BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penggunaan fasilitas negara, pada dasarnya memang dianjurkan demi kepentingan pemerintahan. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai penggunaan fasilitas negara, fasilitas negara memang diperuntukkan untuk akomodasi dan keberlangsungan praktek pemerintahan. Kepala Daerah selaku pucuk pimpinan pemerintahan daerah, mempunyai kewenangan atas pengguaan fasilitas daerah tersebut. Akan tetapi, lain halnya ketika Kepala Daerah mendeklarasikan diri menjadi calon petahana untuk pemilu Kepala Daerah periode berikutnya. Bawaslu sebagai badan yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap praktek pemilu, mempunyai tugas dan kewenangan mengawasi setiap fase keberlangsungan pemilu, mulai dari masa verifikasi calon, kampanye, pemilihan, penghitungan suara, hingga pelaksanaan hasil keputusan pemilu. Disini yang menjadi objek pengawasan Bawaslu adalah penggunaan fasilitas negara oleh calon petahana. 2. Seperti yang diuraikan dimuka, banyak terjadi penyelewengan penggunaan fasilitas negara oleh calon petahana. Salah satunya adalah penggunaan fasilitas negara seperti baliho, mobil dinas dan lain-lain yang dilakukan dalam pemilihan Kepala Daerah tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten / Kota. Menurut Pasal 187 ayat (3) Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah yaitu pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6(enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), apabila terindikasi melakukan tindak pidana penyelewengan fasilitas negara. Namun banyak yang tidak melaporkan ke ranah hukum akibat tidak adanya sosialisasi dan informasi dari pihak Bawaslu kepada
instansi stake holder, yakni KPU, Pemda, Kepolisian dan Satpol PP. Hal itu dikarenakan kurangnya biaya akomodasi terkait pelaksanaan pengawasan penggunaan fasilitas negara. Artinya, Bawaslu hanya sekedar menginfokan dan mensosialisasikan secara sepihak, tanpa adanya koordinasi dengan stake holder terkait bentuk pengawasan tersebut kepada masyarakat. Sosialisasi yang dikerjakan oleh Bawaslu juga terkendala akibat adanya saling tumpang tindih antara kewenangan KPU dan DKPP. Bawaslu sebagai salah satu perangkat pemilu masih dianggap kalah pamor dalam segi kewenangan dibandingkan KPU dan DKPP. Padahal, apabila anggota Bawaslu dapat memaksimalkan kinerjanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bisa jadi kedepannya peraturan khusus mengenai pemilu dan posisi Bawaslu dapat diamanatkan langsung melalui undangundang maupun peraturan pemerintah. Namun agaknya hal ini harus selaras dalam konteks pemilukada, antara Bawaslu-Bawaslu antar daerah Provinsi sehingga dapat memunculkan animo pada masyarakat bahwa Bawaslu juga mempunyai peran yang dominan dalam pelaksanaan pemilu. Hal ini bukan hanya dalam segi penerimaan laporan tapi juga diberikan kewenangan tambahan untuk langsung menghasilkan keputusan, bukan hanya sekedar rekomendasi. Bawaslu Sumatera Barat dapat menjadi pattern terkait Bawaslu-Bawaslu lain tingkat Provinsi dalam mengerjakan hal tersebut, dimulai dari keefektivan kerja Bawaslu Sumatera Barat dalam konteks pengawasan dugaan pelanggaran administratif berupa penggunaan fasilitas negara. Dalam melakukan pengawasannya, Bawaslu juga terkendala masalah personel yang terjun ke lapangan demi menertibkan para penyeleweng penggunaan fasilitas negara. Personel tersebut terkendala dikarenakan tidak adanya jaminan dan perlindungan hukum terkait dengan bentuk tindak lanjut dari pengawasan Bawaslu tadi. Oleh
karena itu, masalah personel ini juga menjadi salah satu faktor penghambat Bawaslu terkendala dalam menjalankan tugasnya. B. Saran Demi menjaga stabilitas dan keamanan pemilukada, Bawaslu hadir dengan tugas dan kewenangannya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Tugas dan kewenangan Bawaslu tersebut bukan tanpa kendala dalam pelaksanaannya.minimnya biaya akomodasi dan mobilisasi para anggota Bawaslu dan kurangnya personel pelaksana lapangan dalam menertibkan penyeleweng penggunaan fasilitas negara oleh petahana menjadi kendala yang cukup urgen untuk segera dicarikan solusinya. Maka dari itu penulis mempunyai solusi untuk permasalahan tersebut antara lain: 1. Menambah anggaran untuk Bawaslu Provinsi Sumatera Barat demi menjalankan tugasnya sebagai pengawas pemilu. Anggaran ini nantinya akan didistribusikan dalam kegiatan sosialisasi tentang peranan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu lewat stake holder terkait pemilu, yakni Pemerintah Daerah, Polisi, Satpol PP dan Partai Politik. Anggaran tersebut juga kedepannya akan diwujudkan dalam bentuk akomodasi anggota Bawaslu dan fasilitas mobilisasi anggota Bawaslu dalam menjalankan tugasnya. 