BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jenis Gas Volume (%)

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari

BAB II LANDASAN TEORI

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

TINJAUAN PUSTAKA. fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup

Macam macam mikroba pada biogas

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

PENGARUH PERLAKUAN BAHAN BAKU, JENIS MIKROBA, JUMLAH MIKROBA RELATIF, RASIO AIR TERHADAP BAHAN BAKU, DAN WAKTU FERMENTASI PADA FERMENTASI BIOGAS

BIOGAS. KP4 UGM Th. 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies besar yaitu Elaeis guineensis

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PENGEMBANGAN PROSES DEGRADASI SAMPAH ORGANIK UNTUK PRODUKSI BIOGAS DAN PUPUK

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

Chrisnanda Anggradiar NRP

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bel akang

PEMBUATAN BIOGAS dari LIMBAH PETERNAKAN

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. molekul komplek yang memiliki bentuk rigid dan struktur berkayu dari tanaman dimana bakteri

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

PEMANFAATAN KOTORAN HEWAN (TERNAK SAPI) SEBAGAI PENGHASIL BIOGAS

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flamable) yang dihasilkan dari

PEMBUATAN BIODIGESTER DENGAN UJI COBA KOTORAN SAPI SEBAGAI BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( )

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI

PROFIL PENGEMBANGAN BIO-ENERGI PERDESAAN (BIOGAS)

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen minyak dunia. Meskipun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PERBEDAAN STATER TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DENGAN BAHAN BAKU ECENG GONDOK

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

Muhammad Ilham Kurniawan 1, M. Ramdlan Kirom 2, Asep Suhendi 3 Prodi S1 Teknik Fisika, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

EFISIENSI PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS TERHADAP PENAMBAHAN EFFECTIVITAS MICROORGANISME

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biogas

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding

II. TINJAUAN PUSTAKA. Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

PEMBUATAN BIOGAS DARI SAMPAH ORGANIK MENGGUNAKAN STARTER LUMPUR SAWAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk organik merupakan pupuk yang bahan bakunya berasal dari makhluk

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

Transkripsi:

5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan bahan organik oleh mikroorganisme (bakteri) dalam kondisi tanpa udara (anaerobik). Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti limbah ternak dan sampah organik. Proses tersebut dikenal dengan istilah anaerobic digestion atau pencernaan secara anaerob. Biogas diproduksi menggunakan alat yang disebut reaktor biogas (digester) yang dirancang agar kedap udara, sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme dapat berjalan secara optimal (Wahyuni,2011) 2.2. Bahan Penghasil Biogas Kotoran hewan lebih sering dipilih sebagai bahan pembuat gas bio karena ketersediaannya yang sangat besar di seluruh dunia. Bahan ini memiliki keseimbangan nutrisi, mudah dicerna dan relatif dapat diproses secara biologis. Kisaran pemprosesan secara biologis antara 28 70 % dari bahan organik tergantung dari pakannya. Bahan baku yang memproduksi gas metan bias berasal dari semua bahan organik, baik yang berwujud padat, maupun cair, kecuali bahan organik senyawa hidrokarbon tinggi seperti plastik, karet dan lilin. Bahan yang mudah dicerna banyak mengandung selulosa seperti jerami padi, rumput rumputan dan sebagainya. 2.2.1 Kotoran Sapi Kotoran sapi mempunyai rasio karbon - nitrogen (C/N) sebesar 18. Karena itu perlu ditambah dengan bahan lainnya yang mempunyai rasio karbon - nitrogen (C/N) lebih tinggi sehingga rasio karbon - nitrogen (C/N) pada slurry berkisar antara 25:1 30:1 (Wahyuni, 2011). Bahan tambahan tersebut dapat berupa bahan organik seperti,

