UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

Hj. D.S. DEWI, SH.MH Wakil Ketua PN Bale Bandung

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

HJ. DS. DEWI., S.H., MH Wakil Ketua Pengadilan Negeri Cibinong

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG

PERAN KANWIL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM JAWA TENGAH DALAM PEMENUHAN HAM ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH)

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERAN KPAI DALAM MELAKSANAKAN MONITORING DAN EVALUASI SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Oleh : Apong Herlina Komisioner

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II LANDASAN TEORI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

Mengakomodir Hak Anak Dalam KUHP. Oleh : Apong Herlina Lembaga Advokasi dan Pemberdayaan Anak (LAPA)

BAB III SINKRONISASI PERATURAN TENTANG DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA PADA TINGKAT PENYIDIKAN

BUPATI POLEWALI MANDAR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

STANDAR PELAYANAN PERKARA PIDANA

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Institute for Criminal Justice Reform

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Transkripsi:

UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Sistem Perlindungan Anak Nasional UNICEF Bertujuan memperkuat lingkungan protektif guna melindungi anak dari segala bentuk penyalahgunaan, eksploitasi, penelantaran dan kekerasan; Terdiri dari komponen-komponen yang saling berkait. Memberikan pelayanan yang mencegah dan merespons semua permasalahan perlindungan anak secara terpadu; Mempromosikan sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan perilaku yang menjamin kesejahteraan dan perlindungan anak. 2 Adapted from CP SBA Training developed by UNICEF EAPRO Child Frontiers The Children s Legal Centre

PERLINDUNGAN ANAK Apong Herlina-forum Indonesia- Jan 2012 Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. (UU No. 23 tahun 2002).

Siapa Anak? Dan Siapa ABH? Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Ps.1 UU PA). Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH),yakni : Anak yang berkonflik dengan hukum/ Pelaku Anak yang menjadi korban tindak pidana (Anak Korban) dan Anak yg menjadi saksi tindak pidana (Anak Saksi ).

PENANGANAN ABH Diperlukan PERUBAHAN PARADIGMA Penyelesaian kasus ABH harus merupakan bagian dari perlindungan anak dan merupakan bagian integral proses pembangunan nasional. Kewajiban negara, masyarakat dan keluarga untuk melindungi anak. Perlindungan ABH harus merupakan keseluruhan proses, dimulai dari pencegahan, penyelesaian kasus, program rehabilitasi dan reintegrasi ABH ke Masyarakat.

Pergeseran Paradigma Dalam Hukum Pidana perubahan Pola Pikir Tentang KEADILAN Retributive Justice Restitutive Justice Restorative Justice Menekankan keadilan pada pembalasan Anak di posisi sebagai objek Penyelesaian bermasalah hukum tidak seimbang Menekankan keadilan atas dasar pemberian ganti rugi Menekankan keadilan pada perbaikan/ pemulihan keadaan Berorientasi pada korban Memberi kesempatan pada pelaku untuk mengungkapkan rasa sesalnya pada korban dan sekaligus bertanggung jawab Memberi kesempatan kepada pelaku dan korban untuk bertemu untuk mengurangi permusuhan dan kebencian Mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat Melibatkan anggota masyarakat dalam upaya pemulihan 6 6

UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Disahkan pada tanggal 30 Juli 2012 Mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan 31 Juli 2014 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

RUANG LINGKUP Ruang lingkup pengaturan, Undang-Undang ini adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

Perubahan Utama Filosofi sistem peradilan anak Cakupan anak Penghapusan kategori Anak Pidana, Anak Negara dan Anak Sipil Restorative Justice dan Diversi Penegasan Hak Anak dalam Proses Peradilan Pembatasan upaya perampasan kemerdekaan sebagai measure of the last resort

ADVOKAT, BAPAS,PEKSOS.TEKSOS M A S Y A R A K A T A B H POLISI JAKSA HAKIM DIVERSI TINDAKAN LPKA Proses pas M A S Y A R A K A T L P AS, LPKS, LPSK, RPS/RPSA R E I N T E G R A S I

Asas Sistem Peradilan Pidana Anak perlindungan; keadilan; nondiskriminasi; kepentingan terbaik bagi Anak; penghargaan terhadap pendapat Anak; kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; pembinaan dan pembimbingan Anak; proporsional; perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan penghindaran pembalasan.

Prinsip Perlindungan Anak Apong Herlina- Dirjenpas-19 Juli 2012 Kepentingan terbaik bagi anak Kelangsungan Hidup dan tumbuh Kembang Nondiskrimina si Partisipas i

Sasaran Pengaturan Sasaran Pengaturan adalah anak yang berhadapan dengan hukum (ABH ), yakni : Anak yang berkonflik dengan hukum/ Pelaku Anak yang menjadi korban tindak pidana (Anak Korban) dan Anak yg menjadi saksi tindak pidana (Anak Saksi ).

