BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan dan binatang yang hidup di dalamnya terancam punah. Selain itu, masih banyak manusia yang menggantungkan hidupnya dari hutan juga ikut terancam. Menurut data Departemen Kehutanan RI tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi (perusakan hutan / penggundulan hutan) dalam 5 tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini berjalan terus, maka kerusakan hutan juga menimbulkan dampak yang luas terhadap perekonomian. Selain berdampak pada perekonomian juga menimbulkan dampak bencana alam seperti tanah longsor maupun bencana banjir. Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumber daya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat. Hutan rakyat di Indonesia pada umumnya dikembangkan pada lahan milik masyarakat. Dalam banyak contoh di daerah-daerah Indonesia, hutan rakyat banyak berhasil dikembangkan oleh masyarakat sendiri. Demikian pula halnya dengan sumbangan produksi kayu dari hutan rakyat di banyak tempat di Jawa sudah menunjukkan hasil yang sangat nyata. Banyak upaya yang 1
sudah dilakukan untuk mendorong perkembangan hutan rakyat di Indonesia antara lain melalui program penghijauan dan program swadaya masyarakat. Beberapa tahun terakhir keberadaan hutan rakyat mendapat perhatian yang sangat serius dari berbagai pihak di indonesia. Kecenderungan tersebut sangat menarik karena dirasakan mulai ada recognisi yang jelas terhadap status dan peran hutan rakyat di tengah-tengah kurang keberhasilannya sistem pengelolaan hutan yang diterapkan di Jawa dan luar Jawa. Maraknya upaya-upaya LSM dan Perguruan Tinggi mengangkat sistem pengelolaan hutan yang lestari dengan nama community forestry yaitu kehutanan masyarakat atau Sistem Hutan Kerakyatan (SHK) di luar Jawa adalah pertanda bahwa rakyat sudah memiliki sistem sendiri dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan lestari di daerah masing-masing. Pada masa orde baru, sistem ekonomi rakyat masih diabaikan, tetapi kolongmerasi yang membawa kehancuran ekonomi Indonesia di puja-puja sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kenyataan yang ada ternyata semua itu untuk kesejahteraan orang tertentu dan golongan tertentu saja, sedangkan rakyat tetap left behind, hutang luar negeri bertumpuk, bisnis bank hancur dan hutan hujan tropis di Indonesia juga hancur. Hutan di Jawa sedang mengalami proses penghancuran tersebut dengan indikatornya penjarahan dan penurunan potensi hutan jati. Ada beberapa hal yang dapat memberi penjelasan mengapa hutan rakyat di Jawa pada umumnya dan di Jawa Tengah pada khususnya menjadi penting peranannya yaitu : bagi rakyat memiliki 2
hutan rakyat berarti mereka memiliki tabungan untuk memenuhi kepentingan jangka menengah dan jangka panjang (pendidikan, khitanan, sekolah, kayu bakar atau untuk membangun rumah). Struktur tajuk hutan rakyat yang beragam, biodiversitas yang tinggi telah memposisikan hutan rakyat sebagai hutan yang stabil ekosistemnya dan relatif tidak terserang hama penyakit. Keberadaan hutan rakyat dapat mengurangi laju erosi dan mampu melindungi aneka tanaman pertanian yang ada di sekitarnya. Hutan rakyat telah menyumbang kebutuhan produksi kayu di Jawa. Dengan adanya hutan rakyat maka total hutan secara fisik di Jawa dan Jawa Tengah semakin luas, dan permintaan kayu yang tinggi telah membuka peluang bisnis kayu dari hutan rakyat memiliki prospek yang baik. Arti hutan rakyat menurut masyarakat dan melihat lokasi hutan rakyat tersebut maka hutan rakyat yang berada di Gunungkidul terletak di lahan pekarangan dan tegalan. Pekarangan merupakan satu hamparan dan sistem penggunaan