BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB II GAMBARAN UMUM KEJAKSAAN NEGERI BENGKALIS. serta perkara perdata dan Tata Usaha Negara dengan kata lain Jaksa Pengacara

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB V PENUTUP. kesimpulan sebagai berikut bahwa:

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I. Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai. masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

II. TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

Volume 15 Nomor 1 Juni 2015 Volume 15 Nomor 1 Juni 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD-1945) menyebutkan bahwa tujuan bernegara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pasal 1 ayat (3), UUD-1945 juga menetapkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, dimana salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan kesamaan atau kedudukan yang sama semua orang di mata hukum (equality before the law). Setiap orang mempunyai kepastian hukum dan keadilan serta berhak mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Undang-undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah salah satu produk hukum yang menaungi kejaksaan sebagai landasan lembaga kejaksaan untuk melaksanakan tugas dan wewenang dalam bidang hukum. Selain mengatur tentang tugas dan wewenang dari kejaksaan, undang-undang ini juga mengatur tentang susunan kejaksaan yaitu dalam Pasal 5 yang menyebutkan susunan ini terdiri dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri. Pasal 9 mengatur tentang syaratsyarat untuk dapat diangkat sebagai jaksa. Seorang jaksa sebelum memangku 1

2 jabatan mempunyai kewajiban mengucapkan sumpah atau janji sebagai landasan awal untuk menjunjung serta bertanggung jawab atas tugas dan wewenang sesuai undang-undang. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan wewenang harus secara independen atau tidak dalam pengaruh atau tekanan dari manapun dan siapapun. Jaksa Agung adalah pemimpin dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan. Pasal 1 ayat (1)Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyebutkan jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Pasal 1 angka 6 Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ditentukan : 1. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 2. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Pasal 1 angka 7, yang dimaksud dengan penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini dengan permintaan supaya di periksa dan di putus hakim di sidang pengadilan. Tidak semua jaksa menjadi penuntut umum tetapi penuntut

3 umum pastilah seorang jaksa. Jaksa penuntut umum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya hanya didasarkan pada perbuatan-perbuatan yang diancam dengan pidana. Di samping itu juga jaksa selaku penuntut umum dalam melaksanakan tugasnya akan berkaitan dengan penyidik, tersangka, barang bukti, penasehat hukum, terdakwa, hakim dan narapidana. Penuntutan sebagaimana menjadi tugas dan wewenang yang dilakukan oleh penuntut umum setelah menerima hasil dari penyidik dan sudah dinyatakan lengkap adalah suatu proses pidana. Suatu tindakan pelaksanaan hukum yang merupakan satu kesatuan dan tidak terpisahkan antara penyidik dengan penuntut umum yang sangat erat kaitannya, karena penuntutan yang akan dilakukan oleh jaksa penuntut umum di sidang pengadilan adalah berdasarkan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik sebelumnya. Penyelesaian berkas perkara merupakan tahap awal yang dilakukan oleh penyidik dengan jaksa penuntut umum sebagai landasan proses hukum selanjutnya. Jika hal ini tidak dibahas secara tegas dan jelas, maka dapat mengakibatkan ketidak pastian dalam hukum dan proses penyelesaian suatu perkara pidana dapat terhenti karena tidak cukup bukti untuk melakukan penuntutan sehingga tersangka dapat dibebaskan. Terdapat undang-undang yang mengatur tentang Kejaksaan secara spesifik, namun dalam realitas yang ada masih banyak terdapat pelanggaranpalanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum jaksa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, sehingga dibentuklah kode etik jaksa sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi pelanggaran yang dilakukan jaksa. Kode

