BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

dokumen-dokumen yang mirip
IMPLEMENTASI FSM BASED PLC SEBAGAI PENGENDALI PROTOTIPE MESIN PENCUCI MOBIL OTOMATIS

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan

BAB III ANALISA DAN CARA KERJA RANGKAIAN

BAB IV HASIL, PENGUJIAN DAN ANALISIS. Pengujian diperlukan untuk melihat dan menilai kualitas dari sistem. Hal ini

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

RANCANG BANGUN SENSOR PARKIR MOBIL PADA GARASI BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO MEGA 2560

BAB III ANALISA RANGKAIAN

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III PERANCANGAN ALAT

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem kontrol adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengendalikan,

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

AN-0011 LINE TRACKER ROBOT DENGAN MENGGUNAKAN UNIVERSAL DELTA ROBO KITS

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM. perancangan mekanik alat dan modul elektronik sedangkan perancangan perangkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III SISTEM KERJA RANGKAIAN

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN

BAB IV PERANCANGAN. Gambar 4. 1 Blok Diagram Alarm Rumah.

PROTOTIPE PALANG PINTU OTOMATIS UNTUK BUSWAY BERBASIS INFRA RED

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. blok diagram dari sistem yang akan di realisasikan.

BAB 4. Rancang Bangun Sistem Kontrol

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB 3 PERANCANGAN. Skema sistem lup tertutup dari alat yang dirancang digambarkan pada Gambar 3.1.

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

ini merupakan nilai asli yang didapat oleh mikrokontroler tanpa perkalian

Gambar 1 Tampilan alat

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

Gambar 4.1. Penampang Alat.

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

Crane Hoist (Tampak Atas)

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

USER MANUAL ALARM ANTI MALING MATA PELAJARAN : ELEKTRONIKA PENGENDALI DAN OTOMASI

BAB III PERANCANGAN ALAT

Robot Bergerak Penjejak Jalur Bertenaga Sel Surya

Perancangan Model Alat Pemotong Rumput Otomatis Berbasis Mikrokontroler AT89C51

SISTEM ROBOT PENGIKUT GARIS DAN PEMADAM API BERBASIS MIKROKONTROLER AT89C51. Budi Rahmani, Djoko Dwijo Riyadi ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENULISAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III RANCANGAN ALAT DAN PROGRAM

RANCANG BANGUN RAUTAN PENSIL PINTAR BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 8535

BAB III PERANCANGAN ALAT. eletronis dan software kontroler. Konstruksi fisik line follower robot didesain

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB II DASAR TEORI. Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource,

USER MANUAL LAMPU EMERGENCY MATA DIKLAT : RANCANGAN ELEKTRONIKA SISWA XII ELEKTRONIKA INDUSTRI TEKNIK ELEKTRO SMKN 3 BOYOLANGU

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN SISTEM

ROBOT LINE FOLLOWER ANALOG

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret 2014,

BAB III PERANCANGAN PROTOTIPE

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

MOUSETRAP BERBASIS ARDUINO UNO DENGAN SENSOR PIR

BAB III PERANCANGAN DAN KERJA ALAT

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Secara garis besar rangkaian pengendali peralatan elektronik dengan. blok rangkaian tampak seperti gambar berikut :

USER MANUAL KERAN AIR OTOMATIS MATA DIKLAT : ELEKTRONIKA INDUSTRI ELEKTRONIKA INDUSTRI SMK NEGERI 3 BOYOLANGU TULUNGAGUNG

MANAJEMEN ENERGI PADA SISTEM PENDINGINAN RUANG KULIAH MELALUI METODE PENCACAHAN KEHADIRAN & SUHU RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89S51

DELTA LOW COST LINE FOLLOWER

BAB IV PEMBAHASAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN

RANCANG BANGUN LAMPU SINYAL DAN PEMINDAH JALUR OTOMATIS PADA PERJALANAN KERETA API SATU SEPUR MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER AT89S51

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT

OTOMATISASI SISTEM PEMISAHAN MINYAK DAN AIR PADA GATHERING STATION

PURWARUPA ALAT PEMILAH BARANG BERDASARKAN UKURAN DIMENSI BERBASIS PLC OMRON SYSMAC CPM1

KENDALI KERAN OTOMATIS PADA TOILET PRIA DENGAN SENSOR PIR ( PASSIVE INFRARED )

PENDETEKSI OTOMATIS ARAH SUMBER CAHAYA MATAHARI PADA SEL SURYA. Ahmad Sholihuddin Universitas Islam Balitar Blitar Jl. Majapahit no 4 Blitar.