2. Sosialisasi internal terkait dengan pembagian tugas kerja antar sesama anggota Bawaslu Sumatera Barat dalam menjalankan tugas dan fungsinya, yakni pengawasan terhadap calon Kepala Daerah, khususnya calon petahana dalam pelanggaran administratif, dalam penggunaan fasilitas negara, pengawasan terhadap kinerja dan kode etik antar sesama anggota dan tenaga pekerja Bawaslu sebagai bentuk hubungan kewenangan dengan DKPP, serta tim yang bertugas melakukan sosialisasi menyeluruh terkait pentingnya melakukan pengawasan pemilu kepada masyarakat
lewat instruksi dan koordinasi kepada partai politik, pemda, kepolisian dan satpol pp. 3. Adanya jaminan dan perlindungan yang jelas kepada personel lapangan Bawaslu, seperti Panwaslu dan pekerja lapangan yang bertugas sebagai eksekutor putusan Bawaslu terkait dengan pelaporan penyelewengan penggunaan fasilitas negara. Para pekerja lapangan sebagai eksekutor putusan tersebut kenyataannya sangat minim sekali, dikarenakan tidak adanya jaminan biaya dan perlindungan dari Bawaslu untuk menertibkan para petahana yang masih menggunakan fasilitas negara dalam praktek pemilunya, seperti melepas spanduk dan media baliho, pengamanan mobil dinas dan pengelola gedung pemerintah daerah. Apabila ada anggaran yang bisa menjamin para eksekutor di lapangan, serta diberikan Surat Keputusan sesuai dengan kontrak kerja berkala dengan Bawaslu terkait tugasnya untuk menertibkan sebagai eksekusi dari putusan Bawaslu tersebut, dapat dikatakan bahwa kinerja Bawaslu dalam melaksanakan fungsinya sebagai pengawas menjadi lebih efektif. Kinerja Bawaslu Sumatera Barat sebagai pengawas penggunaan fasilitas oleh petahana pada kenyataannya dewasa ini baru sampai tingkat badan yang menjadi tempat melapornya para pelapor dugaan terkait penyelewengan penggunaan fasilitas negara. Pelaporan tersebut juga masih bernuansa politis, dalam artian sebagai salah satu upaya untuk menjegal calon petahana oleh calon Kepala Daerah yang lain. Adanya independensi masyarakat untuk melaporkan dugaan penyelewengan penggunaan fasilitas negara juga masih belum dalam konteks sebagai pengawas yang mandiri, yakni tidak adanya unsur kepentingan dalam pelaporan tersebut.untuk itu Bawaslu juga harus menjaga independesi masyarakat dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas pemilu sebagai bentuk nyata partisipasi politik masyarakat untuk mewujudkan pemilihan Kepala Daerah yang demokratis.
Pemilihan Kepala Daerah, sesuai dengan pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 dipilih secara demokratis. Dengan adanya perangkat penyelenggara pemilihan umum seperti KPU, Bawaslu dan DKPP, diharapkan penyelenggaraan pemilukada dapat berjalan secara demokratis sesuai yang diamanatkan konstitusi. Pada dasarnya, pembagian tugas dan kewenangan penyelenggara pemilu harus sudah selesai pembahasannya di tingkat KPU, Bawaslu dan DKPP. Untuk pelaporan terkait pelanggaran administratif, dapat dilaporkan kepada KPU dan Bawaslu.Untuk pelaporan pelanggaran kode etik pemilu, dapat dilaporkan kepada Bawaslu dan DKPP.Untuk pelanggaran berupa tindak pidana pemilu dapat dilaporkan kepada Bawaslu kemudian diteruskan ke Kepolisian.Maka dapat dilihat Bawaslu sebagai media pelaporan dugaan pelanggaran harus disetarakan dan ditingkatkan kewenangannya.terkait dengan penggunaan fasilitas negara, Bawaslu mempunyai tugas dan kewenangan yang lebih besar, walaupun secara peraturan perundang-undangan Bawaslu hanya berhak merekomendasikan terkait putusan sanksi pelanggar jika terbukti oleh KPU.Namun ditinjau dari segi fungsi, Bawaslu mempunyai kewenangan lebih besar, sebagai pengawas penyelenggaraan pemilu sehingga menciptakan aura pemilukada secara demokratis.