Usia Pertanggung Jawaban Pidana 1. Usia pertanggung jawaban pidana Anak sekurang-kurangnya 12 tahun 2. batasan usia anak yang bisa dikenakan penahanan sekurang-kurangnya 14 tahun dan 3. Batas usia anak yang dapat dijatuhi pidana adalah sekurang-kuarangnya 14 tahun.

Anak belum berumur 12 Pelaku TP Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk: a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; b. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan. Keputusan tsb ditetapkan oleh Pengadilan

Instansi pemerintah dan LPKS wajib menyampaikan laporan perkembangan anak kepada Bapas secara berkala setiap bulan. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Paradigma Sistem Peradilan Pidana Anak Wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif (Ps.5) Wajib diupayakan Diversi (Ps.5) Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. (Ps. 8)

Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan (Ps. 1 UUSPPA)

UN Resolution on Basic Prinsiples on the use of Restorative Justice Program in Criminal Matters (2002), menekankan 2 aspek penting dalam mendefinisikan Keadilan Restoratif yakni : 1. Proses 2. Capaian / hasil

Keadilan Restoratif 1. Proses dimaknai bahwa dalam setiap penyelesaian perkara harus melibatkan korban dan pelaku, dan apabila perlu setiap orang atau anggota masyarakat yang terpengaruh oleh suatu tindak pidana, berpartisifasi secara aktif dalam penyelesaian masalah yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut. 2. Hasil atau capaian / outcomes,dimaknai proses tersebut menghasilkan kesepakatan yang dicapai untuk membina pelaku, memulihkan keadaan korban dan memulihkan hubungan pelaku, korban dan masyarakat.

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional / Tenaga Kesejateraan Sosial berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. (Ps. 8) Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluuarganya, kecuali : a. Tindak pidana berupa pelanggaran b. Tindak pidana ringan c. Tindak pidana tanpa korban d. Nilai kerugian tidak lebih dari UMP setempat

Diversi Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. (Ps.1 UUSPPA) Diversi wajib diupayakan : Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan Pemeriksaan di pengadilan negeri SANKSI ADMTIF DAN PID PENJARA 2 TH ATAU DENDA 200 JT

Tujuan Diversi a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak (pelaku); b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Syarat diversi a. Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Proses Diversi wajib memperhatikan: (Ps.8) a. kepentingan korban; (apabila korbannya anak, Ps.89-91) b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak; c. penghindaran stigma negatif; d. menghindaran pembalasan; e. keharmonisan masyarakat; dan f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Pertimbangan Diversi (Ps.9) Kategori tindak pidana Usia Anak Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas Laporan sosial anak saksi dan anak korban dari Peksos atau Teksos (Ps.27) hak saksi dan korban (Ps. 89, 90,91) Kerugian yang ditimbulkan; Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Proses Diversi Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional / Tenaga Kesejateraan Sosial berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. (Ps. 8)

Penyidikan (Ps.27) Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan. Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya. Penyidik wajib meminta laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan apabila ada Anak Korban dan Anak Saksi,.

Upaya Diversi (12,29) Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai. Proses Diversi / musyawarah dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya Diversi. Apabila Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita acara Diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan.(29)

Diversi berhasil mencapai kesepakatan Apabila berhasil mencapai kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri dalam waktu 3 hari setelah ada kesepakatan. dalam 3 hari Pengadilan Negeri membuat penetapan. penetapaan disampaikan kepada PK bapas, Penyidik, JPU atau Hakim dalam waktu 3 hari sejak ditetapkan. Penyidik menerbitkan Penetapan penghentian penyidikan, JPU menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.

Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan dalam waktu yang ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari. Di JPU atau Pengadilan Proses hampir sama.

Diversi oleh Kepolisian Tindak pidana Penetapan Pengadilan Pelaksanaan Diversi Upaya Diversi Kesepakatan Diversi Para pihak setuju Diversi Proses diversi

Diversi oleh Kejaksaan Tindak pidana Kejaksaan upayakan Diversi Para pihak setuju Upaya Diversi Diserahkan ke Kejaksaan Proses Diversi Para pihak tidak setuju Diversi Penyidikan berlanjut Kesepakatan Diversi

Diversi oleh Pengadilan Tindak pidana Kesepakatan Diversi Penetapan Pengadilan Upaya Diversi Diversi di Pengadilan Implementasi Diversi Gagal di Penyidikan & Penuntutan Ke Pengadilan

Kesepakatan Diversi (ps.9) Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali : a. Tindak pidana berupa pelanggaran b. Tindak pidana ringan c. Tindak pidana tanpa korban d. Nilai kerugian tidak lebih dari UMP setempat

Hasil Kesepakatan Diversi (ps11) Antara lain dapat berbentuk: a. pengembalian kerugian dalam hal ada korban; b. rehabilitasi medis dan psikososial; c. penyerahan kembali kepada orang tua/wali; d. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau e. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.