BAB III ANALISA SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN PEMODELAN

PEMANFAATAN KAMERA WIRELESS SEBAGAI PEMANTAU KEADAAN PADA ANTICRASH ULTRASONIC ROBOT

BAB IV PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III PERANCANGAN. bayi yang dilengkapi sistem telemetri dengan jaringan RS485. Secara umum, sistem. 2. Modul pemanas dan pengendali pemanas

METODE PENELITIAN. Penelitian dan perancangan tugas akhir ini dimulai sejak bulan November 2012

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL KERJA PRAKTEK. elektronika dan sensor sebagai alat pendukung untuk membuat sebuah remote control

BAB 1 PENDAHULUAN. dipantau setiap saat sebab peralatan otomatis dapat melakukan pekerjaannya sendiri

BAB IV PENGUJIAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

kendali pemotongan kertas pada industri rumah tangga, dimana dengan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. selanjutnya dilakukan pengujian terhadap sistem. Tujuan pengujian ini adalah

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA. regulator yang digunakan seperti L7805, L7809, dan L Maka untuk

BAB II SISTEM KENDALI GERAK SEGWAY

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Philips Master LED. Sistem ini dapat mengatur intensitas cahaya lampu baik secara

USER MANUAL ALARM ANTI MALING MENGGUNAKAN LASER MATA DIKLAT : SISTEM KENDALI ELEKTRONIKA

BAB III METODOLOGI. rangkaian, kemudian ketika sensor mendeteksi objek output sensor yang berupa

Transkripsi:

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi FSM based PLC Spesifikasi dari FSM based PLC adalah sebagai berikut : 1. memiliki 7 buah masukan. 2. memiliki 8 buah keluaran. 3. menggunakan catu daya 5 V. 4.2 Spesifikasi Prototipe Mesin Pencuci Mobil Otomatis Spesifikasi pada prototipe pencuci mobil otomatis adalah sebagai berikut : 1. Dimensi bangunan 75 cm (P) X 20 cm (L) X 50 cm (T). 2. Dimensi model mobil 11,5 cm (P) X 5,5 cm (L) X 5,5 cm (T). 3. Modul infra merah menggunakan catu daya DC 5 Volt. 4. Modul photodioda menggunakan catu daya DC 5 Volt. 5. 3 buah pompa aquarium (digantikan dengan LED). 6. 5 buah sikat yang diputar dengan motor DC 12 Volt. 7. 1 buah blower menggunakan motor DC 24 Volt. 8. 1 buah Motor DC 24 Volt dengan gearbox. 9. 2 buah Stepper motor untuk menaikkan atau menurunkan, sikat dan blower. 82

83 4.3 Spesifikasi Kotak Pengendali Mesin Pencuci Mobil Otomatis Spesifikasi pada kotak pengendali mesin pencuci otomatis adalah sebagai berikut : 1. Dimensi kotak pengendali 35 cm (P) X 35 cm (L) X 10 cm (T). 2. 4 buah Steker. 3. 1 buah saklar ON/OFF. 4. 1 buah trafo 500 ma (CT) untuk catu daya motor DC. 5. 1 buah trafo 3 A (CT) untuk catu daya modul relay dan modul pengendali motor stepper. 6. 1 buah trafo 5 A (CT) untuk catu daya modul sensor (pemancar dan penerima) dan modul FSM based PLC. 7. 2 buah modul FSM based PLC. 8. 1 buah modul pengendali relay. 9. 1 buah modul pengendali motor stepper. 10. 1 buah modul catu daya. 4.4 Prosedur Pengoperasian Sistem Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menjalankan sistem adalah sebagai berikut : 1. Menghubungkan keluaran modul photodioda ke masukan modul FSM based PLC. 2. Hubungkan kabel dari pompa aquarium ke steker pada kotak pengendali. 3. Tekan saklar ON/OFF ke posisi ON untuk mengaktifkan sistem.

