ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

PEMBUATAN KOLEKTOR PELAT DATAR SEBAGAI PEMANAS AIR ENERGI SURYA DENGAN JUMLAH PENUTUP SATU LAPIS DAN DUA LAPIS

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING

ALAT PENGERING SINGKONG TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

KONVERSI ENERGI CAHAYA MATAHARI MENJADI ENERGI LISTRIK MENGGUNAKAN DIODA SILIKON 6A10 MIC. Retno Wulandari*, Maksi Ginting, Antonius Surbakti

PENENTUAN EFISIENSI DARI ALAT PENGERING SURYA TIPE KABINET BERPENUTUP KACA

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

PENENTUAN EFISIENSI KOLEKTOR PELAT DATAR DENGAN PENUTUP KACA PADA SISTEM PEMANAS AIR SURYA

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING SURYA TIPE KABINET BERPENUTUP MIRING MENGGUNAKAN KACA DAN PLASTIK TRANSPARAN

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA

STUDI KELAYAKAN PENGGUNAAN SEL SILIKON SEBAGAI PENGUBAH ENERGI MATAHARI MENJADI ENERGI LISTRIK

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

STUDI KELAYAKAN PENGGUNAAN SEL SILIKON SEBAGAI PENGUBAH ENERGI MATAHARI MENJADI ENERGI LISTRIK

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

STUDI KELAYAKAN PENGGUNAAN SEL SILIKON SEBAGAI PENGUBAH ENERGI MATAHARI MENJADI ENERGI LISTRIK

Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System

Analisa Performa Kolektor Surya Tipe Parabolic Trough Sebagai Pengganti Sumber Pemanas Pada Generator Sistem Pendingin Difusi Absorpsi

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar

ANALISA PERFORMA KOLEKTOR SURYA TIPE PARABOLIC TROUGH SEBAGAI PENGGANTI SUMBER PEMANAS PADA GENERATOR SISTEM PENDINGIN DIFUSI ABSORBSI

PEMBUATAN ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP PRISMA SEGITIGA

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DESTILASI AIR LAUT MENGGUNAKAN PEMANAS MATAHARI DENGAN REFLEKTOR CERMIN CEKUNG

PENGARUH BESAR LAJU ALIRAN AIR TERHADAP SUHU YANG DIHASILKAN PADA PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN PIPA TEMBAGA MELINGKAR

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER ABSTRAK

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN

Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

9/17/ KALOR 1

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peningkatan Efisiensi Absorbsi Radiasi Matahari pada Solar Water Heater dengan Pelapisan Warna Hitam

PENINGKATAN DAYA KELUARAN SEL SURYA DENGAN PENAMBAHAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA MATAHARI

Jurnal Flywheel, Volume 2, Nomor 1, Juni 2009 ISSN :

MENGAMATI ARUS KONVEKSI, MEMBANDINGKAN ENERGI PANAS BENDA, PENYEBAB KENAIKAN SUHU BENDA DAN PENGUAPAN

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

PENGOLAHAN AIR LAUT MENJADI AIR BERSIH DAN GARAM DENGAN DESTILASI TENAGA SURYA

collectors water heater menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN ALAT PENGERING SURYA TIPE KABINET BERPENUTUP KACA DAN PLASTIK TRANSPARAN

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

Studi Alat Destilasi Surya Tipe Basin Tunggal Menggunakan Kolektor Pemanas

Rancang Bangun Kolekor Surya Tipe Parabolic Trough untuk Menguapkan Air Laut berbahan Stainless dan Tembaga dengan Luas Tangkapan Cahaya 1 M 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP PRODUKTIVITAS AIR KONDENSAT PADA PERALATAN DESTILASI

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari,

RANCANG BANGUN ALAT PENGUMPUL PANAS ENERGI MATAHARI DENGAN SISTEM TERMOSIFON [DESIGN OF SOLAR THERMAL COLLECTOR TOOL WITH THERMOSIFON SYSTEM]

PEMBUATAN PENGKONVERSI SINAR SURYA MENJADI PANAS GUNA PENYEDIAAN AIR PANAS DALAM RUMAH TANGGA. Suharto. Jurusan Fisika, Universitas Gadjah Mada

Pengaruh jumlah haluan pipa paralel pada kolektor surya plat datar absorber batu kerikil terhadap laju perpindahan panas

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS

STUDI PERFORMANSI ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR STUDY OF WATER HEATER PERFORMANCE USING FLAT PLAT SOLAR COLLECTOR

