BAB I PENDAHULUAN. sepanjang tahun, bukan hanya di musim hujan. Banjir umumnya berkembang

dokumen-dokumen yang mirip
MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. kota besar yang ada di Indonesia dan banyak menimbulkan kerugian. Banjir merupakan bencana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS VOLUME TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. persentasi uap air di udara semakin banyak uap air dapat diserap udara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (2006) menyebutkan

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB II SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hujan terkadang turun dalam intensitas yang tidak normal. Jika

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN. air. Kota Medan dilintasi oleh beberapa sungai termasuk diantaranya Sungai Sei

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Banjir bukan masalah yang ringan. 2008). Sedikitnya ada lima faktor penting penyebab banjir di Indonesia yaitu

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

BAB II KERANGKA TEORI. peneliti akan menjelaskan kerangka teori (landasan teori) yang merupakan

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL BIDANG SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

4/12/2009. Water Related Problems?

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengertian banjir dalam Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT KORBAN BENCANA BANJIR DI DESA CEMANI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kejadian bencana seringkali dikaitkan dengan takdir Tuhan yang memang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN ARHAM BAHTIAR A L2A PRIYO HADI WIBOWO L2A

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

12/12/2013 L/O/G/O.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. morfologi ini banyak dipengaruhi oleh faktor geologi. Peristiwa tanah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

BAB II GAMBARAN PELAYANAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) KABUPATEN BANDUNG

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Banjir merupakan fenomena global yang dapat menyebabkan penderitaan yang meluas, kerusakan ekonomi dan hilangnya nyawa manusia. Banjir adalah suatu keberadaan air melebihi batas normal di daerah-daerah yang biasanya kering, yang mana bencana banjir yang secara signifikan akan mengganggu aktivitas manusia dan masyarakat (Jonkman and Kelman, 2005). Banjir juga merupakan peristiwa tergenang dan terendamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat, banjir sebagai suatu peristiwa meluapnya air dari sungai atau saluran drainase karena tidak mampu menampung besarnya debit air. Menurut When dkk., (2015) banjir disebabkan oleh kombinasi hujan deras yang menyebabkan sungai/laut mengalir ke rumah, yang dapat terjadi pada setiap saat sepanjang tahun, bukan hanya di musim hujan. Banjir umumnya berkembang selama beberapa hari, ketika ada terlalu banyak air hujan. Namun, banjir dapat terjadi dengan cepat ketika hujan lebat turun selama periode waktu yang singkat. Banjir akan muncul bila jumlah air yang masuk tidak sama dengan air yang terserap oleh tanah. Banjir merupakan fenomena hidrologi yang terjadi karena kapasitas sistem tidak mencukupi, dan menyebabkan : (a) Kuantitatif genangan : luapan banjir dari saluran yang ada (permukaan air maksimum) serta luas, kedalaman, frekuensi dan durasi genangan air, (b) Kualitatif genangan : adanya akibat dari air permukaan seperti dampak sosial, ekonomi dan budaya (Odum, 1992). 1

Lebih lanjut, menurut Tingsanchali (2012) dampak banjir merupakan salah satu bencana yang paling signifikan di dunia. Lebih dari setengah kerusakan banjir global terjadi di Asia, khususnya di Indonesia. Banjir disebabkan oleh faktor alam seperti hujan deras, dan pasang yang tinggi, yang disebabkan faktor manusia seperti pemblokiran saluran atau buruknya saluran drainase, penggunaan lahan yang tidak tepat, serta penebangan hutan di daerah hulu. Sementara itu, kawasan rawan bencana banjir adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir. Faktor penyebab terjadinya banjir antara lain : (1) kondisi geomorfologis, misalnya daerah yang rawan banjir, kondisi cekungan daerah dan daerah dataran rendah., (2) kondisi iklim yang tidak bisa diprediksi, dan (3) aktivitas dan tindakan manusia seperti pertambahan jumlah penduduk, moral hazard manusia seperti membuang sampah di sungai, merubah berbagai tipe lahan untuk berbagai kepentingan (BP DAS Wampu Sei Ular, 2013). Faktor lain penyebab banjir karena faktor hujan, hancurnya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai, faktor pendangkalan sungai dan faktor kesalahan tata wilayah dan pembangunan sarana dan prasarana (Maryono, 2005). Banjir perkotaan (yang biasanya disebabkan oleh sistem drainase dan curah hujan yang luar biasa)merupakan suatu permasalahan serius. Melihat fakta dan perkiraan itu jelas bahwa terjadi suatu kebutuhan untuk mengembangkan metode yang lebih baik untuk mengidentifikasi intervensi biaya yang paling efektif sebagai strategi yang terbaik mengurangi kerusakan dari peristiwa banjir (Sayers et al., 2014). 2

