I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB II LANDASAN TEORI

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. impor. Volume impor gandum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data APTINDO (2013), Indonesia mengimpor gandum

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

PEMBUATAN MIE KERING DENGAN SUBTITUSI TEPUNG DAUN MANGGA (Kajian Penambahan Telur Terhadap Kualitas Mie Kering) SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I PENDAHULUAN. Pasta sebagai salah satu sumber karbohidrat merupakan jenis produk pangan

PEMANFAATAN PATI GANYONG (Canna Edulis) PADA PEMBUATAN MIE SEGAR SEBAGAI UPAYA PENGANEKARAGAMAN PANGAN NON BERAS

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ikan tuna di dunia.

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah jenis tanaman

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan. Dasar (2013), sebanyak 3,8% penduduk Indonesia mengonsumsi mi

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

PENDAHULUAN. aktif dan sehat (Martianto, 2005). Diversifikasi pangan akan memungkinkan

I PENDAHULUAN. sebagai sumber serat dan protein. Keunggalan tepung gandum adalah kandungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. nugget yang relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif nugget yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tepung-tepungan lokal atau non terigu saat ini telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, teksturnya yang lembut sehingga dapat dikonsumsi anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013).

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. ketergantungan terhadap tepung terigu, maka dilakukan subtitusi tepung terigu

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia kaya akan sumber daya alam, termasuk di dalamnya kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. dibuat dengan menambahkan santan, gula merah, daun pandan dan. pisang.menurut Veranita (2012), bolu kukus adalah bolu yang berbahan

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

BAB I PENDAHULUAN. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung. terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga mempunyai fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh (Khomsan, 2006).

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2010 mengimpor terigu sebesar kg, untuk tahun

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDAHULUAN. terigu dari negara Timur Tengah seperti Turki, Srilanka, dan Australia. Impor

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

Transkripsi:

I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia penggunaan tepung terigu sebagai bahan baku industri pangan cenderung meningkat setiap tahunnya. Berbagai produk makanan seperti mi, roti, cake, dan biscuit yang pada umumnya menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku, padahal Indonesia bukan negara penghasil terigu.. Kebutuhan terigu dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2009 import gandum mencapai 5 juta ton (Anonim,2009). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, volume impor gandum pada 2013 mencapai 6,37 juta ton dan meningkat menjadi 7,43 juta pada tahun 2014, dari sisi nilainya mengalami penurunan dari US$2,43 miliar pada 2013 dan US$2,39 pada tahun 2014. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat permintaan impor terigu dalam negeri terus meningkat, yaitu lebih dari 7 juta ton pada 2014. Import gandum tersebut apabila jumlahnya semakin banyak maka akan terus mengurangi devisa negara. Tepung terigu pada dasarnya terbuat dari gandum, dan Indonesia sendiri bukan negara penghasil gandum. Pembuatan tepung tidak hanya dari gandum salah satunya bisa menggunakan umbi-umbian.

Ada lebih dari 30 jenis umbi-umbian yang biasa ditanam dan dikonsumsi rakyat Indonesia dan belum semua umbi-umbian dimanfaatkan dan dikembangkan, salah satunya umbi ganyong Ganyong merupakan salah satu bahan pangan yang bergizi cukup tinggi, terutama kandungan karbohidratnya. Menurut Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Rukmana (2000), komposisi gizi ganyong dalam tiap 100 g bahan adalah karbohidrat sebesar 22,60g, protein 1,00 g, lemak 0,11 g, kalsium 21,00 mg, fosfor 70,00 mg, zat besi 1,90g, vitamin B1 0,10 mg, vitamin C 10,00 mg dan air 70 g. Rukmana (2000) menyatakan, produksi ganyong dapat mencapai 30 ton umbi per hektar sehingga dapat membantu menyediakan karbohidrat yang diperlukan penduduk. Selanjutnya Richana (2012) menyatakan, ganyong (Canna edulis Ker) banyak terdapat di Indonesia, namun kurang dimanfaatkan secara optimal. Umbi ganyong biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan dalam bentuk ganyong rebus maupun kukus. Umbi ganyong dapat diolah menjadi produk antara, seperti pati atau tepung. Dalam bentuk tepung akan mempermudah pengolahan ganyong menjadi berbagai produk pangan untuk menunjang diversifikasi pangan yang salah satunya adalah mi kering Mi merupakan salah satu produk pangan yang populer dan disukai oleh berbagai kalangan. Sifatnya yang praktis dan rasa yang enak menjadi daya tarik mi. Salah satu jenis mi yang mampu bersaing dipasar ialah mi kering, merupakan suatu jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dan sudah dijadikan bahan pangan pokok selain beras (Juniawati, 2003). Sejauh ini, pangsa pasar mi kering secara nasional

