usaha yang ditujukan terhadap faktor risiko lingkungan di kapal untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit guna memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan. Sanitasi kapal mencakup seluruh aspek penilaian kompartemen kapal antara lain dapur, ruang penyediaan makanan, palka, gudang, kamar anak buah kapal, penyediaan air bersih, dan penyajian makanan serta pengendalian vektor penular penyakit atau rodent (WHO, 2005).

Sanitasi kapal berlaku untuk semua jenis kapal baik kapal penumpang, maupun kapal barang. Pemeriksaan sanitasi kapal dimaksudkan untuk pengeluaran sertifikat sanitasi guna memperoleh Surat Izin Kesehatan Berlayar (SIKB). Hasil pemeriksaan dinyatakan berisiko tinggi atau risiko rendah, jika kapal yang diperiksa dinyatakan risiko tinggi maka diterbitkan Ship Sanitation Control Certificate (SSCC) setelah dilakukan tindakan sanitasi dan apabila faktor risiko rendah diterbitkan Ship Sanitation Exemption Control Certificate (SSCEC), dan pemeriksaan dilakukan dalam masa waktu enam bulan sekali (WHO, 2007). Adapun institusi yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Menurut Permenkes No. 356/Menkes/IV/2008, bahwa KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, kekarantinaan, pelayanan kesehatan terbatas di wilayah kerja Pelabuhan/ Bandara dan Lintas Batas, serta pengendalian dampak kesehatan lingkungan. Selain itu salah satu fungsi penting KKP adalah pelaksanaan pengamatan penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah nasional sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalulintas internasional, pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan Pelabuhan / Bandara dan Lintas Batas Darat (Depkes RI, 2008) Tujuan pemeriksaan sanitasi kapal dimaksudkan agar kapal bebas dari ancaman penyakit yang berpotensi wabah, dan mencegah penularan penyakit

menular, serta menciptakan suasana nyaman dan aman bagi penumpang, ABK maupun nakhoda kapal (WHO, 2007). Upaya sanitasi kapal merupakan tanggung jawab pemilik kapal melalui nakhoda kapal dan anak buah kapal. ABK bertanggung jawab terhadap kebersihan kapal dan sarana lainnya yang mendukung sanitasi kapal. Sedangkan fungsi Nahkoda kapal adalah sebagai pemimpin dan pengendali keseluruhan dari pelaksanaan sanitasi kapal. Pemilik kapal wajib menyertakan Standart Operational Prosedure (SOP) sanitasi kapal yang mengacu pada IHR dan ketentuan lainnya (WHO, 2005). Menurut WHO (2007) nahkoda kapal bertanggung jawab terhadap keamanan kapal dari sumber panyakit dan melaporkan dalam bentuk form MDH (Maritime Declaration of Health) kepada otoritas kesehatan pelabuhan setiap masuk wilayah suatu negara. Sanitasi kapal merupakan salah satu bagian integral dari perilaku kesehatan terhadap sanitasi. Mengacu pada dasar tersebut determinan perilaku sanitasi kapal dapat mengacu pada konsep determinan perilaku kesehatan yang dikemukan oleh Green (1980) dan Blum (1979), bahwa derajat kesehatan masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh faktor perilaku dan lingkungan selain pelayanan kesehatan dan keturunan. Sedangkan konsep Green (1980) mengemukakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi, enabling dan reinforcing. Faktor predisposisi atau faktor pendukung dalam sanitasi ini adalah berhubungan dengan perilaku anak buah kapal, perilaku Nahkoda yang mencakup pengetahuan dan sikap.

Faktor enabling mencakup biaya, waktu, dan sarana, sedangkan faktor reinforcing mencakup dukungan petugas kesehatan, dan implementasi kebijakan sanitasi kapal. Berdasarkan data Dirjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan selama kurun waktu 2005-2008 jumlah kapal yang sudah mendapatkan SSCEC cenderung meningkat. Tahun 2005 terdapat 2.756 unit kapal (70,6%) dari 3.906 kapal yang diperiksa menjadi 2903 (73,3%) dari 3961 kapal yang diperiksa pada tahun 2006. Tahun 2007 menurun menjadi 949 kapal (23,3%) dari 4071 kapal yang diperiksa dan tahun 2008 meningkat menjadi 2.846 (69,6%) dari 4092 kapal yang diperiksa (Depkes RI, 2008). Keadaan ini menunjukkan bahwa pemeriksaan sanitasi kapal menjadi agenda rutin dan tugas penting bagi KKP, sehingga kapal-kapal yang berlabuh di seluruh pelabuhan di Indonesia terjamin sanitasi kapalnya dan bebas dari sumber penularan penyakit khususnya penyakit yang berpotensi wabah. Adapun faktor-faktor yang dinilai berkaitan dengan sanitasi kapal antara lain adalah faktor internal seperti perilaku ABK, kepemimpinan Nakhoda, kejelasan SOP sanitasi kapal. Faktor eksternal seperti kebijakan dan pengawasan dari KKP. Beberapa penelitian mengemukakan faktor-faktor tersebut mempunyai kaitan dengan tingkat sanitasi kapal. Hasil penelitian Supriyadi (2006) mengemukakan bahwa determinan sanitasi kapal di pelabuhan Pangkalbalam antara lain kepemimpinan nahkoda, perilaku anak buah kapal mencakup pemahaman standar operasional prosedur (SOP). Pemahaman SOP yang baik cenderung mempunyai sanitasi kapal yang baik dibandingkan dengan pemahaman SOP oleh ABK yang tidak baik.

