BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran tidak hanya berkutat pada aspek pengetahuan (kognitif). Dalam pembelajaran, masih ada aspek

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah-sekolah sampai sekarang merupakan lembaga pendidikan utama yang. merupakan pusat pengembangan sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. dengan aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting yang dibutuhkan manusia. Dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dicky Fauzi Firdaus, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa. Pendidikan menurut Undang-undang tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ASEP MUNIR HIDAYAT, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

Oleh : Muhammad Abdul Wahid A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 10 BANJARMASIN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi. Mutu pendidikan yang baik dapat menghasilkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha manusia untuk men bumbuhkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

PENGARUH PENERAPAN SERVICE LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Suardi, 2012:71). bangsa. Hal ini sebagaiman tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perwujudan tersebut tentu tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia mulai mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Terbukti

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diorganisasikan dan diarahkan pada pencapaian lima pilar pengetahuan: belajar

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah, dalam kaitannya dengan pendidikan sebaiknya dijadikan tempat

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. tentang sistem pendidikan nasional (2009:69) pasal 1 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, yang tercermindari keberhasilan belajar siswa. Proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Melalui pendidikan yang baik, manusia dapat membuka

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA SD

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Diah Pitaloka Handriani SMP Negeri 1 Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran tidak hanya berkutat pada aspek pengetahuan (kognitif). Dalam pembelajaran, masih ada aspek lain yang perlu dihadirkan dalam melaksanakan sebuah pembelajaran yaitu aspek sikap (afektif) dan aspek keterampilan (psikomotor). Ketiga aspek ini perlu ada setiap melaksanakan kegiatan pembelajaran agar siswa tidak hanya pintar dalam hal pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilannya juga terlatih dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran perlu adanya perencanaan yang matang sehingga ketiga aspek dapat termuat dalam melakukan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran memerlukan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Partisipasi aktif siswa diperlukan untuk dapat mengarahkan siswa mengembangkan tiga aspek dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 yang berbunyi Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sesuai dengan undang-undang tersebut, pembelajaran yang baik harus melibatkan siswa dalam pelaksanaan proses pembelajaran untuk semua mata pelajaran termasuk di dalamnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran memungkinkan siswa dapat mengembangkan tiga aspek pembelajaran yaitu aspek pengetahuan (kognitif), aspek sikap (afektif), dan aspek keterampilan (psikomotor). Keterampilan proses sains perlu dikembangkan dalam pembelajaran IPA. Menurut Samatowa (2010: 93), Keterampilan proses sains merupakan keterampilan intelektual yang dimiliki dan digunakan oleh para ilmuwan dalam meneliti fenomena alam. Berdasarkan pendapat tersebut, dalam pembelajaran 1

2 siswa diarahkan sebagai ilmuwan. Siswa dapat menggunakan keterampilan seperti yang digunakan oleh para ilmuwan dalam bentuk yang lebih sederhana sesuai dengan perkembangan anak usia Sekolah Dasar (SD). Keterampilan eksperimen merupakan salah satu dari keterampilan proses sains yang terintegrasi dengan keterampilan yang lain. Dalam melaksanakan eksperimen menurut Bundu (2006: 30), Guru dan siswa perlu menentukan alat dan bahan yang diperlukan, obyek yang akan diteliti, variabel yang harus diperhatikan, cara/langkah kerja, cara pencatatan, dan kriteria keberhasilan yang mungkin dicapai. Pengenalan kegiatan eksperimen untuk meningkatkan keterampilan eksperimen siswa sekolah dasar sangat diperlukan tentunya untuk siswa kelas IV. Berdasarkan Elementary Science Curriculum Guide, Vancouver, BC, Canada (1989) menyebutkan bahwa salah satu keterampilan proses yang harus dikuasai siswa kelas IV adalah eksperimen (Bundu, 2006: 49). Perlunya keterampilan eksperimen di kelas IV tentunya akan memudahkan siswa untuk menguasai keterampilan eksperimen di jenjang pendidikan selanjutnya. Berdasarkan standar ideal yang telah diuraikan, dilakukan penyebaran angket kepada siswa kelas IVB di SD Negeri Mangkubumen Kidul No 16 Surakarta tahun ajaran 2015/2016 untuk mengetahui kegiatan eksperimen pada pembelajaran IPA dari pihak siswa (Lampiran 26 halaman 387) dan melakukan wawancara dengan pihak guru (Lampiran 20 halaman 378) untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran IPA secara lebih mendalam. Berdasarkan hasil angket prasiklus (Lampiran 27 halaman 389) yang telah disebarkan kepada 35 siswa dilakukan rekapitulasi hasil angket prasiklus (Lampiran 28 halaman 390) diketahui bahwa guru masih cenderung menggunakan model pembelajaran konvensional dengan sumber buku paket/soal yang juga dimiliki siswa melalui penjelasan langsung, mengerjakan soal latihan dalam buku, kemudian membahasnya bersama ketika pelajaran IPA. Penggunaan sumber belajar lain serta media pembelajaran seperti KIT IPA dan gambar pun jarang digunakan. Pelaksanaan kegiatan eksperimen saat pembelajaran dilakukan dalam intensitas kurang serta belum ada tindak lanjut dari kegiatan eksperimen seperti menuliskan hasil pengamatan dan melaporkan secara sederhana dalam lembar kerja siswa