84 4.5 Prosedur Pencucian Mobil Pertama, mobil masuk sampai mengaktifkan sensor ke-1. Setelah mobil mengaktifkan sensor ke-1, sistem akan berjalan secara otomatis sampai mobil melewati sensor terakhir (sensor ke-7). Bila mobil telah melewati sensor terakhir, maka sistem akan mati secara otomatis. Mati dalam arti sistem dalam keadaan stand-by sampai ada mobil yang masuk dan mengaktifkan kembali sensor ke-1. 4.5.1 Prosedur mesin pencuci mobil otomatis bila 1 mobil masuk 1. Pada keadaan awal, dikarenakan tidak adanya mobil yang masuk ke sistem, maka sistem akan berada pada state Start. 2. Pada saat mobil masuk dan mengenai sensor ke-1, state akan berpindah dari state Start ke state S 1 dan conveyor akan aktif (berputar). Conveyor akan tidak aktif (berhenti berputar) ketika mobil telah melewati sensor ke-7. 3. Mobil akan tertarik oleh conveyor dan berjalan di sepanjang rel conveyor. 4. Bila mobil mengenai sensor ke-2, state akan berpindah dari state S 1 ke state S 2, dimana pompa air pertama akan menyemburkan air dari bawah. Pompa akan berhenti beroperasi setelah mobil melewati sensor ke-2. 5. Bila mobil mengenai sensor ke-3, state akan berpindah dari state S 2 ke state S 3, dimana pompa kedua dan sikat tegak (sikat pertama) akan aktif. Pompa kedua akan menyembur air dari arah atas, kiri, dan kanan. Pompa kedua akan berhenti beroperasi ketika mobil mengenai sensor ke-4 dan sikat tegak akan berhenti berputar bila mobil mengenai sensor ke-5. 6. Bila mobil mengenai sensor ke-4, state akan berpindah dari state S 3 ke state S 4, dimana pompa ketiga dan sikat bawah akan mulai beroperasi. Pompa ke-

85 tiga akan menyembur air ke arah bawah. Pompa ketiga dan sikat bawah akan berhenti beroperasi setelah mobil melewati sensor ke-5. 7. Bila mobil mengenai sensor ke-5, state akan berpindah dari state S 4 ke state S 5, dimana sikat naik-turun dan motor stepper akan mulai beroperasi. Sikat naik-turun akan mulai berputar dan motor stepper berada dalam keadaan Stand-by. Sikat naik-turun akan berhenti beroperasi ketika mobil mengenai sensor ke-7. 8. Bila mobil mengenai sensor ke-6, state akan berpindah dari state S 5 ke state S 6, dimana blower akan mulai beroperasi untuk menghembuskan angin. Blower akan berhenti beroperasi setelah mobil melewati sensor ke-7. 9. Sensor ke-7 merupakan sensor terakhir dari mesin pencuci mobil otomatis. Bila mobil mengenai sensor ke-7, state akan berpindah dari state S 8 ke state S 9. Bila mobil telah melewati sensor ke-7, state akan berpindah dari state S 9 ke state Start. Perpindahan ke state Start menandakan proses pencucian mobil telah selesai, sehingga mesin akan kembali berada dalam keadaan Standby (state Start). Untuk lebih jelas, prosedur perpindahan state dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Masuk Mobil ke-? 86 M 4 M 3 M 2 M 1 Sensor ke-? detik ON S 1 S 2 OFF ON OFF ON S 3A S 3B OFF ON OFF ON S 4 OFF ON S 5 OFF ON S 6 ON S OFF 7 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 detik Gambar 4. 1. Diagram waktu 4 mobil masuk ke mesin pencuci mobil otomatis

