BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era pasar bebas sekarang ini, rumah sakit mempunyai peran yang penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sebagai usaha bidang jasa, keunggulan dalam faktor pelayanan menjadi sebuah tuntutan. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada pasien antara lain oleh tim keperawatan (Nitisemito, 2006). Salah satu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit adalah komunikasi. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia sehingga komunikasi dikembangkan secara terus menerus. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat (Nunung, 2010). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal karena komunikasi dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan cara tatap muka yang memungkinkan setiap orang dapat menangkap reaksi dari orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal (Abdul Nasir, et,.al, 2011). 1
Dalam bidang keperawatan, komunikasi penting untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien, untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Purwanto, 2007). Seorang perawat profesional berusaha untuk selalu menggunakan komunikasi terapeutik, yang berarti bahwa setiap interaksi yang dilakukannya memberikan dampak terapeutik yang memungkinkan pasien untuk tumbuh dan berkembang, oleh karena itu perawat harus mampu mengetahui tentang dinamika komunikasi, penghayatan terhadap kelebihan dan kekuranagn diri serta kepekaan terhadap kebutuhan orang lain (Hamid, 2000). Menurut pendapat Nitisemito (2006), kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan dapat menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan rumah sakit tersebut dalam memberikan pelayanan, hal ini menunjukkan keberhasilan rumah sakit dalam mengelola Sumber Daya Manusia (SDM), artinya SDM yang berkualitas serta memiliki sikap dan keterampilan yang baik maka pasien akan merasa puas. Upaya memaksimalkan kualitas SDM dapat dimulai dari pemilihan tenaga kerja yang berpengalaman dengan tingkat pendidikan yang sesuai serta disiplin dalam bekerja. Melalui pengalaman kerja yang memadai perawat memiliki kompetensi untuk bersaing, terlebih lagi pada persaingan global dan tuntutan konsumen yang semakin beragam. Manivestasi fungsi pengembangan tenaga kerja, SDM yang dimiliki
organisasi harus memperhatikan tingkat pendidikan dan pengalaman kerja dengan sebaik-baiknya. Menurut informasi yang didapatkan oleh peneliti dari keterangan pasien dan keluarga pasien bahwa perawat di ruang rawat inap Dahlia dan Cempaka pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan sehari-hari belum sepenuhnya dilaksanakan. Peneliti mendapatkan informasi secara lisan bahwa beberapa pasien yang mendapatkan terapi pemberian obat melalui intravena (IV) mengatakan bahwa perawat belum menjelaskan secara terbuka mengenai prosedur tindakan tersebut, pasien hanya diberitahu akan diberi obat dengan cara disuntik tanpa memberikan penjelasan, tidak ada perawat yang memperkenalkan diri saat akan melakukan tindakan keperawatan. Sebenarnya pasien dan keluarganya ingin tahu informasi dari tindakan yang akan dilakukan oleh perawat tetapi sangat jarang perawat menjelaskan prosedur sebelum dilakukan tindakan, saat dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan tindakan kepada pasien. Sementara, komunikasi tersebut seharusnya digunakan sebagai sarana penyampaian informasi yang maksimal kepada pasien dan keluarga dalam memberikan pelayanan keperawatan. Rendahnya komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat akan berdampak terhadap ketidakpuasan pasien dalam pelayanan keperawatan. (Purwanto, 2007).
Beberapa penelitian tentang komunikasi terapeutik menunjukan bahwa hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien yang dilakukan tindakan endoskopi di irna RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto yang diteliti oleh Purwaningsih (2013) pada 35 orang pasien, menunjukan penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat sebagian besar pada kategori cukup baik (60.0%). Selain itu penelitian tentang pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi mayor di RSUD Banyumas yang diteliti oleh Riyanto (2009) pada 30 orang, menunjukan ada pengaruh yang signifikan pemberian komunikasi terapeutik terhadap kecemasan pasien preoperasi dengan ρ=0,0001 < 0,05, menunjukan bahwa kecemasan pre operasi pasien post-test telah mengalami penurunan yang bermakna dibandingkan dengan pre-test komunikasi. Masalah dalam penelitian ini adalah perawat diruang rawat inap Dahlia dan ruang rawat inap Cempaka RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrta Purbalingga dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien tidak menggunakan tahap-tahap komunikasi terapeutik, mereka pada saat memberikan pelayanan langsung melakukan tindakan tanpa adanya tahaptahap yang harus dilakukan terlebih dahulu. Ini membuktikan komunikasi terapeutik pada saat memberikan pelayanan kesehahatan kepada pasien masih kurang. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik memegang peranan penting dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan dalam membantu penyembuhan pasien (Purwanto, 2007). Selain itu komunikasi terapeutik memegang peranan yang penting dalam proses pelayanan kesehatan karena dengan adanya komunikasi terapeutik maka perawat dapat merencanakan tindakan keperawatan yang tepat yang akan diberikan kepada pasien dan komunikasi terapeutik sebagai sarana penyampainan informasi kepada pasien maupun keluarga tentang keadaan pasien. B. Rumusan Masalah Berdasarkan kesimpulan yang dijelaskan dilatar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara pengetahuan komunikasi terpeutik, tingkat pendidikan dan masa kerja perawat dengan kemampuan komunikasi terapeutik perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan terhadap pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan komunikasi terpeutik, tingkat pendidikan dan masa kerja dengan kemampuan komunikasi terapeutik perawat dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan terhadap pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata. 2. Tujuan Khusus Tujun khusus dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik perawat RSUD dr. R.Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga tentang komunikasi terapeutik. c. Untuk mengetahui tingkat pendidikan perawat di ruang rawat inap RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. d. Untuk mengetahui masa kerja perawat di ruang rawat inap RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga e. Untuk membuktikan hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik di ruang rawat inap RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dalam memberikan pelayanan kesehatan. f. Untuk membuktikan hubungan antara tingkat pendidikan perawat dengan kemampuan komunikasi terapeutik di ruang rawat inap RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dalam memberikan pelayanan kesehatan.