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

Kaji Eksperimental Pemisah Garam dan Air Bersih Dari Air LAut Mengunakan Kolektor Plat Alumunium Dengan Mengunakan Energi Surya

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

KARAKTERISTIK KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR DENGAN VARIASI JARAK PENUTUP DAN SUDUT KEMIRINGAN KOLEKTOR

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJI EKSPERIMENTAL ALAT PENGOLAHAN AIR LAUT MENGGUNAKAN ENERGI SURYA UNTUK MEMPRODUKSI GARAM DAN AIR TAWAR

Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas terhadap performansi kolektor suya tubular dengan pipa penyerap disusun secara seri

Gambar 1.1 Grafik Produksi Minyak Bumi Indonesia Tahun dan Prediksi Untuk Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

KARAKTERISTIK KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR DENGAN VARIASI JARAK (KAJIAN PUSTAKA)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

Perbandingan Konfigurasi Pipa Paralel dan Unjuk Kerja Kolektor Surya Plat Datar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan bahasa pemograman Delphi 3 yang dijalankan dibawah System

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor

BAB I PENDAHULUAN. Suatu masalah yang banyak dihadapi oleh negara-negara di dunia

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Pertanian Jurusan Teknik Pertanian

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

PERANCANGAN TANGKI PEMANAS AIR TENAGA SURYA KAPASITAS 60 LITER DAN INSULASI TERMALNYA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

Transkripsi:

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA Walfred Tambunan 1), Maksi Ginting 2, Antonius Surbakti 3 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Pekanbaru 1) e-mail:walfred_t@yahoo.com ABSTRAK Telah dilakukan penelitian analisa karakteristik alat pemanas air dengan menggunakan kolektor palung parabola. Penelitian dilakukan dengan cara menempatkan kolektor palungan ditempat terbuka dimana sinar matahari jatuh secara langsungkemudiandengan menggunakan pipa aluminium air dialirkan sepanjang garis fokus kolektor palungan lalu setiap 6 menit air yang telah melewati kolektor palungan ditampung dan diamati temperaturnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa temperatur kolektor tertingi rata-rata adalah 5,3 O C dengan temperatur rata-rata air pada bak penampung sebesar 4,7 C pada pukul 13. WIB sedangkan temperatur kolektor terendah rata-rata adalah 39,14 C dengan temperatur rata-rata air pada bak penampung sebesar 35,28 C pada saat pukul 1.. Temperatur air tertinggi rata-rata pada pukul 13. WIB inidisebabkan karena pada waktu tersebut intensitas radiasi matahari mencapai harga maksimum. Laju kalor yang hilang secara konduksi tertinggi ratarata 29,5 J/s pada pukul 13. WIB sedangkan laju kalor yang hilang secara konduksi terendah rata-rata sebesar 16,85 J/s pada pukul 1. WIB. Volume air yang dihasilkan ratarata sebanyak 38 liter dalam sehari selama 6 jam dari pukul 9. WIB sampai pikul 15. WIB. Hasil eksperimen secara keseluruhan menunjukkan karakteristik alat pemanas air dengan menggunakan kolektor bentuk palungan ini mempunyai sifat bahwa semangkin tinggi intensitas radiasi matahari yang jatuh pada permukaan kolektor semangkin tinggi pula temperatur air yang dipanaskan. Kata kunci: pemanas air, kolektor palungan, energi matahari Abstract 1. PENDAHULUAN Energi surya merupakan energi yang persediaannya tidak akan pernah habis dan sifatnya relatif bebas polusi (Culp, W.A. 1979). Pemanfaatan energi surya dapat dilakukan di daerah tropis yang cukup terkena sinar matahari, salah satunya adalah daerah Provinsi Riau yang memiliki potensi energi surya yang cukup baik. Pengembangan pemanfaatan energi surya perlu dilakukan karena konsumsi energi dan pertumbuhan jumlah penduduk semakin meningkat, sementara persediaan sumber energi fosil semakin menipis dan pada saat waktu tertentu akan habis, maka perlulah dilakukan penelitian-penelitian dan pemakaian sumber energi alternatif untuk pengganti sumber energi fosil tersebut. 658 Pemakaian sumber energi alternatif salah satunya adalah energi surya dimana energi surya dapat dimanfaatkan untuk alat pengering hasil pertanian dan perikanan, pembangkit tenaga listrik, pemanas air dan lain-lain. Pemanas air dengan menggunakan energi surya memiliki keunggulan dibandingkan pemanas air dengan menggunakan listrik, minyak bumi dan gas, karena pemanas air denganmemanfaatkan energi surya persediaannya tidak akan pernah habis dan dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Kolektor surya adalah sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama(duffie, J.A dan Beckman W.A. 1994). Kolektor palungan merupakan salah satu jenis dari kolektor