6 limbah pertanian, sisa dapur dan sampah organik lainnya. Bahan isian harus terhindar dari bahan anorganik seperti pasir, batu, beling dan plastik. Pada umumnya komposisi kotoran sapi memiliki karakteristik yang dapat dilihat pada table 2.1 berikut. Tabel 2.1 Karakteristik Kotoran Sapi Komponen Massa (%) Total Padatan 3 6 Total Padatan volatile (mudah menguap) 80 90 Total Nitrogen 2 4 Selulosa 15 20 Lignin 5 10 Hemiselulosa 20 25 Sumber : Kumbahan dan industry, (1979) 2.2.2 Limbah Serbuk Gergaji Kayu Limbah serbuk gergaji kayu merupakan limbah yang terbentuk dari kegiatan biomassa kayu/berserat lingo-sellulosa, suatu bahan baku yang belum termanfaatkan. Adanya limbah yang dimaksud ini menimbulkan masalah penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar sehingga berdampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu jalan adalah dengan memanfaatkan menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif seperti arang serbuk, briket arang, gas bio, kompos dan lainnya. Gambar 2.1 Serbuk Gergaji kayu

7 Penggunaan bahan organik sebagai bahan baku isian tambahan untuk meningkatkan produksi dari suatu unit biogas memang sangat diperlukan. Selain jerami padi terdapat bahan organik lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku isian tambahan suatu unit biogas salah satunya yaitu serbuk gergaji kayu yang merupakan limbah dari industri penggergajian. Bahan buangan organik seperti limbah serbuk kayu gergaji ini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Kebanyakan industri penggergajian membuang limbah serbuk gergaji kayu ini di sungai atau hanya membakarnya saja. 2.3 Proses Pembuatan Biogas Wahyuni (2011) melaporkan dalam proses pembuatan biogas dilakukan secara fermentasi yaitu proses terbentuknya gas metana dalam kondisi anaerob dengan bantuan bakteri anaerob di dalam suatu digester sehingga akan dihasilkan gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2) yang volumenya lebih besar dari gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2) dan gas hidrogen sulfida (H2S). Proses fermentasi memerlukan waktu 7 sampai 10 hari untuk menghasilkan biogas dengan suhu optimum 35 o C dan ph optimum pada range 6,4 7,9. Bakteri pembentuk biogas yang digunakan yaitu bakteri anaerob seperti Methanobacterium, Methanobacillus, Methanococcus dan Methanosarcina. I. Proses fermentasi Proses pembentukan biogas secara umum: Bahan organik + mikroorganisme anaerobik CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2S..(2.1) Penguraian bakteri organik dalam digester terjadi melalu tiga tahapan sebagai berikut: 1. Tahap Hidrolisis Tahap hidrolisis dimulai dengan penguraian bahan-bahan organik kompleks yang mudah larut atau senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tahap hidrolisis dapat diartikan sebagai perubahan struktur bentuk polimer hasil penguraian di antara senyawa asam organik, glukosa, etanol, CO2 dan hidrokarbon. Biasanya senyawa tersebut

8 dimanfaatkan oleh bakteri yang melakukan fermentasi sebagai sumber karbon dan energi. 2. Tahap pengasaman (Asidifikasi) Senyawa sederhana (komponen monomer) yang terbentuk dari tahap hidrolisis dijadikan sumber energi bakteri pembentuk asam. Bakteri tersebut menghasilkan senyawa asam seperti asam asetat, asam propionate dan asam butirat dan asam laktat serta produk sampingan berupa alcohol, CO2, hirogen dan ammonia. 3. Tahap metanogenesis Bakteri metanogen seperti methanococus, methanosarcina, dan methano bacterium mengubah produk lanjutan dari tahap pengasaman menjadi metan, karbodioksida dan air yang merupakan komponen penyusun biogas. 2.4 Komposisi Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Aktivitas mikroorganisme yang berperan selama proses permentsi sangat tergantung pada imbangan C/N. Mikroorganisme perombak dapat beraktivitas secara optimum jika imbangan C/N sebesar 25-30. Imbangan C/N tinggi pada bahan organik akan menyebabkan produksi metana yang rendah. Jika imbangan C/N tinggi hanya mengandung nitrogen dengan kadar yang rendah. Padahal, nitrogen sangat dibutuhkan sebagai sumber energi untuk perkembangbiakan mikroorganisme pengurai. Sedangkan jika imbangan C/N rendah, nitrogen akan bebas dan berakumulasi dalam bentuk amonia sehingga menyebabkan bau busuk yang berlebihan (Wahyuni, 2011). Komposisi biogas yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Namun rata-rata dapat menghasilkan biogas dengan kadar CH4 sebesar 55-75 %. Selain metana terdapat beberapa senyawa yang dihasilkan yang sifatnya dapat menurunkan kualitas dari pembakaran biogas. Komposisi biogas dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

