LAPORAN T AHUNAN SKIM : HIBAH BERSAING

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK MORFOLOGI ISOLAT FUSARIUM PENYEBAB PENYAKIT BUSUK UMBI BAWANG MERAH. Hasanuddin 1 dan Rosmayati 1

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

PENYIAPAN BENIH. : Pengenalan Varietas Bawang Putih

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

SKRIPSI. Oleh : AGUNG DHARMAWAN PUTRA NPM : Kepada

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

disukai masyarakat luas karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dalam kondisi aseptik secara in vitro (Yusnita, 2010). Pengembangan anggrek

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN KERING

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pengembangan usaha agribisnis hortikultura termasuk komoditas sayuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. satu diantara tiga anggota Allium yang paling populer dan mempunyai nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan gandum (Samadi, 1997). Mengacu pada program pemerintah akan

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

SEKILAS BERBURU BAWANG MERAH DI PULAU SAMOSIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

I II. Lampiran 1. Bagan Penelitian. 20 cm 75 cm. 20 cm. 50 cm. Keterangan : = tanaman bawang merah di dalam polibag. = ulangan pertama = ulangan kedua

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak. dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Blok I Blok II Blok III 30 cm

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Bahan

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. pokok masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

BAB IX PEMBAHASAN UMUM

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

BAB III MATERI DAN METODE. melalui penerapan solarisasi tanah dan aplikasi agen hayati Trichoderma

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Salak (Salacca zalacca) merupakan salah satu tanaman buah- buahan

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

Transkripsi:

I 1 153/ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN LAPORAN T AHUNAN SKIM : HIBAH BERSAING 14002356 UJI KETAHANAN AKSESI BA WANG MERAH SAMOSIR TERHADAP PENY AKIT LA YU FUSARIUM, BUSUK UMBI DAN DAY A HASILNY A DALAM RANGKA PENYEDIAAN BIBIT LOKAL UNGGUL I Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun TIM PENELITI l.dr. Ir. HASANUDDIN, MS NIDN 0008085812 2. PROF. Dr. Ir. ROSMA Y A TI, MS NIDN 0017105806 UNIVERSITAS SUMA TERA UT ARA Desember 2013

HALAMAN PENGESAHAN Judul Kegiatan Nama Lengkap NIDN Jabatan Fungsional Program Studi NomorHP Sure! (e-mail) AnggotaPencliti (1) Nama Lengkap NIDN Perguruan Tinggi Institusi Mitra (jib ada) Nama Institusi Mitra Alamat Penanggung Jawab Tahun Pclabanaan Biaya Tahun Berjalan Biaya Kescluroban ~--~~ // '" ~ 'l Men~ 1 etahui, ~ "-If' Df:JO...N',FAKU\1 AS PERT \ :; c,."'" ~ 'r ~ '0;. I' c.~ w -- ~~~r----c~ ~. ~ ~~,.. (PROF. D Uji Ketahanan Aksesi Bawang Merah Samosir Terhadap Penyakit Layu Fusarium, Busuk Umbi dan Daya Hasilnya dalam Rangka Penyediaan Bibit Lokal Unggul HASANUDDlli 0008085812 Agroekoteknologi hasanuddiny@yahoo.com ROSMAYATI 0017105806 UNIVERSITAS SUMATERA UT ARA Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Rp. 35.000.000,00 Rp. 100.000.000,00 usu MEDAN, 16-12-2013, Ketua Peneliti, (HASANUDDIN) NIP~IK195808081984031003

Uji Ketahanan Aksesi Ba\vang Merah Samosir Terhadap Penyakit Layu Fusarium, Busuk Umbi dan Daya Hasilnya dalam Rangka Penyediaan Bibit Lokal Unggul Hasanuddin dan Rosmayati RINGKASAN Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Namun luas tanam dan produksi bawang merah di Sumatera Utara terus turun dalam dekade ini. Kendala yang dijumpai pada petani bawang merah di Sumatera Utara adalah kekurangan benih unggul dan gangguan hama dan penyakit, terutama penyakit layu Fusarium busuk umbi. Untuk penelitian ini, pada tahun pertama telah dilakukan isolasi jamur penyebab penyakit layu Fusarium dan busuk umbi dari daerah sentra penanaman bawang merah Samosir di Kabupaten Samosir, pengamatan mikroskopis karakteristik morfologi Jmu Fusarium penyebab penyakit layu Fusarium dan busuk umbi, uji virulensi jamur penyebab penyakit layu Fusarium dan busuk umbi, uji ketahanan aksesi-aksesi bawang merah samosir terhadap serangan penyakit layu Fusarium dan busuk umbi, Tujuan penelitian ini adalah Mendapatkan aksesi-aksesi bawang merah Samosir yang tahan terhadap serangan layu Fusarium yang menyerang umbi bawang merah, mengevaluasi penampilan dan potensi daya hasil aksesi-aksesi bawang merah samosir, menentukan variabilitas genetik dan fenotipik, menentukan heritabilitas karakter-karakter penting, dan menentukan korelasi antar berbagai karakter penting dengan ketahanan dan daya hasil aksesiaksesi bawang merah samosir. Dari penehtian yang telah dilaksanakan. telah diperoleh isolat Fusarium oxysporum virulen terhadap bawang merah Samosir, dari hasil pengamatan mikroskopis isolat Fusarium oxy.sporum membentuk mikrokonidia, klamidospora, dan hifa tipe kawin. Uji ketahaman aksesi bawang merah Samosir diperoleh 6 aksesi bawang merah Samosir yang repatif tahan terhadap serangan F. oxy.sporum yaitu aksesi-aksesi Lumban Suhi Dolok, Huta Ginjang, Parsaoran, Lumban Suhitoruan, Cinta Maju, dan Simarmata, aksesi-aksesi ini berpotensi untuk diekstark menjadi bibit unggul lokal Samosir yang toleran terhadap serangan penyakit layu Fusarium dan busuk umbi dengan daya hasil tinggi. Kata Kunci : Bawang merah Samosir, Tahan penyakit layu Fusarium, Bibit lokal unggul

PRAKATA Naskah ini merupakan Laporan Tahunan Penelitian Hibah Bersaing BOPTN Tahun Anggaran 2013, dengan Judul Penelitian Uji Ketahanan Aksesi Bawang Merah Samosir Terhadap Penyakit Layu Fusarium, Busuk Umbi dan Daya Hasilnya dalam Rangka Penyediaan Bibit Lokal Unggul. Dengan selesainya laporan kemajuan Penelitian ini Tim Peneliti mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah dilimpahkan sehingga bagian tersulit dari pelaksanaan penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2013, dengan kontrak Nomor: 426/UNS.!.R/KEU/2013 Tanggal 03 Juni 2013. Atas terselenggaranya Penelitian Hibah Bersaing BOPTN Tahun Anggaran 2013 ini, Tim Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara atas kepercayaan dan peluang yang diberikan kepada Tim Peneliti untuk mendapat pembiayaan dalam penelitian ini. Tim Peneliti juga mengucapkan Terimakasih kepada Ketua Lembaga Penelitian USU yang telah memberi arahan bagi terselenggaranya penelitian ini. Bagaimanapun dalam penyelenggaraannya, penelitian ini mendapat hambatan yang cukup berarti mengingat waktu yang terbatas sesuai dengan kontrak penelitian sedangkan keadaan yang terjadi di lapangan telah dijumpai hal yang tidak bisa terhindarkan yaitu terjadinya musim kemarau yang panjang di daerah penelitian sehingga petani terpaksa menunda wak1u tanam bawang merah, sedangkan penelitian harus dia\vali dengan kegiatan isolasi patogen yang seyogyanya hanya dapat dilakukanjika tanaman ada di lokasi penelitian, dengan kejadian ini penelitian yang seharusnya dimulai sejak bulan Juni/Juli 2013 terpaksa tertunda sampai minggu ke tiga bulan Agustus 2013. Namun dengan dkungan banyak pihak penelitian telah dapat diselesaikan. Semoga penelitian memberi manfaat sebagaimana diharapkan, baik sebagai materi pengajaran maupun materi pengabdian dan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan. Desember 2013, Tim Peneliti ii