4 etik merupakan pedoman atau petunjuk jaksa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.kode etik jaksa menurut Liliana Tedjosaputro dikenal dengan Tri Krama Adhyaksa yang adalah landasan jiwa dari setiap warga Adhyaksa dalam meraih cita-cita luhurnya tentang Tri Krama Adhyaksa yang meliputi Tiga Krama, yaitu Satya, Adhy, dan Wicaksana (Liliana Tedjosaputro, dalam Supriadi 2006 : 132). Realitasnya walaupun sudah ada kode etik serta undang-undang tentang jaksa sebagai landasan atau pedoman bagi seorang jaksa dalam melaksanakan tugas dan wewenang masih terdapat penyimpangan atau perbuatan melanggar kode etik dari oknum jaksa karena berbagai alasan. Jaksa tentunya juga akan terkait dengan tersangka/terdakwa yang berkaitan dengan perkara pidana dan juga hak-hak yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa, dan salah satu haknya adalah mendapatkan jaminan kesehatan. Berbicara tentang jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa tentunya juga berdasarkan hak yang paling mendasar terhadap manusia yang terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM). HAM adalah hak yang melekat pada setiap mahluk manusia, maksudnya adalah meskipun tidak semua orang mengetahui bahwa ia adalah memiliki HAM, karena keterbatasan akal pikiran dan ilmu pengetahuannya bukan berarti bahwa ia tidak mempunyai hak sebagai manusia, karena ia sejak di dalam kandungan (janin) dalam rahim sudah dianggap telah mempunyai HAM, (Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2004 : 9). Penjelasan tentang HAM ini, tentunya dapat dipahami juga bawasannya setiap orang memiliki hak

5 yang sama dihadapan hukum, begitu juga bagi tersangka/terdakwa perkara pidana. Pasal 36 Undang-undang tentang kejaksaan menentukan : Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri. Bunyi pasal ini dapat dipahami bahwa unsur perlindungan tentang HAM benar-benar dijunjung tinggi oleh undang-undang tentang kejaksaan, meskipun terhadap tersangka/terdakwa perkara pidana yang terkadang dipandang sebelah mata oleh masyarakat akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan. Realitasnya masih terjadi beberapa penyimpangan yang terjadi. Misalnya saja kasus yang terjadi di Batam yang menimpa Rosita alias Rosma, tahanan sementara Polda kepulauan Riau dalam kasus pembunuhan. Rosita merupakan tahanan titipan dari kejaksaan yang hamil akibat perbuatan oknum penegak hukum setempat (http://news.okezone.com, 2012). Terdapat juga kasus kepala administrasi pelabuhan (Adpel) Jambi Belly J Picarima yang ditahan kejaksaan tinggi Jambi, terkait kasus korupsi pengerukan sungai Batanghari tahun 2012. Belly J Picarima dipaksa menaiki mobil tahanan menuju LP (Lembaga Pemasyarakatan) Kelas IIA Jambi padahal dalam keadaan sakit (http://www.metrotvnews.com, 2012). Dua kasus ini, menunjukkan tidak adanya jaminan kesehatan bagi para tersangka/terdakwa. Perlindungan yang diberikan oleh undang-undang ini tentunya perlu dipahami lagi baik prosedur ataupun tata cara yang seharusnya, begitu juga dari segi hak dan kewajiban tersangka/terdakwa, sehingga dalam tahap implementasi peraturan tidak menimbulkan masalah bagi pihak tersangka/terdakwa yang

6 belum memahami betul akan hak dan kewajiban yang dimiliki sebagai tahanan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis terdorong untuk menyusun tesis yang berjudul Realisasi Jaminan Kesehatan Bagi Tersangka/ Terdakwa Sebagaimana Diatur Dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia telah dapat direalisasikan? 2. Apakah ditemukan adanya kendala dalam merealisasikan jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia? C. Batasan Masalah 1. Pengertian Realisasi Realisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kata benda yang berarti perwujudan, proses menjadikan nyata, wujud, kenyataan, pelaksanaan yang nyata (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001: 936).

