BAB I PENDAHULUAN. tersebut atau memberikan izin pada pihak lain untuk menggunakannya. 3 Dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK

I. PENDAHULUAN. penelitian dan pengembangan (Research and Development). Tidak setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

Operasional Pendafataran Paten, Merek dan Hak Cipta

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

I. PENDAHULUAN. yang hari ini diproduksi di suatu negara, di saat berikutnya telah dapat dihadirkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

PENDAFTARAN MEREK : I

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana tidak setiap usaha baik dalam skala kecil, menengah, meupun

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PENTINGNYA PERLINDUNGAN MEREK

Intellectual Property Right (IPR) Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Sumber: Ditjen HKI - Republik Indonesia. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern

Operasional Pendafataran Paten, Merek dan Hak Cipta. Sofyan Arief Konsultan HKI RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 242, Tam

Tanya Jawab Tentang Paten

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Petunjuk Pendaftaran Merek

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,

BAB I PENDAHULUAN. pelaku usaha atau produsen untuk menggunakan unsur-unsur seperti nama, logo

AKIBAT HUKUM HAK CIPTA ATAS LOGO YANG MENYERUPAI MEREK ORANG LAIN LEGAL MEMORANDUM

BAB I PENDAHULUAN. Bajaj Auto Limited adalah sebuah pabrikan kendaraan roda dua dan roda-tiga dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlindungan Dan Pengaturan Tentang Hak Merek Di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

I. PENDAHULUAN. Sejak dasawarsa delapan puluhan (era 1980-an), hak kekayaan intelektual atau

Hak Atas Kekayaan Intelektual. Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014

BEBERAPA KOMPONEN YANG MENDUKUNG DALAM PELAKSANAAN SISTEM ADMINISTRASI DANDOKUMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL*

DIREKTUR JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat ini di satu sisi membawa dampak positif, tetapi disisi lain

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. atas Kekayaan Intelektual (HAKI) juga berkembang pesat. Suatu barang atau jasa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

E M. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apakah Merek itu?

BAB I PENDAHULUAN. teknologi informasi Perseroan secara elektronik yang diselenggarakan oleh

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mendorong

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM memberikan. sosialisasi HKI secara sistemik dan continue;

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, suatu produk barang atau jasa yang dibuat pelaku usaha

PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG MEREK DONA PRAWISUDA, SH KANTOR WILAYAH JAWA BARAT KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik. kesimpulan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL NOMOR HKI-54.0T TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau disebut juga dengan property rights

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, peranan tanda pengenal berkaitan dengan hasil industri dan

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang mempunyai jumlah kendaraan yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di

Formulir Permohonan Paten

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EFEKTIVITAS PENDAFTARAN CIPTAAN TERHADAP KARYA CIPTA SENI PATUNG DI DESA JAGAPATI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang berarti bahwa semua manusia

KAJIAN PEMBATALAN MEREK PUTUSAN NOMOR 08/HAKI/M/2007/ PN.NIAGA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai produk barang dan jasa beredar di dunia perdagangan, sehingga dibutuhkan daya pembeda antara produk barang/jasa yang satu dengan yang lain terutama untuk produk barang atau jasa yang sama. Merek telah digunakan sejak ratusan tahun untuk memberikan tanda dari produk yang dihasilkan dengan maksud menunjukkan asal usul barang (indication of origin). 1 Sebuah merek pada dasarnya mencerminkan janji penjual untuk secara konsisten menyediakan sekumpulan fitur (features), manfaat, dan layanan kepada pembeli. Merek juga mengandung jaminan akan kualitas. 2 Perlindungan hukum hak atas merek di Indonesia saat ini diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek) yang berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2001. Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin pada pihak lain untuk menggunakannya. 3 Dengan demikian hak atas merek adalah hak konstitutif yang lahir karena adanya pendaftaran merek pada lembaga yang berwenang dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik 1 Muhamad Djumhana dan R Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia, Cetakan Ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 159 2 Agus Maulana, Merek: Peran dan Kaitannya dengan Sukses Produk,Usahawan No. 08, TH XXVIII, Agustus 1999 3 Lihat Pasal UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek.