87 Gambar 4.1 menggambarkan timing diagram dari sistem pencuci mobil otomatis, yang menggambarkan waktu setiap mobil untuk melewati setiap sensornya. 4.6 Analisa Sistem Pengujian sistem ini, dimaksudkan untuk mengetahui apakah sistem bekerja dengan baik atau tidak. Pengujian sistem meliputi modul FSM based PLC, modul sensor, modul relay, dan modul motor stepper. 4.6.1 Pengujian Modul FSM based PLC Pengujian modul FSM based PLC dilakukan dengan menganalisa State Transition Diagram (STD) mesin pencuci mobil otomatis pada saat adanya gangguan. STD yang digambarkan pada BAB 3 adalah STD yang ideal (tanpa gangguan) tetapi setelah diimplementasikan ternyata terdapat banyak gangguan pada sensor, misalnya dari sensor rusak, sinar matahari dan air. Akibat dari gangguan-ganguan tersebut, STD yang digambarkan pada BAB 3 tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan setelah pengimplementasian.

88 0000000/START 0000000/START Undefined Input/Start 0000110/S3 0000000/START Undefined Input/Start 0000001/S1 0000011/S2 0000111/S3 START S 1 S 2 S 3 1000000/S9 0000000/ START 1100000/S9 S 9 1100000/S9 1000000/S9 0100000/S8 0110000/S7 0000011/S2 0011000/S6 0010000/S6 0000111/S3 0000110/S3 0000100/S4 0001000/S5 0001100/S5 S 4 0000100/S4 0001100/S5 0000000/START Undefined Input/Start S 8 0100000/S8 S 7 0110000/S7 S 6 0011000/S6 S 5 0010000/S6 0001000/S5 Gambar 4. 2. State Transition Diagram untuk antrian 1 mobil masuk saat diimplementasikan Pada Gambar 4.2, keadaan awal bermula dari state Start. Sistem yang diinginkan adalah sistem yang dapat berpindah secara berurutan dari state Start kembali lagi ke state Start. Tetapi pada kenyataannya tidak demikian, dari state Start dapat langsung lompat ke state 8 apabila sensor ke-6 rusak atau terhalang suatu objek. Contoh bila state awalnya adalah Start, untuk berpindah ke S 1 dibutuhkan kondisi masukan 0000001 tetapi sistem melompat ke S 3. ini mungkin terjadi bila sensor ke-2 dan ke-3 terhalang oleh sesuatu atau rusak sehingga menyebabkan sistem melompat dari state start ke state S 3.

89 Selama keluaran dari 7 buah sensor masih menghasilkan 7-bit data yang telah didefinisikan sebelumnya, maka sistem akan lompat ke state yang telah ditentukan. Bila keluaran dari 7 buah sensor menghasilkan 7-bit data yang belum atau tidak didefinisikan sebelumnya, maka sistem akan lompat ke state Start. Misalkan, sistem berada di state ke-5. Sistem akan melompat ke state 6 bila masukannya 0011000. Tetapi bila sensor ke-2 terhalang oleh objek atau rusak, maka masukan yang masuk ke FSM based PLC adalah 0011010. Dikarenakan masukan 0011010 belum atau tidak didefinisikan sebelumnya, maka sistem akan melompat ke state Start. Misalkan, sistem berada di state ke-7, untuk melompat ke state 8, mobil harus memotong atau melewati sensor ke-6. Pada saat mobil memotong sensor ke-6, seharusnya 7-bit keluaran sensor menjadi 0100000. Dikarenakan sensor ke-6 rusak, maka 7-bit keluaran sensor menjadi 0000000. Sistem yang seharusnya berpindah ke state 8 menjadi berpindah ke state Start. Bila kondisi masukan telah terdefinisi didalam source code, maka sistem akan melompat ke state tertentu sesuai dengan kondisi masukannya dan bila kondisi masukannya belum terdefinisi didalam source code, maka sistem akan melompat ke state start. Dengan demikian sistem akan melompat ke state tertentu secara tidak berurutan atau melompat ke state start, tergantung pada kondisi masukannya. Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kerusakan pada sensor, maka diletakkan sebuah lampu indikator (dalam hal ini LED) di setiap sensor. Kerusakan sensor dapat diketahui dengan melihat LED mana yang menyala ketika tidak ada objek (dalam hal ini mobil) yang memotong sensor. Pemasangan indika-

