maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbeda. Melihat kenyataan ini, maka tidaklah mengherankan jika Indonesia

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

Kekuatan dari hasil persetujuan internasional tidak akan bertahan, jika. negara pelaksananya tidak mampu menjaga kekuatan dari konvensi internasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEWARGANEGARAAN WAWASAN NUSANTARA : GEOPOLITIK-GEOSTRATEGI. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: 11Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB sebagai suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

Medan, Desember 2015 Pejabat Rektor. Prof. Subhilhar, Ph.D

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL MOROTAI TAHUN 2012

Hukum Laut Indonesia

Simanjuntak, P.N.H. S.H., Kabinet-kabinet Republik Indonesia dari Awal. Kemerdekaan sampai Reformasi, Jakarta: Djambatan, 2003.

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

MASA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

(1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB 1. PERKEMBANGAN SISTEM ADMINISTRASI WiLAYAH INDONESIALatihan Soal 1.1

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL MOROTAI TAHUN 2012

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SD kelas 5 - ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB 9. KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIALATIHAN SOAL BAB 9. Dwi tunggal. Tri Tunggal. Catur Tunggal.

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Geopolitik. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759)

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

UPAYA TIMOR LESTE DALAMMENYELESAIKAN BATAS WILAYAH LAUT DENGAN AUSTRALIA RESUME SKRIPSI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1960 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN KEPADA PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN TUNJANGAN KEPADA PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN KEMERDEKAAN

SAMBUTAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN RI PADA ACARA HARI ULANG TAHUN KE-72 KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA TANGGAL 17 AGUSTUS 2017

PENDAHULUAN Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Belanda masih merasa mempunyai kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu negara bekas

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1964 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN/TUNJANGAN KEPADA PENRINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN

2. Makna Proklamasi Kemerdekaan

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARAAN SAIL BANDA TAHUN 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pancasila dalam kajian sejarah perjuangan bangsa

Sambutan Presiden RI pada Acara Puncak Sail Banda di Ambon, 3 Agustus 2010 Selasa, 03 Agustus 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SKRIPSI PENANGANAN TINDAK PIDANA PELAYARAN DI WILAYAH MARITIM INDONESIA SEBAGAI PENUNJANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN OLEH :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT BAB VII LAUT LEPAS BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP.

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Langkat merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di

APEK HUKUM WILAYAH NEGARA INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN

UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Peran Daerah dalam Kerangka NKRI saat ini

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

LATIHAN SOAL-SOAL PEND. KEWARGANEGARAAN (Pilihlah jawaban paling benar)

Wawasan Nusantara LANJUTAN. MATERI MINGGU LALU

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

PENDIDIKAN PANCASILA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian geostrategi? 2. Apa pengertian Ketahanan Nasional? 3. Apa saja unsur-unsur Ketahanan Nasional?

Transkripsi:

115 maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298. Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 tidak hanya memberi keuntungan-keuntungan ekonomi dan politik bagi negara Indonesia, melainkan juga kewajiban-kewajiban yang harus segera dilaksanakan oleh Negara Kepulauan Indonesia; 299 Bagi setiap Negara yang wilayah daratannya berada di tempat yang ada lautnya, hukum internasional memberikan porsi wilayah laut yang sesuai yang terdiri dari apa yang dinamakan oleh hukum perairan teritorial. ( ) Tidak ada negara maritim dapat menolaknya. Hukum internasional membebani Negara maritim kewajiban-kewajiban tertentu dan memberi hak-hak tertentu yang menimbulkan kedaulatan yang dilaksanakan di atas wilayah lautnya. Pemilikan wilayah ini tidak sukarela, tidak tergantung atas kemauan negara itu, tetapi wajib. BAB V KESIMPULAN 298 Lihat lampiran hasil perjanjian Konferensi Hukum Laut Internasional, pasal 53 ayat 12 tentang Negara Kepulauan, di dalam buku Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M, Konsepsi Hukum Negara Nusantara Pada Konferensi Hukum Laut III, (Bandung : P.T. Alumni, 2003), hlm. 49. 299 Rebecca. M.M. Wallace, Hukum Internasional, (London : Sweet and Maxwell, 1986), hlm. 143.