DAFTAR lsi RINGKASAN PRAKATA DAFTAR lsi DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB 1 PENDAHULUAN... BAB2 BAB3 BAB4 BAB5 BAB6 BAB7 Halaman 1. 1 La tar Belakang....... 1.2 Perumusan Masalah...... 2 1.3 Rekam J ejak Penelitian.... TINJAUAN PUSTAKA.... 2.1 Bawang Merah (Allium cepa).... 2.2 Keragaman Genetik Tanaman Bawang Merah... 2.3 Penyakit Bawang Merah... TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN METODE PENELITIAN... 3 6 6 8 9 12 13 3.1 Tern pat dan Waktu Penelitian......... 13 3.2 Bahan dan A1at............... 13 3.3 Metode Penelitian........ 13 HASIL DAN PEMBAHASAN........... 15 5.1 Isolasi Jamur Patogen 15 5.2 Karakteristik Morfologi lsolat Fusarium 19 5.3 Uji Virulensi Isolat Fusarium 20 5.4 Uji Ketahanan Aksesi Bawang Merah Samosir 21 RENCANA T AHAPAN BERIKUTNY A 24 KESIMPULAN DAN SARAN.... 25 DAFTAR PUSTAKA.... 26 LAMP IRAN II Ill IV \' iii

DAFT AR T ABEL No. Tabel Judul Tabel Hal. 1.1 Luas tanam, produksi, dan produktifitas bawang merah Sumatera Utara tahun 2002-2004 dan 20 l 0-2011..... 5.1 Karakteristik morfologi isolat Fusarium penyebab busuk umbi/layu Fusarium pada bawang merah................................................................................... 19 5.2 Keparahan penyakit layu Fusarium atau busuk umbi pada aksesi 21 bav.ang merah Samosir (%)... iv

DAFT AR GAMBAR No. Gambar l.a l.b 2. 3 4.A. 4.B 5 6 Judul Gambar Hal Tanaman bawang merah di lahan menunjukkan gejala serangan penyakit layu Fusarium.......................... 17 Setelah rumpun dicabut terlihat bagian akar, umbi dan pelepah membusuk........... 17 Pelepah daun bawang merah bagian luar menunjukkan gejala nekrotik... 18 Isolasi Fusarium dari kompleks jaringan terinfeksi dengan teknik umpan 18 dan kaca slaid mikroskop.... Makrokonidia dan mikrokonidia................................................. 20 lnterkalar klamidospora................................................................. 20 Kepadatan mikrokonidia Fusarium isolat C..................................... 20 Hifa tipe kawin (mating) Fusarium isolat D dan E............ 20 v

BAB l. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah Bawang merah dihasilkan di 24 dari 33 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama bawang merah, yang ditandai dengan luas areal panen di atas 1.000 hektar per tahun adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Sembilan propinsi ini menyumbang 96,5% (Jawa = 79%) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2004. Namun luas tanam dan produksi bawang merah di Sumatera Utara terus turun dalam dekade ini (Tabel 1 ), selain produktifitas masih jauh dari proyeksi produktifitas rata nasional 10,22 kw/ha. Kendala yang dijumpai pada petani bawang merah di Sumatera Utara adalah kekurangan benih unggul dan gangguan hama dan penyakit, terutama penyakit Jayu dan busuk umbi. Tabel 1.1 Luas tanam, produksi, dan produktifitas bawang merah Sumatera Utara tahun 2002-2004 dan 2010-2011 Tahun Luas Tanam (ha) Produksi (ton) Produktifitas (kw/ha) 2002 2003 2004 2010 2011 Diolah dari berbagai sumber 2706 3391 2628 1379 1408 25.144 9,29 25.431 7,50 19.710 7,50 9.413 6,83 12.175 8,64 Kabupaten Samosir adalah salah satu daerah penghasil bawang merah di Sumatera Utara. Bawang merah Samosir mempunyai kualitas umbi yang baik terutama dari segi rasa dan aroma yang sangat khas dan lebih menyengat. Memiliki rasa pedas dan aroma yang wangi, warna lebih merah dan mengkilat, serta kandungan airnya lebih sedikit, tetapi ukurannya lebih kecil dibandingkan bawang merah lainnya. Kemasyhuran bawang merah varietas Samosir yang pernah menjadi kebanggaan daerah penghasil bawang di kawasan Danau Toba kini hampir punah, dan ini sangat memprihatinkan. Padahal bawang merah sudah puluhan tahun menjadi andalan Sumut, dan kini digantikan dengan varietas yang kualitasnya jauh di

bawah bawang samosir (Amara Sumut, 2012) Terjadinya pengalihan jenis bawang merah dari varietas lokal ke varietas import dikarenakan rendahnya produktifitas dan reman terhadap serangan hama dan penyakit. Menurut Winarto, dkk. (20 10) pertanaman bawang merah di sekitar kawasan Danau Toba tidak berkembang bahkan cenderung menurun akibat serangan hama dan penyakit, teknik budidayanya masih tradisional dan belum menggunakan varietas unggul. Di sentra penanaman bawang merah di kabupaten Samosir banyak berkembang jenis bawang merah yang berasal dari Jawa, Thailand, India dan jenis lokal unggul daerah yang cukup berpotensi serta sesuai dengan agroekologinya. Varietas lokal terbentuk dari proses adaptasi dan atau penyerbukan sendiri dalam kurun waktu yang lama, ditambah adanya seleksi alam dan seleksi yang dilakukan oleh petani baik disengaja atau tidak telah menimbulkan individu-individu yang memiliki ciri spesifik. Hasil penelitian yang dilakukan dengan mengambil aksesi bawang merah di 6 kecamatan di Kabupaten Samosir di peroleh keragaman karakter bentuk umbi, warna kulit umbi dan berat 100 umbi, keragaman terhadap karakter berat umbi muncul dikarenakan adanya perbedaan ekologi tempat penanaman ::tksesi bawang merah samosir (Rosmayati, dkk., 2012). Potensi genetik aksesi-aksesi tersebut belum teridentifikasi, oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi terhadap ketahanannya terhadap penyakit-penyakit utama yang menyerang umbi bawang merah Samosir, karakter-karakter morphologi dan komponen hasil dalam rangka untuk menghasilkan benih bawang merah Samosir yang memiliki sifat-sifat unggul. 1.2 Perumusan Masalah Di Provinsi Sumatera Utara khususnya Kabupaten Samosir, Humbang Hasundutan, Simalungun dan Tapanuli Utara dikenal sebagai daerah produsen utama bawang merah, komoditas bawang merah unggullokal yang cukup dikenal di Sumatera Utara adalah varietas lokal Samosir. Keunggulan varietas ini adalah mempunyai aroma yang khas, wangi dan menyengat, warna lebih merah dan mengkilat, rasa lebih pedas, kandungan airnya lebih sedikit meski ukurannya lebih kecil dibanding dengan varietas lainnya. Pada era tahun 70 an bawang merah Samosir pernah mengalami kejayaan sehingga dapat di exspor ke negaranegara tetangga, bahkan pada era tersebut banyak bibit bawang merah yang di eksport ke luar daerah khususnya ke Pulau Jawa (http://www.samosirkab.go.id, 2012), namun sekitar tahun 2005, pertanaman bawang merah di Kabupaten Samosir dan sekitarnya banyak terserang penyakit dan hampir memusnahkan seluruh tanaman bawang merah, peristiwa ini 2

