Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB II METODE PENELITIAN

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari alam dan lingkungannya. Manusia selalu

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup adalah, kesatuan ruang dengan semua benda, daya, mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan

BAB I PENDAHULUAN. DAS Serayu, terutama di bagian hulu DAS berkaitan dengan pemanfaatan lahan

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

KONSEP EVALUASI LAHAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

Program Studi Agro teknologi, Fakultas Pertanian UMK Kampus UMK Gondang manis, Bae, Kudus 3,4

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kabupaten Sumedang maka sebagai bab akhir penulisan skripsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

KAJIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TEMPEL KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertambahan penduduk telah meningkatkan kebutuhan terhadap sandang,

PEMETAAN LAHAN KRITIS KABUPATEN BELITUNG TIMUR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

MENAMBANG TANPA MERUSAK LINGKUNGAN Oleh : Adang P. Kusuma (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral)

Gambar 2 Peta lokasi studi

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

Transkripsi:

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang 1 Thaariq Darmi, 2 Dadan Mukhsin 1,2 Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail: 1 thaariqdarmi@gmail.com, 2 dadan_mukhsin@yahoo.com Abstrak: Lahan kritis merupakan kondisi dimana suatu lahan sudah mengalami penurunan kualitas sehingga sudah tidak dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan budidaya yang diakibatkan oleh banyak factor, salah satu faktor tersebut adalah kegiatan pertambangan. Kabupaten Sumedang memiliki potensi pertambangan yang tinggi terutama galian mineral bukan logam dan batuan berupa pasir yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten termasuk pada sekitar kaki Gunung Tampomas. Eksploitasi besarbesaran disertai minimnya upaya reklamasi pada lahan tambang di kaki Gunung Tampomas mengakibatkan lahan bekas tambang menjadi kritis. Berdasarkan isu tersebut diatas penulis membuat karya ilmiah yang berjudul Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas Kabupaten Sumedang, dengan tujuan memberikan arahan penataan untuk meningkatkan nilai guna lahan kritis bekas kegiatan pertambangan di sekitar kaki Gunung Tampomas. Metoda analisis yang digunakan pada katya ilmiah ini meliputi daya dukung lahan, kekritisan lahan dan analisa pola pemanfaatan ruang. Analisis tersebut digunakan sebagai dasar jastifikasi didalam memberikan arahan penataan lahan kritis bekas kegiatan pertambangan. Keluaran dari karya ilmiah ini adalah arahan penataan lahan bekas tambang sesuai tingkat kekritisan lahan pada WUP Tampomas yang dibagi ke dalam beberapa zona yang selanjutnya diberikan arahan penataan pada zona reklamasi sebagai prioritas utama. Kata Kunci : Lahan Kritis, Reklamasi, Agroforestri A. Pendahuluan Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Undang Undang No. 23 Tahun 1997). Lingkungan hidup terdiri dari lingkungan abiotik, lingkungan biotik, dan lingkungan sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen tersebut, maka secara langsung maupun tidak langsung dapat memepengaruhi komponen lainnya. Salah satu kegiatan yang dapat merubah bentuk komponen tersebut adalah kegiatan pertambangan. Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (UU Minerba No.4 Tahun 2009). Kegiatan pertambangan merupakan salah satu kegiatan yang akan merubah kodisi dari komponen-komponen lingkungan. Pertambangan akan menimbulkan berbagai dampak baik bersifat positif maupun negatif. Dampak positif kegiatan penambangan antara lain memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan asli daerah, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan perekonomian sektor dan sub sektor lain di sekitarnya. Disisi lainnya kegiatan penambangan yang tidak mempertimbangkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan, serta tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif dari kegiatan 19