surya yang dapat dimanfaatkan untuk pemanas air. Persediaan sumber energi yang semakin berkurang, sehingga perlu diupayakan salah satu pemanfaatan energi surya yaitu untuk pemanas air dengan menggunakan kolektor berbentuk palungan. 2. TINJAUAN PUSTAKA Matahari merupakan sumber energi yang sangat besar dan mempunyai diameter sekitar 1,39 x 1 6 km dengan jarak sekitar 1,5 x 1 8 km dari bumi. Temperatur matahari sekitar 5762 K pada permukaannya, sedangkan temperatur pada bagian dalam matahari lebih besar yaitu sekitar 8 1 6 K sampai dengan 4 1 6 K. Daya yang dihasilkan dari permukaan matahari sekitar 3,7 x 1 23 kw dan daya yang sampai di permukaan bumi sekitar 1,7 x 1 14 kw. Daya matahari yang besar ini dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai pemanas air. Intensitas radiasi matahari merupakan banyaknya pancaran sinar matahari yangditerimapersatuan luas permukaan. Intensitas radiasi matahari (I) dapat ditentukan dengan menggunakan alat Simple Pyrheliometerdiambil dari data lapangan yang besar intensitas radiasi matahari dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Thekaekara, M.P.1965): (1) Indeks kecerahan (I k )merupakan perbandingan antara intensitas radiasi matahari yang diambil dari data lapangan dengan intensitas radiasi matahari hasil perhitungan yang dapat dinyatakan dengan persamaan : (2) Jika energi radiasi matahari mengenai suatu benda maka benda tersebut akan mengalami perpindahan kalor secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan kalor secara konduksi dapat terjadi pada suatu benda apabila ada bagian-bagian benda pada suhu yang tidak sama dan arah alirannya selalu dari titik yang temperaturnya lebih tinggi ke titik yang temperaturnya lebih rendah (Holman,J.P. 1986). Konduksi (hantaran) melibatkan molekul-molekul yang hanya bergerak dalam jarak kecil dan bertumbukan. Laju kalor secara konduksi dapat dinyatakan dalam persamaan : (3) Perpindahan kalor secara konveksi merupakan proses dimana kalor ditransfer dengan pergerakan molekul dari suatu tempat ke tempat lain.konveksi melibatkan pergerakan molekul dalam jarak yang besar. Laju kalor secara konveksi dapat dinyatakan dalam persamaan : (4) Perpindahan kalor secara radiasi adalahperpindahan kalor yang terjadi tanpa memerlukan medium dan zat perantara.laju penyerapan kalor secara radiasi oleh setiap benda bergantung pada luas permukaan benda tersebut (A) dan temperatur(t)dapat dinyatakan dengan persamaan: ε σ (5) 3. METODA PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen dengan bahanterdiri dari seng pelat, pipa aluminium, triplek, busa, selang dan tangki air dibuat sedemikian rupa sehingga alat pemanas air dengan menggunakan kolektor palung parabola dapat dilihat seperti yang ditampilkan pada Gambar. 1 Tbp Tbp Reflektor T3 T2 Pipa Aluminium 18 cm T1 175 cm Tanki air Gambar. 1 Pemanas Air Energi Surya 659

