TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK OOSIT DOMBA DARI OVARIUM YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN PERIODE WAKTU YANG BERBEDA DHIA MARDHIA ENGCONG

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit

ORGAN GENITAL EKSTERNAL DAN INTERNAL PADA HEWAN BETINA DAN PROSES OOGENESIS. drh. Herlina Pratiwi, M.Si

BAB I. PENDAHULUAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

Anatomi/organ reproduksi wanita

MORFOLOGI DAN FUNGSI OVARIUM RUSWANA ANWAR

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7)

teka mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel sekunder (Dellmann dan Brown 1992).

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat...

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teknik Reproduksi Berbantu Fertilisasi In Vitro

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. anjing, hal ini ditemukan pada situs arkeologi di Persia (Iran), Jericho (Tepi Barat),

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

PENGARUH PENAMBAHAN INSULIN TRANSFERRIN SELENIUM (ITS) PADA MEDIUM TERHADAP TINGKAT MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT SAPI BALI SECARA IN VITRO SKRIPSI


HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita.

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gametogenesis. GAMET: Berasal dari Bakal sel kelamin atau primordial germ cells luar gonad 2/4/2014

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

... Tugas Milik kelompok 8...

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT

STRUKTUR DAN FUNGSI HAYATI HEWAN 2

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kancil Klasifikasi

yang dihasilkan oleh sel ini adalah untuk menyediakan nutrisi pendukung bagi sel telur ketika melakukan pergerakan pada tuba uterina.

TINGKAT KEMATANGAN OOSIT SAPI SECARA IN VITRO SETELAH INKUBASI PADA KONDISI TEMPERATUR DAN KOMPOSISI GAS CO 2 BERBEDA DWI WALID RETNAWATI

KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT DARI OVARIUM DOMBA PREPUBER SECARA IN VITRO ANITA HAFID

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Saluran Reproduksi Rusa Timor 8etina

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos javanicus)

LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING MATURASI OOSIT DAN FERTILISASI IN VITRO MENGGUNAKAN KULTUR SEL GRANULOSA FOLIKEL OVARIUM

KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh : Ir. Setyo Utomo,M.P.


SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) Rumput teki (Cyprus rotundus L.) merupakan jenis tanaman yang telah

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Folikulogenesis. Oleh: Dr. Wiryawan Permadi, dr., Sp.OG(K)

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1997), rumput teki dikelompokkan ke dalam

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

Transkripsi:

3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan, terutama jalan yang menuju puncak Bogor dan beberapa tempat wisata di sekitar Bogor. Permintaan domba juga semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, terutama pada saat Idul Adha (Harianto 2010). Ovarium Ovarium adalah organ reprodusi betina yang terletak di ruang abdomen seekor hewan. Pada domba bentuk ovarium seperti kacang almond. Ovarium dapat bekerja sebagai organ eksokrin (menghasilkan sel telur) dan endokrin (menghasilkan hormon) (Thomas & Joanna 2002). Ovarium dibagi menjadi dua bagian, yaitu kortek dan medula. Sebagian besar ovarium didominasi oleh kortek. Kortek dilapisi oleh simple squamous dan epitelium kuboid. Di bagian yang lebih dalam terdapat jaringan yang tidak beraturan yang disebut tunika albuginea. Tunika albuginea berhubungan dengan stroma ovarium yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengandung folikel dan korpus luteum. Sedangkan daerah medula terdiri atas pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf, jaringan ikat dan otot polos (Schatten & Gheorghe 2007). Pada saat fetus, ovarium menghasilkan oogonia melalui pembelahan mitosis. Sekitar 1 (satu) juta oosit berkembang setelah fetus dilahirkan namun hanya beberapa ratus oosit yang akan diovulasikan. Umumnya oosit akan berkurang karena mengalami degenerasi dan atresia (Schatten & Gheorghe 2007). Oogenesis dan Folikulogenesis Oogenesis merupakan proses pembentukan gamet betina atau oosit. Proses ini bersamaan dengan proses pembentukan folikel yang dikenal dengan folikulogenesis. Folikel primodial yang telah terbentuk sewaktu di dalam kandungan maupun setelah lahir akan terus berkembang dan mengalami pematangan, ovulasi ataupun degenerasi (Hafez 2000).