berlangsung beberapa tahun hingga membuat petani menjadi trauma dan meninggalkan varietas lokal dan beralih ke varietas yang berasal dari Jawa, salah satunya adalah varietas Bali. Disamping itu bawang merah lokal Samosir sendiri diperkirakan sudah ditinggalkan oleh petani akibat sulitnya untuk memperoleh bibit. Bawang merah asal Samosir perlu dibudidayakan kembali sebab struktur tanah di Samosir sangat cocok selain bawang merah merupakan jenis produk tanaman unggulan di Samosir (http://www.samosirkab.go.id, 2012). Untuk mengantisipasi masalah di atas salah satu usaha yang perlu dilakukan yaitu mencari dan menggali varietas-varietas bawang merah yang mempunyai sifat-sifat unggul terutama dalam hal produksi tinggi dan toleran terhadap penyakit utama yang menyerang umbi sehingga varietas bawang merah tersebut mampu berproduksi dan menguntungkan secara ekonomis. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pengembangan bawang merah samosir cukup potensial karena aksesi-aksesi bawang merah yang diperoleh dari 6 lokasi pengamatan memperlihat ada keragaman karakter bentuk umbi, warna kulit umbi dan berat 100 umbi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan bawang merah sehingga diperoleh bib it unggul lokal (Rosmayati, dkk., 2012) Namun aksesi-aksesi yang diperoleh dari berbagai agroekologi disekitar Kabupaten Samosir belum diuji daya hasil dan ketahanannya terhadap penyakit-penyakit penting. Pengujian daya hasil m1 dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi penampilan dan potensi hasil aksesi-aksesi bawang merah samosir, menentukan variabilitas genetik dan fenotipik, menentukan heritabilitas karakterkarakter penting dan menentukan korelasi antar berbagai karakter penting yang semuanya digunakan untuk Perbaikan potensi genetik dan Perakitan varietas unggul baru dan penyediaan bibit berkualitas yang tahan terhadap serangan penyakit sehingga petani Samosir dapat memperoleh bibit dengan mudah bila sudah tersedia pohon induk untuk dikembangkan sebagai bibit unggullokal yang berkualitas. 1.3 Rekam Jejak Penelitian Kebutuhan bawang merah di Sumut mencapai sekitar 73.000 ton per tahun. Karena itu, untuk memenuhi kebutuhan terpaksa mengimpor bawang merah dari India, Pakistan dan China (Dinas Pertanian SUMUT, 2007). Kualitas bibit bawang merah yang rendah selalu menjadi penyebab rendahnya produktivitas di Sumatera Utara (BPTP, 2007). Kabupaten Samosir merupakan salah satu kabupaten produsen bawang merah yang cukup tinggi di Sumatera Utara, khususnya di Kecamatan Simanindo. Produksi yang diperoleh sepanjang tahun 2012 di Kabupaten Samosir berdasarkan angka sementara (Asem) mencapai 12.288 ton. Per1u diteruskan upaya maksimal mengajak petani agar terns 3

membud1dayakan ba\\ ang merah di Samos1r agar produks1 b1sa djtmgkatkan. ProduktJfitas ba,yang mcrah samosir sampai saat bcrk1sar 88,9 b\intal per hektare m1 mas1h kalah Jauh dibandmgkan dcngan produktifitas ba,, ang merah dari Brcbes yang bisa mencapai 120-140 b\/ha (http://\\lvw.mcdanbisnisdaily.com, 2013). Rendahnya produksi ba\yang merah ini terkendala olch faktor cuaca, bibit yang tidak berkualitas, belum digunakan varictas unggul dan scrangan hama penyakit (Winarto, dkk, 2010). Untuk meningkatkan produktifitas ba\\ang merah yaitu dengan mcnggunakan bemh unggul dukungan mgas1 dan pengendallan orgamsme pengganggu tanaman Tahun 2013 pemerintah pusat melalui Dinas Pertanian Sumatera Utara (Distan Sumut) telah mengalokasikan dana pengembangan bawang merah khusus di Kabupaten Samosir sebesar Rp 3,045 miliar (http://www.medanbisnisdaily com, 2013). Menurut Kepala Bidang (Kabid) Hortikultura Distan Sumut, Pengembangan bawang merah di Samosir ini untuk meningkatkan produksi dan produktivitas serta mengembalikan kejayaan bawang merah yang saat m1 mengalami penurunan signifikan akibat serangan hama dan penyakit (http://\vww.medanbisnisdaily.com, 2013). Sampai saat ini belum ada penangkar benih yang menangkar bibit bawang merah. Akibatnya, petani kesulitan untuk mendapatkan bibit bawang merah unggul berkualitas. Petani masih menggunakan sumber benih dari luar Sumut seperti Jawa. Persoalan lain adalah masalah organisme penganggu tanaman (OPT) yang menyerang tanaman bawah merah. Adanya serangan OPT membuat petani kesulitan untuk mengembangkan bawah merah, bahkan banyak petani yang mengalihkan tanamannya ke komoditas lain yang bernilai jual tinggi seperti kopi. Tingginya resiko kegagalan panen disebabkan karena adanya faktor pembatas dalam budidaya bawang merah yaitu beratnya serangan hama dan penyakit yaitu hama Spodoptera exigua, penyakit Alternaria, Fusarium, Antraknose (Duriat et a/, 1994). Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini adalah menggunakan varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama-penyakit dan mampu berproduksi tinggi serta varietas tersebut disukai oleh konsumen (Permadi, 1995). Untuk mengantisipasi masalah di atas perlu mencari dan menggali varietas-varietas bawang merah yang mempunyai sifat-sifat unggul terutama dalam hal produksi serta ketahanan terhadap hama dan penyakit utama sehingga varietas bawang merah tersebut toleran terhadap serangan hama dan penyakit. Data tentang keragaman karakter bentuk umbi, wama kulit umbi, berat 100 umbi jumlah umbi, ketebalan kulit umbi, warna daging umbi bawang merah di kabupaten samosir sudah diteliti (Rosmayati dkk, 2012). Keragaman karakter-karakter bawang merah samosir ini dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi karakter-karakter mana yang mendukung untuk 4

meningkatkan produktivitas dengan melakukan korelasi antara peubah-peubah agronomt, morfologi, komponen hasil dengan hasil dan ketahanannya terhadap penyakit bawang merah Karakter-karakter fenotipik yang diamati dapat juga digunakan sebagai dasar seleksi untuk mendapatkan genotipa yang berproduksi tinggi. 5