Keterangan Gambar. 1 adalah sebagai berikut : T s = Temperatur sekitar T 1 = Temperatur air di awal kolektor air masuk T 2 = Temperatur air dipertengahan kolektor T 3 = Temperatur air di ujung kolektor air keluar T ak = Temperatur air keluar T bp = temperatur air didalam bak penampung T s = Temperatur sekitar Eksperimen dimulai dengan cara meletakkan posisi kolektordengan posisi sudut kemiringan sesuai dengan sudut ratarata deklinasi selama 14 hari pengamatan yaitu 16 o.kemudian air dimasukkan ke dalam tanki dengan cara meletakkan selang air ke dalam tanki dan menghubungkan selang air tersebut ke kran kamar mandi dan air di dalam tanki volumenya dijaga agar tetap konstan.air di dalam tanki dialirkan dengan cara membuat lubang pada bagian bawah tankidan dihubungkan ke kolektor menggunakan pipa aluminium yang posisinya dibuat tepat pada garis fokus kolektor palungan dan dicat dengan cat hitam sehingga air mengalir didalam pipa tersebut melewati kolektor. Ukur dan catat temperatur di awal kolektor air masuk (T 1 ), di pertengahan kolektor (T 2 ), dan di ujung kolektor air keluar (T 3 ) setiap 6 menit sekali dari pukul 1.- 15. WIB.Air keluar dari kolektor melalui selang air berukuran diameter,3 cm dan catat temperatur air keluar (T ak ) kemudian tampung air keluar dengan bak penampung dan ukur temperatur air di dalam bak penampung. Volume air yang dihasilkan di dalam bak penampung dapat dihitung dengan menggunakan wadah yang volumenya telah di ukur terlebih dahulu dengan gelas beaker4 ml. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan dari penelitian ini ditampilkan dalam bentuk grafik nilai ratarata dari 14 hari pengamatan. Grafik yang digambarkan adalah grafik dari hasil perhitungan nilai rata-rata hasil pengam Hasil pengamatan rata-rata dari intensitas radiasi matahari dengan menggunakan alat Simple Pyrheliometerselama 14 hari pengamatan terhadap waktu dapat dilihat dalam bentuk grafik pada Gambar 2. 35 3 Intensitas Radiasi Matahari 25 2 15 1 ( W/m 2 ) 5 1. 11. 12. 13. 14. 15. Gambar 2. Grafik hubungan antara Intensitas radiasi matahariterhadap waktu pengamatan. Gambar tersebut menunjukkan grafik hubungan antara intensitas radiasi matahari dengan waktu pengamatan. Titik tertinggi intensitas radiasi matahari dari gambar tersebut terjadi pada pukul 13. WIB, karena pada saat waktu ini intensitas radiasi matahari mencapai nilai maksimum dan temperatur sekitar semakin meningkat sehingga intensitas radiasi matahari tertinggi terjadi pada waktu tersebut. Intensitas radiasi matahari yang diukur dengan alat Simple Pyrheliometer(I)dan besar intensitas radiasi matahari dihitung dengan menggunakan persamaan 1. Indeks kecerahanmerupakan perbandingan antara intensitas radiasi matahari yang diambil dari data lapangan dengan intensitas radiasi matahari hasil perhitungan. dapat dihitung denganmenggunakan persamaan 2Data hasil perhitungan rata-rata dari selama 14 hari pengamatan digambarkan pada Gambar 3. Gambar 3.menunjukkan grafik hubungan antara indeks kecerahan terhadap waktu pengamatan, terlihat bahwa indeks kecerahan tertinggi terjadi pada pukul 13. WIB dan secara perlahan-lahan mulai turun. Indeks kecerahan bernilai maksimum disebabkan karena intensitas radiasi matahari dan temperatur sekitar bernilai maksimum pada waktu tersebutdan secara perlahan-lahan temperatur sekitarnya juga menurun sehingga indeks kecerahan juga semakin menurun. Indeks kecerahan berbanding lurus terhadap 66