Pengawasan Diversi Pengawasan atas proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan dan PK Bapas (ps.14)

Pendampingan,Pembimbingan Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial wajib melakukan pendampingan, pembimbingan (Ps.14, Ps.68)

Tugas Peksos dan Teksos (ps.68) Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial bertugas: a. membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak; b. memberikan pendampingan dan advokasi sosial; c. menjadi sahabat Anak dengan mendengarkan pendapat Anak dan menciptakan suasana kondusif; d. membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku Anak; e. membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan;

f. memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial Anak; g. mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan h. melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali Anak di lingkungan sosialnya. Juga berlaku bagi Anak korban dan Anak saksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan.

Penanganan ABH variabel Penanganan ABH, yaitu : 1. Penyelesaian perkara anak 2. Perlindungan dari kerentanan anak (vulnerability), 3. Rehabilitasi dan reintegrasi anak 4. Pemenuhan kebutuhan dasar akan pemeliharaan (care)

Penahanan (Ps. 32) Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan apabila ada jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana. Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut: a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan b. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih. Anak yang di tahan ditempatkan di LPAS

Lama Penahanan Lembaga Jumlah hari POLISI 7 + 8 JPU 5 + 5 HAKIM PN 10 + 15 HAKIM BANDING 10 + 15 HAKIM KASASI 15 + 20

Penahanan Pasal 39 Dalam hal jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), Pasal 34 ayat (3), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3) telah berakhir, petugas tempat Anak ditahan harus segera mengeluarkan Anak demi hukum. Sanksi : Petugas LPAS SANKSI ADMTIF JPU Pidana penjara maksimal 2 tahun

Sanksi Pidana (1) pidana pokok bagi anak terdiri atas: A. Pidana peringatan; B. Pidana dengan syarat: 1.Pembinaan di luar lembaga; 2. Pelayanan masyarakat; atau 3. Pengawasan. C. Latihan kerja; D. Pembinaan dalam lembaga; dan E. Penjara. (2) pidana tambahan terdiri atas: A. Perampasan keuntungan yang diperoleh B. Pemenuhan kewajiban adat

Tindakan a. pengembalian kepada orang tua atau orang tua asuh; b.penyerahan kepada pemerintah; c. penyerahan kepada seseorang; d.perawatan di rumah sakit jiwa; e. perawatan di lembaga; f. kewajiban mengikuti suatu pendidikan formal dan/ atau latihan yang diadakan oleh pem/badan swasta; g. pencabutan surat izin mengemudi; h. perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau i. pemulihan.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI PENEGAK HUKUM DAN PIHAK TERKAIT SECARA TERPADU. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DILAKUKAN PALING SINGKAT 120 jam. PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DIKOORDINASIKAN OLEH KEMENTERIAN YANG MENYELENGGARAKAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG HUKUM.

PERAN SERTA MASYARAKAT Masyarakat berperan serta dalam pelindungan Anak mulai dari pencegahan sampai dengan reintegrasi sosial: a.menyampaikan laporan terjadinya pelanggaran hak Anak kepada pihak yang berwenang; b.mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan Anak; c.melakukan penelitian dan pendidikan mengenai Anak; d. berpartisipasi dalam penyelesaian perkara Anak melalui Diversi dan dan pendekatan Keadilan Restoratif; e.berkontribusi dalam rehabilitasi dan reintegrasi sosial Anak melalui organisasi kemasyarakatan; f. melakukan pemantauan terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam penanganan perkara Anak; atau g.melakukan sosialisasi mengenai hak Anak serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Anak.

