BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. serviks uteri. Kanker ini menempati urutan keempat dari seluruh keganasan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

ABSTRAK GAMBARAN PAP SMEAR ABNORMAL DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker yang menempati peringkat teratas diantara berbagai penyakit kanker

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit kanker dengan 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sedang berkembang, salah satunya Indonesi (WHO, 2012).

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

BAB I PENDAHULUAN. awal (Nadia, 2009). Keterlambatan diagnosa ini akan memperburuk status

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN VARIASI HASIL PEMERIKSAAN PAP SMEAR BERDASARKAN BETHESDA SYSTEM PADA PASIEN WANITA DI PATOLOGI ANATOMI RSUP SANGLAH TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

No. Responden: B. Data Khusus Responden

BAB I PENDAHULUAN. human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan 18. Infeksi ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedua di dunia dimana konstribusinya 13 % dari 22% kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Karibia, Sub-Sahara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang paling umum yang diakibatkan oleh HPV. Hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan manusia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FLOUR ALBUS/LEUKOREA A RI FUAD FAJRI

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi

BAB 1 : PENDAHULUAN. daerah leher rahim atau mulut rahim, yang merupakan bagian yang terendah dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial

Duh Tubuh Vagina (Vaginal Discharge) Etiologi, Diagnosis dan Penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dini. 6,8 Deteksi dini kanker serviks meliputi program skrining yang terorganisasi

Oleh : Duwi Basuki, Ayu Agustina Puspitasari STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini Indonesia menghadapi beban ganda penyakit atau double

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang

BAB I PENDAHULUAN. hingga 2030 meneruskan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs)

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. (Maharani, 2009). World Health Organization (WHO) (2014) mengatakan. terjadi di Negara berkembang dari pada Negara maju.

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. kanker yang paling tinggi di kalangan perempuan adalah kanker serviks. yang paling beresiko menyebabkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Foundation for Woman s Cancer (2013) kanker serviks adalah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakseimbangan hormon reproduksi wanita. 1. berwarna selain itu, bisa berwarna abu-abu, kehijauan bahkan merah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi, (seperti : Bacteroides sp., Mobilluncus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM????

BAB I PENDAHULUAN. pada negara-negara berkembang yang lain. Kanker leher rahim merupakan. Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2008 Kota Semarang

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Papanicolaou smear atau Pap smear adalah metode yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang menyangkut kesehatan reproduksi ini, salah satunya adalah kanker

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor

BAB I PENDAHULUAN. payudara, dan kanker ovarium (Maysaroh, 2013). Salah satu kanker yang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu penyakit yang dianggap sebagai masalah besar

BAB I PENDAHULUAN. rahim yang terletak antara rahim uterus dengan liang senggama vagina.

PENDAHULUAN. (hamil dan tidak hamil), dimana terjadi ketidakseimbangan pada flora vagina, laktobasilus, dan terjadi peningkatan bakteri anaerob, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Human Papilloma Virus (HPV). HPV ini ditularkan melalui hubungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

Tabel 1. Dua puluh pola penyakit rawat jalan di poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP DR Sardjito tahun 2014

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LESI PRAKANKER SERVIKS DARI HASIL PAP SMEAR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MAY.JEN. HM. RYACUDU KOTABUMI LAMPUNG UTARA 2015

