PENGENALAN INDIVIDU BERDASARKAN POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN HISTOGRAM OF ORIENTED GRADIENTS DAN MULTI LAYER PERCEPTRON

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada kasus korban bencana alam atau kecelakaan, sering ditemukan masalah dalam proses identifikasi, disebabkan

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN GABOR WAVELET DAN DWT DENGAN METODE KLASIFIKASI ANN- BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Identifikasi manusia adalah hal yang sangat. penting di bidang forensik karena identifikasi

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

IDENTIFIKASI TANDA TANGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE BACKPROPAGATION ABSTRAK

Identification of Rugae Palatine Using Digital Image Processing Technique with Spatial Processing and Fuzzy Logic Classification

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal

IMPLEMENTASI DEEP LEARNING BERBASIS TENSORFLOW UNTUK PENGENALAN SIDIK JARI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang masalah

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini

BAB II LANDASAN TEORI

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

Identifikasi Gender Berdasarkan Citra Wajah Menggunakan Deteksi Tepi dan Backpropagation

DETEKSI JENIS KAYU CITRA FURNITURE UKIRAN JEPARA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

Mahasiswa: Muhimmatul Khoiro Dosen Pembimbing: M. Arief Bustomi, S.Si, M.Si.

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Implementasi antar muka dalam tugas akhir ini terdiri dari form halaman

IDENTIFIKASI POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN METODE WATERSHED DAN KNN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

KLASIFIKASI POLA SIDIK JARI MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK ANALISA KARAKTERISTIK SESEORANG

JARINGAN SARAF TIRUAN

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan

SISTEM PENDETEKSI WAJAH MANUSIA PADA CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGENALAN POLA GARIS DASAR KALIMAT PADA TULISAN TANGAN UNTUK MENGETAHUI KARAKTER SESEORANG DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA RESILIENT BACKPROPAGATION

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

PEMANFAATAN RUGA PALATAL UNTUK IDENTIFIKASI FORENSIK


KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF

NEURAL NETWORK BAB II

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengenali dan membedakan ciri khas yang dimiliki suatu objek (Hidayatno,

DETEKSI PLAT KENDARAAN MENGGUNAKAN HOG DAN LVQ. Muhammad Imron Rosadi 1

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa. makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM

IMPLEMENTASI IDENTIFIKASI POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN DETEKSI BINARY LARGE OBJECT (BLOB) DAN KLASIFIKASI SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) PADA ANDROID

Penggunaan Deep Learning untuk Prediksi Churn pada Jaringan Telekomunikasi Mobile Fikrieabdillah

BAB III PERANCANGAN SISTEM

LEARNING ARTIFICIAL INTELLIGENT

EVALUASI PENGARUH FUNGSI AKTIFASI DAN PARAMETER KEMIRINGANNYA TERHADAP UNJUKKERJA PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

IMPLEMENTASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS(PCA) DAN IMPROVED BACKPROPAGATION

IMPLEMENTASI PEMBACAAN HURUF HIJAIYYAH DAN KARAKTER ANGKA ARAB DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LVQ (LEARNING VECTOR QUANTIZATION)

IDENTIFIKASI PEMBUAT TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN HAAR WAVELET DAN ALGORITMA PROPAGASI BALIK LEVENBERG MARQUARDT

ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION UNTUK PENGENALAN BARCODE BUKU DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

Klasifikasi Identitas Wajah Untuk Otorisasi Menggunakan Deteksi Tepi dan LVQ

KLASIFIKASI JENIS BATUBARA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION

Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan Sebagai Penterjemah Karakter Braille Ke Bentuk Abjad

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN :

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMEN INVARIAN DAN RADIAL BASIS FUNCTION (RBF)

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Neural Networks. Machine Learning

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan deteksi penyakit pada daun rose dengan menggunakan metode ANN.