2 Indonesia (Ditjen HKI) sesuai dengan Pasal 7 UU Merek. Sistem yang dianut dalam Undang-Undang Merek adalah sistem first to file, yaitu hak atas merek diberikan pada mereka yang mendaftarkan pertama kali mereknya di DitJend HKI. Beragam jenis barang dan jasa yang dapat didaftarkan mereknya menimbulkan permasalahan sendiri dalam mengelola data dan proses pendaftarannya. Oleh karena itu diperlukan klasifikasi barang dan jasa untuk mempermudah proses pendaftaran dan penyimpanan data merek terdaftar. Klasifikasi barang dan jasa mengenai pendaftaran merek yang digunakan dan diakui di dunia internasional saat ini adalah Nice Classification yang terdapat dalam Nice Agreement.Dengan adanya klasifikasi barang dan jasa yang digunakan secara internasional membuat proses pendaftaran merek lebih efisien. Klasifikasi tersebut disusun berdasarkan ringkasan kelas (Class Heading) barang dan jasa, yaitu terdiri dari 34 kelas barang serta 11 kelas jasa. Klasifikasi barang dan jasa di Indonesia berkaitan dengan pendaftaran merek terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1993 sebagai peraturan pelaksana dari UU No.19 Tahun 1992 tentang Merek. Seiring dengan perkembangan jaman, undang-undang tentang merek telah terjadi beberapa kali revisi sejak Indonesia bergabung ke dalam WTO melalui ratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO dengan UU No. 7 Tahun 1994, yaitu UU No. 14 Tahun 1997 dan yang terakhir dan berlaku hingga saat ini, UU No. 15 Tahun 2001. Namun peraturan mengenai klasifikasi barang dan jasa yang berkaitan dengan pendaftaran merek hingga saat ini belum terdapat aturan baru.

3 Klasifikasi barang dan jasa yang terdapat dalam PP No. 24 Tahun 1993 merujuk pada edisi Nice Classification yang berlaku pada saat itu, yaitu edisi keenam. Sedangkan edisi yang dipakai dalam pendaftaran merek di dunia internasional saat ini adalah edisi kesepuluh versi 2014 yang berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.Banyak perubahan yang terjadi antara edisi keenam hingga edisi kesepuluh. Perubahan yang cukup terlihat adalah pembentukan kelas 43, 44, dan 45 pada edisi kedelapan yang merupakan perluasan dari kelas 42 dalam edisi keenam. Perubahan yang terdapat dalam setiap edisi Nice Classiffication yang baru selain penambahan macam barang baru, penghapusan suatu barang, atau modifikasi penggunaan istilah bahasa yang lebih tepat. Edisi-edisi tersebut disusun dalam dua bahasa yaitu Inggris dan Perancis, dengan teks yang sepenuhnya sama. Indonesia belum meratifikasi Perjanjian Nice namun dikelompokkan sebagai negara pengguna Klasifikasi Nice. Adapun yang menjadi dasar penggunaan klasifikasi Nice dalam proses pendaftaran merek di Indonesia adalah Keppres Nomor 17 Tahun 1997 tentang Ratifikasi Trademark Law Treaty, yang mengatur harmonisasi dalam proses pendaftaran merek bagi negara-negara anggotanya, salah satunya dalam Pasal 9 ayat (1) Trademark Law Treaty menyebutkan: Each registration and any publication effected by an Office which concerns an application or registration and which indicates goods and/or services shall indicate the goods and/or services by their names, grouped according to the classes of the Nice Classification, and each group shall be preceded by the number of the class of that Classification to which that group of goods or services belongs and shall be presented in the order of the classes of the said Classification.

4 DitJen HKI sebagai lembaga yang berwenang melakukan proses pendaftaran merek tidak pernah menerbitkan terjemahan resmi dari klasifikasi tersebut. Terjemahan yang terdapat pada berbagai literatur hanya merupakan terjemahan dari Class Heading (ringkasan kelas) yang merupakan gambaran ringkas keseluruhan jenis barang dan jasa yang terdapat pada kelas yang dimaksud. DitJen HKI telah melakukan terjemahan terhadap Nice Classification edisi kesepuluh dengan menggunakan jasa penerjemah tersumpah. Namun hasil penerjemahan tersebut masih memerlukan proses editing karena terdapat beberapa barang dan atau jasa yang terjemahannya tidak sesuai dengan yang dimaksud dalam ringkasan kelas (Class Heading). Adapun yang digunakan oleh dunia Internasional sebagai klasifikasi barang dan jasa dalam rangka pendaftaran merek adalah Nice Classiffication edisi kesepuluh versi 2014 yang telah mengalami beberapa perubahan yaitu perubahan kata yang digunakan terhadap barang atau jasa yang dimaksud, penghapusan barang dan jasa ataupun penambahan barang dan atau jasa baru dalam klasifikasi versi terbaru, belum diterjemahkan. Praktik keseharian yang terjadi dalam sistem pendaftaran merek Indonesia, klasifikasi barang dan jasa yang digunakan adalah Nice Classification edisi kesepuluh yang berlaku pada tanggal 1 Januari 2012 demi harmonisasi administrasi pendaftaran merek dunia internasional.walaupun pada kenyataannya tidak semua jenis barang dan atau jasa yang terdapat dalam permohonan pendaftaran merek di Indonesia dapat dicari padanannya dalam klasifiksi tersebut. Nice Classification hanya mengatur penggolongan barang dan jasa berdasarkan ringkasan kelas (Class Heading), padahal Pasal 6 ayat (1) huruf a UU