Penyakit Radang Panggul. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB 1 PENDAHULAN. kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi wanita merupakan hal yang perlu diperhatikan agar suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak normal/terus-menerus dan tidak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pap smear merupakan salah satu pemeriksaan skrining yang penting untuk mendeteksi adanya karsinoma serviks sejak dini. Pap smear sangat penting di Indonesia mengingat WHO menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penderita kanker serviks terbanyak di dunia. Dilihat dari hasil data, tiap harinya 20 dari 40 wanita di Indonesia yang terdiagnosa kanker serviks meninggal dunia (Media Komunikasi Publik Kemenkes RI, 2015). Pap smear tidak hanya dapat mendeteksi sel-sel abnormal untuk lesi prakanker ataupun kanker serviks saja karena Pap smear juga dapat melihat adanya kelainan lain yaitu servisitis. Penelitian oleh Gondo Mastutik et al. (2015) menunjukkan bahwa dari 140 perempuan yang melakukan skrining dengan Pap smear, hasil Pap smear dengan gambaran normal menurut sistem Bethesda ada sebesar 12,1%, untuk gambaran Negative for Intraepithelial Lesion or Malignancy (NILM) sebesar 86,4% dan gambaran Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL) sebesar 1,4%. Masih pada penelitian yang sama, angka kejadian trikomoniasis pada NILM dengan peradangan ada sebesar 0,7%, untuk infeksi jamur sebesar 15,7%, infeksi bakterial vaginosis (BV) 10,7%, infeksi bakteri dan jamur 0,7% dan infeksi non spesifik 58,6% (Mastutik et al., 2015). Menurut sistem Bethesda tahun 2001, NILM terdiri dari temuan non neoplastik dan organisme seperti Trichomonas vaginalis, jamur yang morfologinya sesuai dengan Candida sp., bakteri yang morfologinya sesuai dengan Actinomyces sp., atau adanya pergeseran flora pada BV dan sebagainya. Sedangkan temuan non neoplastik yang dapat dilihat antara lain perubahan seluler terkait peradangan, sel glandular paska-histerektomi dan gambaran atrofi (Mastutik et al., 2015). Peradangan pada serviks (servisitis) sendiri terbagi menjadi servisitis infeksi dan non infeksi (Kumar et al., 2012). Penyebab servisitis non infeksi meliputi benda asing yaitu alat kontrasepsi intrauterin (IUD) atau bisa juga karena bahan 1

kimia dalam cairan pembilas vagina dan alergen seperti bahan-bahan lateks (Soper, 2015). Servisitis non infeksi ini biasanya digolongkan ke dalam kategori servisistis non spesifik, yaitu tidak didapatkan organisme spesifik yang menjadi penyebab peradangan. Meskipun pada hakikatnya servisitis bukanlah suatu lesi prakanker, kelainan epitel yang terus-menerus dapat menjadi lahan subur bagi timbulnya pengaruh karsinogenik dari virus human papilloma (HPV) (Kumar et al., 2012). Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa jenis kontrasepsi juga turut berpengaruh dalam terjadinya servisitis padahal di usia reproduktif tentu banyak masyarakat yang menggunakan kontrasepsi. Selain itu, jumlah paritas lebih dari dua juga disebut menjadi risiko abnormalitas sel pada serviks (Fitria, 2007 dalam Martini, 2013). Semakin meningkatnya risiko perubahan sel serviks tentu akan meningkatkan kesadaran perempuan usia produktif untuk melakukan skrining. Pekerjaan juga dikatakan secara tidak langsung memengaruhi pola pemanfaatan pelayanan kesehatan masyarakat (Lapan, 1997 dalam Martini, 2013). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyampaikan himbauannya untuk melakukan deteksi dini kanker leher rahim baik dengan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) ataupun Pap smear. Jawa Barat bahkan termasuk dalam 11 lokasi pencanangan untuk kegiatan program deteksi dini secara berkesinambungan sampai tahun 2019. Kelompok sasaran program deteksi dini ini adalah perempuan usia 20 tahun ke atas, namun prioritasnya ada pada rentang usia 30 50 tahun dengan target 50% perempuan (Kemenkes RI, 2015). Program Pap smear ternyata tidak berjalan dengan rutin atau bahkan masih tidak dilakukan baik di Indonesia maupun di tempat lain. Perempuan di negara berkembang yang melakukan Pap smear hanya sekitar kurang dari 5% dari keseluruhan populasi perempuan dan hampir 60% dari kasus kanker serviks di negara berkembang terjadi pada perempuan yang tidak pernah melakukan Pap smear (Mastutik et al., 2015). Berbeda dengan di Amerika, perempuan usia lebih dari 18 tahun yang melakukan Pap smear selama 3 tahun terakhir mencapai 69,4% (Centers for Disease Control and Prevention, 2016). Menurut WHO (2008), perempuan yang melakukan Pap smear di India hanya 3% dari tahun 2

