TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

KULTUR ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID GANDA UNTUK MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU HENI SAFITRI

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Padi Gogo Pemuliaan Padi Tipe Baru

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA

Padi. Sistem budidaya padi, ada 4 macam

II. Tinjauan Pustaka. dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier

Pemuliaan Tanaman Serealia

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

TINJAUAN PUSTAKA. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Kedelai Hitam

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

Daya Kultur Antera Beberapa Persilangan Padi Gogo dan Padi Tipe Baru. Anther Culture Ability from Crossess Between Upland and New Plant Types of Rice

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan.

TINJUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hasanah (2007) padi merupakan tanaman yang termasuk genus

INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Morfologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Varietas Unggul Padi Sawah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

BAB I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

Perbaikan Varietas Padi melalui Kultur Anter

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

TINJAUAN PUSTAKA. Sub-famili : Papilionoidae. Sub-genus : Soja

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Syarat Tumbuh Tanaman Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

Transkripsi:

5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman serealia semusim. Secara taksonomi, padi termasuk dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledone, ordo Poales atau Glumiflorae, famili Gramineae atau Poaceae. Genus Oryza memiliki lebih dari 20 spesies, tetapi yang banyak dibudidayakan di lima benua adalah Oryza sativa L., sedangkan Oryza glaberrima Steud. hanya dibudidayakan terbatas di daerah Afrika Barat. Kedua spesies ini termasuk diploid (Gould 1968). Berdasarkan gambaran umum morfologi dan fisiologinya, Oryza sativa dibedakan menjadi tiga subspecies, yaitu indica, japonica dan javanica (Chang dan Bardenas 1965). Padi subspesies indica banyak ditanam di Sri Lanka, Cina bagian Selatan dan Tengah, India, Pakistan, Indonesia, Filipina, Taiwan dan negara-negara tropis lainnya, sedangkan subspesies japonica banyak ditanam di Cina, Korea dan Jepang. Padi subspesies javanica dapat dijumpai di daerah tertentu di Indonesia, diantaranya Jawa dan Sumatra sehingga disebut juga tropical japonica. Di Indonesia, subspesies javanica disebut sebagai padi bulu, sedangkan subspecies indica disebut sebagai padi cere. Pertumbuhan tanaman padi dibedakan dalam tiga fase, yaitu fase vegetatif, generatif dan pematangan. Fase vegetatif dimulai dari awal pertumbuhan sampai pembentukan malai, fase reproduktif dimulai dari pembentukan malai sampai pembungaan dan fase pematangan dimulai dari pembungaan sampai gabah matang. Di daerah tropis, fase generatif berlangsung 35 hari dan fase pematangan 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan dibedakan berdasar lamanya fase vegetatif (IRRI 2008). Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri dengan frekuensi penyerbukan silang kurang dari satu persen. Umur berbunga padi bervariasi tergantung genotipenya, pada umumnya berkisar 70-75 hari setelah benih ditabur. Bunga padi (spikelet) tersusun dalam rangkaian yang disebut malai. Bunga padi terdiri atas tangkai, bakal buah (ovary), lemma, palea, putik (pistil) dan benang sari (stamens). Pada pangkal bakal buah terdapat lodikula (lodicule) yang mengatur pembukaan lemma dan palea saat anthesis. Setiap bunga mempunyai satu putik

6 dan enam benang sari. Pada ujung benang sari terdapat kepala sari atau antera, merupakan bagian bunga jantan yang menghasilkan tepung sari (pollen) (IRRI 2004). Kondisi lingkungan seperti panjang hari, suhu dan air memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan morfologi tanaman. Air merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam proses evolusi tanaman. Padi dianggap sebagai tanaman budidaya yang memiliki karakter baik sebagai tanaman terrestrial maupun aquatik. Padi budidaya terdiferensiasi ke dalam beragam kultivar mulai dari padi rawa yang mampu tumbuh di kedalaman air 5-7 meter pada sebagian waktu siklus hidupnya sampai kultivar yang beradaptasi terhadap kondisi kering dimana sumber air hanya berasal dari hujan (Takahashi 1997). Padi Gogo dan Padi Tipe Baru Di Indonesia yang beriklim tropis, padi ditanam di seluruh daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (85-90 persen) dan sebagian kecil sebagai padi gogo. Padi sawah dapat ditanam pada musim hujan maupun musim kemarau, sedangkan padi gogo hanya ditanam pada musim hujan saja karena risiko kekeringan di musim kemarau. Budidaya padi sawah memerlukan kebutuhan air yang cukup dengan cara menggenangi pertanaman padi sedalam 5-25 cm pada hampir seluruh fase pertumbuhannya, sedangkan budidaya padi gogo tidak memerlukan kebutuhan air yang banyak sehingga penanamannya tidak perlu penggenangan (Taslim dan Fagi 1988). Umur genjah sangat penting pada budidaya padi gogo agar pertanaman dapat terhindar dari bahaya kekeringan (Harahap 1982). Kendala utama yang dihadapi pada budidaya padi gogo adalah produktivitasnya yang rendah yang disebabkan oleh kondisi lahan yang kurang subur, keracunan Al, defisiensi P, Ca dan Mg (Kaher 1993), gulma, serta kekeringan. Serangan hama lalat bibit (Atherigona exigua), penyakit blas (Pyricularia grisea Cav.) dan penyakit bercak daun coklat (Helminthosporium oryzae) juga dapat menurunkan produktivitas padi gogo (Alluri 1986; Kaher 1993; Lubis et al. 1993).