PERANCANGAN PENGATURAN DURASI LAMPU LALU LINTAS ADAPTIF

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PULPITIS MENGGUNAKAN METODE WATERSHED

JARINGAN SYARAF TIRUAN PREDIKSI PENYAKIT LUDWIG ANGINA

METODOLOGI PENELITIAN

Identifikasi Abnormalitas Paru-Paru Pada Citra Foto Thorax (Chest X-Ray) menggunakan Metode Wavelet Daubechies dan Jaringan Syaraf Tiruan

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

METODOLOGI PENELITIAN

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

IDENTIFIKASI BIOMETRIK FINGER KNUCKLE PRINT MENGGUNAKAN FITUR EKSTRAKSI PCA DAN GLCM

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dalam kurung waktu setahun.

Analisis Prediksi Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Backpropagation

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

Analisis Prediksi Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Backpropagation

SISTEM PENDETEKSI WAJAH MANUSIA PADA CITRA DIGITAL (PROPOSAL SKRIPSI) diajukan oleh. NamaMhs NIM: XX.YY.ZZZ. Kepada

PREDIKSI KELULUSAN MAHASISWA MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

Mohammad Akram Ardi 1, Angga Rusdinar 2, Nur Andini 3

Identifikasi Jenis Buah Jeruk Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Berdasarkan Tekstur Kulit

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

Presentasi Tugas Akhir

Transkripsi:

PENGENALAN INDIVIDU BERDASARKAN POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN HISTOGRAM OF ORIENTED GRADIENTS DAN MULTI LAYER PERCEPTRON Artificial Intelligent and Its Application Abdiyan Nila Rezka 1), Bambang Hidayat 2), Achmad Syawqie 3) 1),2) Teknik Telekomunikasi,Fakultas Teknik Elektro, Telkom University Jalan Telekomunikasi Terusan Buah Batu, Bandung,40257,Indonesia 3 ) Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran Email : abdiyannilarezka@students.telkomuniversity.ac.id Abstrak. Metode biometrik merupakan metode handal yaitu dengan melakukan identifikasi setiap pola atau ciri tertentu pada masing-masing individu. Metoda biometrik seperti sidik jari, wajah dan retina mata banyak digunakan, tetapi pada saat kondisi tertentu hal ini menjadi kendala, sehingga sulit diidentifikasi. Dalam penelitian ini dilaksanakan pengidentifikasian individu melalui pengenalan rugae palatina. Rugae palatina merupakan organ vital di dalam tengkorak kepala dan bagian tubuh yang paling tahan terhadap kecelakaan serta memiliki morfologi yang unik pada tiap individu. Untuk mendukung penelitian ini, sampel rugae palatina diperoleh melalui kerjasama dengan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan ciri citra rugae palatina dilakukan analisis dengan menggunakan metoda Histogram of Oriented Gradient (HOG), dan untuk klasifikasi menggunakan metode Multi Layer Perceptron (MLP). Hasil akhir dari penelitian ini yaitu terbentuk sistem yang mampu untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi individu. Dengan performansi sistem 80 % dengan menggunakan 40 sampel citra latih dan 15 citra uji. Kata kunci - Biometrik Rugae Palatina, Multi Layer Perceptron, Histogram of Oriented Gradient. 1. Pendahuluan Di Indonesia terdapat beberapa permasalahan salah satunya permasalahan pada identifikasi korban kecelakaan. Terutama korban yang mengalami kebakaran, dekomposisi, mutilasi dan sidik jari tidak ditemukan[1]. Ketika identifikasi korban sulit dilakukan karena situasi buruk, ordontologi forensik dapat digunakan sebagai sumber alternatif untuk identifikasi[2,3]. Karakteristik ini sangat individualistik termasuk dalam salah satu metode identifikasi selain sidik jari dan DNA[3]. Dalam identifikasi menggunakan kandungan DNA diperlukan keahlian dan teknologi yang canggih[4] dan dana yang besar dalam prosesnya. Selain itu sidik jari juga dapat membantu dalam proses identifikasi, hanya saja metode ini memiliki keterbatasan seperti kesulitan dalam pengumpulan data dan perubahan yang lebih cepat[3,5]. Keterbatasan ini menyebabkan metode ini populer untuk kasus-kasus tertentu, maka diperlukan alternatif untuk membantu proses identifikasi korban, yaitu dengan analisis terhadap rugae palatina[6]. Pemanfaatan rugae palatina sebagai salah satu identifikasi menunjukkan prospek yang menjanjikan karena morfologi yang unik pada tiap individu[3,7]. Posisi rugae palatina berada di dalam rongga mulut yang dilindungi oleh bibir, pipi, lidah, gigi dan tulang tengkorak kepala[8]. Disamping itu bentuk, tata letak, dan karakteristik dari rugae palatina tetap stabil dan tidak mengalami dekomposisi hingga 7 hari kematian[9]. Berdasarkan latar belakang tersebut untuk membantu proses identifikasi korban dapat dilakukan alternatif lain yaitu dengan menggunakan image processing. Dengan cara mendeteksi foto cetakan rahang atas, kemudian dilakukan pengolahan citra sehingga di dapatkan ciri dari citra rugae palatina. Nilai ekstraksi ciri dari citra selanjutnya digunakan untuk proses identifikasi individu. Dalam proses ekstraksi ciri, salah satu metode yang digunakan adalah Histogram of Oriented Gradients (HOG). Histogram of Oriented Gradients (HOG) adalah sebuah metode yang digunakan dalam image processing untuk tujuan deteksi objek yaitu dengan menghitung nilai gradien dalam daerah tertentu pada suatu image. Dan Multi Layer Perceptron (MLP) adalah sebuah metode yang digunakan untuk B1.1

