BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH, PEMBIAYAAN SYARIAH, DAN JAMINAN 2.1 Bank Syariah 2.1.1 Pengaturan Bank Syariah Pada periode Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ini diperkenalkan dengan istilah bagi hasil dalam sistem perbankan Indonesia. Istilah bagi hasil dalam Undang-Undang ini terdapat pada Pasal 1 ayat 12, Pasal 6 butir m dan Pasal 13 butir o. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ini belum menjelaskan pengertian bagi hasil dan pengertian bagi hasil itu dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksana dari UU ini. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil terdapat pada Pasal 2. Untuk meyakini bahwa dalam melakukan kegiatan usaha bank itu sesuai dengan syariat islam, PP Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil memperkenalkan istilah Dewan Pengawas Syariah sebagai pengontrol aktivitas perbankan dengan prinsip bagi hasil ini. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 merupakan ketentuan yang memberikan landasan hukum yang kuat terhadap pengembangan system perbankan syariah di Indonesia. Hal inilah yang merupakan suatu perubahan yang signifikan terhadap UU Perbankan sebelumnya. Dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 istilah Perbankan Syariah masih belum dinyatakan secara eksplisit, melainkan hanya dinyatakan 17
dengan menggunakan istilah bank dengan prinsip bagi hasil, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 13. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta peraturan pelaksanaanya, maka Indonesia telah memasuki periode baru yaitu periode perkembangan sistem perbankan syariah dengan munculnya bank-bank syariah baru. Salah satu prinsip yang dipegang dalam pengaturan tentang bank syariah dalam Undang-Undang ini adalah bahwa prinsip syariah merupakan suatu prinsip dalam menjalankan kegiatam usaha bank. Perbankan syariah memiliki kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional, oleh karenanya pengaturan mengenai perbankan syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu Undang-Undang tersendiri. 1 Maka dari itu dibentuklah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Perturan terkait bank syariah juga terdapat pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/13/Pbi/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/Pbi/2009 Tentang Bank Umum Syariah. 2.1.2 Pengertian Bank Syariah Bank syariah merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah islam. Didalam operasinya bank syariah mengikuti aturan al-quran- hadits 1 Neni Sri Imaniyati,2013, Perbankan Syariah dalam Perspektif Hukum Ekonomi, Mandar Maju,Bandung,h.29 18
dan regulasi dari perintah. Sesuai dengan perintah dan larangan syariah, maka praktik-praktik yang mengandung unsur riba dihindari, sedangkan yang diikuti adalah praktik-praktik bisnis yang dilakukan di zaman rasulullah. Perbedaan pokok antara bank syariah dengan bank konvensional adalah adanya larangan riba (bunga) bagi bank syariah. Riba dilarang sedangkan jual beli (al abai) dihalalkan. Ini berarti membayar dan menerima bunga atas uang yang dipinjam/ dipinjamkan adalah dilarang.dalam operasionalnya,baik dalam kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat maupun dalam penyaluran dana kepada masyarakat, bank syariah tidak memperhitungkan bunga tetapi berdasarkan prinsip jual beli dan bagi hasil. 2 Bank syariah terdiri dari dua kata yaitu bank dan syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yaitu pihak berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. 3 Penggabungan kedua kata dimaksud, menjadi bank syariah. Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. Selain itu bank syariah biasa disebut Islamic banking atau interest fee banking, yaitu suatu sistem 2 Martono, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Ekonisia, Yogyakarta,h.94 3 Zainudin Ali,2010, Hukum Perbankan Syariah,Sinar Grafika, Jakarta,h.1 19
perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga ( riba ), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian (gharar). 4 Pengertian bank dalam islam atau bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak bergantung pada bunga. Pada definisi lain, perbankan syariah ialah lembaga perbankan yang selaras dengan system dan etos islam. Dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan syariat islam ( al-quran dan Hadis Nabi saw ) dan menggunakan kaidah-kaidah fiqh. 5 Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa pengertian bank syariah tidak jauh berbeda dengan pengertian bank pada umumnya. Perbedaan diantara keduanya, hanya terletak pada asas operasional yang digunakan. Bank syariah beroperasi berdasarkan asas bagi hasil dan bank konvensional beroperasi berdasarkan sistem bunga. 21.3 Produk Bank Syariah Produk bank syariah pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, produk penghimpunan dana (funding), produk penyaluran dana (financing), dan produk jasa (service). 1. Produk Perbankan Syariah di Bidang Penghimpunan Dana 4 Ibid,h.2 5 SyukriIska,2012, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia dalam Perspektif Fikih Ekonomi, Fjar Media Press, Yogyakarta,h.50 20