4 Pada saat hewan lahir, ovarium memiliki sejumlah folikel primodial yang akan berkembang pada saat pubertas. Folikel ini mengandung oosit dengan inti berada pada tahap profase dari pembelahan meiosis pertama (oosit primer). Setelah pubertas, folikel primodial berkembang menjadi folikel primer. Pembentukan folikel dibagi menjadi empat fase: primodial, primer, sekunder dan tertier (Schatten & Gheorghe 2007). Follicle stimulating hormone (FSH) dilepaskan dari pituitari anterior untuk menstimuli perkembangan folikel primer menjadi sekunder, tertier dan akhirnya mencapai bentuk folikel de Graaf (Colville 2002). Folikel primer terbentuk, dimulai dari sel epitel yang mengelilingi oosit berubah bentuk dari pipih menjadi kuboid (Schatten & Gheorghe 2007). Awalnya, sel folikel berhubungan erat dengan oosit, kemudian terbentuk zona pelusida yang berasal dari suatu lapisan zat aseluler dan terdiri dari mukopolisakarida diendapkan pada permukaan oosit (Thomas & Joanna 2002). Sel folikel mulai berproliferasi dengan membentuk suatu lapisan seluler yang tebal yang mengelilingi oosit. Selanjutnaya dibawah pengaruh gonadotropin dari hipofise anterior, sel-sel folikel terus berkembang menjadi beberapa lapis seluler hingga membentuk ruang-ruang yang disebut antrum folikel, ini dikenal sebagai folikel sekunder (Gordon 2003). Folikel yang matang dikenal sebagai folikel tertier, yang dikelilingi oleh dua lapisan jaringan ikat yaitu teka interna dan teka externa. Teka interna adalah lapis bagian dalam yang menghasilkan estrogen dan kaya dengan pembuluh darah sedangkan teka eksterna adalah lapis luar yang beransur-ansur akan bersatu dengan stroma ovarium. Antrum folikel akan terus bertambah besar seiring dengan perkembangan folikel tertier sampai menjelang ovulasi. Pada saat ini folikel terteir disebut folikel de Graaf (Thomas & Joanna 2002). Oosit In vitro maturation (IVM) adalah suatu proses yang perlu dilalui oleh oosit agar oosit mengalami perubahan struktur dan biokimiawi menjadi fase metaphase II melalui pembelahan miosis secara in vitro (Anthony et al. 2011). Umumnya oosit yang dikoleksi dari ovarium adalah oosit primer, oleh karena itu diperlukan suatu proses kultur yang dikenal dengan nama IVM (Gordon 2003). Kualitas oosit dan keberhasilan oosit berkembang menjadi fase metaphase II secara in vitro