20 Jubaedah Vagansa, et.al. penambangan antara lain perubahan morfologi, perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, penurunan produktivitas tanah, akibat tanah menjadi tandus atau gundul, meningkatkan intensitas erosi di daerah perbukitan, kerusakan jalan yang dilalui kendaraan pengangkut bahan tambang, dan mengganggu kondisi air tanah. Kabupaten Sumedang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki banyak potensi sumber daya alam (SDA) baik yang bisa diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Salah satu potensi sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Sumedang adalah pertambangan mineral bukan logam dan batuan berupa galian pasir. Pasir yang ada di Kabupaten Sumedang ini atau lebih dikenal dengan nama Pasir Cimalaka menjadi primadona di wilayah Jawa Barat hingga DKI Jakarta, dikarenakan kualitasnya yang sangat baik. Seiring dengan terus meningkatnya permintaan terhadap pasir Cimalaka, perusahan tambang pun banyak melakukan eksplorasi kegiatan pertambangan. Baik dari segi teknologi, produksi dan tenaga kerja sehinggs area pertambanganpun terus bertambah. Lahan-lahan yang memiliki potensi SDA galian pasir ini dieksploitasi secara besar besaran. Seiring berjalannya waktu eksploitasi tambang secara besar-besaran ini mulai memberikan dampak negatif. Adapun dampak negatif yang secara jelas terjadi di Kabupaten Sumedang diantaranya : Penurunan debit dan muka air tanah ; Polusi udara dan suara (kebisingan) ; Perubahan iklim mikro pada sekitar wilayah pertambangan ; Lahan bekas tambang menjadi kritis dan Menurunya nilai dan produktifitas dari lahan. Pertambangan di Kabupaten Sumedang tersebar pada hampir seluruh wilayah Kabupaten yang dibagi berdasarkan wilayah usaha pertambangan (WUP). Salah satu WUP yang ada di Kabupaten Sumedang yang terkenal dengan produk pasir Cimalaka adalah WUP Gunung Tampomas. Lokasi pertambangan mineral bukan logam pada WUP Gunung Tampomas tersebut tersebar di kaki Gunung Tampomas yang terletak di wilayah Kecamatan Cimalaka (Desa Cibeureum Wetan, Cibeureum Kulon, Mandala Herang, Licin), wilayah Kecamatan Paseh (Desa Legok Kaler, Paseh Kaler) dan wilayah Kecamatan Conggeang (Desa Jambu). Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sumedang, luas wilayah usaha pertambangan Gunung Tampomas adalah 1.244 Ha. Dari Luas WUP Gunung Tampomas tersebut sekitar 250 Ha lahan WUP sudah dieksploitasi, baik secara konvensional maupun inkonvensional (ilegal). Pertambangan pada WUP Tampomas ini banyak menimbulkan dampak negatif, pasalnya kebanyakan perusahaan tambang tidak melakukan upaya reklamasi lahan setelah melakukan eksploitasi. Lahan yang sudah ditambang ditinggalkan menjadi lahan tidur dan kritis. Berdasarkan data yang diperoleh dari 250 Ha lahan yang sudah ditambang, hanya sekitar 35 Ha saja yang sudang dilakukan upaya reklamasi. Kebanyakan lahan yang direklamasipun merupakan upaya dari masyarakat setempat yang resah dengan kondisi kampong halamannya. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak negatif yang timbul dapat dilakukan reklamasi lahan bekas tambang. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Aturan-aturan mengenai reklamasi ini ditujukan agar pembukaan lahan untuk Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sains dan Teknologi)