9 Tabel 2.2 Komposisi Gas Yang Terdapat Dalam Biogas Jenis Gas Volume (%) Metana (CH4) Karbondioksida (CO2) Nitrogen (N2) Hidrogen (H2) Oksigen (O2) Hidrogen Sulfida (H2S) Sumber : Kusrijadi, 2009 55 75 25 45 0-0,3 1 5 0,1 0,5 0 3 2.5 Jenis Reaktor Biogas Digester atau reaktor merupakan tempat untuk membantu terbentuknya biogas. Didalam digester terjadi proses pencernaan yang akan menghasilkan gas bio. Dilihat dari sisi kontruksinya, pada umumnya digester dapat dibedakan menjadi : 1. Digester Tipe Kubah Tetap (Fixed Dome) Reaktor kubah tetap (fixed dome) ini disebut juga reaktor China. Dinamakan demikian karena reaktor ini dibuat pertama kali di China sekitar tahun 1930-an, kemudian sejak saat itu reaktor ini berkembang dengan berbagai model. Pada reaktor ini memiliki dua bagian yaitu digester sebagai tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri, baik bakteri pembentuk asam ataupun bakteri pembentuk gas metana. Bagian ini dapat dibuat dengan kedalaman tertentu menggunakan batu, batu bata atau beton. Strukturnya harus kuat karena menahan gas agar tidak terjadi kebocoran. Bagian yang kedua adalah kubah tetap. Dinamakan kubah tetap karena bentuknya menyerupai kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak (fixed). Seperti gambar 2.1.

10 Gambar 2.2 Reaktor kubah tetap (Fixed-dome) Agung Pambudi (2008) Gas yang dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir dan disimpan di bagian kubah. Keuntungan dari reaktor ini adalah biaya konstruksi lebih murah daripada menggunakan reaktor terapung, karena tidak memiliki bagian yang bergerak menggunakan besi yang tentunya harganya relatif lebih mahal dan perawatannya lebih mudah. Sedangkan kerugian dari reaktor ini adalah dibutuhkan waktu yang lama dalam proses pembangunannya, mudah mengalami keretakan, biaya kontruksinya relatif mahal dan tidak dapat dipindah. Selain itu, gas yang dihasilkanmudah bocor akibat pori pori yang agak besar. Jika kebocoran tersebut terjadi, biasanya sulit untuk dideteksi dan diperbaiki. 2. Digester Tipe Floating Drum (Tangki Terapung) Reaktor jenis terapung (floating drum) pertama kali dikembangkan di India pada tahun 1937 sehingga dinamakan dengan reaktor India. Memiliki bagian digester yang sama dengan reaktor kubah, perbedaannya terletak pada bagian penampung gas menggunakan peralatan bergerak menggunakan drum. Drum ini dapat bergerak naik turun yang berfungsi untuk menyimpan gas hasil fermentasi dalam digester.