Banjir perkotaan merupakan tantangan serius untuk pembangunan dan kehidupan manusia, terutama bagi para penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan negara-negara berkembang. Contohnya adalah pada Kota Medan. Kota Medan dilalui oleh tiga DAS, yakni DAS Deli, DAS Percut dan DAS Belawan. Kondisi fisik DAS secara garis besar terbagi ke dalam morfologi, kemiringan lereng, jenis tanah, formasi batuan/geologi, penutupan lahan, sistem lahan, kawasan hutan, erosivitas, iklim dan lahan kritis (BP DAS Wampu Sei Ular, 2013). Kondisi lahan kritis di DAS Deli ditentukan oleh 6 parameter yaitu Erosi, Kemiringan lereng, Liputan Lahan, Kondisi Batuan, Produktivitas dan Manajemen. Kondisi lahan kritis mencakup 1,395.88 Ha. DAS Deli terdiri atas Sub DAS Sei Sikambing, Babura, Bekala, Deli, Paluh Besar, Petani dan Simai-mai, dengan luas 47,298.01 Ha. Secara adminitrasi DAS Deli berada pada 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Karo seluas 1,417.65 Ha (3 %), Kabupaten Deli Serdang seluas 29,115.20 Ha (61.56 %) dan Kota Medan seluas 16,765.16 ha (35.45 %). Sedangkan DAS Belawan yang terdiri atas Sub DAS Sei Tengah, Belawan Hulu, Belawan Hilir, Belawan Tengah, Krio, Tuntungan, dengan total luas 40,789.98 Ha. Secara administrasi DAS Belawan berada pada 2 (dua) Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Deli Serdang seluas 38,029.30 Ha (93.23 %) dan Kota Medan Seluas 2,760.69 Ha (6.77 %). Kemudian DAS Percut. Secara administrasi DAS Percut berada pada 3 (tiga) Kabupaten/ Kota yaitu Kabupaten Deli Serdang seluas 29,059.33 Ha (70.44 %), Kabupaten Karo seluas 2,898.94 Ha (7.03 %) dan Kota Medan seluas 9,293.93 Ha (22.53 %) (BP DAS Wampu Sei Ular, 2013). Permasalahan dampak banjir menjadi lebih kritis karena banjir lebih parah dan adanya kemungkinan disebabkan oleh perubahan iklim, kerusakan sosial- 3