3 sebagai tugas portofolio. Setelah dilakukan wawancara dengan pihak guru didapatkan informasi bahwa penerapan model inovatif sudah digunakan tetapi dalam intensitas kurang dan cenderung teacher center (berpusat pada guru). Pengarahan pada kegiatan eksperimen pada materi yang dapat dieksperimenkan juga dilaksanakan dalam intensitas kurang. Meskipun telah dilakukan kegiatan eksperimen guru belum memiliki pedoman penilaian dalam menilai keterampilan eksperimen siswa bahkan guru masih kurang persiapan ketika akan mengadakan kegiatan eksperimen. Hal ini ditandai dengan tidak adanya lembar kerja siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan eksperimen siswa. Menguatkan hasil angket siswa dan hasil wawancara guru tersebut, peneliti juga melakukan observasi dan penilaian keterampilan awal dalam melakukan eksperimen dengan materi sifat air. Observasi dilakukan untuk mengamati pembelajaran saat kegiatan eksperimen baik dari guru maupun siswa. Hasil observasi guru prasiklus (Lampiran 11 halaman 362) ditemukan bahwa guru belum memberikan persiapan hal yang perlu disampaikan sebelum mengarahkan siswa pada kegiatan eksperimen. Selain itu, guru belum menjelaskan mengenai kegiatan eksperimen yang perlu dilakukan siswa. Guru langsung memberikan instruksi disetiap butir langkah kerja dengan tanpa meminta siswa membaca sendiri langkah kerja yang harus dilakukannya. Hasil observasi siswa prasiklus (Lampiran 47 halaman 438) secara keseluruhan masih termasuk kategori cukup baik. Hal ini dikarenakan setelah dilakukan observasi ditemukan siswa masih belum paham mengenai prosedur pelaksanaan eksperimen sehingga terlihat kebingungan mengenai hal yang harus dilakukannya saat kegiatan eksperimen. Dari hasil penilaian keterampilan awal diperoleh data rata-rata nilai siswa mencapai 60,28 yang masih kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) disesuaikan dengan sekolah yaitu 75. Persentase siswa yang tuntas hanya sebesar 11,43% atau sebanyak 4 dari 35 siswa. Sedangkan persentase siswa yang tidak tuntas mencapai 88,57% atau sebanyak 31 dari 35 siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa keterampilan eksperimen siswa masih rendah. Berkaitan dengan rendahnya keterampilan eksperimen siswa, didukung pendapat Al-rabaani (2014) dan Ozgelen (2012), Zeiden dan Jayosi (2015: 7) menyatakan bahwa

4 kurangnya keterampilan eksperimen disebabkan karena kurangnya pengalaman yang dimiliki siswa yang kemungkinan disebabkan cara mengajar yang digunakan guru masih tradisional. Oleh karena itu, berdasarkan hasil angket siswa, hasil wawancara guru, dan hasil penilaian keterampilan eksperimen awal siswa diperlukan model pembelajaran tertentu yang mengondisikan siswa melakukan kegiatan eksperimen yang diharapkan dapat menambah pengalaman sehingga mampu meningkatkan keterampilan eksperimen siswa. Banyak model pembelajaran untuk mengondisikan siswa meningkatkan keterampilan eksperimen. Salah satunya adalah model pembelajaran Discovery Learning. Model pembelajaran Discovery Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan pada siswa untuk menemukan sendiri pengetahuannya melalui kegiatan tertentu. Suhana (2014: 44) menyatakan bahwa Discovery Learning melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sendiri secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terwujud dari adanya perubahan perilaku. Guru dapat menggunakan model pembelajaran Discovery Learning untuk mengarahkan siswa melakukan kegiatan eksperimen dalam menemukan suatu pengetahuannya berdasarkan materi pelajaran tertentu yang dapat dieksperimenkan. Dalam penggunaan model pembelajaran Discovery Learning juga perlu disesuaikan dengan perkembangan siswa usia sekolah dasar. Model pembelajaran Discovery Learning ada beberapa macam. Salah satunya adalah model pembelajaran Discovery Learning terbimbing. Pada model pembelajaran Discovery Learning terbimbing, siswa perlu diarahkan untuk memudahkan guru dalam mengontrol tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Hal ini disesuaikan dengan siswa Sekolah Dasar (SD) yang masih memerlukan pengarahan dalam melakukan sesuatu. Senada dengan digunakannya Discovery Learning terbimbing, Carin dan Sund (1985) menyatakan, Anak-anak yang masih sangat muda, perlu mendapat bimbingan guru relatif besar. Semakin dewasa anak itu kadar keterlibatan guru semakin dikurangi, sehingga pada usia dewasa kadar keterlibatan guru mendekati nol (Darmodjo dan Kaligis, 1992: 37).