7 2. Pengertian Jaminan Kesehatan Pasal 1 ayat (1), Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memberikan pengertian kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Jaminan merupakan kata benda yang terkait dengan tanggungan, asuransi; biaya yang ditanggung. Penjelasan dalam hukum tentang kesehatan adalah satu keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum, yang secara langsung ada hubungannya dengan pelayanan kesehatan, dan penerapan dari peraturanperaturan selebihnya mengenai pelayanan kesehatan tersebut di bidang hukum perdata, hukum tata usaha Negara, dan di bidang hukum pidana (H.J.J. Leenen dan P.A.F. Lamintang, 1991 : 20). Jaminan kesehatan merupakan hak dasar yaitu hak-hak warganegara, yang telah ada sejak berabad-abad langgeng lestari dan yang pada asasnya tidak boleh diganggu gugat oleh alat-alat perlengkapan negara, melainkan harus wajib memberikan tanggungan bagi kesehatan warganya terkait keadaan tertentu. 3. Pengertian Tersangka/ Terdakwa Pengertian tentang tersangka/terdakwa dapat kita temui dari ketentuan yang terdapatdalam kitab Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pasal 1 ayat (14) dan (15).

8 Ayat (14) : Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Ayat (15) : Terdakwa adalah seorang tersangkayang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan. Dikatakan juga dalam penjelasan pasal 36 Undang-undang tentang Kejaksaan bahwa, yang dimaksud dengan tersangka atau terdakwa adalah tersangka atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab kejaksaan (Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia). D. Keaslian Penelitian Penulis menyatakan bahwa penulisan hukum/tesis ini merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain. Jika penulisan hukum/tesis ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis : Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya bagi lembaga kejaksaan dan tersangka/terdakwa. 2. Manfaat Praktis : a. Kejaksaan Tinggi Yogyakarta, Kejaksaan Negeri Yogyakarta, dan Kejaksaan Negeri Sleman.

9 Sebagai bahan masukan bagi pihak Kejaksaan Tinggi Yogyakarta, Kejaksaan Negeri Yogyakarta, dan Kejaksaan Negeri Sleman yang berkaitan dengan realisasi jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, sehingga dapat diambil beberapa tindak lanjut yang positif dan berguna bagi keberhasilan Kejaksaan Tinggi Yogyakarta, Kejaksaan Negeri Yogyakarta, dan Kejaksaan Negeri Sleman. b. Universitas Atma Jaya Yogyakarta Penelitian ini dipakai sebagai sumbangan bahan bacaan dan kajian bagi para mahasiswa fakultas ilmu hukum, serta sebagai masukan dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam hukum pidana dan ilmu pengetahuan pada umumnya. c. Masyarakat Memberikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan kepada masyarakat khususnya dalam hal realisasi jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. d. Penulis Memberikan pemahaman dan menambah wawasan penulis di bidang hukum, khususnya dalam hal realisasi jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

10 F. Tujuan Penelitian Penulisan ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui dan mengkaji realisasi jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 2. Mengetahui dan mengkaji kendala dalam merealisasikan jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. G. Sistematika Isi Penulisan Hukum Sistematika penulisan disajikan untuk memudahkan dalam memahami isi dari penulisan tesis, yang terbagi ke dalam beberapa bab dan masingmasing bab terbagi ke dalam sub bab, sebagai berikut : Bab :I Pendahuluan Bagian pendahuluan dari penulisan ini memuat hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Keaslian Penelitian, Manfaat Penelitian, Tujuan Penelitian, dan Kerangka Isi Penulisan Hukum. Bab : II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dijelaskan dan diuraikan tentang tinjauan hukum kesehatan, HAM terkait jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa,

11 tinjauan tentang Kejaksaan Republik Indonesia, serta teori-teori hukum yang terkait dengan fakta pembahasan dari penulisan. Bab : III Metodologi Penelitian Pada bab ini diuraikan mengenai jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, metode pengumpulan data serta metode analisis data. Bab : IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan mengenai bentuk jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa, pelaksanaan pembantaran bagi tersangka/terdakwa, biaya jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa, kode etik jaksa sebagai landasan pelaksanaan tugas dan wewenang, serta kendala jaksa dalam merealisasikan jaminan kesehatan bagi tersangka/terdakwa. Bab : V Penutup Pada bab ini akan disajikan Kesimpulan, yang merupakan jawaban terhadap rumusan masalah yang menjadi obyek penelitian dan sekaligus disajikan saran, yang merupakan rekomendasi dari penulis tentang penyelesaian permasalahan yang menjadi obyek penelitian.