Kabupaten Samosir terletak pada posisi geografis antara 2021 '38" Lintang Utara dan 98024 '00" dan 99001 '48" Bujur Timur dengan ketinggian antara 904 s/d 2.157 meter di atas permukaan!aut. Kabupaten Samosir merupakan daerah pulau yaitu seluruh Pulau Samosir yang dikelilingi oleh Danau Toba ditambah sebagian wilayah daratan Pulau Sumatera. Luas wilayahnya mencapai 2.069,05 km2, terdiri dari luas daratan 1.444,25 km2, topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu datar, landai, miring dan terjal, dan luas danau 624,80 km2. Struktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Kabupaten Samosir diapit oleh 7 kabupaten sebagai batas-batas wilayah yaitu, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sarno sir. Daerah Kabupaten Samosir tergolong daerah beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 170C - 290C dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85,04%. (BPS Kabupaten Samosir, 2009). 2.1 Bawang Merah (Allium cepa) Di Indonesia ada 10 propinsi produsen utama bawang merah, yaitu; Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, sedangkan di Sumatera Utara ada lima daerah yang menjadi sentra produksi bawang merah, yakni Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Simalungun, Samosir dan Tanah Karo (Dinas Pertanian SUMUT, 2007). Kebutuhan bawang merah secara nasional terus mengalami peningkatan semng dengan laju pertambahan jumlah penduduk. Tetapi di sisi lain produksi bawang merah khususnya di Sumatera Utara belum dapat mencukupi kebutuhan. Kebutuhan bawang merah di Sumut yang mencapai sekitar 73.000 ton per tahun masih memerlukan pasokan dari daerah lain, yakni Kabupaten Brebes atau impor dari luar negeri. Tahun ini Sumut diproyeksikan baru mampu memproduksi bawang merah sebanyak 25.552 ton (Antara Sumut, 2012). Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional. Beberapa kendala produksi bawang merah diantaranya masih tingginya intensitas serangan hama dan 6

penyakit, ketersediaan bibit unggul belum mencukupi, belum tersedia varietas unggul yang tahan terhadap penyakit utama, belum menerapkan teknik budidaya yang benar secara optimal, kelembagaan petani belum dapat menjadi pendukung usahatani, skala usaha relatif masih kecil akibat sempitnya kepemilikan lahan dan lemahnya permodalan (Baswarsiati et al, 1999, 2000). Penyebaran benih bawang merah yang bersertifikat di Sumatera Utara masih terbatas karena belum adanya penangkar benih ba\\ang merah yang benar-benar eksis. Untuk mengatasi hal tersebut Dinas Pertanian Provinsi SUMUT berencana untuk mengembangkan penangkar benih dalam penyediaan benih unggul varietas lokal samosir yang belum tersedia (Antara Sumut, 2012). Pemerintah pusat melalui Dinas Pertanian Sumatera Utara (Distan Sumut) untuk tahun 2013 mengalokasikan dana pengembangan bawang merah khusus di Kabupaten Samosir sebesar Rp 3,045 miliar (http://v.ww.medanbisnisdaily com, 2013) Pengembangan bawang merah di Samosir ini untuk meningkatkan produksi dan produktivitas serta mengembalikan kejayaan bawang merah yang saat ini mengalami penurunan secara signifikan akibat serangan hama dan penyakit. Perbedaan produktivitas dari setiap varietas/kultivar tidak hanya bergantung pada sifatnya, namun juga banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi daerah, iklim, pemupukan, pengairan dan tanah merupakan faktor penentu dalam produktivitas maupun kualitas umbi bawang merah. Kualitas umbi bawang merah ditentukan oleh beberapa faktor seperti warna, kepadatan, rasa aroma dan bentuk umbi. Bawang merah yang warnanya merah, umbinya padat, rasanya pedas, aromanya wangi jika digoreng dan bentuk lojong lebih menarik dan disukai oleh konsumen. Faktor yang menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah ukuran umbi. Berdasarkan ukuran umbi, umbi digolongkan atas 3 kelas yaitu: 1. Umbi besar (diameter umbi 2 1,8 em atau > 10 g); 2. Umbi sedang (diameter umbi 1,5-1,8 atau 5-10 g); 3. Umbi kecil (diameter umbi < 1,5 atau < 5 g). Kualitas umbi yang baik adalah umbi yang berukuran sedang. Umbi bibit berukuran sedang merupakan umbi ganda, rata-rata terdiri dari 2 siung, sedangkan umbi bibit berukuran besar rata-rata terdiri dari 3 siung umbi. Umbi yang besar dapat menyediakan cadangan makanan yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya di lapangan. Umbi bibit yang besar( diameter 2 1,8 em) akan tumbuh lebih vigor, menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar, sehingga dihasilkan jumlah umbi pertanaman dan total hasil yang tinggi, namun harga umbi bibit berukuran besar mahal, sehingga umumnya petani menggunakan umbi bibit berukuran sedang. Umbi bibit yang berukuran kecil akan lemah pertumbuhannya dan hasilnya pun rendah (Rismunandar, 7

1986).Penggunaan umbi bibit besar tidak meningkatkan persentase bobot umbi berukuran besar yang dihasilkan, tetapi total hasil per plot tinggi jika umbi bibit besar yang ditanam Dalam usahatani bawang merah, benih merupakan salah satu faktor produksi yang memerlukan biaya tinggi, dengan kebutuhan benih sekitar 800-1.200 kg/ha. Tingginya kebutuhan benih bawang merah baik dalam bentuk benih komersial maupun benih sumber, ternyata belum diikuti produksi benihnya Selain itu petani bawang merah di Indonesia nampaknya sangat tergantung terhadap benih impor seperti varietas Super Philip dan varietas dari Thailand, India dan Vietnam. Benih impor varietas bawang merah yang tersebar di Indonesia merupakan bawang merah untuk konsumsi yang disimpan 2-3 bulan. Hal ini karena belum banyak produsen yang mau bergerak di bidang perbenihan bawang merah. (Indrawati dan Padmono, 2001 ). Kendala tersebut disebabkan antara lain : a) usaha perbenihan bawang merah membutuhkan modal yang cukup tinggi dan areal serta gudang yang luas, b) pengetahuan dan ketrampilan SDM terutama dalam produksi benih masih rendah, c) daya simpan benih bawang merah rendah (2-5 bulan ) dengan susut bobot yang tinggi. Varietas-varietas yang ditanam petani di Kabupaten Samosir terdiri dari varietas lokal dan varietas introduksi, antara Jain Bima Brebes, Kuning, Sumenep, Ampenan, Maja Cipanas, India, Thailan dan Vietnam Di Kabupaten Brebes sebagai sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia (dengan luas areal tanam 16.993 hektar) dan di Jawa Tengah pada umumnya (dengan luas areal tanam 55.578 hektar) terdapat varietas bawang merah yang beragam. 2.2 Keragaman Genetik Tanaman Bawang Merah Bawang merah merupakan jenis sayuran penting di Indonesia yang dimanfaatkan umbi lapisnya (bulb) dan dikenal dengan nama yang berbeda di setiap daerah. Beberapa peneliti menyebut nama latin dari bawang merah Allium cepa L. var aggregatum dengan jumlah kromosom 2n = 16 ( Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Di Indonesia dikenal 27 genotipe bawang merah unggul lokal. Belum semua genotipe tersebut dilepas Kementerian Pertanian. Kultivar unggul yang sudah dilepas diantaranya adalah Maja Cipanas, Bima Brebes, Medan dan Keling. Keunggulan setiap varietas bawang merah dinilai berdasarkan produktivitas, mutu umbi lapis, ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap curah hujan dan umur panen. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) keragaman tanaman bawang merah cukup tinggi. Beberapa varietas dapat berbunga, menghasilkan biji dan beberapa varietas jarang berbunga. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab teijadinya 8