mengklasifikasikan suatu objek tertentu dengan melakukan proses traning (pelatihan) jaringan pada sistem. Dalam penelitian ini membahas dan membuat suatu rancangan sistem pada aplikasi matlab untuk memproses foto dari cetakan rahang atas sehingga dapat dilakukan proses identifikasi. 2. Dasar Teori 2.1 Persamaan Untuk HOG Histogram Of Oriented Gradients adalah sebuah fitur atau metode yang dipakai untuk menangkap tepian atau informasi bentuk lokal dari sebuah citra yang memungkinkan perubahan cahaya di dalamnya. Adapun tahapan-tahapan dari HOG yaitu[10]: 1. Mengkonversikan sebuah image menjadi bentuk grayscale. 2. Menghitung edge degree dan strenght per pixel 3. Memecah image ke dalam cell area 4. Membuat histogram dari edge degree dan strength per pixel yang telah dilakukan pada tahapan nomor 2. 5. Melakukan proses normalisasi ke histogram dengan neighbour cells. 2.2 Persamaan Untuk MLP Arsitektur pada Multi Layer JST mempunyai layer yang disebut hidden layer, jumlah hidden layer tidak dibatasi artinya disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi[11]. Diperkenalkan oleh M. Minsky dan S. Papert pada tahun 1969, merupakan pengembangan dari perceptron dan mempunyai satu atau lebih hidden layer yang terletak antara input dan output layer. Multi Layer Perceptron adalah jaringan syaraf tiruan feed forward yang terdiri dari sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-bobot penghubung. Neuron tersebut disusun dalam lapisan-lapisan yang terdiri dari satu lapisan input layer, satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan output layer[12]. Lapisan input menerima sinyal dari luar, kemudian melewatkannya kelapisan tersembunyi pertama, yang diteruskan sehingga akhirnya mencapai lapisan output[11]. 3. Pembahasan Pengujian Sistem Pengujian sistem dilakukan dengan mengubah parameter ekstraksi ciri dan parameter klasifikasi untuk mendapatkan nilai akurasi yang lebih baik. Pada bagian ini akan dilihat pengaruh perubahan parameter ekstraksi ciri dan klasifikasi terhadap akurasi dan waktu komputasi yang di peroleh. 3.1 Hasil Pengujian Skenario 1 Pengujian skenario pertama merupakan pengujian yang dilakukan dengan membandingkan ukuran piksel pada citra rugae palatina. Pada skenario ini digunakan kombinasi antara parameter mean, variance, dan standar deviasi untuk memproses sistem. Pada skenario ini dilakukan perubahan piksel sehingga mempengaruhi akurasi dan waktu komputasi sistem. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan pada citra berukuran 128x128, 256x256 dan 512x512 piksel dengan parameter hidden layer MLP [4] neuron, dan kemudian dilakukan pengambilan data hingga 100 kali untuk memperoleh nilai yang optimal. Sehingga diperoleh hasil pengujian sistem yang terdapat pada tabel 3.1: Tabel 3.1 Perbandingan akurasi dan waktu komputasi berdasarkan parameter ukuran citra No Ukuran Citra Akurasi (%) Waktu Komputasi (s) 1 128x128 piksel 53,3 % 48,297 s 2 256x256 piksel 66,7 % 48,494 s 3 512x512 piksel 73,3 % 48,783 s B1.2