g. Untuk membuktikan hubungan antara masa kerja perawat dengan kemampuan komunikasi terapeutik di ruang rawat inap RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dalam memberikan pelayanan kesehatan. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi banyak pihak yaitu: 1. Bagi Institusi RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan bagi RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga untuk mengadakan penyegaran atau pelatihan bagi para perawat tentang komunikasi terapeutik. 2. Bagi Profesi Keperawatan Penelitian ini dapat digunakan sebagai wahana introspeksi perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan sebagai perawat profesional. 3. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat menjadi masukan sehingga dalam pelaksanaan program profesi peserta didik dibekali pengetahuan yang cukup tentang komunikasi terapeutik sehingga memiliki kemampuan komunikasi terapeutik yang baik dalam pelayannan keperawatan.
4. Bagi Peneliti Peneliti memperoleh pengalaman baru dalam mengungkap atau menemukan adanya hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik perawat, tingkat pendidikan dan masa kerja perawat dengan kemampuan menerapkan komunikasi terapeutik dalam memberikan pelayanan kesehatan. E. Penelitian Terkait Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu: 1. Penelitian dengan judul Perbandingan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas I Dan Kelas III Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Di RSUD Banyumas yang diteliti oleh Nugroho (2009). Metode penelitian ini menggunakan metode komparatif dengan pendekatan cross sectional, sampel dipilih menggunakan tekhnik simple random sampling. Sampel yang digunakan sejumlah 60 responden. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata skor tingkat kepuasan pasien diruang kelas I sebesar 76,9 lebih besar dari pada rata-rata skor tingkat kepuasan pasien di ruang kelas III RSUD Banyumas yaitu 64,4. Dengan demikian tingkat kepuasan pasien di ruang kelas I lebih tinggi secara bermakna dari pada tingkat kepuasan pasien di ruang kelas III RSUD Banyumas. Kesimpulan
dari penelitian ini yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepuasan pasien di ruang kelas I dan III RSUD Banyumas. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang adalah fokus utama dalam penelitian. Fokus penelitian sebelumnya adalah tingkat kepuasan pasien rawat inap kelas I dan III terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat. Sedangkan fokus penelitian ini adalah pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik, tingkat pendidikan dan masa kerja perawat dengan kemampuan perawat dalam menerapkan komunikasi dalam memberikan pelayanaan kesehatan. 2. Penelitian dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Purwokerto yang diteliti oleh Christiani (2013). Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh perawat yang berpendidikan DIII di Rumah Sakit Elisabeth Purwokerto. Sampel berjumlah 44 dengan tekhnik total sampling. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dan regresi logistic ganda. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur (ρ=0,032), status kepegawaian (ρ=0,008), latar belakang pendidikan (ρ=0,007), pelatihan komunikasi (ρ=0,002), lingkungan (ρ=0,009) dengan perilaku perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik. Kesimpulan dari penelitiana ini adalah latar belakang pendidikan (0,007)
merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang adalah fokus utama dalam penelitian. Fokus utama dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik. Sedangkan fokus penelitian ini adalah pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik, tingkat pendidikan dan masa kerja perawat dengan kemampuan perawat dalam menerapkan komunikasi dalam memberikan pelayanaan kesehatan. 3. Penelitian dengan judul Hubungan Komunikasi Terapeutik Dalam Pemberian Informed Consent Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga yang diteliti oleh Agustama (2013). Metode penelitian ini menggunakan desain korelasi dengan pendekatan Cross sectional. Populasi sebanyak 445 pasien dalam kurun waktu Agustus sampai Oktober 2012. Sampel yang diambil adalah 62 pasien dengan consecutive sampling. Kesimpulan ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik dalam pemberian informed consent dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang adalah fokus utama dalam penelitian. Fokus utama dalam penelitian
sebelumnya adalah hubungan komunikasi terapeutik dalam pemberian informed consent dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi. Sedangkan fokus penelitian ini adalah pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik, tingkat pendidikan dan masa kerja perawat dengan kemampuan perawat dalam menerapkan komunikasi dalam memberikan pelayanaan kesehatan. 4. Penelitian dengan judul Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Kemampuan Komunikasi Terapeutik Di Rumah Sakit Elisabeth Purwokerto yang diteliti oleh Diana (2006). Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Populasi penelitian semua perawat di ruang rawat inap Maria Rumah Sakit Elisabeth Purwokerto yang berjumlah 26 orang. Sampel penelitian diambil 23 orang sesuai dengan kriteria inklusi. Metode analisis data menggunakan distribusi frekuensi dan uji statistik Spearman Rank. Kesimpulan sebagian besar perawat berpendidikan DIII Keperawatan dan pernah mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik. Tingkat pengetahuan dan kemampuan komunikasi terapeutik perawat sebagian besar pada kategori cukup baik. Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara faktor-faktor yang melatarbelakangi kemampuan komunikasi terapeutik. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang adalah fokus utama dalam penelitian. Fokus utama dalam penelitian
sebelumnya adalah faktor-faktor yang melatarbelakangi kemampuan komunikasi terapeutik. Sedangkan fokus penelitian ini adalah pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik, tingkat pendidikan dan masa kerja perawat dengan kemampuan perawat dalam menerapkan komunikasi dalam memberikan pelayanaan kesehatan.