90 tor ini juga dimaksudkan untuk memudahkan proses perbaikan ketika ditemui kerusakan pada sensor. 4.6.2 Pengujian Modul Sensor Pada sistem pencucian mobil otomatis, sensor digunakan sebagai alat pendeteksi ada tidaknya mobil di depan sensor tersebut. Sistem pencuci mobil otomatis yang dibahas saat ini, menggunakan sensor tipe inframerah. Sensor inframerah dapat mendeteksi ada tidaknya mobil di hadapannya dengan cara mengecek apakah sinar yang dipancarkan oleh LED inframerah diterima oleh photodioda atau tidak. Jika tidak ada sinar yang masuk ke photodioda, itu berarti ada objek yang berada di antara LED inframerah dan photodioda sehingga menghalangi sinar yang dipancarkan oleh LED inframerah untuk sampai ke photodioda. Hal ini terjadi dikarenakan sifat sinar inframerah yang dipancarkan tidak dapat menembus benda yang tidak tembus pandang. Kelebihan yang dimiliki oleh sensor inframerah adalah harganya yang relatif murah dan rangkaian pengendalinya yang sederhana. Selain itu, inframerah juga memiliki daerah pancaran ±30. Daerah pancaran tersebut cocok untuk digunakan pada sistem pencuci mobil otomatis yang hanya memerlukan daerah pancaran garis lurus dan tidak perlu melebar. Selain berbagai kelebihan yang dimiliki oleh sensor inframerah, sensor ini juga memiliki beberapa kelemahan. Diantaranya adalah jangkauannya yang relatif pendek (maksimal ±30 cm) dan sifatnya yang peka terhadap sinar matahari. Sifat peka terhadap matahari ini harus menjadi perhatian utama dikarenakan dapat mengurangi tingkat keakuratan sensor ini dalam mendeteksi objek yang berada di depannya.

91 4.6.2.1 Tegangan sensor pada saat normal (tidak ada sinar matahari dan air) Pengujian sensor dilakukan pada saat tidak ada cahaya matahari, dan tidak menggunakan pompa akuarium sebagai penyemprot air. Pengukuran dilakukan dengan mengambil 10 contoh State. Berikut ini adalah hasil pengukuran keluaran modul sensor pada saat normal. Tabel 4. 1. Tegangan Keluaran Modul Sensor pada saat normal Tegangan Keluaran Modul Sensor S 7 S 6 S 5 S 4 S 3 S 2 S 1 Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt 0 0,56 0 0,56 0 0,19 0 0,56 0 0,56 0 0,56 0 0,56 0 0,56 0 0,56 0 0,2 1 4,28 1 4,27 0 0,56 1 4,28 0 0,58 0 0,58 0 0,19 1 4,28 0 0,57 1 4,28 1 4,28 0 0,55 0 0,56 1 4,31 0 0,56 1 4,28 1 4,28 0 0,55 1 4,28 0 0,35 1 4,31 1 4,28 1 4,28 1 4,28 1 4,28 0 0,56 1 4,28 1 4,31 0 0,56 1 4,28 0 0,56 1 4,28 1 4,28 0 0,46 0 0,21 1 4,28 0 0,45 1 4,28 1 4,28 1 4,29 0 0,43 1 4,3 0 0,43 1 4,29 0 0,43 0 0,43 0 0,56 1 4,21 1 4,31 1 4,28 1 4,28 0 0,56 0 0,56 1 4,28 0 0,45 1 4,3 1 4,28 0 0,44 0 0,44 0 0,44 Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada contoh pertama ketika belum ada mobil yang masuk, semua tegangan keluaran pada setiap sensor tidaklah nol. Hal ini disebabkan oleh tegangan pada jalur ground yang seharusnya nol, tidaklah nol. Ini diakibatkan oleh hambatan yang terdapat pada kabel, sehingga ada tegangan yang jatuh pada kabel. Jadi, tegangan keluaran sensor yang seharusnya 0 Volt menjadi 0,56 Volt. Sedang untuk tegangan keluaran pada sensor ke-5 turun hingga 0.19 Volt, hal ini dikarenakan sensor digunakan sebagai masukan untuk 2 FSM pada saat yang bersamaan, yaitu FSM program utama dan FSM naik turun. Pada contoh kedua, disimulasikan bila ada mobil yang mengenai sensor ke-1, ke-3, dan ke-4. Tegangan keluaran pada sensor ke-1, ke-3, dan ke-4 tidak-

