BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu predisposisi terjadinya kanker kolon (Popivanova et

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Obat-obat Hormon Hipofisis anterior

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan. berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar. menjadi bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diabetes melitus (DM) tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Teh merupakan minuman yang dibuat dari infusa daun kering Camelia

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau tumor prostat jinak, menjadi masalah bagi kebanyakan kaum pria yang berusia di atas 50 tahun. BPH pada pria muncul tanpa ada gejala awal terlebih dahulu, sehingga seringkali pasien tidak menyadari bahwa mereka menderita BPH. Prevalensi BPH pada pria yang berumur lebih dari 50 tahun adalah sekitar 50% sedangkan pada umur 80 85 tahun, kemungkinannya akan meningkat menjadi 90% (Sjamsuhidajat R. dan Jong W.D., 1997). BPH adalah obstruksi uretra pars prostatika yang disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat yang meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler. Sering mengenai lobus lateralis dan lobus medialis karena pada lobus tersebut terdapat banyak jaringan kelenjar. Jarang mengenai bagian posterior (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Lobus anterior kurang mengalami hiperplasia karena sedikit mengandung jaringan kelenjar. Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada setiap individu. BPH yang tidak segera diobati memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Testosteron direduksi oleh enzim 5-alpha reductase menjadi dihydrotestosteron (DHT), yang kemudian berikatan dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Hormone receptor complex akan mengalami transformasi reseptor menjadi nuclear receptor yang kemudian masuk ke dalam inti, dan melekat pada kromatin. Selanjutnya akan terjadi proses transkripsi mrna. RNA akan mensintesis protein yang selanjutnya akan memicu pertumbuhan kelenjar prostat. Sehingga pemberian 5-alpha reduktase inhibitor akan menyebabkan penghambatan sintesis DHT, yang akan menghambat pertumbuhan kelenjar prostat. 1

2 Tanaman Pacar air telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai tanaman herbal, antara lain sebagai peluruh haid, mengakhiri kehamilan, rematik, dermatitis, anti-inflamasi (Hembing Wijayakusuma, 1992). Bunga pacar air menurut penelitian mengandung zat-zat seperti anthocyanins, cyanidin, delphinidin, pelargonidin, malvidin, kaempherol, quercetin, dan inhibitor 5 alpha reduktase (5-ARI). Penelitian tanaman pacar air ditemukan adanya aktivitas terhadap testosteron 5 alpha reduktase pada ekstrak etanol aerial part 35%. Identifikasi fraksinasi zat mengarah pada derivat bisnaphtoquinone yang bernama impatienol. 3-hydroxy-2-[3-hydroxy-1,4-dioxo (2-naphthyl)] ethyl naphthalene-1, 4-dione, yang menunjukkan aktifitas 5-ARIs yang signifikan (Ishiguro et al., 2000), sehingga tanaman pacar air ini dapat digunakan dalam pengobatan BPH. Hal ini dikarenakan dalam tanaman pacar air terkandung antibiotik, senyawa anti inflamasi, dan antioksidan yang dapat mengurangi proses inflamasi kronis pada BPH. Salah satu senyawa pro-inflamasi yang terbentuk pada proses BPH adalah cyclooxygenase-2 (COX-2). Senyawa COX-2 tidak terdeteksi keberadaannya pada epitel prostat yang normal, namun peningkatan kadar COX-2 ditemukan baik pada kanker prostat maupun BPH (Khodeir et al., 2009). Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk mengukur kadar COX-2 pada mencit model BPH yang kemudian diberi perlakuan dengan menggunakan infusa batang tanaman pacar air. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah infusa batang tanaman pacar air (IBTPA) dapat mengurangi kadar COX-2 pada mencit model BPH 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui efek tanaman pacar air sebagai tanaman obat yang dapat mengobati BPH.