5 Menguatkan pendapat tersebut, Tran, et al. (2014: 2) mengatakan, Teacher will give questions so that students themselves from knowledge what teacher wants to teach through discovery act. Artinya guru memberi pertanyaan-pertanyaan sehingga siswa dengan sendirinya menggali pengetahuan yang guru inginkan untuk diajarkan melalui tindakan penemuan. Hal itu menandakan bahwa dalam melaksanakan model pembelajaran Discovery Learning guru perlu memberikan pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa menggali pengetahuannya sendiri. Berdasarkan pendapat tersebut, dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan Discovery Learning terbimbing, guru tetap mengarahkan siswa dan menuntun siswa dalam pembelajaran. Siswa dapat diarahkan melalui pertanyaan-pertanyaan ataupun arahan guru yang membuat siswa mampu menemukan sendiri pengetahuannya sesuai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penerapan model pembelajaran Discovery Learning memiliki kelebihan dalam meningkatkan keterampilan eksperimen siswa. Hal itu dikarenakan dalam pembelajaran siswa dapat diarahkan pada kegiatan eksperimen. Selain itu, eksperimen sangat berkaitan erat dengan menemukan sesuatu maupun menguji suatu pengetahuan sehingga dapat meningkatkan keterampilan eksperimen siswa. Seperti pendapat dari Suhana (2014: 44) menyatakan bahwa Discovery Learning melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sendiri secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terwujud dari adanya perubahan perilaku. Pendapat itu diperkuat oleh Sani (2014: 98) yang menyatakan, Kegiatan discovery melalui kegiatan eksperimen dapat menambah pengetahuan dan keterampilan peserta didik secara stimultan. Begitu pula dengan Samatowa (2010: 167) menyatakan bahwa keterampilan dapat diperoleh melalui pelatihan bertahap. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa dengan melaksanakan kegiatan eksperimen dalam pembelajaran secara bertahap diharapkan keterampilan eksperimen siswa juga meningkat. Keberhasilan penerapan model pembelajaran Discovery Learning telah dibuktikan oleh Muhammad Noor Alfiandi (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menyusun Hipotesis melalui Model

6 Pembelajaran Discovery Learning Siswa Kelas V SD Negeri 04 Kesambi Mejobo Kudus Tahun Ajaran 2014/2015. Alfiandi berhasil meningkatkan keterampilan menyusun hipotesis melalui model pembelajaran Discovery Learning. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Discovery Learning telah terbukti dapat meningkatkan keterampilan siswa. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Eksperimen pada Siswa Kelas IVB SD Negeri Mangkubumen Kidul No 16 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah yang dapat diajukan dalam rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan keterampilan eksperimen pada siswa kelas IVB SD Negeri Mangkubumen Kidul No 16 Surakarta tahun ajaran 2015/2016? C. Tujuan Penelitian Tujuan rancangan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas, yaitu: Untuk meningkatkan keterampilan eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning pada siswa kelas IVB SD Negeri Mangkubumen Kidul No 16 Surakarta tahun ajaran 2015/2016. D. Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilakukan harus bermanfaat bagi pembaca maupun peneliti itu sendiri. Manfaat penelitian dalam pelaksanaan rancangan penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis yang akan diuraikan sebagai berikut.

7 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian yang akan dilakukan memiliki manfaat secara teoretis sebagai berikut. a. Hasil penelitian dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman dan wawasan mengenai penerapan model pembelajaran Discovery Learning. b. Hasil penelitian dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman dan wawasan mengenai keterampilan eksperimen dalam pelaksanaan pembelajaran IPA. c. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya yang mengacu pada variabel yang sama. 2. Manfaat Praktis Hasil rancangan penelitian ini memiliki manfaat secara praktis bagi beberapa pihak yaitu bagi guru, bagi siswa, bagi sekolah, dan bagi peneliti. Manfaat praktis tersebut akan diuraikan sebagai berikut. a. Bagi Guru 1) Bertambahnya wawasan baru mengenai model pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan keterampilan eksperimen siswa. 2) Meningkatnya kemampuan guru menerapkan model pembelajaran Discovery Learning. b. Bagi Siswa 1) Meningkatnya keterampilan eksperimen sebagai bekal keterampilan eksperimen siswa di tingkat Sekolah Dasar (SD) ke jenjang pendidikan selanjutnya dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. 2) Meningkatnya keterampilan siswa dalam melaksanakan kegiatan eksperimen. 3) Siswa terlatih keaktifannya dalam menemukan suatu ilmu pengetahuan dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. c. Bagi Sekolah 1) Hasil penelitian memberikan sumbangan atas meningkatnya proses pembelajaran di sekolah khususnya keterampilan eksperimen siswa.

8 2) Hasil penelitian memberi motivasi guru lain untuk melakukan pembelajaran ke arah yang lebih baik. d. Bagi Peneliti Bertambahnya wawasan dan pengalaman dalam menggunakan model pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan keterampilan eksperimen siswa.