7 Mutu beras yang kurang baik mengakibatkan padi gogo tidak disukai oleh petani dan konsumen. Varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi, bermutu beras baik dan berumur genjah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kontribusi padi gogo terhadap padi nasional. Beras yang bermutu baik dan bertekstur nasi pulen lebih disukai oleh konsumen dan mempunyai harga jual yang lebih tinggi (Allidawati dan Kustianto 1993). Peningkatan potensi hasil suatu tanaman dapat dilakukan dengan memodifikasi tipe tanaman (Donald 1968). Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya genetik padi dengan cara pemuliaan yaitu persilangan dan seleksi. Modifikasi tipe tanaman padi yang tepat dapat menghasilkan genotipe dengan kemampuan menghasilkan bahan kering tanaman dan indeks panen yang tinggi. Indeks panen varietas unggul baru (VUB) sekitar 0.5 sehingga untuk menghasilkan 10 t/ha gabah kering giling VUB harus didapatkan tanaman yang mampu menghasilkan 20 t/ha bahan kering. Indeks panen dapat ditingkatkan menjadi 0.6 dan hasil bahan kering menjadi 22 t/ha melalui modifikasi tipe tanaman sehingga potensi hasil varietas padi dapat ditingkatkan menjadi 13 t/ha gabah kering giling (Khush 1995). IRRI telah merumuskan idiotipe tanaman padi sawah tipe baru (PTB) atau new plant type of rice (NPT) untuk meningkatkan potensi hasil padi. Pemuliaan padi tipe baru dimulai pada tahun 1989 di IRRI. Secara genetik, sifat PTB tidak berbeda dengan varietas inbrida yang sudah biasa ditanam petani, tetapi potensi produksinya lebih unggul karena dirakit dengan mengkombinasikan sifat khusus yang mendukung fotosintesis, pertumbuhan, dan produksi biji. Pada tahun 1993 dikembangkan galur PTB generasi pertama dengan menggunakan padi tropical japonica, tetapi PTB generasi pertama ini tidak memiliki hasil yang baik karena kurangnya produksi biomassa dan pengisian gabah yang kurang baik. PTB generasi pertama ini juga rentan terhadap hama dan penyakit serta mempunyai kualitas biji yang kurang baik sehingga galur-galur PTB generasi pertama tidak dapat dilepas sebagai kultivar, tetapi digunakan lagi sebagai bahan genetik pada program pemuliaan selanjutnya (Yang et al. 2007; Peng et al. 2008). Pengembangan PTB generasi kedua dimulai pada tahun 1995 dengan menyilangkan galur PTB generasi pertama (tropical japonica) dengan tetua

