I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat

I. PENDAHULUAN. Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang penting bagi Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit adalah salah satu sumber utama minyak nabati di

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat

I. PENDAHULUAN. Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia seharihari,

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula tebu merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Gulma

penyumbang devisa terbesar di sektor pertanian, oleh karenanya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

ANALISA PENGARUH PENGGUNAAN SUNGKUP TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENYEMPROTAN HERBISIDA DI PEMBIBITAN UTAMA KELAPA SAWIT. Aang Kuvaini.

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai. Ketiga tujuan tersebut antara lain: laba perusahaan yang maksimal,

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, Agustus 2014

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan

PENYIANGAN. Peserta diklat diharapkan mampu menyiang padi sawah dengan benar.

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena

I. PENDAHULUAN. Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. yang terkait erat dengan jarak tanam dan mutu benih. Untuk memenuhi populasi

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

I. PENDAHULUAN. sumber kalori yang relatif murah. Kebutuhan akan gula meningkat seiring dengan

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang tanah pada dasarnya dapat ditanam hampir di semua jenis tanah,

Jurnal Pertanian Tropik ISSN No : Vol.4, No.3. Desember (22) :

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

EFEKTIFITAS AIR KELAPA FERMENTASI SEBAGAI LARUTAN PENGHEMAT HERBISIDA KOMERSIL

I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman yang dibudidayakan secara

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

I. PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

EFIKASI HERBISIDA 2,4-DIMETIL AMINA DAN GLIFOSAT DALAM PENGENDALIAN GULMA PISANG (Musa sp) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang penting di samping kelapa,

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I. PENDAHULUAN A.

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Permasalahan. Perkebunan merupakan sektor yang strategis bila dilihat dari tingkat

I. LATAR BELAKANG MASALAH. Tanaman kelapa sawit mulai dibudayakan secara komersial pada tahun 1911.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Gambar 1 Perkembangan dan produksi kelapa sawit di Indonesia

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

TINJAUAN PUSTAKA. Tebu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang ditanam untuk bahan baku gula.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. komoditi tanaman perkebunan yang menghasilkan minyak dan sebagai komoditi

Respons Dosis Biotip Rumput Belulang (Eleusine Indica L. Gaertn) Resisten-Glifosat Terhadap Glifosat, Parakuat Dan Indaziflam

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman pangan potensial masa

I. PENDAHULUAN. untuk mendatangkan hasil dalam bidang pertanian. tanaman yang diusahakan yaitu tanaman pangan, hortikultura dan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Warlinson Girsang Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK USI

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan

1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yang dipakai untuk membudidayakan tanaman. Gangguan ini umumnya berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Asystasia. Dalam dunia tumbuhan Asystasia intrusa (Forssk.) Blume termasuk ke

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri sawit tetap bertahan dan memberi sumbangan besar terhadap perekonomian negara. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas, industri sawit menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi Indonesia. Indonesia adalah negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua dunia setelah Malaysia. Pada tahun 2011, Indonesia merupakan negara dengan perkebunan sawit terluas di dunia dengan luas areal perkebunan mencapai 3,97 juta ha, dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) mencapai 7,97 juta ton. Namun produksi Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 11,80 juta ton (Susila, 2011). Setiap tahunnya terjadi peningkatan luasan areal perkebunan kelapa sawit. Sejak tahun 2005-2010 sudah terjadi peningkatan sekitar 1439,4 ha dari 3593,4 ha (Badan Pusat Statistik, 2012). Dengan meningkatnya luasan areal perkebunan kelapa sawit menyebabkan kebutuhan akan bibit kelapa sawit menjadi meningkat pula.

2 Menurut Solahudin (2004), keberhasilan pertumbuhan tanaman kelapa sawit di lapangan sangat ditentukan oleh kondisi bibit yang ditanam. Bibit yang pertumbuhannya baik akan memberikan tanaman yang pertumbuhannya baik pula di lapangan. Selama proses pembibitan, tanaman belum menghasilkan serta tanaman menghasilkan kelapa sawit, kehadiran gulma dapat menimbulkan kerugian yaitu menurunkan produksi karena terjadi persaingan dalam pengambilan air, unsur hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Untuk meningkatkan hasil produksi kelapa sawit maka diperlukan pengelolaan gulma. Dalam usaha perkebunan, keberadaan gulma menjadi salah satu masalah karena membutuhkan tenaga, biaya, dan waktu yang terus menerus untuk mengendalikannya. Salah satu metode pengendalian gulma yang umum dan utama pada perkebunan kelapa sawit yaitu pengendalian secara kimia dengan menggunakan herbisida, karena cara ini lebih efektif, efisien, hemat tenaga, biaya, dan waktu (Tjitrosoedirjo et al., 1984). Salah satu kendala dalam pertumbuhan tanaman budidaya dan kaitannya dalam hal persaingan adalah keberadaan gulma. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi, mengganggu pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan biaya pemeliharaan. Gulma merupakan tumbuhan yang dapat mengganggu atau merugikan kepentingan manusia (Sembodo, 2010). Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian tumbuhan dan sebaliknya pada dosis rendah, herbisida tidak merusak atau mematikan tumbuhan lain. Dengan demikian, pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma di pertanaman merupakan salah satu hal yang sangat