Hubungan antara Kredibilitas Mario Teguh dengan Sikap Positif Audience 21 pertambangan dilakukan seoptimal mungkin, dan setelah digunakan segera dipulihkan fungsi lahannya. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka di dalam karya tulis ini dirumuskanlah masalah studi untuk meberikan arahan penataan lahan kritis berdasarkan tingkat kekritisan lahan pada lahan bekas tambang di sekitar kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang. Adapun tujuan dari penulisan karya tulis dengan judul Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas adalah memberikan arahan penataan untuk meningkatkan nilai guna lahan kritis bekas kegiatan pertambangan mineral bukan logam dan batuan di sekitar kaki Gunung Tampomas di Kabupaten Sumedang. B. Landasan Teori Poerwowidodo (1990), memandang Lahan kritis sebagai keadaan lahan yang terbuka sebagai akibat adanya erosi yang berat dan menyebabkan produktivitas pada lahan tersebut menjadi rendah sebagai mana yang dikemukakannya bahwa : Lahan kritis adalah suatu keadaan lahan yang terbuka atau tertutupi semak belukar, sebagai akibat dari solum tanah yang tipis dengan batuan bermunculan dipermukaan tanah akibat tererosi berat dan produktivitasnya rendah. Parameter yang digunakan didalam analisis tingkta kekritisan lahan antara lain : tutupan lahan, tingkat erosi, kemirirngan lereng, manajemen lahan dan daya dukung lahan. Data spasial lahan kritis dapat disusun apabila data spasial ke 5 (lima) parameter tersebut di atas sudah disusun terlebih dahulu. Data spasial untuk masing-masing parameter harus dibuat dengan standar tertentu guna mempermudah proses analisis spasial untuk menentukan lahan kritis. (Peraturan Dirjen BPDASDPS No.4 Tahun 2013) 1. Tutupan Lahan Informasi tentang liputan lahan diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang yang selanjutnya diolah dan diklasifikasi sesuai kebutuhan studi. 2. Tingkat Erosi Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan (land system). Klasifikasi Tingkat Erosi dan skor untuk masing-masing kelas tingkat erosi ditunjukkan pada tabel berikut. 3. Kemiringan Lereng Data spasial kemiringan lereng disusun dari hasil pengolahan data kontur dalam format digital. Klasifikasi kemiringan lereng dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada tabel berikut. 4. Manajemen Lahan Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan hutan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan. 5. Daya Dukung Lahan Daya dukung lahan merupakan kemampuan suatu lahan untuk mendukung berbagai aktifitas di atasnya. Daya dukung lahan ini juga menjadi input untuk menentukan tingkat kekritisan lahan di suatu wilayah. Perencanaan Wilayah dan Kota, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

22 Jubaedah Vagansa, et.al. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan, diketahui bahwa untuk dapat mengidentifikasi tingkat kekritisan suatu lahan harus memiliki data tutupan lahan, kemiringan lereng, erodibilitas dan manajemen lahan. Setelah dilakukan pengumpulan data secara primer dan sekunder didapatkan hasil seperti dutunjukkan pada Tabel 1 dibawah ini: Tabel 1. Data Penunjang Analisis Variabel Deskripsi Kelas Skor Bobot Luas (Ha) % Kemiringan Lereng Erosi 0-8 % Datar 5 100 4.601,48 24,25 8-15 % Landai 4 80 6.162,63 32,47 15-25 % Agak Curam 3 60 5.451,03 28,72 25-40 % Curam 2 40 1.930,31 10,17 > 40 % Sangat Curam 1 20 831,39 4,38 Tanah dalam: 25 75 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m Tanah dangkal: 25 50 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur dengan jarak 20-50 m Tanah dalam: Lebih dari 75 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi parit dengan jarak 20-50 m Sedang 4 80 2.773,68 14,62 Berat 3 60 15.977,40 84,19 Manajemen Lahan Tanah dangkal: 50 75 % lapisan tanah atas hilang Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas hilang >25 % lapisan tanah bawah dan/atau erosi parit Sangat Berat 2 40 225,83 1,19 dengan kedalaman sedang pada jarak kurang dari 20 m Lengkap Baik 5 50 5.720,52 30,14 Kurang Lengkap Buruk 3 30 1.654,36 8,72 Tidak Ada Sedang 1 10 11.602,03 61,14 Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sains dan Teknologi)