ekonomi, penduduk yang terkena dampak, kemarahan publik dan penanganan banjir yang tidak optimal. Haldar, dkk (2015) menyatakan bahwa banjir juga bisa menjadi masalah serius untuk pemukiman dan lingkungannya.pencegahan dan mitigasi akibat kerugian banjir termasuk tindakan mitigasi banjir struktural serta langkah pengendaliannya seperti pembangunan bendungan atau tanggul sungai dan tindakan non-struktural yang dapat dilakukan seperti prakiraan banjir dan peringatan, bahaya banjir, manajemen risiko, partisipasi publik dan penataan kelembagaan (Tingsanchali, 2012). Pengendalian banjir memiliki 2 (dua) metode, yaitu metode struktur dan metode non struktur, seperti yang dijelaskan pada Tabel 1.1 : Tabel 1.1 Metode Pengendalian Banjir di Medan No Metode Struktur Metode Non Struktur Perbaikan dan pengaturan Sistem Bangunan Pengendali Banjir Sungai 1 Sistem jaringan sungai Bendungan (Dam) Pengelolaan DAS 2 Normalisasi sungai Kolam retensi Pengaturan Tata Guna Jalan 3 Perlindungan Pembentukan check Pengendalian erosi dan penangkap sedimen 4 Tanggul Bangunan pengurang Pengembangan daerah banjir kemiringan sungai 5 Tanggul banjir Groundsill Penanganan kondisi darurat 6 Sudeta (By pass) Retarding basin Peramalan banjir 7 Floodway Pembuatan polder Peringatan bahaya banjir 8 Pumping station Asuransi 9 Law Enforecement 10 Regulasi 11 Lembaga tetap, lengkap, handal dan kuat 12 Partisipasi masyarakat 13 Konsep Zero Delta Q Sumber : MMUDP, Hasibuan (2005) Untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh banjir ini diperlukan tindakan penanganan banjir (flood damage mitigation), baik yang bersifat phisik (structural measures) karena bersifat memperbaiki alam dan tindakan yang bersifat 4

non phisik (non-structural measures) karena bersifat pencegahan terjadinya bencana/kerugian (Purbawijaya, 2011). Khusus dalam kebijakan penanggulangan banjir alam, kebijakan saat ini lebih menekankan pada pencegahan/penghindaran kawasan rentan banjir. Salah satu bentuk mitigasi banjir non struktural adalah partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih luas kepada masyarakat secara bersama memecahkan berbagai persoalan. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of involvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan yang lebih baik dalam suatu komunitas dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk ikut memberikan kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efesien, dan berkelanjutan. Bentuk partisipasi masyarakat dan koordinasi dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Tindakan Mitigasi Banjir Oleh Masyarakat No PROGRAM TINDAKAN 1 Pengisian air pada sumber air 1.Membangun sumur resapan di halaman rumah. 2.Tidak membuang limbah pada sumber air. 2 Pengaturan daerah sempadan 1.Tidak mendirikan bangunan di sempadan sumber air. sumber air 3 Pengendalian bahaya banjir dengan cara berwujud fisik 4 Pengendalian bahaya banjir dengan cara non fisik 5 Pengendalian kerusakan sumber air Sumber : Mawardi (2011) 2.Tidak mengurangi kapasitas tampung badan sungai. 1.Membangun bangunan pengendali banjir. 2. Pengaturan dan normalisasi alur sungai. 3.Pembuatan tanggul banjir. 4.Pembangunan banjir kanal. 5.Membangun tampungan banjir sementara. 1.Sistem peringatan dini banjir. 2.Memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang membudidayakan dataran banjir. 3.Pengelolaan sampah 1. Berperan dalam mencegah masuknya pencemar pada sumber air dan prasarana sumber air. 2. Melaporkan kepada yang berwenang tentang perilaku pihakpihak yang mencemari sumber air. 5

Sobirin,dkk,(2009) menyebutkan anggota masyarakat bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan dari program pemerintah,anggota masyarakat ikut menghadiri pertemuan pertemuan perencanaan, pelaksanaan dan pengkajian ulang proyek walaupun sebatas sebagai peserta. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan tentang cara melaksanakan sebuah proyek dan ikut menyediakan bantuan serta bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proyek. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam semua tahapan proses pengambilan keputusan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan pengawasan dan monitoring. Sementara menurut Raungratanaamporn et al. (2014) koordinasi antara pemerintah dan masyarakat merupakan faktor penting dalam penanggulangan bencana, yang dapat diatasi sebagai pendekatan profesional sebagai tanggap darurat. Namun, masalah seperti adanya keterlambatan dalam bentuk tanggapan, komunikasi, perbedaan saling pengertian yang masih sering terjadi merupakan salah satu faktor terlambatnya penanganan banjir. Bentuk kelembagaan dalam mitigasi banjir oleh pemerintah sudah dibentuk seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan SAR Nasional (Basarnas). Bentuk kelembagaan masyarakat yaitu anggota Rencana Usaha Keluarga (RUK) dan Rencana Kegiatan Kelompok (RKK). Bentuk kelembagaan dalam mitigasi tersebut selama ini belum terkoordinasi dengan BNPB dan SAR yang telah dibentuk oleh pemerintah. Kelembagaan peran masyarakat dalam pengendalian daya rusak air seperti bahaya banjir telah mempunyai dukungan peraturan perundangan yaitu Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Berikut kegiatan partisipasi masyarakat mitigasi banjir pada Tabel 1.3. 6