11 Pergerakan drum mengapung pada cairan dan tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan. Keuntungan dari reaktor ini adalah dapat melihat secara langsung volume gas yang tersimpan pada drum karena pergerakannya. Karena tempat penyimpanan yang terapung sehingga tekanan gas konstan. Sedangkan kerugiannya adalah biaya material konstruksi dari drum lebih mahal. faktor korosi pada drum juga menjadi masalah sehingga bagian pengumpul gas pada reaktor ini memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan menggunakan tipe kubah tetap. Gambar 2.3 Reaktor terapung (floating drum) Agung Pambudi (2008) 3. Digester Tipe Balon Digester balon merupakan jenis digester yang banyak digunakan pada skala rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas. Digester ini terdiri dari satu bagian yang berfungsi sebagai penyimpan gas masing masing bercampur dalam satu ruangan tanpa sekat. Material organik terletak dibagian bawah karena memiliki berat yang lebih besar dibandingkan gas yang akan mengisi pada rongga atas. Keuntungan dari digester ini yaitu cocok digunakan untuk skala rumah tangga, kontruksinya sederhana, waktu pemasangan singkat, dan mudah untuk dipindahkan. Sementara itu, kelemahannya mudah mengalami kebocoran.

12 Dilihat dari cara pengisian bahan baku digester dapat dibedakan menjadi : 1. Tipe batch feeding (Pengisian sekali) Pada tipe batch, pengisian bahan baku dilakukan hanya sekali, kemudian ditunggu sampai biogas dihasilkan. Bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal hingga selesainya proses degradasi. Ini hanya umum digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari suatu jenis limbah organik. Tipe ini tidak efektif bila digunakan untuk kebutuhan masyarakat, sebab akan sulit untuk pergantian materi setiap rentang waktunya. Jadi banyaknya biogas yang dihasilkan sangat tergantung dari banyaknya bahan isian. 2. Tipe continous feeding (Pengisian secara kontinyu) Pada tipe continous feeding adalah jenis degister yang pengisian bahan baku organic dilakukan setiap hari dalam jumlah tertentu. Pada pengisian awal, digester diisi penuh, lalu ditunggu sampai biogas diproduksi. Pengisian bahan baku kemudian dilakukan secara kontinyu setiap hari dalam jumlah tertentu. 2.6 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas Banyak faktor yang berpengaruh dalam penbentukan biogas, diantaranya : 2.6.1 Perbandingan C/N Bahan Isian Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon(c) dan kadar Nitrogen (N) dalam satuan bahan. Semua mahluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan Karbon (C) dan Nitrogen (N) dalam jumlah kecil. Untuk menjamin semuanya berjalan lancar, unsur-unsur nutrisi yang dibutuhkan mikroba harus tersedia secara seimbang. Ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan domba rata-rata lebih lama dalam menghasilkan biogas dibandingkan dengan ternak non ruminansia. Lamanya produksi biogas disebabkan oleh mutu pakan yang lebih rendah, sehingga rasio C/Nnya tinggi akibatnya perkembangan mikroba pembentuk gas lebih lama dibandingkan yang bermutu tinggi. Tinggi rendahnya mutu ini tergantung pada nilai N (nitrogen) di dalam ransum. Namun demikian nilai N juga tergantung pada C (karbon). Jadi, perbandingan C dan N akan menentukan lama tidaknya proses

13 pembentukan biogas (Yunus, 1995). Dimana bila terlalu banyak karbon, nitrogen akan habis terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan lambat. Bila nitrogen terlalu banyak, maka karbon habis terlebih dahulu dan proses fermentasi berhenti. Kandungan C dan N pada beberapa bahan dinyatakan dalam tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3. Perbandingan C/N dari beberapa bahan organik. Jenis Bahan Perbandingan C/N Manusia 6 10 Ayam 15 Kambing/ domba 25 Babi 25 Kuda 25 Sapi/ Kerbau 18 Rumput Muda 12 Sayuran (bukan kacang- kacangan) 11 19 Jerami Gandum/ padi 150 Serbuk Gergaji 200 Sumber : Wulandari, 2006 Untuk mencari jumlah kandungan C/N dari variasi bahan kering (kotoran sapi dan serbuk gergaji kayu) menggunakan persamaan sebagai berikut : ( C ) N campuran = % KS.(C ) N kotoran sapi + % SK. (C) N serbuk gergaji kayu...(2.2) Keterangan : C N kotoran sapi = 18 C N serbuk gergaji kayu = 200 2.6.2 Lama Fermentasi Secara umum proses fermentasi atau pencernaan limbah ternak didalam digester dapat berlangsung 60 90 hari. Menurut (Hadi, 1981), gas bio terbentuk sekitar 10 24 hari. Produksi biogas tersebut sekitar 10 hari. Setelah 10 hari fermentasi sudah terbentuk kira kira 1,1 0,2 m3/kg dari berat bahan kering.