lahan yang terletak di sekitar tempat tinggal petani. Dengan demikian maka pekarangan tersebut dijadikan sebagai tumpuan sumber kehidupan bagi pemiliknya karena dapat dijadikan cadangan atau bank bagi keberlangsungan hidup keluarga petani. Masalah yang berkaitan dengan pengembangan hutan rakyat antara lain : pengembangan potensi tegakan hutan rakyat, peningkatan pemanfaatan hasil, tata niaga hasil hutan rakyat, kelembagaan hutan rakyat, serta monitoring dan evaluasi hutan rakyat. Berdasarkan informasi tersebut masalah yang paling kompleks yaitu masalah tata niaga hasil hutan rakyat. Dalam kegiatan tata niaga hutan rakyat masalah 3
dan tantangan yang paling mendapatkan perhatian adalah lemahnya posisi tawar menawar petani dalam menentukan harga. Pada umumnya petani memerlukan dana untuk kebutuhan yang mendesak, sehingga petani menawarkan pohon dengan harga murah. Tata niaga penjualan kayu dari rakyat cenderung di monopoli oleh pedagang yang sengaja datang ke desa-desa, sedikit sekali petani yang mencari pedagang untuk menjual kayunya. Namun demikian banyak tempat dijumpai juga pedagang kayu tingkat desa yang biasa menerima penjualan kayu dari hutan rakyat. Umumnya harga yang diterima oleh petani jauh dibawah harga ditingkat kabupaten atau provinsi. Para petani menjual pohon tersebut kepada pedagang dengan harga yang relatif rendah dikarenakan biaya pemanenan pohon yang mahal. Petani tidak memiliki alat untuk menebang dan minimnya petani yang memiliki pengetahuan tentang rantai tata niaga sehingga petani hanya menerima uang bersih saja. Kegiatan pemanenan sampai kayu kelokasi Tpn pedagang dilakukan oleh pedagang itu sendiri. B. Perumusan Masalah Tata niaga pedagangan hutan rakyat merupakan masalah yang berkaitan dengan pengembangan hutan rakyat. Rendahnya pengetahuan rakyat tentang alur penjualan kayu dan tingginya biaya dalam pemanenan kayu menjadi alasan petani untuk menjual pohonnya kepada pedagang dengan harga rendah sehingga pemanenan pohon di hutan rakyat dilakukan oleh pedagang kayu. Dengan melihat kenyataan 4
yang ada maka dalam pengamatan kali ini akan dilakukan Analisa biaya pemanenan kayu rakyat (Studi kasus di Desa Katongan Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogayakarta. C. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mempunyai ruang lingkup yang terbatas pada kegiatan penebangan dan pembagian batang serta analisis biaya penebangan. Penelitian yang dilaksanakan di hutan rakyat Gunungkidul ini sebagai studi kasus untuk menganalisa biaya pemanenan kayu rakyat. D. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui besarnya biaya penebangan pada hutan rakyat di Gunungkidul. 2. Untuk mengetahui jumlah tenaga kerja, jumlah peralatan serta penyerapan tenaga kerja pada kegiatan penebangan di hutan rakyat Gunungkidul. 3. Untuk mengetahui rata-rata volume penebangan pohon di hutan rakyat. 4. Untuk mengetahui cara kerja pemanenan kayu hutan rakyat. 5
E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat pada: 1. Peneliti/akademisi untuk mengetahui besar biaya pemanenan per meter kubik, sehingga dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang 2. Pedagang sebagai bahan referensi untuk memperhitungan biaya pemanenan sehingga pada saat proses tawar menawar dilakukan tidak rugi. 3. Petani agar tidak dirugikan karena alasan pertimbangan biaya pemanenan kayu yang tinggi seingga harga kayu menjadi direndahkan oleh pedagang kayu 4. Pemerintah yaitu peluang untuk bekerjasama dengan petani dengan cara pemberiaan bibit kepada petani dengan kesepakatan petani menjual kayu/pohon tersebut ke pemerintah dengan harga yang sesuai pasar. 6