116 Proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945 tidak menjamin negara Indonesia benar-benar terlepas dari kekuasaan koloni Belanda. Warisan hukum laut kolonial yang ditinggalkan Belanda masih menjajah negara Indonesia sampai sekitar 37 tahun kemudian setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dalam kekuasan hukum laut warisan kolonial, negara Indonesia tidak memiliki kekuatan sama sekali untuk melarang Belanda mendekati wilayah kedaulatan laut Indonesia. Jangankan bersikap mengusir, melarang Belanda untuk berada di dalam wilayah perairannya pun tidak dapat. Kondisi ini menyadarkan pemerintah Indonesia untuk berjuang melepaskan diri dari kekuasaan hukum laut kolonial. Sebagai negara yang telah merdeka, Indonesia berhak memiliki wilayah kedaulatan yang utuh, baik atas daratan maupun lautan. Satu-satunya cara yang dapat dilakukan Indonesia adalah dengan mengubah hukum laut tersebut supaya wilayah Indonesia tidak dapat lagi dimasuki dengan bebas dan sah oleh negara lain. Hukum laut warisan kolonial yang merugikan negara Indonesia harus dibuang dan diganti dengan hukum laut baru yang dapat menjaga kedaulatan wilayah Indonesia, baik atas wilayah daratnya maupun lautnya. Hukum laut baru tersebut menawarkan konsep negara kepulauan (archipelagic state) sebagai jawaban untuk dimilikinya keutuhan kedaulatan wilayah Indonesia. Namun, proses perubahan hukum laut tersebut tidaklah mudah. Dengan menutup dan memasukkan seluruh wilayah laut Indonesia ke dalam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, berarti menutup juga jalur lalu lintas perhubungan laut dunia. Berdasarkan hal ini, tidak heran jika perjuangan mengutuhkan wilayah laut Indonesia harus menuai kritik dari beberapa negara

117 yang kepentingannya menjadi dirugikan oleh Indonesia. wilayah laut yang dahulu adalah laut bebas milik dunia internasional, kini harus diterima menjadi milik sebuah negara berkembang, Indonesia. Karena perubahan hukum laut baru ini melibatkan banyak negara, maka perjuangan untuk mengutuhkan kedaulatan wilayah laut Indonesia harus melalui langkah diplomasi internasional. Konferensi Hukum Laut Internasional I, II, dan III yang diadakan oleh PBB menjadi sarana perjuangan diplomasi Indonesia untuk memperoleh keutuhan wilayah lautnya secara sah. Untuk dapat memiliki wilayah kedaulatan laut yang utuh dan sah, negara Indonesia membutuhkan pengakuan dari dunia internasional terhadap hukum laut baru dan konsep negara kepulauan yang dibuatnya. Tanpa adanya pengakuan dari dunia internasional, maka kedaulatan wilayah laut Indonesia tidak akan memiliki kekuatan hukum yang sah. Selain melalui langkah diplomasi, keutuhan wilayah laut Indonesia dapat diwujudkan dari dalam negara Indonesia sendiri. Perhatian pemerintah Indonesia terhadap sektor kelautannya harus ditingkatkan. Peningkatan perhatian pemerintah terhadap sektor kelautan dapat terlihat melalui beberapa aspek; seperti penyusunan kabinet, rencana-rencana pembangunan, perbaikan sarana perhubungan dan peningkatan sarana pertahanan laut. Nama-nama departemen dan kementerian di dalam kabinet yang disusun oleh pemerintah menunjukkan perhatian yang diberikan oleh pemerintah Indonesia terhadap bidang-bidang yang saat itu layak untuk diperhatikan. Jika sektor kelautan telah dimasukkan di dalam susunan departemen dan kementerian