92 lah sebesar 5 Volt seperti yang diharapkan, melainkan hanya sebesar 4.28 Volt. Hal ini disebabkan adanya tegangan yang jatuh pada resistor pembatas arus pada kaki kolektor (lihat Gambar 4.3). R Pembatas Arus Gambar 4. 3. Resistor pembatas arus Untuk contoh ketiga dan keempat, hasilnya sama dengan contoh kedua. Dan untuk contoh kelima, tegangan pada sensor ke-6 yang seharusnya 0.56 Volt turun menjadi 0,35 Volt. Hal ini dikarenakan pada saat yang bersamaan, terdapat 6 sensor yang aktif dari 7 sensor yang ada. Namun demikian, sistem masih dapat bekerja dengan normal pada kondisi tersebut. 4.6.2.2 Tegangan sensor pada saat ada matahari (tidak ada air) Pengujian ini dilakukan pada ruangan terbuka, dimana seluruh bagian sistem terkena sinar matahari termasuk sensor. Tabel 4.2 adalah hasil pengukuran tegangan keluaran sensor pada saat ada matahari.

93 Tabel 4. 2. Tegangan Keluaran Modul Sensor pada saat ada matahari Tegangan Keluaran Modul Sensor S7 S6 S5 S4 S3 S2 S1 Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt 0 0.56 0 0.56 0 0.56 0 0.56 0 0.56 0 0.56 0 0.56 0 0.56 1 0.56 1 0.56 1 0.56 1 0.56 0 0.56 0 0.56 Pada pengujian ini hanya diambil dua contoh, yaitu pada kondisi tidak ada mobil dan pada kondisi 1 mobil masuk. Pada kondisi tidak ada mobil, tegangan keluaran sensor semuanya sama yaitu sebesar 0.56 Volt. Hal ini disebabkan karena sinar matahari juga memancarkan sinar inframerah (seperti yang dilakukan oleh transmitter) dan sinar ini diterima oleh photodioda (receiver). Sedang pada kondisi 1 mobil yang masuk, walaupun mobil sudah memotong sensor, sistem tetap tidak aktif. Hal ini karena photodioda masih menerima sinar inframerah yang berasal dari sinar matahari. 4.6.2.3 Tegangan sensor pada saat ada air (tidak ada matahari) Pengujian ini dilakukan dengan menyemprotkan air pada permukaan sensor. Tabel 4.3 adalah hasil pengukuran keluaran modul sensor pada saat ada air. Tabel 4. 3. Tegangan keluaran modul sensor pada saat ada air Tegangan Keluaran Modul Sensor S7 S6 S5 S4 S3 S2 S1 Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt Logika Volt 0 0.48 0 0.47 0 0.56 0 0.61 0 4.3 0 1.97 0 1.63 0 0.32 1 4.33 1 4.31 1 4.35 1 4.35 0 0.79 0 0.81 Tegangan keluaran yang dihasilkan pada sensor yang terkena air menjadi tidak stabil dikarenakan sinar inframerah yang seharusnya mengenai photodioda dibiaskan oleh air. Dikarenakan terjadinya pembiasan sinar inframerah, maka