2000-2006 (WHO, 2008). Cakupan program skrining Pap smear di Indonesia hanya dilakukan oleh 5% perempuan (Samadi, 2010). Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tentang gambaran Pap smear abnormal di Rumah Sakit (RS) Immanuel Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah penelitian ini adalah: Berapa jumlah pemeriksaan Pap smear di RS Immanuel Bandung pada periode Januari 2013 Desember 2015; Bagaimana gambaran Pap smear abnormal di RS Immanuel Bandung pada periode Januari 2013 Desember 2015; Bagaimana gambaran Pap smear abnormal berdasarkan usia di RS Immanuel Bandung pada periode Januari 2013 Desember 2015; Bagaimana gambaran Pap smear abnormal berdasarkan riwayat paritas di RS Immanuel Bandung pada periode Januari 2013 Desember 2015; Bagaimana gambaran Pap smear abnormal berdasarkan jenis kontrasepsi di RS Immanuel Bandung pada periode Januari 2013 Desember 2015; Bagaimana gambaran Pap smear abnormal berdasarkan pekerjaan di RS Immanuel Bandung pada periode Januari 2013 Desember 2015. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui jumlah pemeriksaan Pap smear di RS Immanuel Bandung pada periode Januari 2013 Desember 2015; Untuk mengetahui gambaran Pap smear abnormal di RS Immanuel Bandung pada periode Januari 2013 Desember 2015 berdasarkan usia, riwayat paritas, jenis kontrasepsi, dan pekerjaan. 3

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Menambah pengetahuan mahasiswa di bidang epidemiologi dan melengkapi informasi mengenai gambaran Pap smear abnormal. 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan informasi mengenai gambaran Pap smear abnormal kepada tenaga medis, paramedis, dan masyarakat mengenai kegunaan lain dari Pap smear selain untuk mendeteksi lesi prakanker ataupun kanker serviks sehingga diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan kepedulian masyarakat untuk melakukan deteksi dini. 1.5 Landasan Teori Pap smear merupakan prosedur sitologi dengan mengambil sel-sel epitel serviks dan kemudian diperiksa secara histopatologis. Pemeriksaan ini digunakan sebagai pemeriksaan awal atau skrining lesi prakanker dan kanker serviks (Liwang et al., 2014). Menurut Lestadi (2009), selain untuk lesi prakanker dan kanker serviks, skrining dengan Pap smear juga dimaksudkan untuk melihat peradangan pada vagina dan serviks (Lestadi, 2009). Hasil tes Pap smear yang abnormal sebelumnya dapat menjadi faktor risiko dari kanker serviks (Liwang et al., 2014) sehingga Pap smear sangat dianjurkan untuk dilakukan secara rutin. Perempuan yang dianjurkan melakukan Pap smear adalah perempuan usia subur, karena tingkat seksualnya lebih tinggi sehingga lebih berisiko mengalami perubahan sel epitel serviks (Sukaca et al., 2009). Apabila seorang perempuan sudah aktif melakukan hubungan seksual maka perempuan itu juga sudah dianjurkan melakukan Pap smear (White, 2015). Dari penelitian Mastutik et al. (2015), peserta skrining Pap smear terbanyak ada pada rentang usia 41-50 tahun (Mastutik et al., 2015). 4

