Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TANGGUNG JAWAB MUTLAK PADA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh: Maman Surya Masloman 2

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PRODUSEN TERHADAP MAKANAN DALUWARSA 1 Oleh: Yunia Mamarama 2

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau jasa, baik itu transaksi barang dan/atau jasa yang berasal dari dalam. menuntut keduanya untuk saling memberikan prestasi.

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

4 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan. 5 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Menimbang : Mengingat :

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

3 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang. 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hak

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. Kata kunci: Tanggungjawab pelaku usaha, konsumen yang dirugikan, keracunan makanan.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WISATAWAN BERKAITAN DENGAN USAHA JASA RESTORAN DI DESA PADANG BAI KARANGASEM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

Presiden, DPR, dan BPK.

ERRY WAHYUDIANTO PUTRA NIM.:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian perlindungan konsumen, konsumen dan pelaku usaha. menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Crimen Vol. V/No. 3/Mar/2016. Kata kunci: Perjanjian, Peserta, BPJS. Kesehatan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum. Karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

Transkripsi:

TANGGUNG JAWAB MUTLAK PADA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh: Maman Surya Masloman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia dan bagaimana penerapan tanggung jawab mutlak pada Hukum Perlindungan Konsumen. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Hukum perlindungan konsumen menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tidak secara tegas mengatur tanggung jawab mutlak, namun menggunakan pendekatan perbuatan melawan hukum. 2.Tanggung jawab mutlak (strict liability) dalam perspektif hukum pidana akan bertentangan dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen zonder schuld), oleh karena tanggung jawab mutlak tanpa perlu membuktikan adanya unsur kesalahan. Dalam perspektif hukum perdata, tanggung jawab mutlak yang tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan hanya menggunakan perbuatan melawan hukum atau wanprestasi. Kata kunci: Tanggung jawab mutlak, perlindungan konsumen PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perlindungan Konsumen berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur antara lainnya hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen sebagai suatu hubungan hukum yang memiliki arti pentingnya. Arti pentingnya hukum Perlindungan Konsumen tersebut dijelaskan oleh Janus Sidabalok, sebagai berikut : Perlindungan konsumen mempersoalkan perlindungan (hukum) yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memperoleh barang dan jasa dari kemungkinan timbulnya kerugian karena penggunaannya, maka hukum perlindungan konsumen dapat dikatakan sebagai hukum yang mengatur tentang 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Said Aneke R, SH, MH.;Roosje Lasut, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101328 pemberian perlindungan kepada konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen. 3 Menurut Barda Nawawi Arief, 4 kebijakan kriminal dapat ditempuh lewat jalan penal dan nonpenal. Jalur penal terlihat dengan adanya ketentuan sanksi pidana dalam Pasal 61 s/d Pasal 63; dan Jalur nonpenal, antara lain penyelesaian sengketa gugatan (perdata) melalui pengadilan (Pasal 45-46). Hukum Perlindungan Konsumen menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam Pasal 10 yang berbunyi sebagai berikut: Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa; c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa. 5 Kenyataan selama ini posisi konsumen berada pada tempat atau posisi yang lemah, tidak mampu melakukan tawar menawar dan selalu berada pada bayang-bayang kekuatan ekonomi pelaku usaha. Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tersebut merupakan bagian dari perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, misalnya mengiklankan suatu produk sebagai produk terbaik di dunia, menjamin bahwa produknya memiliki masa penggunaan yang lama, padahal tidak seperti yang diiklankan. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap barang dan/atau jasa yang ditawarkan dan/atau dijualnya merupakan tanggung jawab produsen sebagai pelaku usaha, yang menurut 3 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hal. 37 4 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, 2007, hal. 160 5 Lihat UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Pasal 10) 20