8 indica. Tetua indica meningkatkan jumlah anakan, menurunkan ukuran malai (jumlah gabah per malai), meningkatkan kualitas biji dan meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit galur-galur PTB generasi kedua. Meskipun demikian, galur-galur PTB generasi kedua ini ternyata belum meningkatkan potensi hasil padi sawah pada musim kemarau di daerah tropis (Yang et al. 2007; Peng et al. 2008). Peningkatan 10 persen potensi hasil padi sawah di daerah tropis dapat dilakukan dengan menggunakan PTB generasi kedua dengan target karakter antara lain: jumlah malai 330 per m 2 (anakan produktif 10-15 batang), jumlah gabah per malai >150 butir, 80 persen gabah bernas, berat biji kering 25 mg, tinggi tanaman sedang (80-100 cm), umur sedang (105-120 hari), daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua dan harus mampu mempertahankan kehijauannya atau lambat menua (delayed senescence), perakaran dalam, dan tahan terhadap hama dan penyakit utama (Peng et al. 2008). Di Indonesia, penelitian ke arah perakitan PTB telah dimulai sejak tahun 1995. Varietas PTB yang sudah dilepas adalah varietas perdana Fatmawati (akhir 2003) yang memiliki potensi produksi di atas 8.0 ton per ha (Abdullah et al., 2005). Fatmawati sebagai varietas PTB masih mempunyai beberapa kelemahan diantaranya persentase gabah hampa yang tinggi (>25 persen), kerontokan gabah yang sulit dan tidak tahan terhadap penyakit (blas dan hawar daun bakteri). Hal ini diduga akibat berbagai faktor seperti suhu, respirasi tinggi, dan sifat-sifat yang lain seperti daun cepat menua. Hasil penelitian yang dilakukan Limbongan (2008) menunjukkan bahwa salah satu penyebab tingginya kehampaan malai pada Fatmawati adalah tingginya dosis nitrogen dan kondisi cekaman suhu rendah (18 0 C). Program pemuliaan PTB terus dilakukan untuk mendapatkan galur-galur dengan sifat sesuai kriteria sehingga mempunyai potensi hasil yang lebih tinggi dibanding varietas unggul sebelumnya. Kultur Antera dalam Pemuliaan Tanaman Padi Varietas tanaman menyerbuk sendiri seperti padi terdiri atas genotipegenotipe yang homogen dan homozigos sehingga persilangan dapat dibuat dari dua genotipe yang berbeda. Hasil rekombinasi sifat-sifat yang diinginkan dari

9 genom tetua yang disilangkan diseleksi pada generasi bersegregasi, dilanjutkan dengan penyerbukan sendiri 6-10 kali generasi untuk fiksasi gen sehingga diperoleh galur murni homozigos. Hal ini mengakibatkan pembentukan varietas memerlukan waktu yang lama (Dewi dan Purwoko 2001). Perkembangan bioteknologi di negara maju mendorong Indonesia untuk memanfaatkannya dalam pembangunan pertanian, misalnya dalam upaya perbaikan kultivar padi. Teknik aplikasi kultur antera tampaknya memberi harapan untuk membantu program pemuliaan padi. Pada tanaman padi, induksi haploid melalui kultur antera merupakan metode yang paling sederhana dan mudah dilaksanakan dibandingkan dengan kultur pollen dan kultur ovule/ovary (Zapata 1990). Teknik kultur antera memiliki beberapa keuntungan, yaitu (a) memperpendek siklus pemuliaan dengan diperolehnya homozigositas secara cepat, (b) menambah efisiensi seleksi, (c) memperluas variabilitas genetik melalui produksi variasi gametoklonal, (d) mempercepat terekspresinya gen resesif, (e) menyediakan sumber benih homozigos, dan (f) menghemat waktu, biaya dan tenaga (Fehr 1987; Zapata 1990; Dewi et al. 1996; Masyhudi 1997; Kim and Baenziger 2005). Teknik kultur antera juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu: (a) pelaksanaan teknik kultur antera memerlukan peralatan dan personil khusus, (b) regenerasi tanaman hijau rendah, karena dihasilkan tanaman albino di samping tidak semua genotipe responsif terhadap kultur antera, (c) beragamnya ploidi tanaman yang dihasilkan, (d) frekuensi haploid tidak dapat diprediksi dalam populasi, dan (e) penampilan galur inbred turunan haploid ganda mungkin lebih inferior dibanding penampilan galur inbred hasil pemuliaan konvensional (Callegarin et al. 1994; Dewi et al. 1996; Masyhudi et al. 1997; Somantri et al. 2003). Tanaman albino yang dihasilkan pada kultur anter serealia merupakan salah satu kendala bagi para peneliti kultur antera dan kultur mikrospora. Tanaman albino merupakan tanaman yang berwarna putih akibat tidak terbentuknya klorofil pada bagian tajuk sehingga hampir semua tanaman albino adalah lethal. Beberapa faktor yang menyebabkan albino antara lain faktor genotipe, fase perkembangan