5 Merek menyatakan bahwa Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jendral apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. Kata yang digunakan adalah barang dan/atau jasa sejenis bukan barang dan/atau jasa dalam satu kelas. Ketentuan mengenai barang dan jasa sejenis umumnya diserahkan pada negara masingmasing. Hak atas merek diberikan setelah melalui proses pendaftaran merek yang diatur dalam UU Merek, salah satunya melalui pemeriksaan substantif. Pemeriksaan substantif dilakukan oleh Pemeriksa merek yang terdapat dalam Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM, diantaranya meliputi pemeriksaan terhadap persamaan merek pada pokoknya ataupun keseluruhan barang atau jasa yang sejenis. 4 Kriteria suatu barang atau jasa dikatakan sejenis baru tertuang dalam Keputusan Ditjen HKI Nomor H-09.PR.09.10 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Substantif Merek, yang digunakan pemeriksa merek sebagai acuan dalam melaksanakan tugasnya. Tidak adanya terjemahan resmi mengenai klasifikasi barang dan jasa serta daftar mengenai barang dan atau jasa sejenis di Indonesia menyebabkan kurangnya kepastian hukum dalam proses pendaftaran merek. Kesimpangsiuran tersebut tidak hanya menyulitkan pemohon dalam mengajukan pendaftaran merek tetapi juga pemeriksa merek selaku petugas yang berkewajiban melaksanakan pemeriksaan dokumen terkait permintaan pendaftaran merek. 4 Lihat Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, timbul permasalahan yang perlu dijawab melalui penelitian terlebih dahulu yaitu: a. Bagaimana penerapan klasifikasi barang dan jasa menurut Nice Classification dalam hal pendaftaran merek di Indonesia? b. Bagaimana praktik penentuan suatu barang dan/atau jasa dikatakan sejenis dengan barang atau jasa lainnya? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran pada perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada dan Perpustakaan yang terdapat di lingkungan Ditjen HKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan internet, penulis menemukan dua penelitian tentang Nice Agreement yang berisikan Nice Classification, yaitu: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Agung Indriyanto, SH, pada tahun 2008, dengan judul Implikasi Keberlakuan Perjanjian Nice mengenai Klasifikasi Barang dan Jasa dalam Pelaksanaan Pendaftaran Merek di Indonesia pada Univeritas Padjajaran Bandung. Penelitian ini membahas mengenai berlakunya Perjanjian Nice selaku perjanjian internasional dalam praktek pendaftaran merek di Indonesia sebagai negara yang tidak menandatangani perjanjian tersebut. Adapun kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah Perjanjian Nice berlaku di Indonesia

7 berdasarkan prinsip hukum kebiasaan internasional karena Perjanjian tersebut telah dipraktekkan dalam sistem pendaftaran dan diterima sebagai hukum di negara-negara yang bukan peserta perjanjian. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Astari Dwi Paramia Rahardjo, SH, pada tahun 2012 dengan judul Analisa Hukum Ratifikasi Nice Agreement bagi kepentingan pemilik Merek di Indonesia, pada Universitas Indonesia. Penelitian tersebut membahas mengenai ada atau tidaknya peraturan perundangan di Indonesia yang mengakomodir Nice Ageement serta perlu atau tidaknya ratifikasi terhadap agreement tersebut. Kesimpulan dari penelitian tersbut bahwa peraturan perundangan di Indonesia memang mengakomodir Nice Classification yang terdapat dalam Nice Agreement yaitu dalam PP Nomor 24 Tahun 1993, namun bukan edisi terkini dari klasifikasi Nice, serta ratifikasi terhadap Nice Agreement perlu dilakukan oleh Indonesia selaku negara pengguna Nice Classification dipandang perlu dilakukan. Kedua penelitian tersebut mempunyai perbedaan permasalahan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Keduanya tidak membahas penerapan Nice Classification dalam pendaftaran merek di Indonesia serta penerapan penentuan kriteria barang dan/atau jasa sejenis. D. Kegunaan Penelitian Manfaat yang dapat diharapkan dengan adanya penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

8 1. Secara teoritis dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya Hukum tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) guna menciptakan suatu ketentuan perundang-undangan yang dapat menunjang penempatan barang dan jasa yang tepat dalam klasifikasi barang dan jasa demi terciptanya administrasi pendaftaran merek yang baik serta kepastian hukum dalam hal pemberian hak atas merek terhadap jenis barang atau jasa tertentu,dan 2. Secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan-sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dan berkepentingan dalam hal pendaftaran merek mengenai pentingnya terjemahan klasifikasi internasional mengenai badang dan jasa dengan edisi terbaru yang berlaku di dunia internasional. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penerapan klasifikasi barang dan jasa berdasarkan Nice Classification dalam rangka pendaftaran merek di Indonesia, serta mengetahui dan menganalisis praktik penentuan suatu barang atau jasa dikatakan sejenis dengan barang dan/atau jasa lainnya.