Janus Sidabalok, 6 dibedakan atas: Pertanggungjawaban Publik, dan Pertanggungjawaban Privat (Keperdataan). Pada Pertanggungjawaban Publik, produsen sebagai pelaku usaha mempunyai tugas dan kewajiban untuk ikut serta menciptakan dan menjaga iklim usaha yang sehat dan menunjang bagi pembangunan perekonomian nasional secara keseluruhan. Karena itu, kepada produsen-pelaku usaha dibebani tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajiban itu, yaitu melalui penerapan norma-norma hukum, kepatuhan, dan Menjunjung tinggi kebiasaan yang berlaku di kalangan dunia usaha. Etika bisnis merupakan salah satu pedoman bagi setiap pembangunan perekonomian nasional secara keseluruhan. Pertanggungjawaban Privat (Keperdataan), dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur mengenai pertanggungjawaban produsen, yang disebut dengan pelaku usaha. Permasalahannya apakah kesalahan dapat terjadi bukan karena kesalahan dari produsen (pelaku) usaha, melainkan kesalahan itu datangnya dari konsumen itu sendiri. Perlindungan Konsumen mengatur pula tanggung jawab mutlak (strict liability) yang juga disebut sebagai tanggung jawab risiko (risk liability). Dalam kenyataannya masih ditemukan pemberitahuan pada toko atau warung yang berbunyi Barang yang sudah dibeli, tidak dapat dikembalikan. Hal ini terkait erat dengan pengalihan tanggung jawab produsen kepada konsumen. Tanggung jawab mutlak secara implisit dapat ditemukan dalam Pasal 1367 dan Pasal 1368 KUH. Perdata, yang menurut Janus Sidabalok, 7 dengan menggunakan konsep strict liability pada bidang perlindungan konsumen, khususnya tanggung jawab produk, akan memudahkan pembuktian, yang pada akhirnya benar-benar memberikan perlindungan kepada konsumen. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaturan Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia? 2. Bagaimanakah penerapan tanggung jawab mutlak pada Hukum Perlindungan Konsumen? C. Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yang menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 8 dijelaskan bahwa pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. PEMBAHASAN A. Pengaturan Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia Hukum Perlindungan Konsumen sebagai seperangkat hukum yang mengatur kepentingan dan aspek-aspek yang berkaitan dengan konsumen diatur dengan ketentuan Perlindungan Konsumen sebagai dasar hukum utamanya. Tujuan atau fungsi utama hukum ialah untuk mengatur yang dalam Hukum Perlindungan Konsumen menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 ditentukan pada Pasal 3, bahwa : Perlindungan Konsumen bertujuan: a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha; 6 Janus Sidabalok, Op Cit, hal. 80-82 7 Janus Sidabalok, Ibid, hal. 104 8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 24. 21

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 9 Tujuan perlindungan konsumen tersebut dirinci lebih lanjut dalam berbagai ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, yang dilandasi oleh beberapa pemikiran sebagaimana ditemukan dalam beberapa bahan pertimbangan (konsiderans) Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 yang berbunyi sebagai berikut: a. Bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. Bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen; c. Bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar; d. Bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggungjawab; e. Bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum memadai; f. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat; g. Bahwa untuk itu perlu dibentuk Undang- Undang tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan Konsumen yang dirinci atas XV Bab dan 65 Pasal, diatur sistematika Bab demi Bab-nya sebagai berikut: Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas dan Tujuan; Bab III : Hak dan Kewajiban; Bab IV : Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha; Bab V : Ketentuan Pencantuman Klausula Baku; Bab VI : Tanggung Jawab Pelaku Usaha; Bab VII : Pembinaan dan Pengawasan; Bab VIII : Badan Perlindungan Konsumen Nasional; Bab IX : Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat; Bab X : Penyelesaian Sengketa; Bab XI : Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen; Bab XII : Penyidikan; Bab XIII : Sanksi; Bab XIV : Ketentuan Peralihan; Bab XV : Ketentuan Penutup. Pemahaman lebih mendalam tentang latar belakang diberlakukannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara lain ditemukan dalam Penjelasan Umumnya yang menjelaskan bahwa, 10 pembangunan dan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang Perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batasbatas wilayah negara sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi, baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. B. Penerapan Tanggungjawab Mutlak Pada Hukum Perlindungan Konsumen 9 Lihat UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Pasal 3) 10 Lihat UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Penjelasan Umum) 22