Gambar 3.1 Perbandingan Nilai Akurasi Pada Skenario Pertama Dari hasil pengujian yang diperoleh pada gambar 3.1 akurasi maksimal diperoleh ketika ukuran cita rugae palatina 512x512 piksel dengan akurasi sistem sekitar 73,3 %. Dan akurasi minimal diperoleh ketika ukuran cita rugae palatina 128x128 piksel dengan akurasi sistem sekitar 53,3 %. Hal ini disebakan karena apabila ukuran piksel pada suatu citra mendekati ukuran citra asli maka nilai akurasi sistem akan lebih optimal. Disamping itu ukuran dan jumlah piksel pada citra 512x512 memiliki resolusi dan kualitas citra lebih baik dibanding pada ukuran 128x128, dan 256x256 piksel. Hal ini disebabkan karena jumlah piksel suatu citra yang banyak, sehingga mempengaruhi kulitas dari sistem. Semakin tinggi jumlah piksel suatu citra, semakin baik kulitas yang dihasilkan. Gambar 3.2 Perbandingan Waktu Komputasi Pada Skenario Pertama Dari hasil pengujian yang diperoleh pada gambar 3.2 waktu komputasi terlama diperoleh ketika ukuran cita rugae palatina berukuran 512x512 piksel dengan kisaran waktu komputasi 48,783 detik dan waktu komputasi tercepat diperoleh ketika cita rugae palatina berukuran 128x128 piksel dengan kisaran waktu komputasi 48,297 detik. Dari pengujian pada skenario ini, hal ini disebabkan semakin kecil ukuran citra maka jumlah data yang akan diproses oleh sistem lebih sedikit sehingga waktu yang di butuhkan lebih sedikit. 3.2 Hasil Pengujian Skenario 2 Pengujian skenario kedua merupakan pengujian yang dilakukan dengan membandingkan jumlah neuron pada layer pertama MLP. Pada skenario ini, hasil skenario pertama digunakan kembali yaitu B1.3

dengan ukuran citra rugae palatina 512x512 piksel. Pada skenario ini perubahan jumlah neuron pada layer pertama MLP mempengaruhi proses identifikasi dan klasifikasi serta akurasi dan waktu komputasi sistem. Pada skenario ini dilakukan pengambilan data hingga 100 kali untuk untuk memperoleh nilai yang optimal. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dengan perbandingan jumlah neuron pada layer pertama MLP diperoleh hasil pada tabel 3.2: Tabel 3.2 Perbandingan Akurasi Dan Waktu Komputasi Berdasarkan Parameter Jumlah Neuron No Jumlah Layer Akurasi (%) Waktu Komputasi (s) 1 [1] 46,6 % 48,745 s 2 [2] 60 % 48,646 s 3 [4] 73,3 % 48,974 s 4 [5] 73,3 % 48,729 s 5 [6] 46,67 % 48,812 s 6 [8] 60 % 48,854 s 7 [10] 53,3 % 48,775 s 8 [15] 66,67 % 48,831 s 9 [20] 66,67 % 48,931 s 10 [25] 60 % 48,809 s 11 [30] 73,3 % 48,886 s 12 [35] 53,3 % 48,68 s 13 [40] 60 % 48,777 s Gambar 3.3 Perbandingan Nilai Akurasi Pada Skenario Kedua Dari hasil pengujian yang diperoleh pada gambar 3.3 akurasi maksimal diperoleh ketika jumlah neuron pada layer pertama MLP adalah [4],[5], dan [30] dengan nilai akurasi 73,3 %. Dari pengujian data diatas jumlah neuron pada layer pertama dilakukan trial-and-error atau dengan menggunkan rumus perkiraan yang sudah dibahas dibab sebelumnya, yaitu dengan rumus jumlah N H = 4 neuron pada satu hidden layer. Pada pengujian ini performansi yang lebih optimal tidak hanya diperoleh ketika jumlah neuron 4 tetapi dengan jumlah neuron 5 dan 30 juga diperoleh performansi yang lebih optimal. Selain itu akurasi yang diperoleh yaitu dengan distribusi yang tidak beraturan, hal ini dipengaruhi oleh fungsi aktivasi yang non-linier (sigmoid). Fungsi aktivasi yang non-linier (sigmoid) B1.4