Penghimpunan dana dalam bank syariah dapat diwujudkan baik dalam bentuk simpanan maupun investasi. Pada prinsipnya proses penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh perbankan syariah sama dengan perbankan konvensional, artinya dalam sistem perbankan syariah dikenal produk-produk berupa giro (demand deposit), tabungan (saving deposit), deposito (time deposit) sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat. Perbedaannya adalah bahwa dalam sistem perbankan syariah tidak dikenal adanya bunga sebagai kontraprestasi terhadap nasabah deposan, melainkan melalui mekanisme bagi hasil dan bonus yang bergantung pada jenis produk apa yang dipilih oleh nasabah. Penghimpunan dana dalam bentuk simpanan wujudnya berupa giro syariah, dan tabungan syariah. Sedangkan penghimpunan dana dalam bentuk investasi wujudnya berupa deposito syariah, juga berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 6 2. Produk Perbankan Syariah di Bidang Penyaluran Dana Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu : a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Transaksi jual beli 6 Khotibul Umam,2011, Legislasi Fikih Ekonomi dan Penerapannya dalam Produk Perbankan Syariah di Indonesia, BPFE,Yogyakarta,h.83 21
dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut : - Pembiayaan Murabahah, adalah suatu perjanjian antara bank degan nasabah dalam bentuk pembiayaan pembelian atas suatu barang yang dibutuhkan oleh nasabah. - Pembiayaan Salam, adalah jual beli dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh. - Pembiayaan Istishna, adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan. 7 b. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa ( Ijarah) Pembiayaan yang objeknya dapat berupa jasa. Pada jenis pembiayaan ini menggunakan dua akad yakni akad ijarah dan akad ijarah muntahiya bittamlik. Ijarah adalah sewa menyewa atas jasa suatu barang antara pemilik objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik objek sewa. 8 7 Khotibul Umam,2016, Perbankan Syariah Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta,h.103 8 Ibid,h.122 22
c. Produk Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil - Pembiayaan Musyarakah, adalah penanaman dana dari pemilik dana untuk mencampurkan dana mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana berdasarkan dana masing-masing. - Pembiayaan Mudharabah, adalah penanaman dana dari pemilik dana kepada pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi antara kedua pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati. 9 3. Produk Perbankan Syariah di Bidang Jasa Selain menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang mempunyai dana,bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut diantaranya : a. Sharf ( Jual Beli Valuta Asing ) Perjanjian jual beli suatu Valuta dengan Valuta lainnya. Pendapat lain mengatakan bahwa sharf adalah transaksi pertukaran antara emas dengan perak atau pertukaran valuta asing, dimana mata uang 9 Ibid,h.131 23
asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau dengan mata uang asing lainnya. b. Hiwalah Pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang yang wajib menganggungnya. Dalam islam merupakan pemindahan beban utang dari orang yang berutang menjadi tanggungan atau orang yang berkewajiban membayar utang. c. Kafalah Kafalah menurut bahasa adalah mengumpulkan, menanggung atau menjamin. Secara terminology kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh kafiil ( penanggung) kepada pihak ketiga atas kewajiban / prestasi yang harus ditunaikan pihak kedua (tertanggung). d. Wakalah ( Pemberian Kuasa) Suatu perjanjian dimana seseorang menyerahkan suatu wewenang kepada seseorang yang lain untuk menyelenggarakan sesuatu urusan dan orang lain tersebut menerimanya, dan melaksanakannya untuk dan atas nama pemberi kuasa. 10 1.1 Pembiayaan Syariah 10 Ibid,h.155 24
Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan selain melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat, ia juga akan menyalurkan dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Istilah kredit banyak dipakai dalam perbankan konvensional yang berbasis pada bunga (interest based), sedangkan dalam perbankan syariah lebih dikenal dengan istilah pembiayaan (financing) yang berbasis pada keuntungan riil yang dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing). 2.2.1 Pengertian Pembiayaan Pembiayaan merupakan aktifitas bank syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Penerima pembiayaan mendapat kepercayaan dari pemberi pembiayaan, sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan. 11 Pembiayaan yang diberikan kepada bank syariah berbeda dengan kredit yang diberikan oleh bank konvensional. Dalam perbankan syariah, return atas pembiayaan tidak dalam bentuk bunga, akan tetapi dalam bentuk lain sesuai dengan akad-akad yang disediakan dibank syariah. Dalam perbankan syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena bank syariah memiliki skema yang berbeda dengan bank konvensional dalam menyalurkan 11 Ismail, 2011, Perbankan Syariah, Kencana, Jakarta,h.106 25
dananya kepada pihak yang membutuhkan. Bank syariah menyalurkan dananya kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan. 12 Sifat pembiayaan bukan merupakan utang piutang, tetapi merupakan investasi yang diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan usaha. Menurut Undang-Undang Perbankan Pasal 1 angka 12, Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pada perbankan syariah, pembiayaan yang diberikan kepada pihak pengguna dana berdasarkan prinsip syariah dan aturan yang digunakan yaitu hukum islam. 1.1.2 Unsur-unsur Pembiayaan Bank syariah merupakan badan usaha yang memberikan pembiayaan atau penggunaan kepada pihak lain yang membutuhkan dana. Pihak-pihak yang mendapatkan pembiayaan atau penggunaan dana tersebut yaitu mitra usaha. Bank syariah dalam proses pembiayaan memiliki unsur-unsur seperti kepercayaan kepada pihak yang menerima pembiayaan bahwa mitra akan memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana bank syariah sesuai dengan jangka waktu tertentu yang diperjanjikan. Selain itu terdapat juga akad yang merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan antara bank dan pihak nasabah. Selanjutnya, pada setiap dana yang disalurkan/ diinvestasikan oleh bank syariah 12 Ibid,h.107 26
selalu mengandung resiko tidak kembalinya dana. Resiko pembiayaan merupakan kemungkinan kerugian yang akan timbul karena dana yang disalurkan tidak dapat kembali. Jangka waktu sebagai unsur pembiayaan bank syariah merupakan periode waktu yang diperlukan oleh nasabah untuk membayar kembali pembiayaan yang telah diberikan oleh bank syariah, serta unsur balas jasa sebagai balas jasa atas dana yang disalurkan oleh bank syariah, maka nasabah membayar sejumlah tertentu sesuai dengan akad yang telah disepakati antara bank dan nasabah. 1.1.3 Sistem Pembiayaan Praktek pembiayaan bank syariah mempunyai sebuah system yang harus diikuti ketentuan yang digariskan dalam Undang-Undang Perbankan yakni harus berpedoman pada prinsip syariah yaitu prinsip mudharabah, prinsip musyarakah, prinsip murabahah dan prinsip ijarah. 13 Sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut sudut pandang yuridis adalah sebagai berikut : 1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip musyarakah. 2. Pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip murabahah, prinsip istishna, dan prinsip as-salam. 13 Gemala Dewi,2007, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Cet.4, Kencana, Jakarta,h.80 27
3. Pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan prinsip ijarah dan sewa dengan hak opsi. 14 1.3 Jaminan 1.3.1 Pengertian Jaminan Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit maupun pembiayaan dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting. Dengan melihat ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (dalam penjelasan) apabila unsur-unsur lain telah dapat meyakinkan pihak bank atas kemampuan debitur maka jaminan cukup hanya berupa jaminan pokok saja dan bank tidak wajib meminta jaminan tambahan. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa belanda, yaitu zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhi tagihannya, disamping pertanggung jawab secara umum debitur terhadap barang-barangnya. 15 Jaminan merupakan sesuatu yang dapat dinilai dengan uang yang ditunjuk oleh debitur atau penerima kredit untuk melunasi hutangnya kepada kreditur. Beberapa perumusan atau definisi tentang jaminan dikemukakan oleh beberapa pakar hukum, antara lain sebagai berikut : 14 Ahmad Supriyadi, Sistem Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah, 22 april 2011,URL:http://journal.uii.ac.id/index.php/JHI/article/viewFile/2785/2536, diakses pada tanggal 30 agustus 2016. 15 Salim HS, 2005,Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Edisi II, Raja Grafindo Persada, Jakarta,hlm.23 28