94 kadang-kadang sinar inframerah yang dipancarkan tidak mencapai photodioda sehingga sensor bereaksi seolah-olah ada mobil di depan sensor. Hal ini menyebabkan kerja sistem menjadi kacau. Proses penyemprotan air yang seharusnya belum aktif menjadi aktif dan proses penyemprotan air yang seharusnya sudah tidak aktif menjadi tetap aktif. Hal ini khusus terjadi pada sensor-sensor yang terkena cipratan air (sensor ke-1, ke-2, dan ke-3). Pada pengujian ini, disimulasikan mobil memotong sensor ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4 (dalam kondisi HIGH) dan sensor lain dalm kondisi LOW. Pada kondisi tersebut, pompa ke-1, ke-2, dan ke-3 akan aktif. Apabila mobil sudah melewati sensor ke-1, ke-2, ke-3, dan mengenai sensor-sensor yang lain, pompa ke-1 dan ke-2 seharusnya sudah tidak aktif. Namun dalam pengujian yang dilakukan disini, kedua pompa tersebut tetap aktif. Sensor 1 Sensor 2 Sensor 3A Sensor 3B Sensor 4 Sensor 5 Sensor 6 Sensor 7 Gambar 4. 4. Susunan Sensor

95 4.6.3 Pengujian Modul Relay Modul ini terdiri dari 8 buah rangkaian pengendali relay, yang masingmasing rangkaian pengendali tersebut dikendalikan oleh modul FSM based PLC. Alasan digunakannya rangkaian pengendali relay adalah kelemahan modul FSM based PLC yang tidak mampu memberikan tegangan yang cukup untuk dapat menjalankan motor DC dan pompa. FSM based PLC hanya dapat menghasilkan tegangan sebesar 4,8 Volt pada keluarannya, sedangkan tegangan yang diperlukan untuk menjalankan motor DC sebesar 8 V DC dan untuk mengaktifkan pompa diperlukan tegangan sebesar 220V AC. Diantara rangkaian FSM based PLC dan rangkaian pengendali relay dipasangkan komponen dioda. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadi arus balik yang disebabkan oleh tegangan kejut yang mungkin terjadi ketika kumparan relay terinduksi. Dioda ini dipasang secara reverse terhadap +V. 4.6.4 Pengujian Catu Daya Kualitas dari sebuah catu daya sangat mempengaruhi kinerja dari sebuah sistem secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dari timbulnya osilasi yang terjadi pada keluaran FSM based PLC. Osilasi tersebut disebabkan adanya ripple yang berasal dari keluaran catu daya. Untuk mengatasi hal tersebut, ditambahkan kapasitor penyaring (filter) pada rangkaian catu daya. Pengujian catu daya dilakukan dengan mengukur besarnya dan tegangan yang dibutuhkan oleh sistem untuk dapat bekerja dengan baik. Sistem pencuci mobil otomatis memerlukan daya yang cukup besar untuk dapat bekerja dengan baik. Dikarenakan modul sensor membutuhkan daya yang besar, diperlukan se-

96 buah catu daya dengan kualitas yang baik supaya ketika modul sensor diaktifkan, tegangan yang disuplai oleh catu daya tidak turun. Pada modul sensor, terdapat 15 pasang sensor (LED inframerah dan photodioda). Besarnya tegangan yang disuplai oleh catu daya sebelum dan setelah modul sensor diaktifkan dapat dilihat dalam Tabel 4.4. Tabel 4. 4. Pengukuran catu daya modul sensor Polaritas Tanpa Modul Sensor Dengan Modul Sensor 0 Sensor 1 Sensor 15 Sensor + 4,94 V 4,58 V 4,57 V 4,56 V Ground 0 V 0,03 V 0,03 V 0,03 V Lihat tabel 4.4, terlihat bahwa catu daya yang digunakan memiliki kualitas yang kurang baik dikarenakan terjadinya penurunan tegangan pada saat beban dipasangkan pada catu daya tersebut (lihat table 4.5). Sebelum dipasangkan ke beban, tegangan pada jalur Ground sebesar 0 Volt. Dan setelah dipasangkan dengan beban, tegangan pada jalur Ground menjadi 0,02 Volt. Hal ini disebabkan adanya tegangan yang jatuh pada kabel dikarenakan adanya hambatan pada kabel yang digunakan. Untuk membuktikan pengaruh hambatan kabel terhadap tegangan catu daya, maka dilakukan pengukuran tegangan catu daya sebelum dan setelah melewati kabel. Tabel 4. 5. Pengukuran tegangan yang jatuh pada kabel Sebelum Melewati Setelah Melewati Polaritas Kabel Kabel + 4,56 V 4,40 V Ground 0,02 V 0,1 V