keragaman penampilan tanaman Keragaman penampilan (fenotip) tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama. Keragaman genetik menempati posisi kunci dalam program pemuliaan, karena optimalisasi atau maksimalisasi perolehan genetik akan sifat-sifat tertentu akan dapat dicapai manakala ada cukup peluang untuk melakukan seleksi gen untuk sifat yang diinginkan (Na'iem 2001) Keragaman fenotip merupakan faktor yang penting dalam kegiatan pemuliaan tanaman, terutama yang disebabkan faktor genetik. Menurut Hammer et a/. (1995), keragaman genetik dapat disebabkan oleh persilangan dengan kultivar lain dan mutasi. Sedangkan faktor lingkungan yang dominan berpengaruh terhadap keragaman fenotipe adalah lingkungan tumbuh tanaman dan bercocok tanam. Bawang merah yang ditanam secara vegetatif, keragaman sifat-sifatnya diduga lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan teknik bercocok tanam. Keragaman sifat-sifat genetis yang secara fenotipe ditunjukkan melalui perbedaan penampilan, variasinya akan lebih besar apabila ditanam varietas yang berbeda secara terus menerus, teknik budidaya konvensional secara permanen dan penanaman di daerah yang berbeda-beda Besarnya perbedaan penampilan ini tidak sama antara tanaman yang satu dengan yang lainnya (Rice eta!., 1995). Besarnya ragam suatu sifat/karakter tergantung pada jenis tanaman, sifat yang diukur dan lingkungan tumbuh tanaman terutama tanah dan iklim (Poespodarsono, 1988). Sifat-sifat kuantitatif unggul ataupun tidak unggul suatu populasi tanaman dikendalikan oleh banyak gen yang berbeda serta berinteraksi menghasilkan fenotipe tertentu. Sifat sifat kuantitatif seperti tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, umur panen, warna umbi, aroma, bentuk, bobot dan ukuran diamter umbi diwariskan secara tidak sederhana (Nasir, 2001 ). Menurut Crowder ( 1981 ), bahwa variasi karakter kuantitatif ditentukan oleh ban yak gen yang pengaruhnya kecil terhadap karakter yang dapat diukur. Diduga pula bahwa masing-masing gen memperlihatkan perbedaan dalam mengekspresikan karakterkarakter secara bebas, tetapi suatu penampilan tanaman merupakan hasil kumulatif antar gen, karena itu variasi dalam populasinya bersifat kontinyu. 2.3 Penyakit Bawang Merah Bawang merah rentan terhadap serangan sejumlah penyakit yang disebabkan olej jamur, bakteri, dan virus. Serangan dan keparahan penyakit bawang merah dipengaruhi oleh iklim, rotasi tanaman, langkah-langkah pengendalian penyakit seperti penggunaan bibit tahan, pengeringan dan kondisi penyimpanan bibit. Diantara penyakit-penyakit penting yang 9

menyerang tanaman bawang merah diantaranya Penyakit layu Fusarium (Fusanum oxysporum), busuk akar merah muda (Pyrenochaeta terrestris), becak ungu (Alternaria porri), dan busuk leher umbi botrytis (Botryns spp ). a. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) Layu fusarium adalah penyakit yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum dan merupakan penyakit tular tanah penting secara ekonomi di lapang maupun dipenyimpanan di berbagai negara penghasil bawang merah (Rengwalska, dkk, 1986). F o. (_y.~porum menginfeksi tanaman bawang merah pada berbagai tingkatan pertumbuhan di lapang. Di pembibitan cendawan ini menyebabkan rebah kecambah yang menginfeksi pelepah daun muda. Pada tanaman dewasa jamur mempenetrasi pangkal daun tua menyebabkan daun melengkung kemudian kuning dan layu dan menyebabkan kematian akar dan umbi Pada permukaan umbi tumbuh misellium cendawan berwarna putih. Jika umbi dipotong membujur tampak alur busuk berair kearah samping dan pangkal umbi. Pengairan jelek dan dan kelembaban tanah tinggi mendorong perkembangan penyakit. Cendawan yang terbawa umbi akan berkembang di penyimpanan, dan menulari umbi lain sehingga menjadi sumber penyakit pada pertanaman berikutnya. Tanaman mudah tercabut karena pertumbuhan akar terganggu dan membusuk. Pengendalian dengan menggunakan tanaman resisten sangat dianjurkan meskipun genetik penyebab resisten belum diketahui. Dari percobaan persilangan antaran A. cepa x A. fistolosum dilaporkan telah menghasilkan kultivar resisten (Abawi dan Lorbeer, 1972). b. Busuk Akar Merah Muda (Pyrenochaeta terrestris) Penyakit busuk akar merah muda disebabkan oleh jamur Pyrenochaeta terrestris, jamur ini termasuk yang menyerang berbagai jenis tanaman seperti Timun, Wortel, Bayam, Strawberrie, dan tidak kurang dari 50 jenis tanaman graminiae lainnya, namun bawang merah dan bawang putih adalah yang paling rentan dibanding lainnya (Abawi dan Lorbeer, 1972). Infeksi P. terrestris di duga telah menjadi jalan masuk infeksi F. oxysporum dan menjadi serangan kedua penyakit ini pada umbi bawang merah semakin kompleks. Cara pengendalian penyakit ini yang paling baik adalah dengan mengembangkan varitas tahan. Beberapa materi jenis bawang yang memiliki karakter tahan terhadap P. terrestris diantaranya A. fistulosum, A. ampeloprasum, A. achoenoprasum, dan A. cepa subsp ascolanicum (Lacy an Roberts, 1982) 10

c. Penyakit Becak U ngu ffrotol (Alternaria porri) Penyakit busuk umbi atau trotol disebabkan oleh cendawan Alternari porii. Menular lewat udara dan umbi. Organ penularnya (konidium) dibentuk malam hari, bertahan dan musim ke musim pada sisa tanaman serta disebarkan oleh angin kepermukaan inang, konidium berkecambah membentuk misellium. Infeksi penyakit melalui stomata dan luka pada jaringan permukaan daun. Kelembaban udara yang tinggi serta suhu udara 30-32 C memacu perkembangan penyakit Becak kecil pada daun yang melekuk ke dalam dan berwarna putih sampai kelabu merupakan gejala awal penyakit. Bercak berkembang menyerupai cincicn berwarna agak ungu. Bagian tepi becak berwarna agak merah dikelilingi zona kuning yang dapat meluas ke bagian atas dan bawah becak Pada cuaca lembab permukaan becak ditutupi oleh konidium berwama coklat hingga hitam. Ujung daun sakit menjadi kering. Becak lebih banyak didapat pada daun tua. Penyakit juga menyebabkan umbi busuk agak berair dimulai dari bagian leher, umbi sakit berwarna kuning sampai merah kecoklatan. Jika miselium cendawan yang berwarna gelap berkembang, bagian umbi yang sakit berubah menjadi kering berwarna gelap d. Penyakit busuk leher umbi botrytis (Botrytis spp) Penyakit busuk leher umbi botrytis seperti nama penyakitnya disebabkan oleh jamur Botlytis spp. Botlytis menyebabkan busuk leher umbi dan menyebabkan masalah utama selama dalam penyimpanan bibit sebelum tanam. Gejala serangan awal dimulai dari lapang dan menjadi lebih parah selama dalam penyimpanan. Gejala dimulai dari timbulnya lesi kecil berwarna coklat atau abu-abu di pangkal umbi, kadang mislium dapat dilihat disekitar lesi. Miselium abu-abu kemudian berkembang meluas dan berubah warna menjadi coklat pada lapisan umbi terluar sampai lapisan ke tiga. Sklerotia dapat terbentuk selama siklus hidupnya, mula-mula sklerotia berwama putih kemudian berubah menjadi hitam. Botrytis adalah jamur tular tanah yang dapat bertahan lama di dalam tanah. Jamur ini bertahan pada sisa-sisa bawang sebagai spora atau sklerotia. 11