118 kabinet, maka pemerintah telah memandang bahwa sektor kelautan Indonesia saat itu layak untuk diperhatikan. Sejak awal negara Indonesia berdiri, kementerian bercorak laut baru muncul pada tahun 1957, yaitu pada masa pemerintahan kabinet Djuanda. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pemerintah Republik Indonesia terhadap pentingnya laut sebagai faktor penunjang tetap teguh berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia juga baru dimulai pada masa pemerintahan kabinet Djuanda. Perhatian pemerintah terhadap sektor kelautan juga dapat dilihat pada rencana-rencana pembangunan dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang telah dibuat oleh pemerintah. Pembangunan dan perbaikan berbagai sarana di dalam negara Indonesia tidak akan menyimpang dari rencana pembangunan dan GBHN yang telah dirancang oleh pemerintah. Oleh karena itu, tidak mungkin pemerintah mengatakan untuk memperhatikan sektor kelautannya, namun hal itu tidak pernah dimasukkan di dalam rencana pembangunan dan GBHN Indonesia. Walaupun masalah keutuhan wilayah laut Indonesia telah berulang kali dimasukkan ke dalam GBHN, namun perwujudannya di dalam Rencana-Rencana Pembangunan tidak secara langsung tertulis. Perbaikan sektor kelautan hanya dimasukkan sebagai penjelasan dari rencana pemerataan perekonomian Indonesia, dan bukan menjadi rencana utama. Peningkatan perhatian pemerintah terhadap salah satu sektor pembangunan pasti akhirnya melahirkan tindakan yang nyata terhadap sektor tersebut. Demikian juga terhadap sektor kelautan, peningkatan perhatian yang diberikan pemerintah seharusnya melahirkan tindakan-tindakan nyata untuk memperbaiki sektor kelautan Indonesia. Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi di

119 dalam sektor kelautan Indonesia saat itu. Tidak banyak langkah perbaikan yang secara nyata dilakukan oleh Indonesia untuk memperbaiki sektor kelautan Indonesia guna menunjang perwujudan keutuhan wilayah laut Indonesia yang kuat. Hal ini dapat terlihat dari ketiga aspek utama pelaksana konvensi hukum laut tahun 1982; aspek pertahanan, aspek perbatasan, dan aspek kesejahteraan. Ketiga-tiganya masih menyisakan masalah yang harus secepatnya diselesaikan oleh negara kepulauan Indonesia, seperti, masalah pertahanan laut yang belum maksimal, masalah perbatasan di laut yang masih belum selesai, dan masalah kesejahteraan rakyat yang belum tercapai walaupun telah memiliki sumber daya bahari yang semakin melimpah. Hal ini menunjukkan bahwa langkah nyata mewujudkan keutuhan wilayah laut yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia belum sebanding dengan tuntutan yang diperjuangkan oleh delegasi Indonesia di dalam Konferensi Hukum Laut Internasional. Indonesia telah mendapatkan hak untuk memiliki wilayah laut yang luas untuk dapat mewujudkan keutuhan wilayahnya, namun kewajiban-kewajiban yang perlu dilaksanakan untuk memperkuat kedaulatan di dalam wilayah lautnya belum dikerjakan secara maksimal oleh pemerintah Indonesia. Dengan disetujuinya konsep negara kepulauan Indonesia dalam Konferensi Hukum Laut Internasional III, maka pasukan Belanda dan kapal-kapal internasional tidak akan berani lagi memasuki wilayah laut Indonesia tanpa persetujuan resmi dari pemerintah Indonesia. Namun, hal tersebut tidak akan bertahan lama jika tidak diikuti dengan perbaikan yang menyeluruh terhadap sektor kelautan Indonesia khususnya ketiga aspek utama di atas.

120 Kekuatan dari hasil persetujuan internasional tidak akan bertahan, jika negara pelaksananya tidak mampu menjaga kekuatan dari konvensi internasional tersebut. Negara dengan wilayah kedaulatan laut yang kuat baru akan terwujud dengan dilaksanakannya dua langkah perjuangan secara bersama-sama; yaitu langkah perjuangan diplomasi dan perbaikan yang menyeluruh terhadap sektor kelautan di dalam negeri. Dengan usaha yang panjang dan berani, Delegasi Indonesia telah meminta kepada dunia internasional untuk melayakkan negara Indonesia memiliki wilayah laut yang luas di dalam daerah kedaulatannya, untuk dijaga dan dipakai bagi kesejahteraan Indonesia dan dunia. Dunia internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya mewujudkan keinginan Indonesia atas keutuhan wilayah lautnya. Oleh karena itu, adanya upaya peningkatan dan perbaikan terhadap sektor kelautan Indonesia merupakan langkah pembuktian kepada dunia internasional bahwa perjuangan Delegasi Indonesia dalam Konferensi Hukum Laut Internasional tidaklah sia-sia, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sungguh layak dengan asas negara kepulauan yang telah dimilikinya. DAFTAR SUMBER