Hubungan antara Kredibilitas Mario Teguh dengan Sikap Positif Audience 23 Variabel Deskripsi Kelas Skor Bobot Luas (Ha) % Tutupan Tajuk / Vegetasi : >80 % : 61 80 % : 41 60 % : 21-40 % : <20 % Sangat Baik 5 250 6.528,49 34,40 Baik 4 200 3.164,57 16,68 Sedang 3 150 4.685,71 24,69 Buruk 2 100 1.575,64 8,30 Sangat Buruk 1 50 3.022,49 15,93 Dari data di atas dilakukan analisis untuk menghasilkan tingkat kekritisan lahan dengan menggunakan metoda tumpang tindih (overlay). Setelah dilakukan analisis didapatkanlah hasil seperti pada Tabel 2 dibawah ini : No. Tingkat Kekritisan Tabel 2. Hasil Analisis Kekritisan Lahan Kawasan Kawasan Jumlah Budidaya Lindung Luas % Luas % Luas % 1 Tidak Kritis 2.235,51 12,32 0,00 0,00 2.235,51 11,78 2 Potensial Kritis 4.288,72 23,64 300,47 36,12 4.589,20 24,18 3 Agak Kritis 7.862,30 43,33 231,81 27,86 8.094,11 42,65 4 Kritis 2.611,83 14,39 1,32 0,16 2.613,14 13,77 5 Sangat Kritis 1.145,94 6,32 298,37 35,86 1.444,31 7,61 Jumlah 18.144,29 100 831,98 100 18977,48 100 Setelah diidentifikasi tingkat kekritisan lahan pada kawasan studi, selanjutnya dilakukan analisis pola ruang untuk dapat mebaagi kawasan studi ke dalam beberapa zona sesuai dengan tingkat kekritisan lahannya. Berikut ini merupakan hasil analisis pola ruang : Perencanaan Wilayah dan Kota, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

24 Jubaedah Vagansa, et.al. D. Kesimpulan Gambar 1. Hasil Analisis Pola Ruang Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka pada karya ilmiah ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis, dua puluh persen (20 %) dari wilayah studi yaitu Wilayah Usaha Pertambangan Gunung Tampomas merupakan lahan kritis. 2. Setelah dianalisis, wilayah studi dibagi kedalam beberapa zona sesuai dengan tingkat kekritisan lahan dengan penjabaran sebagai berikut : Tabel 3. Arahan Pola Ruang No. Zona Luas (Ha) Arahan 1 Hutan Lindung 2 Konservasi 3 Reklamasi 4 Eksploitasi 5 Pengolahan 6 Buffer 584,79 Pelarangan dari seluruh kegiatan budidaya dan hanya diperuntukan sebagai kawasan lindung berupa hutan lindung. Konservasi yang dimaksud disini adalah pelarangan 127,86 dari kegiatan pertambangan dan diarahkan sebagai kawasan wisata dengan konsep eco-tourism 16,43 melakukan reklamasi lahan bekas galian dan penerapan konsep agroforestri kawasan layak tambang yang dapat dieksploitasi 366,39 semaksimal mungkin dengan tetap menjaga stabilitas kualitas lingkungan Kawasan eksplorasi tambang yang hanya diperuntukkan 148,80 untuk kegiatan pengolahan hasil tambang dan dilarang untuk melakukan eksploitasi di kawasan ini. Buffer diberikan jarak 100 m dari bibir hutan lindung. 85,56 Ditanami tanaman yang dapat meminimalisir polusi dari kegiatan pertambangan 3. Zona reklamasi merupakan prioritas utama di dalam penanganan lahan kritis Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sains dan Teknologi)

Hubungan antara Kredibilitas Mario Teguh dengan Sikap Positif Audience 25 4. Penanganan lahan kritis pada zona reklamasi ini akan dilakukan dengan menerapkan konsep agroforestry dengan perpaduan kegiatan pertanian, kehutanan dan perkebunan. Daftar Pustaka Al Qur an Surat Qasas Ayat 77, Alqur an Word dan Terjemahannya Arsyad S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor Food and Agriculture Organization (FAO), 1997 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pedoman Reklamasi Hutan Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Akibat Penambangan Umum Luthfi, Rayes, 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan, Yogyakarta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007 tentang Kriteria Teknis Kawasan Budidaya Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2011-2031\ Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan Peraturan Direktur Jenderalbina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis Surat Keputusan Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 tentang Lahan Kritis Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelakasanaan Reklamasi dan Pasca Tambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara www.google/wikipedia.com Perencanaan Wilayah dan Kota, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015