14 Peningkatan penambahan waktu fermentasi dari 10 hingga 30 hari meningkatkan produksi biogas sebesar 50%. 2.6.3 Temperatur Tempertur yang tinggi akan memberikan hasil biogas yang baik. Namun suhu tersebut sebaiknya tidak boleh melebihi suhu kamar. Bakteri ini hanya dapat subur bila suhu disekitarnya berada pada suhu kamar. Suhu yang baik untuk proses pembentukan biogas berkisar antara 20-40 0 C dan suhu optimum antara 28-30 0 C (Paimin, 2001). Temperatur selama proses berlangsung sangat penting karena hal ini berkaitan dengan kemampuan hidup bakteri pemroses biogas, yaitu berkisar 27 0 C- 28 0 C. Dengan temperatur itu proses pembuatan biogas akan berjalan sesuai dengan waktunya. Tetapi berbeda bila temperatur terlalu rendah (dingin), maka waktu untuk membentuk biogas akan lebih lama. 2.6.4 Kandungan Bahan Kering Bahan isian dalam pembuatan bio gas harus berupa bubur. Bentuk bubur ini dapat diperoleh bila bahan bakunya mempunyai kandungan air yang tinggi. Bahan baku dengan kadar air yang rendah dapat dijadikan berkadar air tinggi dengan menambahkan air kedalamnya dengan perbandingan tertentu sesuai dengan kadar bahan kering bahan tersebut. Bahan baku yang paling baik mengandung 7-9 % bahan kering. Aktivitas normal dari mikroba metan membutuhkan sekitar 90% air dan 7-10% bahan kering dari bahan masukan untuk fermentasi. Dengan demikian isian yang paling banyak menghasilkan biogas adalah yang mengandung 7-9% bahan kering. Untuk kandungan kering sejumlah tersebut bahan baku isian biasanya dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu. Sebagai contoh bahan baku kotoran sapi harus dicampur dengan air dengan perbandingan 1:1 atau 1:1,5. 2.6.5 Pengadukan Bahan baku yang sukar dicerna akan membentuk lapisan kerak dipermukaan cairan. Lapisan ini dapat dipecah dengan alat pengaduk. Oleh karena itu, sebaiknya setiap unit pembuat biogas dilengkapi alat pengaduk. Pemasangan alat pengaduk harus dilakukan dengan hati-hati agar jangan sampai terjadi kebocoran pada tangki