Tabel 1.3 Koordinasi Mitigasi Banjir Oleh Masyarakat No Masalah Program Kegiatan 1 Bencana banjir sering terjadi Perbaikan tanggul banjir Sungai 1.Survai tanggul yang rusak. 2. Menentukan jumlah lokasi tanggul yang akan diperbaiki 3. Penyiapan material yang dibutuhkan untuk perbaikan tanggul banjir. 2 Sedimen dan sampah memenuhi saluran drainase di jalan utama 3 Sampah rumah tangga dibuang ke bantaran sungai. Pembersihan sampah dan sedimen di saluran drainase Pembuatan tempat kompos sampah rumah tangga. Sumber : Mawardi (2011) 4. Pelaksanaan kegiatan 1. Sosialisasi ke seluruh warga dalam Desa Sooko 2. Bersama masyarakat menentukan pembagian kelompok tugas dan lokasi kegiatan. 3. Penyiapan material dan peralatan pendukung. 4. Pelaksanaan gotong royong pembersihan saluran drainase 1. Pengenalan dan pelatihan pengomposan sampah rumah tangga. 2. Pembuatan tempat kompos sampah. Kegiatan masyarakat mempunyai peran penting sebagai garis depan dalam pengelolaan banjir. Karena pengelolaan banjir terpadu berusaha untuk secara aspek praktis mengelola banjir, yang mana partisipasi masyarakat menjadi fundamental dan esensial untuk setiap tahap manajemen, yaitu kesiapan dalam merespons dan pemulihan dari bencana banjir (Masahiko et al., 2010). Partisipasi masyarakat yang bisa dilakukan pada masa sebelum bencana banjir berupa pemberian peringatan dini kepada komunitas sekitar, penanganan evakuasi korban banjir, pencarian dan penyelamatan korban bajir, pertolongan pertama pada korban banjir, penyiapan dapur umum. Pada masa selama banjir partisipasi masyarakat berupa: penyiapan tenda darurat untuk penanganan korban banjir, kewaspadaan pada area banjir, pengumpulan, pengelolaan, dan penyaluran berbagai bantuan dan pelaporan kejadian banjir kepada pihak berwenang. Bentuk paritisapasi masyrakat pada masa setelah bencana bisa dilakukan dengan: pencatatan berapa jumlah korban dan kerugian akibat banjir, penguburan 7