10 mikrospora, suhu kultur dan praperlakuan sebelum antera dikulturkan. Tanaman albino hasil kultur antera padi disebabkan karena hilangnya sebagian besar produk gen plastid antara lain 23s dan 16s rrna (Jahne dan Lorz 1995). Menurut Bhojwani dan Razdan (1996), albino pada padi disebabkan oleh kegagalan proplastid berkembang secara normal menjadi kloroplast, tidak terbentuk grana dan kurangnya ribosom. Regenerasi tanaman albino merupakan hal yang spesifik pada kultur antera karena hanya sedikit tanaman albino yang dihasilkan dari regenerasi sel somatik. Regenerasi tanaman albino pada kultur antera padi dikendalikan oleh gen inti (Jahne dan Lorz 1995; Yamagishi 2002). Analisis QTL (Quantitative Trait Loci) menunjukkan bahwa satu QTL pada kromosom 10 mengendalikan frekuensi tanaman albino dan satu QTL pada kromosom 9 menyebabkan regenerasi tanaman albino (Yamagishi 2002). Tanaman haploid ganda pada kultur antera diperoleh secara spontan. Penggandaan kromosom secara spontan diduga terjadi selama kultur kalus embriogenik (Fu et al. 2008). Pembentukan tanaman haploid ganda secara spontan pada kultur antera sangat menguntungkan karena tidak perlu menggandakan kromosom tanaman haploid. Karakter tanaman haploid ganda yang dihasilkan secara spontan dengan kultur antera akan tetap stabil dari generasi ke generasi. Tanaman haploid ganda secara genetik identik dari generasi ke generasi sehingga seleksi dapat dilakukan pada generasi tanaman (DH1) yang berasal dari generasi awal (DH0) hasil kultur antera (Hu 1988; Zhang 1989; Sasmita 2006). Karakter agronomi seperti hasil dan kualitas biji serta toleransi terhadap cekaman biotik dan abiotik dikendalikan oleh gen mayor sehingga genotipe haploid ganda dapat segera dievaluasi pada generasi awal, yaitu DH1 dan DH2 (Fehr 1987; Chung 1992). Penggunaan teknik kultur antera akan menghasilkan tanaman melalui proses androgenesis atau embriogenesis tidak langsung, yaitu kaulogenesis yang terdiri atas tahap induksi butir tepung sari menjadi embrioid atau kalus dan tahap diferensiasi kalus menjadi tanaman kecil (plantlet). Tanaman haploid ganda dapat diperoleh secara spontan dari kultur atau diinduksi dari tanaman haploid melalui pemangkasan (ratooning) ditambah pemberian kolkisin 0.1-0.3 persen (Chung

11 1992; Dewi 2003; Dewi et al. 2007). Tanaman haploid ganda dengan keragaman genetik tinggi dapat diperoleh dari sumber antera yang berasal dari tanaman F1 atau F2 yang sudah diseleksi (Poehlman dan Sleper 1995; Dewi dan Purwoko 2001; Dewi et al. 2007). Teknik kultur antera dapat mempercepat pembentukan galur homozigos tanaman padi. Galur murni dapat diseleksi dari populasi haploid ganda yang homogen dan homozigos. Hasil rekombinasi dari persilangan difiksasi melalui kultur antera sehingga galur-galur harapan homozigos dapat lebih cepat diseleksi berdasarkan keunggulan sifat-sifat agronominya. Populasi tanaman yang diseleksi juga akan lebih sedikit. Populasi haploid ganda minimum yang diperlukan untuk evaluasi bervariasi tergantung dari jumlah gen untuk seleksi. Jika perbedaan pada tetua persilangan adalah sejumlah n gen dan diasumsikan tidak ada pautan, maka minimum sebanyak 2 n tanaman harus ditanam agar semua genotipe homozigos dapat terwakili, sedangkan dengan pemuliaan konvensional diperlukan sebanyak 4 n tanaman (Dewi dan Purwoko 2001). Makin banyak gen yang mengontrol karakter yang diinginkan maka jumlah individu materi populasi untuk bahan seleksi akan semakin besar (Somantri et al. 2003). Keberhasilan kultur antera dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu genotipe tanaman, fase pembentukan mikrospora pada saat antera diambil, praperlakuan antera sebelum dikulturkan, komposisi media, kondisi tumbuh lingkungan tanaman yang akan diambil anteranya dan lingkungan pada saat pengambilan sampel malai (Chu 1978; Gupta dan Borthakur 1987; Cowen et al. 1992; Raina dan Zapata 1997; Lee et al. 2004). Genotipe tanaman mempunyai respon yang berbeda dalam menginduksi kalus dan regenerasi tanaman. Secara umum kultivar padi Japonica memberikan respon kultur antera lebih baik dibanding kultvar indica. Respon genotipe pada kultur antera padi membentuk pola sebagai berikut: japonica/japonica > japonica > indica/japonica > indica/indica > indica (Yan et al. 1996). Kultur antera hibrida F1 menghasilkan respon lebih baik dibanding tetua inbred yang digunakan (Chen 1983; Callegarin et al. 1994). Tahap perkembangan butir tepung sari pada saat antera dikulturkan merupakan saat paling kritis dalam keberhasilan kultur antera. Tahap tepung sari