mencapai 70 sampai 80% sehingga terjadi pergeseran konsumsi dari mi basah ke mi kering (Mogoginta, 2007). Mi kering diperoleh dengan cara mengeringkan mi mentah dengan metode penjemuran atau dikeringkan dalam pengering pada suhu ± 50ºC dan mempunyai daya simpan yang lebih lama tergantung dari kadar air dan cara penyimpanannya (Astawan, 2005). Data World Instant Noodles Association (WINA) juga memberi konfirmasi bahwa konsumsi mi kering masyarakat Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, konsumsi mi kering masyarakat Indonesia sudah mencapai 14,9 miliar bungkus, atau mengalami peningkatan sebesar 1 miliar bungkus bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun 2009. Itu artinya, secara rata-rata setiap orang Indonesia mengkonsumsi sekitar 60-61 bungkus atau 1,5 dus mi instan pada tahun 2013. Tingginya konsumsi mi kering menempatkan Indonesia di posisi kedua setelah Cina yang konsumsinya mencapai 46,2 milyar bungkus. Pembuatan mi kering dengan penambahan tepung ganyong yang tidak mengandung gluten sebagai pensubtitusi tepung terigu akan menyebabkan kandungan protein berkurang sehingga adonan menjadi tidak elastis dan mudah patah, maka perlu adanya penambahan bahan pengemulsi dan pengikat seperti telur Penambahan telur pada pembuatan mi berfungsi memberikan protein pada mi dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus. Menurut Suyanti (2010) penggunaan telur untuk pembuatan mi minimal adalah 3-10 % dari berat tepung. Telur yang biasa ditambahkan ke dalam adonan pada pembuatan mi bisa berbagai jenis atau berbeda bagian, bisa bagian kuning telurnya, putih telurnya

maupun campuran keduanya.setiap bagian dari telur tersebut dibedakan oleh komposisi kimia yang dikandungnya sehingga akan menghasilkan adonan yang berbeda-beda. 1.2. Identifkasi Masalah Berdasarkan paparan pada latar belakang, beberapa masalah yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut: 1. Apakah variasi bagian telur yang ditambahkan berpengaruh terhadap karakteristik mi kering ganyong? 2. Apakah jumlah bagian telur yang ditambahkan berpengaruh terhadap karakteristik mi kering ganyong? 3. Apakah interaksi antara penambahan variasi bagian telur dan jumlah bagian telur berpengaruh terhadap karakteristik mi kering ganyong? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh penambahan variasi bagian telur dan jumlahnya terhadap karakteristik pembuatan mi kering ganyong Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan variasi bagian telur dan jumlahnya terhadap karakteristik mi kering ganyong yang dihasilkan yang paling baik. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai diversifikasi produk mi kering dari tepung ganyong sebagai bahan subtitusi tepung terigu. 2. Memanfaatkan dan meningkatkan produktivitas pangan lokal sebagai bahan diversifikasi pangan.

3. Mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan tepung terigu. 4. Meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis tepung ganyong. 1.5. Kerangka Pemikiran Menurut SNI 01-2974-1996, mi kering merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, serta berbentuk khas mi Telur merupakan bahan tambahan dalam pembuatan mi, karena telur berfungsi sebagai pengikat molekul pati pada tepung terigu atau tepung lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur dari mi yang dihasilkan. Penambahan telur juga berfungsi untuk memberi aroma, rasa, dan warna adonan pada mi (U.S.Wheat Associates,1983). Sifat fungsional telur berbeda antara yang terdapat pada bagian putih telur dan yang terdapat pada kuning telur. Karenanya penggunaan telur dapat diambil hanya bagian putih telur, hanya bagian kuning telur, seluruh isi telur atau campuran bagian putih dan kuning telur dengan perbandingan tertentu. Berbagai sifat fungsional dari telur dapat dikelompokkan dalam tujuh macam sifat yaitu sifat atau kemampuan: sifat mengembang atau membentuk rongga-rongga, membentuk busa atau buih, membentuk emulsi, penstabil,berkoagulasi, membentuk tekstur dan memberi rasa. (Soewarno dan soekarto, 2013) Dalam pembuatan adonan mi yang di subtitusi dengan tepung yang tidak mengandung gluten diperlukan pengemulsi untuk memberi bentuk, flavor, dan tekstur yang baik serta membuat adonan liat dan tidak mudah putus. Albumin pada putih telur adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa

dan kuning telur merupakan emulsifier yang paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein (Winarno FG 2004). Penelitian Aditia (2014) dalam pembuatan mi kering dengan subtitusi tepung daun mangga (Kajian Penambahan Telur Terhadap Kualitas Mi Kering) dinyatakan hasil analisis mi kering terbaik terdapat pada subtitusi tepung terigu dengan tepung daun mangga (85:15) dan penambahan telur 20% yang menghasilkan mi kering dengan kadar air 7,573%, kadar abu 8,003%,kadar protein 13,540%, daya rehidrasi 136,667%, Elastisitas 8,314%, kadar serat 2,830%, aktifitas antioksidan 92,961% Penelitian Indarty Wijianti (2010) dalam pembuatan mi sukun didapat hasil dengan perlakuan terbaik adalah perlakuan tepung terigu:sukun kukus (85 bagian :15 bagian) dengan penambahan telur 22% memberikan tekstur dan elastisitas memiliki nilai paling tinggi Penelitian Arief Febrianto, dkk., (2014) dalam karakteristik organoleptik produk mie kering ubi jalar kuning (ipomoea batatas) (kajian penambahan telur dan cmc) didapatkan hasil terbaik untuk kualitas organoleptik yaitu menggunakan penambahan CMC 1% dan penambahan telur 20%. Kualitas organoleptik terbaik pada setiap parameter yaitu warna 4.2 (agak menyukai), aroma sebesar 4.4 (agak menyukai), rasa sebesar 5.4 (agak menyukai) dan untuk tekstur sebesar 5 (agak menyukai). Mie kering ubi jalar hasil perlakuan terbaik memiliki kualitas fisik

cooking loss 17.48%, swelling index 54.80%, hidrasi 66.42%, rasio pengembangan 1.58, kadar air 8.06% dan rendemen 53%. Rosida dan Rizki (2013) menyatakan pembuatan mi dari tepung komposit yaitu tepung terigu, gembili, labu kuning dan penambahan telur di dapatkan hasil mi kering terbaik pada proporsi tepung terigu:tepung gembili (70 bagian : 30 bagian) dan penambahan telur 20% memiliki kadar air 8,7966%, kadar protein 10,8588%, kadar pati 58,8260%, elastisitas 25,0062%, kapasitas rehidrasi 52,7117%, antioksidan 2,8803%. Menurut Alifsyahrica (2015) variasi bagian telur dan persentasenya dengan ikan lele dumbo pada proses pengolahan amplang ikan lele dumbo diperoleh bagian telur yang dapat memberikan sifat baik pada amplang lele dumbo yaitu putih telur dengan persentase 40% didapatkan hasil dengan kadar air 2,59% ; kadar lemak 20,39%; kadar protein 9,11%; nilai kecerahan 64,95; nilai tekstur 526gf/2 mm; daya kembang 440%; higroskosipitas 1,22%; daya serap minyak 18,85%; nilai sensoris warna 4,6 (cerah hingga sangat cerah); nilai sensoris rasa 3,88 (agak suka hingga suka); nilai sensoris kerenyahan 4,24 (renyah hingga sangat renyah); nilai sensoris keseluruhan 4,32 (suka hingga sangat suka). Lucia (2009) menyatakan bahwa perbandingan tepung ganyong dan tepung terigu pada pembuatan mi segar ganyong yaitu 30% : 70% dan soda abu 0,75% memberikan hasil terbaik untuk warna dan aroma, 40% : 60% dan soda abu 1 % memberikan hasil terbaik untuk kekenyalan, 30% : 70% dan soda abu 0,75% memberikan hasil terbaik untuk tingkat kesukaan.

Berdasarkan hasil penelitian Widowati (2009) ganyong dapat diolah menjadi produk antara dalam bentuk tepung dan pati ganyong. Apabila dianalisa ternyata pati ganyong memilki komposisi gizi karbohidrat 84,34 %, protein 0,44 %, lemak 6,43 %, serat kasar, 0,040%, air 7,42%, abu 1,37%. Wujud lain dari ganyong ini ternyata dapat meningkatkan nilai ekonomisnya menjadi 10 kali lipat dari harga umbi segar yang hanya Rp 300/kg. 1.6. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat ditarik hipotesis yaitu 1. Diduga variasi bagian telur memberikan pengaruh terhadap karakteristik mi kering ganyong 2. Diduga jumlah bagian telur memberikan pengaruh terhadap karakteristik mi kering ganyong 3. Diduga interaksi antara variasi bagian telur dan jumlahnya memberikan pengaruh terhadap karakteristik mi kering ganyong 1.7. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November hingga selesai. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian lantai III Universitas Pasundan bertempat di Jalan Setiabudhi No 193.