3 Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peranan tanaman pacar air dalam menurunkan kadar COX-2 pada mencit yang diinduksi BPH dengan menggunakan injeksi Phenylephrine (PE). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat akademis penelitian ini adalah diharapkan dapat memperluas wawasan pembaca mengenai tanaman obat yang banyak terdapat di lingkungan sekitar kita, khususnya tanaman pacar air dalam mengobati BPH yang dalam penelitian ini dilakukan pada mencit model BPH. Manfaat praktis dimaksudkan untuk melihat potensi tanaman pacar air dalam menurunkan kadar COX-2 pada mencit model BPH yang telah diinjeksi PE. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar prostat/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Sjamsuhidajat R. dan Jong W.D., 2003). BPH disebabkan oleh gangguan pada testosteron bebas yang masuk ke dalam prostat langsung ke dalam sitoplasma yang kemudian akan direduksi oleh 5 alpha reductase menjadi 5-Dihydrotestosteron. Hormon esterogen dan testosteron yang tidak seimbang pada pria berusia lanjut menyebabkan terjadinya sekresi estradiol yang berlebihan, peningkatan estradiol berasosiasi dengan peningkatan senyawa aromatase pada prostatic stromal cells (Quan et al., 2007). Senyawa yang berperan penting adalah dalam peningkatan aromatase adalah prostaglandine E2 (PGE-2). Peningkatan aromatase akan menyebabkan peningkatan hormon estrogen yang akan berperan pada pertumbuhan BPH.

4 Testosteron dihasilkan sel Leydig pada testis (90%) dan sebagian dihasilkan oleh kelenjar adrenal (10%). Testosteron akan masuk ke dalam peredaran darah, 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormone binding globulin (SHBG), dan 2% sisanya berupa testosteron bebas. Testosteron secara langsung tidak memberikan efek yang signifikan pada gejala BPH, melainkan hasil metabolit testosteron yakni DHT yang merupakan critical mediator pada pertumbuhan prostat. DHT disintesis pada prostat dari testosteron yang bersirkulasi dengan bantuan enzim 5 alpha reductase tipe 2. Enzim ini berada pada sel stroma, sel-sel tersebut merupakan tempat utama sintesis DHT. Senyawa COX-2 merupakan suatu senyawa pro-inflamasi yang banyak diproduksi oleh sel saat terjadi suatu proses patologi pada jaringan. Pengeluaran COX-2 pada BPH dipengaruhi oleh Interleukin-17 (IL-17) yang mana pengeluarannya dipicu dengan terjadinya suatu proses inflamasi. Pengeluaran COX-2 akan merangsang pembentukan prostaglandin, dan lain-lain, yang akan memicu terbentuknya kerusakan jaringan, sehingga kerusakan jaringan akan semakin meluas. Kerusakan jaringan yang luas akan menyebabkan COX-2 makin banyak diproduksi, sehingga pada BPH produksi COX-2 akan semakin meningkat. Injeksi Phenylephrine (PE) secara subkutan yang dilarutkan dalam saline dengan variasi dosis secara subkutan pada mencit selama 4, 7, 14, dan 28 hari menunjukan perubahan yang dramatis mulai pada hari ke-7 setelah dimulainya penelitian dengan ditandai oleh penurunan jumlah acini. Dengan pemeriksaan mikroskop dengan pembesaran 40x terlihat pembesaran inti sel dan tersusun dalam susunan yang tidak lazim pada grup PE dibandingkan dengan grup kontrol. Respon histologi akibat injeksi PE dapat menyebabkan terjadinya perubahan histologis prostat yang terlihat pada penyakit BPH (Kim et al., 2009) Tanaman pacar air menurut penelitian sebelumnya diduga memiliki kandungan 5-ARI yang signifikan (Ishiguro et al., 2000). Senyawa 5-ARI tersebut dalam dunia kedokteran telah lama dipakai untuk mengobati pasien-pasien BPH, di samping itu tanaman pacar air memiliki kandungan flavonoid, quercetin, anthocyanin yang memiliki efek antioksidan, anti-inflamasi, dan antibiotik.

5 Berdasarkan semua uraian diatas maka dilakukan penelitian mengenai efek infusa batang tanaman pacar air terhadap kadar COX-2 pada mencit model BPH. 1.5.2 Hipotesis Penelitian Infusa batang tanaman pacar air menurunkan kadar COX-2 pada mencit model BPH. 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah prospektif eksperimental laboratorium sungguhan bersifat komparatif dengan Rancangan Acak Lengkap. Penurunan kadar COX-2 dinilai menggunakan metode ELISA.