12 yang optimum untuk kultur antera adalah pada tahap pertengahan uninukleat (mid-uninucleate), sebelum atau sesudah tahap tersebut akan memberikan penurunan respon yang nyata (Chung 1992). Perlakuan awal (pretreatment) terhadap malai padi sebelum antera dikulturkan dapat mempengarui frekuensi induksi kalus. Perlakuan suhu dingin dapat memperlambat senescence dan memberikan waktu yang cukup terhadap dinding antera untuk memelihara mikrospora yang berkembang di dalamnya. Perlakuan suhu dingin sebelum antera dikulturkan terbukti efektif meningkatkan induksi kalus embriogenik (Fu et al. 2008). Menurut Dewi et al. (1994), perlakuan suhu dingin bertujuan untuk menyeragamkan stadia polen sehingga dinding antera dapat mendukung perkembangan polen menjadi kalus. Media kultur merupakan faktor penting dalam keberhasilan kultur antera padi. Media berperan menyediakan hara lengkap yaitu unsur makro, unsur mikro, karbohidrat, asam amino, vitamin dan zat pengatur tumbuh yang diperlukan dalam proses induksi kalus maupun regenerasi tanaman. Media N6 terbukti paling sesuai dalam menginduksi kalus pada kultur antera padi (Chu 1978), sedangkan untuk regenerasi tanaman hijau digunakan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Dewi et al. (1994) melaporkan bahwa media N6 dan modifikasinya dapat digunakan untuk induksi kalus dan regenerasi tanaman hijau pada kultur antera padi subspesies indica dan hasil persilangannya. Poliamin merupakan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan dalam media kultur antera yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Poliamin yang umum ditemukan pada tanaman adalah putresin (butan-1, 4- diamin), spermidin [(N-3-aminopropil) butan-1, 4-diamin] dan spermin [NN -bis- (3-aminopropil) butan-1, 4-diamin]. Santos et al. (1996) menyatakan bahwa poliamin berperan dalam morfogenesis polen jagung pada teknik in vitro sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan mikrospora serta regenerasi tanaman tersebut. Dewi et al. (2004, 2007) melaporkan bahwa penambahan poliamin putresin 10-3 M pada media induksi kalus dan regenerasi dapat meningkatkan jumlah kalus yang diinduksi dari mikrospora dan regenerasi tanaman hijau dari kalus tersebut. Aplikasi putresin 10-3 M pada kultur antera padi

13 subspecies indica juga telah berhasil meregenerasikan tanaman hijau yang biasanya sukar atau rekalsitran in-vitro. Masyhudi (1994) menyatakan bahwa kondisi gelap diperlukan dalam induksi kalus dengan tujuan menghindari proses fotosintesis sehingga polen androgenik membelah dan membentuk kalus. Regenerasi tanaman memerlukan kondisi sebaliknya, ruang terang dengan cahaya kuat (1000-3000 lux) diperlukan agar kalus dapat tumbuh dan berfotosintess menjadi tanaman. Kultur antera padi juga memerlukan suhu ruang yang stabil, yaitu 25 ± 2 0 C. Metode kultur antera telah lama digunakan pada pemuliaan padi dalam rangka mempercepat proses perakitan varietas karena dapat mengefisienkan siklus seleksi (Dewi et al. 1994). Metode kultur antera dalam pemuliaan tanaman padi telah berhasil mendapatkan varietas unggul di negara-negara produsen padi antara lain Cina dan Korea (Chung 1992). Kultivar Hua Yu no. 1 dapat menghasilkan 7.5 ton/ha gabah kering giling (GKG) di Cina. Sementara di Korea telah dihasilkan beberapa varietas melalui kultur antera diantaranya Hwaseongbyeo (1985), Hwacheongbyo (1986), Hwajinbyeo (1988) dan Hwayeongbyeo (1991). Teknik kultur antera juga digunakan pada pemuliaan padi di Italia untuk mendapatkan varietas padi yang memiliki bentuk beras panjang dan ramping, kering dan tidak lengket setelah dimasak (Callegarin et al. 1994). Perakitan varietas unggul baru melalui teknik kultur antera diharapkan dapat menunjang keberhasilan pemuliaan padi di Indonesia, khususnya padi gogo.