a. Mariam Darus Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. b. Thomas Suyatno ahli perbankan menyatakan bahwa jaminan adalah penyerahan kekayaan atau kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang. c. Hartono Hadisaputro menyatakan bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewaiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 16 Perjanjian jaminan mempunyai sifat accessoir, yaitu perjanjian tambahan yang tergantung pada perjanjian pokoknya. Perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam atau hutang piutang yang diikuti dengan perjanjian tambahan sebagai jaminan. Sifat accessoir dari hak jaminan dapat menimbulkan akibat hukum sebagai berikut : 17 a. Adanya dan hapusnya perjanjian tambahan tergantung pada perjanjian pokok. b. Jika perjanjian pokoknya batal, maka perjanjian tambahan juga batal. c. Jika perjanjian pokok beralih, maka perjanjian tambahan ikut beralih. 1.3.2 Manfaat Jaminan 16 Hasbullah dan frieda Husni,2002, Hukum Kebendaan Perdata: Hak-hak Yang Memberi Kenikmatan, Jilid I Cet 2, Ind-Hill.Co,Jakarta,Hal.5-6 17 Ibid,hal.6-7 29
Jaminan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Keberadaan lembaga jaminan dapat memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur. Manfaat bagi kreditur adalah a. Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup. b. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bungan dari debitur. 18 Sedangkan manfaat benda jaminan bagi debitur adalah a. Dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya (adanya kepastian dalam berusaha) b. Memberikan kepastian bagi debitur untuk mengembalikan pokok kredit dan bunga yang ditentukan. Dalam ketentuan pasal 8 ayat 1 Undang-undang Perbankan mengemukakan, dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan. Selanjutnya dalam penjelasan pasal ini disebutkan kredit adalah pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. 19 18 Salim HS,2005, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia,edisi II, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.28 19 Sentosa Sembiring,2008, Hukum Perbankan, Cet 2, Mandar Maju, Bandung, hlm 69-70 30
Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang sangat penting yang harus diperhatikan bank. 2.3.3 Bentuk Jaminan Jaminan dapat dibedakan atas jaminan umum dab jaminan khusus. Petunjuk yang dapat dipakai dalam menentukan rumusan jaminan adalah Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Pasal 1131 KUHPerdata mencerminkan jaminan umum sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata disamping kelanjutan dan penyempurnaan Pasal 1131 yang menegaskan persamaan dan kedudukan para kreditur juga mengatur kemungkinan diadakannya suatu jaminan khusus apabila diantara para kreditur terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan, yang dapat terjadi karena ketentuan Undang-undang maupun karena diperjanjikan. 20 a. Jaminan Umum Dalam jaminan yang bersifat umum ini semua kreditur mempunyai kedudukan yang sama terhadap kreditur-kreditur lain, tidak ada kreditur yang diutamakan atau diistimewakan dari kreditur-kreditur lain. Pelunasan utangnya dibagi secara seimbang berdasarkan besar kecilnya jumlah tagihan masing-masing kreditur dibandingkan dengan jumlah keseluruhan utang debitur, namun Pasal 1132 memberikan kemungkinan pengecualian adanya kedudukan diutamakan 20 Hasbullah, op.cit, h.8 31
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain, yaitu pemegang hak privilege, gadai, dan hipotik. Hal ini berarti kedudukan para kreditur ditentukan oleh jenis jaminan yang dipegangnya. Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur. 21 b. Jaminan Khusus Jaminan khusus timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditur dan debitur yang dapat bersifat jaminan kebendaan ataupun yang bersifat perorangan. Jaminan khusus diadakan untuk mengatasi kelemahankelemahan yang ada pada jaminan umum, untuk itu kreditur memerlukan adanya benda-benda tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan piutangnya dan itu hanya berlaku bagi kreditur tersebut. Sehingga kreditur yang bersangkutan mempunyai kedudukan yang diutamakan atau didahulukan daripada kreditur lain. 22 21 Rachmadi Usman,2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia,Cet II,Gramedia Pustaka Utama,Jakarta,h.287-288 22 Salim HS,op.cit.h.30 32