korban, pemberian trauma healing kepada komunitas, perbaikan infrastruktur, pengobatan korban banjir di area rumah pertolongan, pelaporan penanganan banjir ke pihak berwenang. Menurut Mawardi (2011) Partisipasi masyarakat dalam menangani pengurangan resiko bencana banjir dilakukan dengan berbagai tindakan melalui paparan lokasi bahaya dan identifikasi pola kerentanan fisik. Pengurangan resiko bencana banjir merupakan seluruh rangkaian kegiatan dari awal sampai akhir (satu siklus) yang meliputi: kesiagaan, bencana dan pemulihan. Pola partisipasi masyarakat dalam menangani pengurangan resiko bencana banjir yang bersifat intervensi top-down terkadang kurang mendukung aspirasi dan potensi masyarakat melakukan kegiatan swadaya. Perlu dibentuk satu model koodinasi kelembagaan yang melibatkan masyarakat dan pemerintah, dimana lembaga ini bisa diperdakan untuk memperoleh dana operasional dari APBD dengan membuat leading sector seperti Badan Lingkungan Hidup/Pemerintah Kota Medan atau mendapatkan dana melalui CSR dari pihak swasta. Pentingnya partisipasi masyarakat dalam mendukung mitigasi banjir juga diterapkan dalam penelitian Mutaqin (2006) tentang kinerja sistem drainase yang berkelanjutan berbasis partisipasi masyarakat di Perumahan Josroyo Kabupaten Karanganyar, dimana tingkat kesadaran Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam institusi pemerintah, serta masyarakat yang masih rendah dan acuh tak acuh terhadap permasalahan yang dihadapi kota, khususnya kinerja drainasenya. Selain partisipasi masyarakat juga perlu adanya koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat yang disebut koordininasi kelembagaan. Pada kajian yang dilakukan di Carolina Utara menunjukkan bahwa pengalaman banjir dan faktor resikonya meningkatkan kemungkinan adopsi mitigasi bahaya lokal. Pengaruh partisipasi 8

masyarakat khususnya perusahaan melalui kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dan mitigasi dapat mengurangi bencana banjir (Craig E. Landry and Jingyuan Li, 2006). Hasibuan (2008) menyatakan adanya koordinasi kelembagaan pada peran pemerintah daerah dalam mengendalikan banjir, sedangkan peran serta masyarakat kurang dioptimalkan. Partisipasi dan peran serta masyarakat sangat penting dalam mendukung kebijakan pemerintah. Menurut Daniel (2005) bahwa masyarakat harus terlibat langsung dalam setiap kegiatan. Partisipasi masyarakat menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Kemudian Astuti (2011) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat telah mengalihkan konsep partisipasi menuju suatu kepedulian dengan berbagai bentuk keikut-sertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan di berbagai bidang yang mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Menurut Hasibuan (2008) pengelolaan banjir perkotaan terpadu adalah terintegrasinya subsistem atau domain yang mempengaruhi tercapainya pengelolaan banjir perkotaan dalam kerangka DAS, hal ini dipengaruhi oleh koordinasi yang baik dan saling keterkaitan (pooled interdependency). Tingkat koordinasi dapat dilakukan dalam penyusunan program, struktur organisasi, alokasi dana dan cost sharing, implementasi law enforcement tata ruang dan garis sempadan, serta pelibatan peran serta masyarakat. Hasil penelitian Unesco bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta (2008) menunjukan adanya partisipasi masyarakat yang masih rendah seperti sampah yang dibuang ke sungai dan selokan, akan mengurangi kapasitas sungai untuk menampung air hujan. Sungai atau selokan yang tersumbat oleh sampah dapat menyebabkan air melimpah keluar. 9

dapat berhasil dengan baik. Model partisipasi dan koordinasi menggambarkan peran pemerintah dan masyarakat dalam memitigasi banjir secara langsung sedangkan secara tidak langsung adanya dukungan pengelolaan resiko banjir dan penataan penggunaan lahan yang sesuai (Yu and Qingyun, 2011) sehingga diharapkan mampu memaksimalkan mitigasi banjir yang ada di Kota Medan, guna mengurangi menurunnya kualitas lingkungan seperti semakin tingginya polusi (Jiang, 2012., Lu et al., 2013). Kutipan tersebut menunjukkan adanya yang diperlukan dalam membuat kebijakan guna mendukung terbentuknya kota yang berkelanjutan, baik, asri, dan terbebas dari banjir. 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah partisipasi masyarakat, koordinasi kelembagaan, pengurangan dampak banjir dan penggunaan lahan berpengaruh terhadap mitigasi banjir di Kota Medan? 2. Bagaimanakah model kelembagaan partisipasi masyarakat yang efektif dalam memitigasi banjir di Kota Medan dengan pengembangan model CUE? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat, koordinasi kelembagaan, pengurangan dampak banjir dan penggunaan lahan terhadap mitigasi banjir di Kota Medan. 11