KOORDINASI, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI KOORDINASI DILAKUKAN DALAM RANGKA SINKRONISASI PERUMUSAN KEBIJAKAN MENGENAI LANGKAH PENCEGAHAN, PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA, REHABILITASI, DAN REINTEGRASI SOSIAL. PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN PELAKSANAAN SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DILAKUKAN OLEH KPP&PA DAN KPAI

IMPLIKASI SARANA DAN PRASARANA REGISTER KHUSUS UNTUK ABH DISETIAP INSTANSI RUANG PENEMPATAN KHUSUS ANAK LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL (LPKS) LEMBAGA PENEMPATAN ANAK SEMENTARA (LPAS) RUANG SIDANG DAN RUANG TUNGGU SIDANG ANAK LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK (LPKA) BAPAS

INFRASTRUKTUR DALAM WAKTU PALING LAMA 5 (LIMA) TAHUN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG INI: SETIAP KANTOR KEPOLISIAN WAJIB MEMILIKI PENYIDIK; SETIAP KEJAKSAAN WAJIB MEMILIKI PENUNTUT UMUM; SETIAP PENGADILAN WAJIB MEMILIKI HAKIM; KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA WAJIB MEMBANGUN KANTOR BAPAS DI KABUPATEN/KOTA; KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA WAJIB MEMBANGUN LPKA DAN LPAS DI PROVINSI; DAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA WAJIB MEMBANGUN. LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL (KAB/KOTA) KEWAJIBAN PEMBENTUKAN KANTOR BAPAS DAN LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DIKECUALIKAN DALAM HAL LETAK PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA BERDEKATAN

Mahkamah Agung R.I. a. Persiapan SDM ; Hakim (berminat, mampu, perhatian, dedikasi,bersertifikasi) Panitera Ketua Pengadilan Tinggi melakukan bimbingan dan pengawasan Mengadakan diskusi rutinpendidikan/pelatihan Sosialisasi internal Menerbitkan SEMA, PERMA, SOP,Juklak/Juknis Membentuk Pokja Penanganan ABH dng Pendekatan Keadilan Restoratif b. Sarana/Prasarana Menyiapkan fasilitas (Ruang tunggu, ruang sidang, ruang saksi anak)

Kejaksaan Agung R.I. Persiapan SDM a. Jaksa (berminat, mampu, perhatian, dedikasi, bersertifikasi) b. Tenaga Administratif c. Kajati melakukan bimbingan dan pengawasan d. Mengadakan diskusi rutin, pendidikan/pelatihan e. Sosialisasi internal f. Menerbitkan panduan/pedoman, SEJA, SOP, Juklak/Juknis g. Membentuk Pokja Penanganan ABH dng Pendekatan Keadilan Restoratif Sarana/Prasarana Menyiapkan fasilitas (RPK)

Kepolisian Negara R.I. Persiapan SDM a. Penyidik (berminat, mampu, perhatian, kan diskusi rutin, pendidikan/pelatihan e. Sosialisasi internal d. Menerbitkan panduan/pedoman, SOP, Juklak/Juknis e. Membentuk Pokja Penanganan ABH dng Pendekatan Keadilan Restoratif Sarana/Prasarana Meningkatkan jumlah Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) dan RPK (Mabes dan Jajaran Kewilayahan)

Kementerian Hukum dan HAM R.I. Persiapan SDM a. Pembimbing Kemasyarakatan (berminat, mampu, perhatian, dedikasi,bersertifikasi) di Pemasyarakatan b. Petugas Kemasyarakatan (berminat, mampu, perhatian, dedikasi,bersertifikasi) di LP dan Rutan c. Psikolog, Tenaga Pendidik, Tenaga Medis d. Menerbitkan panduan/pedoman, SOP, Juklak/Juknis e. Membentuk Pokja Penanganan ABH dengan pendekatan Keadilan Restoratif Menetapkan kebijakan, program dan kegiatan perlindungan dan pemenuhan hak ABH

. Kementerian Sosial R.I. 1. Persiapan SDM a. Pekerja sosial (berminat, mampu, perhatian, dedikasi, dan bersertifikasi) b. Menerbitkan panduan/pedoman, SOP, Juklak/Juknis perlindungan dan rehabilitasi sosial ABH c. Membentuk Pokja Penanganan ABH dengan Pendekatan Keadilan Restoratif d. Sosialisasi internal 2. Sarana/Prasarana Fasilitasi penyediaan Panti Sosial Marsudi Putra, Rumah Perlindungan Sosial, Pusat Trauma Bagi ABH 3. Operasional Mendorong dan memperkuat peran keluarga, masyarakat, Orsos/Ormas dan LSM untuk peduli terhadap ABH dan pencegahan.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak R.I. 1. Merumuskan Kebijaksanaan ABH 2. Koordinasi, sinkronisasi dengan instansi, lembaga terkait 3. Sosialisasi, advokasi dan fasilitasi 4. Pendidikan/pelatihan 5. Membentuk Pokja Internal 6. Sosialisasi Internal 7. Mengembangkan panduan/pedoman, SOP 8. Pemantauan, evaluasi, analisa dan pelaporan

Selanjutnya, nasib mereka ada di tangan kita semua