Selain aktifitas seksual yang tinggi, perubahan epitel serviks menjadi abnormal juga dapat dipengaruhi oleh jumlah paritas. Perlukaan paska persalinan dapat menjadi awal terjadinya kanker serviks apabila tidak segera ditangani. Jarak persalinan yang terlalu dekat juga dapat memengaruhi kondisi sel epitel serviks (Tapan, 2010 dalam Handayani et al., 2015). Servisitis dibagi menjadi servisitis infeksi dan non infeksi yang sebetulnya sulit dibedakan karena mikroorganisme selalu ada di vagina baik dalam keadaan peradangan ataupun tanpa peradangan. Mikroba yang penting dalam servisitis ini antara lain Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Trichomonas vaginalis, spesies Candida, Neisseria gonorrhoeae, virus herpes simpleks (HSV) II dan HPV (Kumar et al., 2012). Vaginitis adalah peradangan baik karena agen infeksius ataupun non infeksius pada mukosa vagina. Penyebab tersering vaginitis pada perempuan usia reproduktif adalah BV, kandidiasis vagina dan trikomoniasis (Soper, 2015). Organisme yang sering dilaporkan berperan dalam terjadinya vaginitis ini adalah komensal normal yang menjadi patogenik karena adanya faktor predisposisi seperti diabetes melitus, konsumsi antibiotik sistemik yang mengganggu flora normal, setelah abortus atau kehamilan, usia lanjut yang bersamaan dengan penurunan sistem imun dan pasien imunodefisiensi yang didapat (Kumar et al., 2012). Pada kandidiasis, terdapat faktor predisposisi yaitu higiene kulit, suasana lembab, pemakaian larutan pembersih alat genital perempuan sehingga justru menjadi rentan, dan steroid jangka panjang (Marcelena et al., 2014). Selain faktor-faktor tersebut, hal lain yang memengaruhi terjadinya kandidiasis adalah pemakaian kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan dan diabetes tidak terkontrol (Martini et al., 2006). Kontrasepsi hormonal menyebabkan perubahan di saluran reproduksi yang memudahkan timbulnya infeksi (Dajadilaga, 1998 dalam Martini et al., 2006). Pada pemakaian kontrasepsi IUD, mikroorganisme berupa jamur dapat menjadi semakin lebih mudah untuk ikut masuk saat melakukan hubungan seksual 5

sehingga menyebabkan terjadinya infeksi (Prihartono, 1994 dalam Martini et al., 2006). Trikomoniasis ditularkan melalui hubungan seksual, pakaian ataupun air di kolam renang. Protozoa ini terutama menyerang vagina dengan menginvasi lapisan epitel dan subepitel (Marcelena et al., 2014). Terdapat juga studi yang mengatakan bahwa insidensi trikomoniasis meningkat pada usia yang lebih muda. Hal ini berkaitan dengan perilaku seksual, tingkat kesadaran rendah mengenai infeksi menular seksual (IMS), perubahan mikroorganisme vagina (terutama selama menstruasi) dan fluktuasi hormonal (Ambrozio et al., 2016). Bakterial vaginosis (BV) adalah penyakit yang disebabkan akibat ketidakseimbangan flora normal vaginal yaitu Lactobacillus sp. sehingga kemudian memungkinkan masuknya bakteri fakultatif anaerob terutama Gardnerella vaginalis sehingga bakteri ini dapat menjadi lebih dominan. Beberapa studi menyatakan bahwa prevalensi BV cukup tinggi pada penduduk Afrika. Untuk perempuan Asia yaitu di India dan Indonesia sendiri dilaporkan bahwa prevalensinya sekitar 32% (Octaviyanti et al., 2010). Adapun faktor yang memengaruhi terjadinya BV adalah usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, pasangan yang tidak disirkumsisi dan penggunaan pantyliners. Usia dikaitkan dengan keadaan hipoestrogen di usia >40 tahun sehingga meningkatkan ph vagina yang menyebabkan pertumbuhan flora normal kurang optimal tetapi justru lebih kondusif bagi mikroorganisme infeksius lain (Octaviyanti et al., 2010). 6