bisa menghasilkan nilai yang kompleks dan bervariasi sehingga mempengaruhi performansi dari sistem. Gambar 3.4 Perbandingan Waktu Komputasi Pada Skenario Kedua Dari hasil pengujian yang diperoleh pada gambar 3.4 waktu komputasi terlama diperoleh ketika jumlah neuron pada layer pertama MLP adalah [4] dengan kisaran 48,974 detik dan waktu komputasi tercepat diperoleh ketika jumlah neuron pada layer pertama MLP adalah [2] dengan kisaran 48,646 detik. Dari hasil pengujian yang diperoleh dengan melakukan trial-and-error hal ini dipengaruhi jumlah neuron, apabila jumlah neuron mendekati jumlah neuron yang dirancang dengan rumus perkiraan maka diperoleh waktu komputasi yang lebih lama. Selain itu waktu komputasi yang diperoleh yaitu dengan distribusi yang tidak beraturan, hal ini dipengaruhi oleh fungsi aktivasi yang non-linier (sigmoid). Fungsi aktivasi yang non-linier (sigmoid) bisa menghasilkan nilai yang kompleks. 3.3 Hasil Pengujian Skenario 3 Pengujian skenario ketiga merupakan pengujian yang dilakukan dengan membandingkan jumlah neuron pada layer kedua. Pada skenario ini, parameter hasil skenario pertama, dan kedua digunakan kembali pada proses ini yaitu dengan ukuran citra rugae palatina 512x512 piksel dan jumlah neuron pada layer pertama MLP [4]. Pada skenario ini perubahan jumlah neuron pada layer kedua mempengaruhi proses identifikasi dan klasifikasi serta akurasi dan waktu komputasi pada sistem. Pada skenario ini dilakukan pengambilan data hingga 100 kali untuk untuk memperoleh nilai yang optimal. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dengan perbandingan jumlah neuron pada layer kedua diperoleh hasil pada tabel 3.3: Tabel 3.3 Perbandingan Akurasi Dan Waktu Komputasi Berdasarkan Parameter Jumlah Neuron Pada Layer Kedua No Jumlah Layer Akurasi (%) Waktu Komputasi (s) 1 [4 2] 73,3 % 48,903 s 2 [4 4] 80 % 48,859 s 3 [4 6] 66,67 % 48,971 s 4 [4 8] 73,3 % 48,767 s 5 [4 10] 80 % 48,93 s 6 [4 12] 73,3 % 48,829 s 7 [4 16] 60 % 48,579 s 8 [4 18] 73,3 % 48,971 s 9 [4 20] 80 % 49,132 s B1.5