2. Membentuk model kelembagaan partisipasi masyarakat yang efektif dalam memitigasi banjir di Kota Medan dengan pengembangan model CUE. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan kepada semua stakeholder (pemangku amanah), dalam upaya mitigasi banjir di Kota Medan, sehingga program pemerintah yang disusun dalam upaya mengurangi resiko banjir akan memberikan dampak yang signifikan. 1.5. Hipotesis Penelitian Untuk lebih memfokuskan arah pencapaian tujuan penelitian ini, maka diberikan hipotesa sebagai berikut : 1. Partisipasi masyarakat, koordinasi kelembagaan, pengurangan dampak banjir dan penggunaan lahan berpengaruh secara signifikan terhadap mitigasi banjir di Kota Medan. 2. Model PK-CUE dalam kelembagaan partisipasi masyarakat mendukung dalam memitigasi banjir di Kota Medan. 1.6. Kerangka Pemikiran Banjir di Kota Medan selalu memiliki potensi kerawanan yang setiap tahun terus berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dampak banjir bukan hanya dirasakan oleh masyarakat Kota Medan namun juga disekitar kawasan yang juga terkena dampak banjir. 12

Dalam menghadapi potensi banjir yang terus meningkat tersebut ada dua komponen yang terkait yaitu adanya partisipasi masyarakat dan koordinasi kelembagaan. Dukungan kedua komponen tersebut akan lengkap jika ada penambahan pengurangan resiko banjir dan penggunaan lahan. Kedua komponen tersebut ikut dilibatkan dalam upaya mitigasi dan meminimalisasi dampak banjir. Mitigasi banjir terdiri atas mitigasi struktural (pemerintah) dan mitigasi non struktural (masyarakat). Efektivitas kebijakan pemerintah dan peran serta aktif masyarakat akan berdampak pada suatu peran partisipatif masyarakat dalam membentuk kelembagaan dan mitigasi banjir sehingga mampu bertindak dalam pengendalian banjir di Kota Medan. 13

Potensi Banjir Wilayah Kota Medan Kawasan wilayah terjadinya banjir Kerentanan Akibat Banjir di Kota Medan - Wilayah - Kebijakan Kapasitas Masyarakat Dalam Menghadapi Banjir - Perilaku - Sosial ekonomi Mitigasi Struktural Oleh Instansi Terkait [ Mitigasi Banjir Mitigasi Oleh Masyarakat Banjir Masih Tetap terjadi Meminimalisasi Dampak - Perencanaan - Pelaksanaan - Pengawasan Mengurangi Resiko Banjir CUE Penggunaan Lahan KOORDINASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT 14

KOORDINASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT Kesiapsiagaan dan Mitigasi Sebelum Banjir Penanggulangan Pemulihan - Penanganan - Evakuasi - Rehabilitasi - Rekonstruksi Membentuk Tim Kerja Gotong Royong KOORDINASI, PARTISIPASI DAN KELEMBAGAAN (PK) Menyatukan Organisasi Masyarakat Kelompok Pemberdayaan Masyarakat Organisasi masyarakat, ormas, kelompok, PKK Menerima Bantuan fasilitas dalam pengendalian banjir Membentuk pelatihan pengetahuan banjir Kebijakan mengurangi resiko dalam mendukung pengendalian banjir (PK-CUE) Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran (Mitigasi Banjir Melalui Partisipasi Masyarakat dan Koordinasi Kelembagaan di Kota Medan) 15

1.7. Hasil yang diharapkan / Novelty Terbentuknya model Partisipasi dan Koordinasi - CUE (PK-CUE) dalam mitigasi banjir di Kota Medan, yang dapat digunakan untuk membantu implementasi kebijakan dalam mengurangi dampak banjir melalui koordinasi kelembagaan dan partisipasi masyarakat dalam mendukung pengendalian banjir di Kota Medan. 16