Penelitian Soejoedi (2005), bahwa tindakan hapus tikus di kapal merupakan salah satu bentuk tindakan sanitasi kapal, bahkan merupakan item penting dalam MDH. Salah satu pertanyaan dalam MDH adalah tentang adanya indikasi penyakit pes baik yang timbul diantara ABK maupun diantara tikus. Kepemilikan SSCEC juga sangat memperhatikan Surat Keterangan Hapus Tikus (SKHT), artinya bahwa kepemilikan SSCEC mutlak harus memperhatikan sanitasi kapal secara keseluruhan. Penelitian Adriyani (2005) di pelabuhan Domestik Gresik menemukan bahwa persoalan sanitasi pelabuhan mencakup sanitasi kapal masih sangat rendah. Kontribusi sanitasi kapal sangat besar terhadap perwujudan sanitasi pelabuhan secara keseluruhan. Cakupan sanitasi kapal hanya 32,6% dari 3091 kapal yang bersandar. Rendahnya sanitasi kapal tersebut mengindikasikan minimnya penyediaan air bersih dan sanitasi dok kapal, serta masih ditemukannya vektor atau rodent dalam kapal meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Salah satu upaya untuk meningkatkan sanitasi kapal adalah melakukan pengelolaan sampah kapal dengan menetapkan SOP pengelolaan sampah. Pada kapal penumpang perlu diciptakan sanitasi kapal yang benar, selain itu perlu pemenuhan indikator sanitasi lainnya seperti penyediaan air bersih, dan pengendalian vektor atau rodent. Pelabuhan Lhokseumawe merupakan salah satu pelabuhan yang padat melayani pelayaran domestik dan internasional, khususnya pelayanan kargo. Berdasarkan data KKP (2008) jumlah kapal yang bersandar di pelabuhan Lhokseumawe baik domestik maupun international sebanyak 691 kapal yang terdiri

atas kapal penumpang, kapal kargo, kapal tangki dan kapal-kapal penangkap ikan. Berdasarkan data tersebut masing-masing mempunyai perbedaan sanitasi baik sanitasi berisiko tinggi maupun sanitasi berisiko rendah. Hasil pemeriksaan sanitasi kapal tahun 2009, menunjukkan jumlah kapal yang sudah memiliki sertifikat SSCEC (risiko rendah) sebanyak 329 kapal (43,9%), dan 420 kapal (56,1%) memperoleh sertifikat SSCC (risiko tinggi) dari 749 kapal yang diperiksa. Hal ini menunjukkan bahwa kapal yang berlabuh di pelabuhan Lhokseumawe masih berisiko tinggi, sehingga perlu dilakukan upaya strategis untuk meningkatkan cakupan sanitasi kapal. Berdasarkan hasil pemeriksaan sanitasi kapal tahun 2009 yang dilakukan oleh petugas KKP Lhokseumawe, diketahui sanitasi berisoko tinggi pada kapal diindikasikan dari keadaan sanitasi kamar ABK, ketersediaan tempat pembuangan sampah, dan sanitasi dapur. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh faktor perilaku ABK yang tidak menjaga kebersihan ruangan kamar atau dapur. Berdasarkan wawancara dengan 2 (dua) nakhoda kapal kargo yang berlabuh di Pelabuhan Lhokseumawe tanggal 22 April 2009, menjelaskan bahwa upaya mewujudkan sanitasi kapal yang saniter atau tidak termasuk kapal berisiko tinggi melibatkan seluruh komponen dalam kapal, termasuk komitmen ABK, ketersediaan sarana sanitasi yang memadai seperti perlengkapan penyediaan makanan ABK, ketersediaan air bersih, serta adanya SOP dari pemilik kapal tentang sanitasi kapal, seperti SOP penyediaan makanan yang hygiene, pengelolaan sampah dalam kapal serta pengawasan dari pihak KKP.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh sanitasi kapal dan manajemen kapal terhadap kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal di Pelabuhan Lhokseumawe untuk memberikan kontribusi data dan telaah secara analitis dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sanitasi pelabuhan khususnya sanitasi kapal. 1.2 Permasalahan Sanitasi kapal merupakan salah satu faktor paling penting diperhatikan terhadap kelayakan berlayar sebuah kapal khususnya kapal kargo. Sanitasi kapal penting guna mencegah terjadinya penularan penyakit antar daerah, khususnya penyakit berpotensi wabah. Keadaan sanitasi kapal dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari internal kapal seperti perilaku ABK, Nakhoda, kejelasan SOP sanitasi maupun ekternal seperti pengawasan KKP. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh sanitasi kapal dan manajemen kapal (penerapan SOP dan kepemimpinan) terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi Kapal di Pelabuhan Lhokseumawe 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis pengaruh sanitasi kapal dan manajemen kapal (penerapan SOP dan kepemimpinan) terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi Kapal di Pelabuhan Lhokseumawe

1.4 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sanitasi kapal, penerapan SOP dan kepemimpinan Nakhoda Kapal berpengaruh terhadap kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal di Pelabuhan Lhokseumawe. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Lhokseumawe dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sanitasi kapal dan pengendalian permasalahan kesehatan yang dihadapi ABK dan penumpang kapal. 2. Menjadi masukan pemilik kapal agar dapat membenahi dan melakukan pengawasan terhadap upaya sanitasi kapal sesuai dengan petunjuk dari IHR. 3. Menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.