5 dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah kondisi donor, transportasi ovarium, seleksi folikel dan IVM (Wang et al. 2011). Kualitas oosit yang digunakan untuk proses maturasi in vitro akan sangat mempengaruhi keberhasilan IVF selanjutnya. Jika salah satu dari faktor-faktor tersebut tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan abnormalitas pada hasil IVF dan pembentukan embrio. Transportasi ovarium merupakan tahap awal dari porses produksi embrio secara in vitro yang menjadi faktor penting karena dapat mempengaruhi kualitas oosit. Penanganan pada ovarium terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor suhu, faktor waktu dan medium penyimpanan (Gordon 2003). Ketiga faktor ini penting karena penyimpanan ovarium tanpa suplai darah dapat menurunkan kualitas oosit. Transportasi ovarium Transportasi ovarium menuju laboratorium dalam keadaan tidak mendapatkan suplai darah menyebabkan berkurangnya suplai oksigen dan energi. Keadaan ini disebut iskemia dan kondisi re-oxygenation (Wang et al. 2011). Metabolisme jaringan yang tidak mendapat suplai oksigen akan berubah kondisi aerobic menjadi anaerobic dengan hasil metabolismenya adalah asam laktat yang terakumulasi diantara sel (Petrucci et al. 2010). Selain itu, adenosine triphosphate (ATP) yang dipecahkan tanpa disintesa akan menghasilkan sisa metabolik yaitu fosfor inorganik. Fosfor yang berinteraksi dengan air akan menjadi asam fosfor, dimana apabila terjadi akumulasi asam fosfor dan asam laktat akan menyebabkan terjadinya penurunan ph (Petrucci et al. 2010). Penurunan ph yang disebabkan oleh akumulasi ion H +. Ion H + yang terakumulasi pada ovarium akan merembes keluar masuk ke dalam cairan folikular dan menginduksi terjadinya asidosis pada lingkungan sekitar oosit (Wongsrikaeo et al. 2005). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas oosit selama tranposrtasi ovarium dari rumah potong hewan sampai oosit dikoleksi koleksi, diantaranya adalah lama periode dan suhu selama transportasi (Gordon 2003). Faktor Suhu Metabolisme sel menurun pada suhu yang lebih rendah dari suhu tubuh (Ozen et al. 2006). Pada penyimpanan suhu dingin dapat mempertahankan ph dari cairan folikuler oosit dan dapat mengurangi fragmentasi DNA, namun dapat

6 mengganggu viabilitas oosit, maturasi, fertilisasi dan perkembangan embrio setelah IVF. Pada suhu yang tinggi dan periode yang lama dapat meningkatkan fragmentasi DNA yang diinduksi oleh cairan folikular (Wongsrikaeo et al. 2005). Banyak penelitian sudah dilakukan pada berbagai spesies yang mengkaji faktor suhu penyimpanan selama transportasi ovarium dengan hasil yang bervariasi. Padersen et al. (2004) melaporkan bahwa, ovarium kuda yang disimpan pada suhu 35-37 C dalam waktu kurang dari dua jam masih mempunyai oosit dengan kualitas yang bagus. Pada babi, Wongsrikaeo et al. (2005) melaporkan bahwa, ovarium babi dapat disimpan pada suhu diantara 25 C hingga 35 C dalam waktu enam jam. Oosit kuda yang dikoleksi segera setelah disembelih mempunyai perbedaan maturasi yang signifikan dengan oosit yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 4 C selama 24 jam (Pedersen et al. 2004). Oosit kuda terpapar pada suhu 35-37 C selama 2 jam mempunyai tingkat apoptosis yang tinggi pada sel granulosa dibanding dengan oosit kuda yang terpapar suhu 20 C dan 30 C selama 2 jam (Pedersen et al. 2004). Faktor Waktu Persentase degenerasi oosit meningkat seiring dengan bertambahnya waktu (Wongsrikaeo. et al. 2005). Pada oosit yang dikoleksi segera setelah disembelih mempunyai kumulus yang expand dan Metaphase II yang lebih baik daripada oosit yang dikolesi selama 15-18 jam pada suhu kamar dan 4 C (Love et al. 2003). Ovarium babi yang disimpan selama 0-3 jam pada suhu 35 C menunjukkan kompetensi perkembangan oosit yang lebih baik dibanding penyimpanan selama 6, 9 dan 12 jam pada suhu 35 C (Wongsrikaeo et al. 2005). Pada oosit sapi yang terpapar pada suhu rendah selama 48 jam dapat menyebabkan degenerasi yang tidak diketahui faktor re-programnya (Matsushita et al. 2004). Sedangkan pada oosit kucing dengan penyimpanan ovarium pada suhu 4 C, diatas 24 jam dan kurang dari 48 jam masih mampu untuk pematangan secara in vitro (Mihat et al. 2009). Berbeda pada kuda faktor waktu amat berpengaruh untuk mempertahankan morphologi dari kumulus oophorus, ovarium kuda perlu disimpan pada suhu di antara 35-37 C dan sebaiknya kurang dari 2 jam sebelum diproses selanjutnya (Padersen et al. 2004).