intensitas radiasi matahari. Intensitas radiasi matahari semakin tinggi maka indeks kecerahan yang diperoleh juga semakin tinggi demikian pula sebaliknya. Indeks Kecerahan (%) 3 25 2 15 1 5 1. 11. 12. 13. 14. 15. Gambar 3. Grafik hubungan antara indeks kecerahan terhadap waktu pengamatan Gambar 3.menunjukkan grafik hubungan antara indeks kecerahan terhadap waktu pengamatan, terlihat bahwa indeks kecerahan tertinggi terjadi pada pukul 13. WIB dan secara perlahan-lahan mulai turun. Indeks kecerahan bernilai maksimum disebabkan karena intensitas radiasi matahari dan temperatur sekitar bernilai maksimum pada waktu tersebutdan secara perlahan-lahan temperatur sekitarnya juga menurun sehingga indeks kecerahan juga semakin menurun. Indeks kecerahan berbanding lurus terhadap intensitas radiasi matahari. Intensitas radiasi matahari semakin tinggi maka indeks kecerahan yang diperoleh juga semakin tinggi demikian pula sebaliknya. Data rata-rata dari hasil pengamatan temperatur sekitar (T s ), temperatur kolektor (T kl ), temperatur air keluar (T ak ) dan temperatur bak penampung (T bp ) selama 14 hari pengamatan ditampilkan pada Tabel.1 dan digambarkan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan grafik hubungan antara temperatur kolektor rata-rata selama 14 hari pengamatan terhadap waktu. Gambar tersebut menunjukkan bahwa temperatur kolektor meningkat secara perlahan-lahan dan mencapai titik tertinggi pada pukul 13. WIB disebabkan karena intensitas radiasi matahari bernilai maksimum. Temperatur yang dihasilkan oleh kolektor tergantung pada besarnya energi yang diserap dan dipantulkan reflektor ke pipa penyerap.data rata-rata hasil pengamatan temperatur air keluar selama 14 hari pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5. Tabel 1. Data rata-rata temperatur sekitar, temperatur kolektor, temperatur air keluar, dan temperatur bak penampung selama 14 hari pengamatan Sudut (θ) 6 5 Temperatur Kolektor Tkl (oc) 4 3 2 1 Waktu (Pukul) T s ( o C) T kl ( o C) T ak ( o C) T bp ( o C) 16 1. 3,14 39,14 37,78 35,28 16 11. 31,35 41,33 39,92 36,57 16 12. 32,35 43,2 41,92 37,14 16 13. 34,35 5,3 48,5 4,7 16 14. 33,78 47,15 45,35 38,64 16 15. 32,78 45,43 43,57 37,28 Gambar 4. Grafik hubungan antara temperatur kolektor (T kl )terhadap waktu pengamatan Gambar 5 menunjukkan grafik hubungan temperatur air keluar (T ak ) rata-rata selama 14 hari pengamatan. Gambar tersebut menunjukkan bahwa temperatur air keluar (T ak ) menghasilkan temperatur tertinggi pada saat pukul 13. WIB dan perlahan-lahan 661

mulai turun pada saat pukul 14. WIB serta pukul 15. WIB. Temperatur air yang dikeluarkanoleh kolektor mengalami penurunan karena dipengaruhi oleh temperatur sekitar dan kelembaban udara. Data rata-rata hasil pengamatan temperatur bak penampung (T bp ) selama 14 hari pengamatan digambarkan pada Gambar 6. 6 5 Temperatur Air Keluar T ak ( o C) 4 3 2 1 1.11.12.13.14.15. Gambar 5. Grafik hubungan temperatur air keluar (T ak ) terhadap waktu pengamatan 41 4 39 38 37 36 35 34 33 32 31 1.11.12.13.14.15. Gambar 6. menunjukkan grafik hubungan antara temperatur bak penampung (T bp )terhadap waktu pengamatan. Temperatur bak penampung tertinggi berada pada pukul 13. WIB dan temperaturnya semakin menurun secara perlahan-lahan dari pukul 14. WIB sampai pukul 15. WIB. Temperatur pada bak penampung mengalami penurunan karena disebabkan beberapa faktor yaitu adanya angin di sekitar bak penampung, temperatur sekitar di luar bak penampung Temperatur Bak Penampung yang semakin menurun, dan kalor dari partikel air di dalam bak penampung berpindah ke lingkungan. Data rata-rata dari hasil perhitungan kalor yang hilang secara konduksi selama 14 hari pengamatan dapat dilihat pada Gambar 7. 35 Kalor Hilang Secara Konduksi 3 25 (W) 2 15 1 5 1. 11. 12. 13. 14. 15. Gambar 7. menunjukkan grafik hubungan antara kalor yang hilang secara konduksi terhadap waktu. Gambar tersebut menyatakan bahwa pukul 13. WIB kalor yang hilang secara konduksi mencapai titik maksimum. Kalor yang hilang secara konduksiterjadi karena disebabkan olehisolator yang kurang baik. Data harian dari volume air yang dihasilkan dan debit air selama 14 hari penelitian yang dimulai dari pukul 9. WIB sampai pukul 15. WIB digambarkan pada Gambar 8 dan Gambar 9. Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan grafik volume air yang dihasilkan dan debit aliran air. Gambar tersebut menyatakan volume air berbanding lurus terhadap debit aliran air. Volume air yang dihasilkan semakin besar maka debit aliran air yang dihasilkan juga semakin besar. Hasil pengukuran keseluruhan selama 14 hari pengamatan diambil nilai rataratanyauntuk intensitas radiasi matahari yang digambarkan pada Gambar 2. menunjukkan bahwa intensitas radiasi matahari naik secara perlahan dari pukul 1. WIB danmencapai titik maksimum pada pukul 13. WIB dengan nilai intensitas sebesar 326,6W/m 2. Intensitas radiasi matahari tertinggi berada pada pukul 13. WIB disebabkan karena pada saat penelitian pukul 13. WIB 662