Gambar 3.5 Perbandingan Nilai Akurasi Pada Skenario Ketiga Dari hasil pengujian pada gambar 3.5 akurasi maksimal diperoleh ketika jumlah neuron pada layer kedua hidden layer pada MLP adalah [4 4], [4 10] dan [4 20] dengan nilai akurasi 80 %. Dari hasil pengujian pada skenario ini akurasi yang diperoleh yaitu dengan distribusi yang tidak beraturan, hal ini dipengaruhi oleh fungsi aktivasi yang non-linier (sigmoid). Fungsi aktivasi yang non-linier (sigmoid) bisa menghasilkan nilai yang kompleks dan bervariasi sehingga mempengaruhi performansi dari sistem. Selain itu apabila jumlah hidden layer 2 layer maka nilai akurasi sistem lebih optimal dibandingkan dengan menggunakan 1 hidden layer. Gambar 3.6 Perbandingan Waktu Komputasi Pada Skenario Ketiga Dari hasil pengujian pada gambar 3.6 waktu komputasi terlama diperoleh ketika jumlah neuron pada layer kedua hidden layer adalah [4 20] dengan kisaran 49,132 detik dan waktu komputasi minimil diperoleh ketika jumlah neuron layer pada MLP adalah [4 16] dengan kisaran 48,579 detik. Dari hasil pengujian sistem diatas waktu komputasi yang diperoleh yaitu dengan distribusi tidak beraturan, hal ini dipengaruhi oleh fungsi aktivasi yang non-linier (sigmoid). Fungsi aktivasi yang non-linier (sigmoid) bisa menghasilkan nilai yang kompleks sehingga mempengaruhi waktu komputasi pada sistem. 4. Simpulan Berdasarkan hasil pengujian pada sistem identifikasi dan klasifikasi rugae palatina melalui pengolahan citra digital, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam merancang dan merealisasikan sistem terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi sistem yaitu pada proses preprocessing, ekstraksi ciri, proses training dan proses testing. Sistem B1.6

ini secara umum dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi bentuk rugae palatina melalui pengolahan citra digital dengan metode HOG (Histogram of Oriented Gradient) dan MLP (Multi Layer Perceptron). 2. Akurasi sistem yang lebih optimal di dapatkan pada saat ekstraksi ciri mean, variance dan standar deviasi dikombinasikan, ukuran citra 512x512 piksel, dan jumlah neuron pada layer pertama [4] neuron, dan jumlah neuron pada layer kedua [4 10] dengan akurasi 80 % dan waktu komputasi tercepat yaitu 48,93 detik. Daftar Pustaka [1]. Byatnal A, By atnal A, Kiran AR, Samata Y, Guruprasad Y, Telagi N. Palatoscopy: an adjunct to forensic odontology: a comparative study among five different populations of India. J Nat Sci Biol Med 2014;5(1):52 5. [2]. Pretty IA and Sweet D. A Look at Forensic Dentistry Part 1: The Role of Teeth in The Determination of Human Identity. British Dental Journal, Vol. 190 (7) : 359-66. 2001. [3]. Shamim T, Ipe Varughese.V, Shameena PM, Sudha S. Forensic Odontology-A New Perspective. Medico-legal Update.,Vol.6(1):1-4.2006. [4]. Elza Auekari. Recent Trends in Dental Forensics. Indonesian J of Legal & Forensic Sciences 2008; 1 (1):5-12 [5]. Caldas IM, Magalhaes T, Afonso A. Establishing Identity Using Cheiloscopy and Palatoscopy. Forensic Sci Int Vol 165 (1) : 1-9. 2007. [6]. Patil MS, Patil SB, Acharya AB. Palatine rugae and their significance in clinical dentistry: a review of the literature. Jam Dent Assoc 2008;139:1471 8. [7]. Liebgott B. The Anatomy Basis of Dentistry. 2 nd Ed. Mosby. St. Louis. Pp 340 2001. [8]. Limson KS, Julian R. Computerized recording of the palatal rugae pattern and an evaluation of its application in forensic identification. J Forensic Odontostomatol 2004;22:1 4. [9]. Indira AP, Gupta M, David MP. Rugoscopy for establishing individuality. Indian J Dent Adv 3, 2011, 427-32. [10]. N.Dalal and B.Triggs. 2005 Histogram of Oriented Gradients for Human Detection. In CVPR,pagws 886-893. [11]. Suyanto.2008. Soft Computing Membangun Mesin Ber-IQ Tinggi. Bandung : Informatika Bandung. [12]. Riedmiller, Prof.Dr.Martin. 2015.Mechine Learning Multi Layer Perceptrons. Handout. B1.7