Tanggung jawab mutlak atau strict liability, atau juga disebut sebagai liability without fault dalam kepustakaan hukum di Indonesia, mengalami polemik, antara yang pro atau mendukung, dan yang kontra atau menolak konsepsinya. Hasbullah F. Sjawie, 11 mengemukakan argumentasi pihak yang pro atau setuju bahwa: 1. Strict liability menghindari/mencegah adanya kerugian/kejahatan. 2. Proteksi kepada publik. Terdapat banyak situasi di mana publik memerlukan perlindungan dari negligence dan dengan adanya strict liability memaksa potensial pelaku menjadi lebih berhati-hati. 3. Keharusan untuk membuktikan adanya mens rea berakhir pada larinya tanggung jawab pidana dari pelaku. Pihak-pihak yang keberatan terhadap konsep tanggung jawab mutlak, dengan mengemukakan argumentasinya sebagai berikut: 1. Strict liability adalah hal yang tidak perlu. Strict liability akan berujung pada pemidanaan kepada orang yang tidak bersalah; dan apa Gunanya menghukum orang yang tidak bersalah. 2. Strict liability tidak adil, karena seseorang yang bertindak dengan tidak bercela bisa saja dituntut pidana dan memperoleh catatan hukuman. 3. Adanya negligence sudah sangat cukup bagi undang-undang untuk memperoleh hasil yang lebih seimbang antara melindungi kepentingan publik dan memberi ancaman bagi calon pelakunya. 12 Menurut Janus Sidabalok, 13 di Indonesia konsep strict liability (tanggung jawab mutlak, tanggung jawab risiko) secara implisit dapat ditemukan di dalam Pasal 1367 dan Pasal 1368 KUH. Perdata. Pasal 1367 KUH. Perdata mengatur tentang tanggung jawab seseorang atas kerugian yang disebabkan oleh barangbarang yang berada di bawah pengawasannya, misalnya, seorang pemilik barang tertentu, suatu ketika barang tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain, misalnya meledak dan melukai orang lain, maka pemiliknya bertanggung jawab atas luka-luka yang ditimbulkan, tanpa mempersoalkan ada tidaknya kesalahan yang menimbulkan ledakan tersebut. Menerapkan Pasal 1367 KUH. Perdata membutuhkan penafsiran yang cukup berani, tetapi sudah dapat dijadikan sebagai salah satu dasarnya. Kata-kata barang yang berada di bawah pengawasannya pada Pasal 1367 KUH. Perdata itu dapat dipandang sebagai faktor yang berdiri sendiri sebagai penyebab timbulnya kerugian, yang berarti tidak membutuhkan adanya kesalahan pemilik barang. Pada Pasal 1368 KUH. Perdata, yang berbunyi Pemilik seekor binatang, atau siapa saja yang memakainya adalah, selama binatang itu dipakainya, bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah pengawasannya maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya. 14 Ketentuan Pasal 1368 KUH. Perdata ini ialah tentang tanggung jawab pemilik atau pemakai seekor binatang atas kerugian yang ditimbulkan oleh binatang itu meskipun keadaan tersebut dalam keadaan tersesat atau terlepas dari pengawasannya. Janus Sidabalok berhati-hati dalam hal penerapan tanggung jawab mutlak terhadap hukum perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, oleh karena hanya menyebutkan secara implisit, bukan secara eksplisit. Barda Nawawi Arief, 15 menerangkan bahwa penyebutan pelanggaran Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) dirasakan janggal, karena ayat 91) inilah yang menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi kepada konsumen. Pelanggaran terhadap tanggung jawab inilah yang diselesaikan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Menurut Johannes Gunawan, 16 Pertanggungjawaban langsung/mutlak (strict liability) dalam hukum perlindungan konsumen digunakan terutama pada pertanggungjawaban produk (product liability) dan pertanggungjawaban profesional (professional liability). Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 mengatur tanggung jawab produk dengan 11 Hasbullah F. Sjawie, Op Cit, hal. 26-27 12 Loc Cit 13 Janus Sidabalok, Op Cit, hal. 103 14 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op Cit, hal. 347 15 Barda Nawawi Arief, Op Cit, hal. 168 16 Johannes Gunawan, Op Cit, hal. 144 23

terminologi Tanggung Jawab Pelaku Usaha, antara lainnya dalam Pasal 19 ayat-ayatnya sebagai berikut: (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau yang setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. (4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Walaupun Johannes Gunawan merujuk tanggung jawab produk atau pelaku usaha sebagai bagian dari tanggung jawab mutlak, namun penulis kurang sependapat, oleh karena ketentuan Pasal 19 ayat (5) masih merujuk pada unsur kesalahan, sedangkan tanggung jawab mutlak tidak lagi mempersoalkan unsur kesalahan. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 juga menentukan pada Pasal 20 bahwa Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Di Tentukan pada Pasal 21 ayat-ayatnya, bahwa: (1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor, apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri. (2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan jasa asing. Perlindungan Konsumen juga mengatur tanggung jawab pelaku usaha dalam Pasal 24 ayat-ayatnya sebagai berikut: (1) Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila: a. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang dan/atau jasa tersebut. b. Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi. (2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tidak secara tegas mengatur tentang tanggung jawab mutlak, akan tetapi dikaji dari perbuatan melawan hukum pun kurang tepat oleh karena unsur utara dari tanggung jawab mutlak menurut penulis ialah tanpa pembuktian adanya unsur kesalahan. Berbeda dari Undang-Undang Lingkungan Hidup yang dimulai sejak Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, hingga Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang secara tegas mengatur ketentuan tentang tanggung jawab mutlak. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengatur pada Pasal 35 ayat-ayatnya, bahwa: (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usahanya dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, 24

bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan oleh salah satu alasan di bawah ini: a. Adanya bencana alam atau peperangan; atau b. Adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan usaha; atau c. Adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. (3) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi. Ketentuan Pasal 35 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 diberikan penjelasan pada ayat (1) bahwa, pengertian bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability, yaitu unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex speciali dalam gugatan tentang perbuatan melawan hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud dengan sampai batas tertentu adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, juga secara tegas mengatur tanggung jawab mutlak pada Pasal 88 yang berbunyi Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3), menghasilkan dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. Berbeda dari hukum perlindungan konsumen menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 yang tidak secara tegas mengatur tanggung jawab mutlak, sehingga diperlukan penafsirannya dengan menggunakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), dan beberapa ketentuan dalam KUH. Perdata khususnya Pasal 1367 dan Pasal 1368 KUH. Perdata, menurut penulis masih sangat riskan apabila diterapkannya secara mudah tanggung jawab mutlak pada hukum perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hukum perlindungan konsumen menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tidak secara tegas mengatur tanggung jawab mutlak, namun menggunakan pendekatan perbuatan melawan hukum. 2. Tanggung jawab mutlak (strict liability) dalam perspektif hukum pidana akan bertentangan dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen zonder schuld), oleh karena tanggung jawab mutlak tanpa perlu membuktikan adanya unsur kesalahan. Dalam perspektif hukum perdata, tanggung jawab mutlak yang tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan hanya menggunakan perbuatan melawan hukum atau wanprestasi. B. Saran 1. Pembaruan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 perlu pula merubah dan menambah ketentuan tentang tanggung jawab mutlak. 2. Rendahnya kesadaran konsumen terhadap hak-haknya, menyebabkan masih banyak ditemukan pelanggaran terhadap kepentingan dan hak-hak konsumen di masyarakat. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan upaya sosialisasi, diskusi dan pemberdayaan konsumen lebih intensif. DAFTAR PUSTAKA 25

Buku Arief, Barda Nawawi, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, 2007. Badrulzaman, Mariam darus, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994 Djumhana, Muhammad, Hukum Ekonomis Sosial Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994. Fauzan, Kaidah Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata, Kencana, Jakarta, 2014. Fuady, Munir, Konsep Hukum Perdata, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015. Gifis, Steven, H, Law Dictionary, Barrons Educational Series, New York, 1984. Gunawan, Johannes, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia dan Perdagangan Bebas, dalam Ida Susanti dan Bayu Seto (ed.), Aspek Hukum dari Perdagangan Bebs, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. Komalasari, Veronika, Hukum dan Etika Dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989. Marwan, M, dan Jimmy P, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, 2009. Magnis-Suseno, Franz, Etika Dasar. Masalah- Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1987. Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum. Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005. Mertokusumo, Sudikno, Kapita Selekta Ilmu Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2011. Miru, Ahmadi, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013., Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014. Mustofa, Wildan Suyuthi, Kode Etik Hakim, Kencana, Jakarta, 2013. Rumokoy, Donald Albert, dan Maramis, Frans, Pengantar Ilmu Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014. Saliman, Abdul R, Hermansyah, dan Jalis Ahmad, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan. Teori dan Contoh Kasus, Kencana, Jakarta, 2008. Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014. Sjawie, Hasbullah F, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Tindak Pidana Korupsi, Kencana, Jakarta, 2015. Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006. Subekti, R, dan Tjitrosudibio, R, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360). Websites Tanggung Jawab, Dimuat pada : kbbi.web.id. Diunduh tanggal 15 Juni 2017. Tanggung Jawab Mutlak, Dimuat pada : pendidikanhukum.blogspot.com. Diunduh tanggal 15 Juni 2017 Sumber lainnya Bahan Kuliah Hukum Perdata. Bahan Kuliah Hukum Perlindungan Konsumen. 26