Volume Air x 1-2 (m 3 ) 3,81 3,8 3,79 3,78 3,77 3,76 3,75 3,74 3,73 Tanggal Penelitian 31-Jan-14 1-Feb-14 3-Feb 14 4-Feb-14 5-Feb-14 6-Feb-14 7-Feb-14 11-Feb-14 12-Feb-14 13-Feb-14 14-Feb-14 17-Feb-14 18-Feb-14 19-Feb-14 Gambar 8. Grafik volume air yang dihasilkan selama 14 hari pengamatan Debit Air x 1-6 (m 3 /s) 1,765 1,76 1,755 1,75 1,745 1,74 1,735 1,73 1,725 Tanggal Penelitian 31-Jan-14 1-Feb-14 3-Feb-14 4-Feb-14 5-Feb-14 6-Feb-14 7-Feb-14 11-Feb-14 12-Feb-14 13-Feb-14 14-Feb-14 17-Feb-14 18-Feb-14 19-Feb-14 Gambar 9. Grafik debit aliran air selama 14 hari pengamatan Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan grafik volume air yang dihasilkan dan debit aliran air. Gambar tersebut menyatakan volume air berbanding lurus terhadap debit aliran air. Volume air yang dihasilkan semakin besar maka debit aliran air yang dihasilkan juga semakin besar. Hasil pengukuran keseluruhan selama 14 hari pengamatan diambil nilai rataratanyauntuk intensitas radiasi matahari yang digambarkan pada Gambar 2. menunjukkan bahwa intensitas radiasi matahari naik secara perlahan dari pukul 1. WIB danmencapai titik maksimum pada pukul 13. WIB dengan nilai intensitas sebesar 326,6W/m 2. Intensitas radiasi matahari tertinggi berada pada pukul 13. WIB disebabkan karena pada saat penelitian pukul 13. WIB intensitas radiasi mataharibernilai maksimum dan temperatur sekitar juga semakin meningkat serta hanya sebagian matahari ditutupi awan. Awan juga berpengaruh terhadap intensitas radiasi matahari yang dapat menyebabkan panas yang diterima bumi relatif sedikit. Intensitas radiasi matahari terendah terjadi pada saat pukul 1. WIB dengan nilai intensitas sebesar 185,92W/m 2. Intensitas radiasi matahari yang diperoleh rendah disebabkan karena semakin kecil sudut sinar datang berarti semakin 663