7 Koleksi oosit Oosit dapat dikoleksi dengan dua cara yaitu dengan laparoskopi maupun mengambil ovarium yang berasal dari rumah potong hewan. Laparoskopi merupakan metode pengambilan ovarium dengan menggunakan endoskopi, namun metode ini memerlukan biaya yang sangat mahal, tidak efisien dan berisiko untuk terjadi infertile pada hewan tersebut (Schatten & Gheorghe 2007). Cara yang kedua adalah dengan memperoleh oosit dari ovarium yang berasal dari rumah potong hewan yang masih potensial untuk dimanfaatkan (Herdis 2000). Ovarium yang diambil dari rumah potong hewan juga merupakan langkah yang ekonomi untuk produksi embrio secara in vitro (Naowshari 2005). Koleksi oosit dari ovarium yang berasal dari rumah potong hewan atau dari hewan yang sudah mati dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu dengan cara dissecting pada folikel, aspirasi dan menyayat. Metode aspirasi menggunakan syringe, biasanya digunakan pada ovarium sapi, kerbau dan kuda karena ukuran ovarium dan folikelnya lebih besar sehingga mudah diaspirasi. Koleksi oosit dengan metode ini dapat dilakukan 3 kali lebih cepat daripada dissecting, namun tingkat kerusakan pada folikel juga tinggi. Metode dissecting sering digunakan pada koleksi oosit domba (Gordon 2003). Sedangkan metode penyayatan dilakukan dengan meletakkan ovarium di dalam cawan petri yang berisi cairan saline, lalu dengan menggunakan pisau bedah permukaan ovarium diiris-iris untuk melepaskan oosit dari folikel (Wang et al. 2007). Metode ini dapat mengkoleksi lebih banyak oosit daripada menggunakan metode aspirasi. Metode ini banyak digunakan pada domba dan kambing, namun metode ini membutuhkan waktu 3 kali lebih lama daripada metode aspirasi pada satu ovarium (Gordon 2003). Pengelompokan Oosit Wood dan Wildt (1997) dan Gordon (2003) mengelompokkan oosit menjadi 4 kelompok yaitu, A, B, C dan D. Kelompok A adalah oosit yang mempunyai kumulus yang kompak serta multilayer dan mempunyai sitoplasma yang homogen. Kelompok B adalah oosit yang mempunyai kumulus yang kompak, sitoplasma yang homogen, namun jumlah kumulus oophorus kurang dari lima lapis. Kelompok C adalah oosit dengan kumulus oophorus kurang kompak, zona

8 pelusida masih terlihat jelas, namun sitoplasma yang semakin pudar. Kelopok D adalah oosit dengan kumulus sudah mulai hilang dan tidak beraturan, zona pelusida tidak kelihatan atau kelihatan sebagian dan sitoplasma semakin pudar. Karja (2008) mengelompokkan oosit babi menjadi tiga kategori. Kategori pertama, oosit mempunyai lebih dari lima lapis sel cumulus yang kompak, sitoplasma yang homogen. Kategori kedua, oosit dikelilingi dengan kumulus yang kurang kompak dan ketegori ketiga memperlihatkan sitoplasma yang tidak beraturan. Pengelompokkan oosit tersebut bertujuan untuk memisahkan oosit yang berkualitas bagus dengan oosit yang berkualitas jelek. Menurut Wood dan Wildt (1997) melaporkan pentingnya untuk megelompokkan oosit kucing dalam proses in vitro untuk mencapai keberhasilan dalam proses maturasi, fertilisasi selanjutnya perkembangan embrio. Selanjutnya Karja (2008) melaporkan bahwa oosit babi dengan kualitas bagus (kategori satu dan kategori dua) yang mempunyai kumulus yang kompak dan sitoplasma yang homogen dapat mendukung maturasi nuklear lebih baik berbanding kategori 3. Kategori 3 dengan oosit yang kurang kompak menunjukkan hasil maturasi yang jelek dengan oosit yang mengalami atresia dan dan gagal untuk maturasi.