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan PeneJitian - Mendapatkan aksesi-aksesi bawang merah Samosir yang tahan terhadap penyakit layu Fusarium dan penyakit utama yang menyerang umbi bawang merah. Mendapatkan aksesi-aksesi bawang merah Samosir berdaya hasil tinggi untuk dikembangkan sebagai bibit unggul lokal 3.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini untuk mendapatkan bibit bawang merah unggul yang tahan terhadap serangan penyakit layu Fusarium dan berdaya hasil tinggi Luaran yang diharapkan dari hasil penelitian adalah berupa terpenuhi kebutuhan bibit lokal unggul bagi petani bawang merah di Kabupaten Samosir dan sekitarnya sebagai sentra penghasil bawang merah Sumatera Utara. 12

BAB 4. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Rangkaian penelitian ini dilkasanakan di sentra-sentra bawang merah di Sumatera Utara diantaranya sumber inokulum patogen penyebab penyakit layu Fusarium atau busuk umbi diisolasi dari lahan petani bawang merah disekitar Pulau Samosir, Kabupaten Samosir, percobaan inokulasi dan uji ketahanan dilaksanakan di Tongging, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo ( daerah dengan ketinggian dari permukaan air Danau Toba relatif sama dengan Pulau Samosir), dan Uji Laboratorium di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertnian USU Medan. Waktu pelaksanaan mulai dari bulan Juni 2013 sampai dengan Oktober 2013. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah aksesi bawang merah Samosir (20 aksesi) yang diperoleh dari 5 kecamatan di kabupaten Samosir dan varietas unggul dataran tinggi tahan terhadap penyakit yang sudah dilepas oleh pemerintah sebagai pembanding Pengujian laboratorium menggunakan bahan media isolasi dan pertumbuhan jamur seperti Agar kentang dekstros, kaldu kentang dekstros, dan bahanbahan lain untuk keperluan sterilisasi bahan, alat, dan ruangan. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah Urea, TSP, dan KCL. Dosis ditentukan dengan menggunakan rekomendasi umum yang sudah dikeluarkan oleh instansi pemerintah. Alat yang digunakan merupakan alat-alat yang umum dipakai dalam budidaya tanaman bawang merah seperti cangkul, garu dan lain-lain, dan juga alat tulis yang dibutuhkan pada saat pengamatan. 3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan 2 tahap yaitu Tahun I di Laboratorium dan percobaan di lahan dalam polibeg dan Tahun II dilapangan. Penelitian di Laboratorium dan percobaan polibeg di Tahun I akan dilaksanakan selama kurang lebih 5 bulan antara bulan Juni 2013 sampai dengan Oktober 2013 dengan tahapan sebagai berikut: a. Isolasi jamur patogen 13

lsolasi jamur patogen dilakukan terutama untuk mendapatkan isolat Fusarium penyebab penyakit layu dan jamur-jamur patogen lain penyebab penyakit busuk umbi Isolasi dilakukan dengan mengambil tanaman bawang merah di lahan petani Samosir yang menunjukkan gejala terserang penyakit layu Fusarium dan gejala serangan penyakit umbi. Bahan tanaman terserang di bawa ke laboratorium penyakit tumbuhan Fakultas Pertanian USU untuk perlakuan selanjutnya diantaranya: i. isolasi patogen, Kultur murni isolat jamur, Postulate Koch (Uji virulensi ), dilanjutkan dengan Perbanyakan dan Penyimpanan isolat patogen terpilih Untuk menghindari kontaminasi bakteri, maka pada isolasi patogen dilakukan dengan tehnik umpan yaitu dengan mensterilkan terlebih dahulu umbi kentang dengan merendam dalam larutan 1% NaOCI selama 20 menit, kemudian umbi kentang secara aseptik disayat dengan ketebalan 3-4 mm menggunakan pisau steril, sayatan umbi kentang ini diletakkan dalam cawan petri steril yang telah dialas dengan kertas saring steril yang dilembabkan dengan air suling steril Di atas sayatan kentang tersebut diletakkan kaca slaid mikroskop steril, kemudian bagian tanaman terinfeksi yang telah mendapat perlakuan sterilisasi permukaan dengan larutan 1% NaOCI selama 3 menit dan dicuci dengan air suling steril sebanyak 3 kali, diletakkan di atas kaca slaid mikroskop. Perlakuan ini diinkubasi tanpa cahaya selama lebih kurang 5 hari pada temperatur 25-26 C. Miselium yang tumbuh dari jaringan tanaman ke arah sayatan kentang akan mengkoloni dalam waktu 5-7 hari, koloni ini kemudian di sub kulturkan ke dalam medium Low Strength PDA (Muthomi, eta/., 2008) (PDA 17 g, KH2P04 1,0 g, KN03 1,0 g, MgS04 0,5 g, Agar 10 g) untuk mendapatkan biakan murni isolat Fusarium penyebab penyakit layu dan busuk umbi bawang merah. b. Karakteristik Morfologi Isolat Fusarium Pengenalan terhadap karakteristik morfologi kultur murn1 isolat Fusarium dilakukan menggunakan mikroskop kompon untuk mencirikan isolat Fusarium berdasarkan ada atau tidaknya mikro dan makro konidia, bentuk konidia, bentuk dan ciri miselium, ada atau tidaknya klamidospora, posisi klamidospora terhadap miselium, dan ada atau tidaknya jenis miselium kawin. Pengenalan karakteristik isolat Fusarium dilakukan terhadap semua isolat yang diperoleh dari kegiatan isolasi dengan mengkulturkan isolat dalam medium Synthetic Nutrien Agar (Nirenberg, 1981) (KH2P04 1,0 g, KN0 3 1,0 g, MgS04 0,5 g, KCL 0,5 g, Glukosa 0,2, Agar 20 g). 14

c. tjji virulensi isolat Fusarium Jamur patogen terisolasi sebagai penyebab penyakit layu Fusarium dan penyakit busuk umbi diuji virulensinya terhadap tanaman bawang merah yang rentan dan varitas unggul yang telah dilepas pemerintah Skrining strain virulen ini penting untuk memperoleh isolat yang akan digunakan untuk uji ketahanan aksesi-aksesi bawang merah Samosir, uji virulensi dilakukan menurut metode Rengwalska dan Simon ( 1986), Smith (2009), dan Alves-Santos (2002) Isolat Fusarium di kulturkan pada media PDA selama 7 hari pada suhu kamar (± 24 C) tanpa tambahan pencahayaan. Ke dalam kultur kemudian ditambahkan 20 ml air suling steril kemudian diguncang secara perlahan dengan tangan. Kertas saring steril (Whatman diameter 90 mm) kemudian direndam kedalam petri tersebut selama 2 jam untuk menyerap konidia. Kertas saring ini kemudian dipindahkan kedalam cawan Petri 90 mm steril. Tiga siung umbi bawang merah yang telah berakar ( di inkubasikan selama 10 hari di at as kertas saring wakman lembab dalam kotak plastik) dipotong ujung akarnya 1 em, dicecahkan kedalam suspensi konidia dan diletakkan pada kertas saring yang telah menyerap konidia tersebut di atas. Perlakuan ini diinkubasi selama 7 hari pada suhu kamar tanpa penyinaran tambahan di laboratorium. Virulensi isolat Fusarium di evaluasi dengan persentase akar yang menimbulkan gejala nekrotik. Jika akar terinfeksi lebih dari 30% maka isolat jamur dianggap virulen d. Uji ketahanan aksesi bawang merah Samosir Uji ketahanan bawang merah aksesi Samosir dilakukan untuk memperoleh aksesi yang tahan terhadap serangan penyakit layu Fusarium dan penyakit busuk umbi. Untuk pengujian ini akan dipilih 20 aksesi bawang merah dari sekitar Kabupaten Samosir (kecamatan Simanindo sebanyak 8 aksesi, kecamatan Sianjur Mula-Mula 6 aksesi, kecamatan Harian 1 aksesi, Kecamatan Pangururan 2 aksesi, Kecamatan Sitiotio 3 aksesi, dan varitas Maja sebagai varietas unggul dataran tinggi yang sudah dilepas oleh pemerintah sebagai pembanding) yang akan diinfeksikan dengan jamur patogen virulen yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya. Uji ketahanan bawang merah aksesi Samosir akan dilakukan di lahan petani bawang merah di Desa T ongging kecamatan Merek berhampiran dengan pantai Danau T oba dengan menanam bibit dalam polibeg. Uji ketahanan aksesi Samosir dilakukan menurut metode Gorenz dkk, (1949) yang telah dimodifikasi oleh Nicholas dkk, (1960) dalam