miring datangnya sinar sehingga semakin kecil intensitas radiasi matahari yang diterima bumi. Gambar 3. menunjukkan indeks kecerahan rata-rata tertinggi terjadi pada saat pukul 13. WIB karena pada saat pukul tersebut intensitas radiasi matahari mencapai titik tertinggi dan temperatur sekitar juga bernilai maksimum. Indeks kecerahan yang diperoleh setiap jam berbeda-beda tergantungpada cuaca, kelembaban udara dan kecepatan angin. Energi matahari yang sampai di permukaan bumi sangat berpengaruh terhadap temperatur kolektor yang dihasilkan, semakin besar energi matahari yang diterima oleh kolektor maka semakin besar pula temperatur kolektor demikian juga sebaliknya. Temperatur kolektor rata-rata tertinggi dari perhitungan berada pada pukul 13. WIB yaitu sebesar 5,3 o C sedangkan temperatur kolektor rata-rata terendah berada pada pukul 1. WIB sebesar39,14 o C. Temperatur kolektor yang dihasilkan mengalami penurunan karena disebabkan intensitas radiasi matahari yang semakin menurun, adanya kecepatan angindisekitar tempat kolektor dan kolektor bersifat pemantulan. Temperatur air keluar yang dihasilkan tergantung pada temperatur kolektor, semakin tinggi temperatur kolektor maka temperatur air keluar yang dihasilkan akan semakin tinggi demikian juga sebaliknya. Gambar 5. menunjukkan bahwatemperatur air keluar rata-rata tertinggi terjadi pada pukul 13. WIB yaitusebesar 48,5 o C dan temperatur air keluar rata-rata terendah terjadi pada pukul 1. WIB yaitu sebesar 37,78 o C. Temperatur air keluar mengalami penurunan karena disebabkan adanya angin di sekitar lingkungan, temperatur sekitar yang semakin menurun dan kelembaban udara. Temperatur bak penampung tergantung pada temperatur air keluar, semakin tinggi temperatur air keluar maka semakin tinggi pula temperatur bak penampung demikian juga sebaliknya. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa temperatur bak penampung rata-rata tertinggi terjadi pada pukul 13. WIB yaitu sebesar 4,7 o C sedangkan temperatur bak penampung rata-rata terendah terjadi pada pukul 1. WIB yaitu sebesar 35,28 o C. Temperatur pada bak penampung mengalami penurunan karena disebabkan adanya angin di sekitar tempat bak penampung, temperatur sekitar dan kalor dari partikel air di dalam bak penampung berpindah ke lingkungan. Laju kalor yang hilang secara konduksi rata-rata tertinggi terjadi pada pukul 13. WIB yaitu sebesar 29,5W sedangkan laju kalor terendah terjadi pada saat pukul 1. WIB yaitu sebesar 16,85W yang dapat dilihat pada Gambar 4.6. Laju kalor yang hilang secara konduksi terjadi karena disebabkan oleh isolator yang kurang baik, temperatur sekitar dan kelembaban udara. Volume air yang dihasilkan berbanding lurus terhadap debit aliran air, semakin tinggi volume air maka semakin tinggi pula debit aliran air dan terlihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8. Volume air diukur setelah diakhir pengambilan data yaitu pada saat pukul 15. WIB. Pengambilan data berlangsung selama 6 jam dalam sehari yaitu dimulai dari pukul 9. WIB sampai pukul 15. WIB serta pengukuran volume air dengan menggunakan wadah yang telah diukur volumenya terlebih dahulu dengan gelas beaker. 5. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari teori dan pembahasan dalam penelitian ini adalahsebagai berikut : 1. Intensitas rata-rata tertinggi selama 14 hari pengamatan berada pada pukul 13. WIB yaitu sebesar 326,6 W/m 2, menghasilkan temperatur kolektor sebesar 5,3 C, temperatur air keluar yang dihasilkan yaitu 48,5 C dan temperatur bak penampung mencapai 4,7 C. Intensitas rata-rata terendah selama 14 hari pengamatan berada pada pukul 1. WIB yaitu sebesar 185,92 W/m 2, menghasilkan temperatur kolektor sebesar 39,14 C, temperatur air keluar yang dihasilkan yaitu 37,78 C dan temperatur bak penampung mencapai 35,28 C. Semakin tinggi intensitas radiasi matahari 664

maka semakin tinggi pula temperatur kolektor yang dihasilkan. 2. Laju kalor yang hilang secara konduksi tertinggi berada pada pukul 13. WIB yaitu sebesar 29,5 J/s sedangkan laju kalor yang hilang secara konduksi terendah berada pada pukul 1. WIB yaitu sebesar 16,58 J/s. 3. Volume air rata-rata yang ditampung dalam sehari yaitu selama 6 jam penelitian dari pukul 9. WIB sampai pukul 15. WIB sebanyak 38 liter setara dengan 3,8 x 1-2 m 3 dan menghasilkan debit aliran air sebesar 1,759 x 1-6 m 3 /s. DAFTAR PUSTAKA 1. Culp, W.A. 1979, Prinsip-prinsip Konversi Energi. Terjemahan Ir. Darwin Sitompul M. Eng. Penerbit Erlangga, Jakarta. 2. John A. Duffie and A. Beckman, 1994.Solar Energy Thermal Processes, Copyright (C) by John Willey & Son Inc. 3. Russo, 1989. Solar Energi, vol 21 Pergamon Press Ltd pp. 21-21. 4. Dixon and J.D. Leslie, 1999. Solar Energi Conversion, University of Waterbox. 5. S.P. Sukhatme, 1989. Solar Energi, Tata Mc Graw Hill Publishing Company Limited New Delhi pp 83-192. 6. Thekaekara, M.P. 1985. The Solar Constant and Spectral Distribution of Solar Radiant Flux. Ogawa Seiki C, Tokyo. 7. Giancoli, Douglas C. 21 Fisika Jilid I ( terjemahan ), Erlangga, Jakarta. 8. Donald, R. 1981. Solar Energy. Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffts, New Yersey. 665