15 pencerna (Paimin, 2001). Sebelum bahan isian dimasukkan kedalam digester terlebih dahulu dilakukan pengadukan, dimana tujuan dari pengadukan ini adalah untuk menyeragamkan atau menghomogenkan bahan isian. Jika tidak dilakukan pengadukan akan terjadi penggumpalan atau pengendapan bahan organik yang menyebabkan terhambatnya biogas. Pada hari ke 30 fermentasi jumlah gas bio yang terbentuk mencapai maksimal, dan setelah 30 hari fermentasi terjadi penurunan jumlah gas bio (Sembiring, 2004). 2.6.6 Laju pengumpanan Laju pengumpanan adalah jumlah bahan yang diumpankan kedalam pencerna per unit kapasitas perhari. Pada umumnya, 6 kg kotoran sapi per m 3 volume pencerna adalah direkomendasikan pada suatu jaringan pengolah kotoran sapi. Apabila terjadi pengumpanan berlebihan, terjadi akumulasi asam dan produksi metana akan terganggu. Sebaliknya bila pengumpanan kurang dari kapasitas pencerna, produksi gas juga menjadi rendah. Pada pengisian pertama, slurry bisa dimasukkan hingga 3/4 volume digester. Volume sisa di bagian atas digester diperlukan sebagai ruang pengumpulan gas serta menghindari penyumbatan saluran gas oleh slurry. Untuk mempercepat terjadinya proses fermentasi, maka perlu pada permulaan pengumpanan ditambahkan cairan yang telah mengandung banyak bakteri metan yang disebut dengan starter. Starter yang dapat digunakan dikenal dengan tiga macam, yaitu : 1. Starter alami : apabila sumbernya dari alam yang diketahui mengandung kelompok bakteri metan seperti lumpur aktif, timbunan sampah lama, timbunan kotoran hewan ruminansia, dan lain-lain. 2. Starter semi buatan : apabila sumber berasal dari tabung pembuat biogas yang diharapkan kandungan bakteri metannya dalam stadium aktif. 3. Starter buatan : apabila sumbernya sengaja dibuat, baik dengan media alami maupun media buatan, sedangkan bakteri metannya dibiakkan secara laboratorium

16 2.7 Komposisi Biomassa Dari Limbah Pertanian Kandungan utama biomassa dari limbah pertanian adalah carbon, oksigen, dan hidrogen. Hal ini ditunjukkan pada tabel ultimate analysis. Pada tabel tersebut memperlihatkan komposisi dari 13 biomassa dari limbah pertanian. Rumus kimia dari biomassa umumnya diwakili oleh CxHyOz. nilai koefisien dari x,y dan z ditentukan oleh masing-masing biomassa. Tabel 2.4. Ultimate analysis of Biomass (Raveendran et. al. ) S.N Bio massa Ultimate Analysis (wt %) C H N O HHV * ( MJ/kg) Dens ity (kg/ m 3 ) X Y Z 1 Ampas tebu 43.8 5.8 0.4 47.1 16.29 111 3.65 5.8 2.94 81 2 Sabut kelapa 47.6 5.7 0.2 45.6 14.67 151 3.97 5.7 2.85 72 3 Batok kelapa 50.2 5.7 0.0 43.4 20.50 661 4.18 5.7 2.71 65 % conve rsion of carbo n 4 5 6 7 sabut empulur Bonggol jagung tangkai jagung Limbah kapas 44.0 4.7 0.7 43.4 18.07 94 3.67 4.7 2.71 74 47.6 5.0 0.0 44.6 15.65 188 3.97 5.0 2.79 70 41.9 5.3 0.0 46.0 16.54 129 3.49 5.3 2.88 82.3 42.7 6.0 0.1 49.5 17.48 109 3.56 6.0 3.10 87 8 Kulit kacang 48.3 5.7 0.8 39.4 18.65 299 4.03 5.7 2.46 61.2 9 Jerami padi 42.7 6.0 0.1 33.0 17.48 201 3.56 6.0 2.06 3 58 10 Sekam padi 38.9 5.1 0.6 32.0 15.29 617 3.24 5.1 2.0 62 11 Tangkai padi 36.9 5.0 0.4 37.9 16.78 259 3.08 5.0 2.37 82.4 12 Sebuk kayu 48.2 5.9 0.0 45.1 19.78 259 4.02 5.9 2.82 70.2 13 Jerami gandum 47.5 5.4 0.1 35.8 17.99 222 3.96 5.4 2.24 56.5 14 Average 44.6 5.5 0.3 41.8 17.32 253.8 4 3.72 5.4 9 2.61 70.89 * Higher heating value. Sumber : Raveendran et al. (1995)