97 Selain modul sensor dan modul pengendali motor stepper, motor DC juga memerlukan daya yang cukup besar. Hal ini dikarenakan ketika motor DC dan motor stepper diaktifkan, diperlukan daya besar untuk mengaktifkan motor-motor tersebut. Kecepatan motor DC dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang disuplai oleh catu daya ke modul pengendali motor DC. Pengaruh putaran motor DC terhadap tegangan catu daya dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4. 6. Tegangan motor DC Tegangan Motor 0 Motor Aktif 1 Motor Aktif 2 Motor Aktif 3 Motor Aktif 4 Motor Aktif 5 Motor Aktif Normal 14,65 V 12,71 V 12,25 V 11,60 V 11,15 V 10,40 V Maksimum 14,65 V 12,71 V 12,25 V 11,54 V 11,10 V 9,55 V Pada Tabel 4.6, terlihat bahwa semakin banyak motor yang aktif, tegangan yang disuplai oleh catu daya semakin turun. Sedang perbedaan antara tegangan motor normal dan tegangan motor maksimum tidaklah besar. Seperti halnya pada motor DC, motor stepper juga membutuhkan daya yang cukup besar. Hasil pengukuran pengaruh motor stepper terhadap tegangan yang disuplai catu daya dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4. 7. Tegangan motor stepper 0 Stepper Aktif 1 Stepper Aktif 2 Stepper Aktif Tegangan 18,71 V 17,31 V 16,25 V Pada Tabel 4.7, terlihat terjadinya penurunan tegangan yang cukup besar seiring dengan jumlah motor stepper yang aktif. Hal tersebut membuktikan bahwa motor stepper memerlukan daya yang cukup besar untuk beroperasi, sehingga

98 diperlukan catu daya yang memiliki kualitas baik untuk memastikan daya yang disuplai catu daya ke sistem cukup untuk mengoperasikan sistem dengan baik. 4.6.5 Pengujian Kehandalan Sistem Pengujian kehandalan sistem dilakukan dengan mengambil sejumlah sample. Dari sejumlah sample tersebut, dicari berapa kali ujicoba yang dilakukan gagal dan berhasil. Ujicoba yang dilakukan adalah sebanyak 60 kali, dimana masing-masing 20 kali untuk 1 mobil yang masuk, 2 mobil yang masuk, dan 3 mobil yang masuk. Data ujicoba dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4. 8. Hasil pengujian kehandalan Keterangan Berhasil (B) Gagal (G) Jumlah (J) 1 mobil 20 0 20 2 mobil 19 1 20 3 mobil 19 1 20 Jumlah 58 2 60 Dari data-data diatas dapat dihitung tingkat kehandalan sistem tersebut dengan rumus berikut ini. B Kehandalan = X100%. persamaan 4.1 J Maka,

99 Kehandalan = B X100% J 58 = X 100% 60 = 96,67 % Dari hasil perhitungan, terlihat bahwa kehandalan system tidaklah 100%. Kegagalan tersebut terjadi karena modul FSM based PLC mengalami gangguan yang disebabkan oleh tegangan kejut (pada saat motor stepper aktif). Walau demikian, system tersebut masih dapat dikategorikan memiliki tingkat kehandalan yang tinggi.