Rengwalska dan Simon ( 1986) berdasarkan gejala keparahan penyakit yang dinyatakan dalam % sebagai berikut Keparahan Penyakit.,.. KP = =-'---' ---,. '1 :1!\>:. '-!,_, '-. --... _ z KP n V N Z = Keparahan Penyakit = Jumlah tanaman terserang = skala serangan = Jumlah seluruh tanaman yang di amati dalam tiap ulangan = Skala serangan tertinggi Skala gejala serangan (Rengwalska dan Simon, 1986) 1 = tidak ada gejala serangan 2 = > 1 0% akar busuk 3 = 10-30% akarbusuk 4 = 30-50% akar busuk, 10% lapis umbi busuk 5 = semua akar busuk, l 0-30 % lapis umbi busuk 6 = semua akar busuk, > 30% lapis umbi busuk, atau seluruh daun mati. Untuk uji virulensi tanaman dalam polibeg diinokulasi dengan suspensi konidia dengan kerapatan 10 6 konidia per ml air suling steril, konidia di panen dari kultur Fusarium berumur 6-7 hari dalam media kaldu nutien (Nutrien Broth)(Muthomi et al., 2008). Tiap polibeg diinokulasi dengan 5 ml suspensi konidia. Percobaan virulensi dilaksanakan dengan desain percobaan acak kelompok non faktorial dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan dengan 3 polibeg rumpun tanaman sampel. Inokulasi dilakukan pada umur tanaman 30 hari setelah tanam. Pengamatan keparahan penyakit dilakukan setelah tanaman berumur 2 bulan atau setelah timbulnya gejala serangan sampai tanaman berumur 3 bulan atau jika serangan telah mencapai skala 6. 16

BAB 5. BASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Jamur Patogen Patogen diisolasi dengan mengambil jaringan terinfeksi dari tanaman yang menunjukkan gejala serangan layu Fusarium (Gambar I), dari tanaman yang terserang diambil jaringan pelepah daun bagian dalam yang menunjukkan gejala nekrotik (Gambar 2). Isolasi dapat dilakukan dari akar atau umbi yang busuk tapi akan terlalu tinggi persentase kegagalan isolasi karena gejala busuk pada akar dan umbi telah banyak dijumpai jamur dan bakteri sekunder, karena itu isolasi lebih baik dilakukan dari jaringan daun atau pelepah daun yang menunjukkan gejala nekrotik. Hasil isolasi patogen dengan metode teknik umpan juga menunjukkan hasil yang lebih baik (Gambar 3), metode ini dapat membantu isolasi yang lebih cepat dan terhindar dari kontaminasi bakteri, hal ini karena bakteri tidak dapat tumbuh dan berkembang di atas kaca slaid, sementara miselium yang tumbuh dapat berkembang terus dan mencapai ke media sayatan kentang, miselium dari media sayatan kentang ini kemudian di isolasi untuk untuk mendapatkan isolat Fusarium. Hasil pengamatan mikroskop menunjukkan bahwa isolat murni adalah jamur Fusarium. Gambar 1. A Tanaman bawang merah di lahan menunjukkan gejala serangan penyakit Iayu Fusarium. B. Setelah rumpun dicabut terlihat bagian akar, umbi dan pelepah membusuk 17

8,/ A /' Gambar 2. Pelepah daun bawang merah bagian luar menunjukkan gejala nekrotik (A), Pelepah daun bagian dalam sebagai sumber inokulum (B). B Gambar 3. Isolasi Fusarium dari komplekjaringan terinfeksi dengan teknik umpan dan kaca slaid mikroskop. A. Pertumbuhan miselium diatas umpan sayatan umbi kentang B. Lingkaran umpan sayatan umbi kentang C. Jaringan pelepah daun bawang merah terinfeksi Fusarium D. Slaid kaca mikroskop steril ( objek glas mikroskop) Pertumbuhan miselium jamur dari jaringan di atas media isolasi membutuhkan 3-4 hari untuk berkembang, sementara itu dari komplek jaringan terinfeksi juga banyak dijumpai massa sel bakteri yang pertumbuhannya lebih cepat dari miselium jamur yaitu 18-24 jam, itu sebabnya isolasi jamur patogen merupakan pekerjaan yang masih sulit dilakukan karena didominasi oleh massa bakteri. Dengan menggunakan slaid kaca mikroskop telah menghambat pertumbuhan bakteri karena tidak terkontak langsung dengan media, sedangkan miseliwn jamur dapat tumbuh merambat di atas slaid kaca 18

mikroskop menuju ke sumber makanan. Dengan demikian isolasi jamur patogen dapat dilakukan tanpa kontaminasi bakteri Dari kegiatan isolasi jamur sampai pembuatan kultur murni kemudian telah diperoleh 5 (lima) isolat }'usarium dengan perbedaan penampakan warna koloni dan bentuk aerial miselium diatas permukaan koloni. 5.2 Karakteristik Morfologi Isolat Fusarium Isolasi dari jaringan pelepah daun bagian dalam yang menunjukkan gejala nekrotik ( dari rumpun tanaman bawang dengan umbi busuk dan gejala daun layu dan kering) telah diperoleh 5 (lima) jenis isolat Fusarium dengan ciri-ciri mikroskopis sebagai berikut (Tabel 5.1) Tabel 5.1. Karaktenst1k mortologi 1solat r usarium penyebab busuk umbi/layu Fusanum pada bawang merah Fusarium Warna Dasar Konidia Klamidos- Isolat Koloni Makro Mikro pora Fusarium A Putih ++++ + + Fusarium B Merah Muda ++ ++ + Fusarium C Merah Muda + +++ + Hifa Tipe Kawin Fusarium D Merah Muda +++ + + Fusarium E Ungu +++ + + Keterangan : +++ = Padat, ++ = Banyak, + = Ada, - = Tidak ada Fusarium isolat A dengan warna dasar koloni putih membentuk makrokonidia dan mikrokonidia dengan kepadatan tinggi, hasil pengamatan Fusarium isolat A tidak ditemukan hifa tipe kawin tapi ditemukan klamidospora yang dibentuk pada posisi interkalar (Gambar 4) Seperti halnya pada Fusarium A, }'usarium B isolat berwarna merah muda membentuk makrokondia, mikrokonidia, kalmidospora, tapi tidak ditemukan organ seksual seperti hifa tipe kamin. Fusarium isolat C, membentuk mikrokonidia lebih padat daripada makrokonidia, warna koloni merah muda, tidak membentuk hifa tipe kawin, dan membentuk interkalar klamidospora (Gambar 5). Fusarium isolat D dan E, tidak membentu makromkonidia tapi membentuk mikrokonidia dengan kerapatan tinggi, keistimewaan isolat D dan E adalah ditemukannya hifa tipe kawin (Gambar 6) 19

Gambar 4.A. Makrokonidia dan Gambar 4.B.Interkalar Klamidospora mikrokonidia (~).; ~-- ~' :: Gam bar 5. Kepadatan mikrokonidia Gambar 6. Hifa tipe kawin Fusarium Fusarium isolat C. isolat D, ditemukanjuga pada isolat E (~) Lima isolat Fusarium hasil isolasi selanjutnya dilakukan uji virulensi untuk menentukan isolat patogen Fusarium oxy.~porum. Pengamatan mikroskop dari biakan mumi menunjukkan bahwa massa miselium menghasilkan konidia dengan ciri-ciri Fusarium oxysporum seperti membentuk massa mikrokonidia yaitu konidia Fusarium yang hanya terdiri dari 1 sel dan sedikit membentuk makrokonidia yang terdiri dari 2-3 sel (Gambar7). Selanjutnya isolat mumi digunakan sebagai sumber inokulum untuk percobaan uji Virulensi patogen dan Uji Ketahanan bawang merah aksesi Samosir. 5.3. Uji virulensi isolat Fusarium Hasil uji virulensi menunjukkan tiga isolat Fusarium yaitu isolat D, isolat C dan isolat E menunjukkan virulensi yang tinggi terhadap imbi bawang merah varitas Maja dimana isolat D menginfkesi rata-rata 50% dari jumlah helai akar tiap umbi, isolat C dan E menginfeksi kurang dari 30% jumlah akar tiap umbi. Selanjutnya dalam penelitian ini akan digunakan isolat D sebagai isolat Fusarium oxysporum patogen untuk uji ketahanan aksesi bawang merah Samosir. 20

5.4 Uji ketahanan aksesi bawang merah Samosir Uji Statistik terhadap data persentase keparahan penyakit layu Fusarium atau busuk umbi terhadap aksesi bawang merah Samosir dari 20 desa 5 kecamatan adalah sebagai berikut (Tabel 5.2) Tabel 5.2. Keparahan penyakit layu Fusarium atau busuk umbi pada aksesi bawang merah Samosir (%) Aksesi Bawang Merah Samosir Siboro Unjur Cinta Dame Sangkal Maja Simanindo Martoba Janji Martahan Dosroha Sianjur Mulamula Hutarihit Ginolat Buntu Mauli Ambarita Singkam Simarmata Cinta Maju Lumban Suhitoruan Parsaoran Huta Ginjang Lumban Suhi Dolok Keparahan Penyakit (%) 88,88889 88,88889 88,88889 83,33333 83,33333 77,77778 77,77778 77,77778 72,22222 72,22222 72,22222 72,22222 72,22222 66,66667 66,66667 61,11111 61,11111 55,55556 55,55556 50,0000 44,44444 Notasi (. 01) A AB ABC ABCD ABC DE ABCDEF ABCDEFG ABCDEFGH DEFGHI DEFGHIJ DEFGHIJK DEFGHIJKL DEFGHIJKLM FGHIJKLMN FGHIJKLMNO IJKLMNOP IJKLMNOPQ NOPQR NOPQR PQR R Keterangan : Huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf.01 berdasarkan uji jarak ganda Duncan Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa uji keparahan penyakit telah mengelompokkan aksesi bawang merah Samosir menjadi 3 tingkat ketahanan yaitu kelompok tahan, kelompok moderat, dan kelompok resisten terhadap infeksi F. oxysporum. Kelompok tahan terdiri dari aksesi Lumban Suhi Dolok, Huta Ginjang, Parsaoran, Lumban Suhitoruan, Cinta Maju, dan Simarmata. Kelompok moderat terdiridari aksesi-aksesi Singkam, Ambarita, Buntuk Mauli, Ginolat, Hutarihit, Sianjur Mula-mula, dan Dosroha. Dan kelompok resisten terdiridari aksesi-aksesi Janji Martahan, Martoba, Simanindo, Maja, Sangkal, Cinta Dame, Unjur, dan Siboro. 21

Dari rangkaian kajian yang telah dilakukan di atas yaitu Isolasi Jamur Patogen, Karakteristik Morfologi Isolat fzt.mrium, Uji virulensi isolat Fusarium, dan Uji ketahanan aksesi bawang merah Samosir, telah didapatkan isolat murni F. oxysporum dan 6 aksesi bawang merah Samosir yaitu aksesi-aksesi Lumban Suhi Dolok, Huta Ginjang, Parsaoran, Lumban Suhitoruan, Cinta Maju, dan Simarmata. Isolasi patogen penyebab penyakit adalah kegiatan yang mengawali dan harus dilakukan dalam penelitian ilmu penyakit tumbuhan. Keberhasilan isolasi patogen merupakan bagian terbesar dan penting sebagai dasar dari kegiatan pengkajian selanjutnya. Beberapa metodologi kemudian berkembang dan menjadi perhatian pada tahapan ini seperti penggunaan media khusus, media selektif, penambahan unsur suplemen, perlakuan suhu/kelembabab/ dan pencahayaan, inkubasi, dan prosedur kerja. Dalam penelitian ini telah dilakukan isolasi dengan metode umpan dan penggunaan slaid kaca mikroskop steril sebagai alas yang mencegah kontaminasi bakteri yang biasanya lebih dominan pada isolasi patogen dengan sumber inokulum berupa jaringan dengan gejala busuk basah. Dari serangkaian yang telah dilakukan pada percobaan isolasi Fusarium dari kompleks jaringan busuk umbi bawang merah, serangkaian cara kerja yang telah dilakukan dalam penelitian ini adalah yang paling berhasil mengeliminasi kontaminasi bakteri dan jamur Karakteristik morfologi Fusarium adalah cara yang banyak digunakan untuk identifikasi jenis jamur patogen ini. Karakteristik morfologi Fusarium bisa diketahui secara lengkap dengan menggunakan beberapa metode diantaranya manipulasi media dan faktor eksternal untuk memacu pertumbuhan organ-organ vegetattif dan organ perkembangbiakan. Dalam kajian ini secara sederhana telah dilakukan pembiakan isolat Fusarium pada media PDA dengan pencahayaan alami dan suhu kamar. Pengamatan mikroskopis terhadap ada atau tidak adanya makrokonidiam, mikrokonidia, dan klamidospora. Dan keadaan koloni seperti warna koloni, morfogenesis aerial miselium. Penelitian ini telah mengisolasi 5 isolat Fusarium dengan karakteristik yang dapat memilahkan masing-masing isolat berdasarkan perbedaan warna koloni, sifat morfogenesis aerial miselum, kecepatan tumbuh diamater koloni, makro dan mikrokonidia, dan klamidospora. Paling khusus pada pengamatan mikroskopis dijumpai isolat Fusarium yang membentuk jenis hifa mating. Ditemukannya jenis hifa mating menunjukkan telah terjadi perkawinan silang antar hifa, ini berarti secara genetik telah terjadi perpindahan materi genetik dari satu hifa ke hifa yang lain, perkawinan silang 22