3 penting dengan memperhatikan ada tidaknya toksisitas pada tanaman dan daya efektivitas herbisida. Salah satu herbisida selektif adalah herbisida aminosiklopiraklor yang merupakan herbisida pasca tumbuh dan bersifat selektif terhadap gulma berdaun lebar. Herbisida aminosiklopiraklor merupakan herbisida yang termasuk dalam kelas asam karboksilat pirimidin yang memiliki struktur kimia mirip dengan asam karboksilat piridin yang memiliki cara kerja menghambat pertumbuhan tanaman dengan cara mengganggu keseimbangan hormon auksin (Strachan et al., 2010). Berdasarkan uraian di atas maka penggunaan herbisida harus tepat sasaran sehingga tidak menyebabkan keracunan (fitotoksisitas) pada tanaman budidaya. Penggunaan herbisida harus memperhatikan efektivitas, efisiensi, dan keamanan serta efek samping yang mungkin timbul. Oleh karena itu, uji fitotoksisitas herbisida merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala dan tingkat keparahan keracunan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan akibat aplikasi herbisida tertentu. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah penggunaan herbisida aminosiklopiraklor menimbulkan gejala keracunan pada kelapa sawit belum menghasilkan? 2. Apakah penggunaan herbisida aminosiklopiraklor mempengaruhi tingkat keparahan keracunan kelapa sawit belum menghasilkan pada beberapa taraf dosis yang berbeda?

4 3. Apakah penggunaan herbisida aminosiklopiraklor mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada kelapa sawit belum menghasilkan? 4. Apakah penggunaan herbisida aminosiklopiraklor mengendalikan gulma pada piringan kelapa sawit belum menghasilkan? 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui adanya gejala keracunan herbisida aminosiklopiraklor pada kelapa sawit belum menghasilkan. 2. Untuk mengetahui tingkat keparahan keracunan herbisida aminosiklopiraklor pada kelapa sawit belum menghasilkan pada beberapa taraf dosis herbisida yang berbeda. 3. Untuk mengetahui pengaruh herbisida aminosiklopiraklor terhadap pertumbuhan tanaman pada kelapa sawit belum menghasilkan. 4. Untuk mengetahui efektivitas herbisida aminosiklopiraklor dalam mengendalikan gulma pada piringan kelapa sawit belum menghasilkan. 1.3 Landasan Teori Kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma diperkirakan mencapai 20 30 %. Keberadaan gulma pada areal pertanaman dapat berdampak negatif pada tanaman karena gulma dan tanaman mempunyai kebutuhan yang sama untuk tumbuh dan berkembang. Kebutuhan tersebut diantaranya unsur hara, air, cahaya, ruang tumbuh dan CO 2. Persaingan akan terjadi apabila unsur-unsur yang diperlukan

5 tanaman tersedia dalam jumlah terbatas, hal ini akan mengakibatkan kebutuhan tanaman menjadi tidak optimal sehingga dapat menurunkan hasil produksi tanaman budidaya (Moenandir, 1990). Pengendalian gulma dengan herbisida selain relatif murah juga bertujuan untuk mendapatkan pengendalian gulma secara selektif. Pemakaian herbisida yang selektif terletak pada kemampuannya untuk mematikan gulma tanpa merusak tanaman budidaya. Penggunaan herbisida yang kurang hati-hati dapat menimbulkan abnormalitas pada pertumbuhan kelapa sawit, seperti pertumbuhan yang terpuntir (memilin) (Agustia, 1997). Penggunaan herbisida bertujuan untuk mendapatkan pengendalian gulma yang selektif yaitu mematikan gulma tanpa mematikan tanaman budidaya. Selektivitas herbisida dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis herbisida, formulasi herbisida, volume semprot, ukuran butiran semprot dan waktu pemakaian (pra tanam, pra tumbuh atau pasca tumbuh) (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Menurut Ashton dan Craft (1981), berdasarkan tingkat selektivitasannya terhadap tanaman, maka herbisida dibagi menjadi dua yaitu herbisida selektif mempunyai sifat dimana pada saat diaplikasi maka gulma yang ada akan mati sementara tanaman pokoknya tetap tidak mengalami gangguan tergantung tingkat selektivitas dari herbisida tersebut. Herbisida nonselektif tidak memungkinkan diaplikasikan pada saat ada tanaman budidaya. Kategori selektif ada beberapa bahan aktif yang cukup terkenal dan banyak dipergunakan oleh petani yaitu metil metsulfuron dan 2,4-D baik di tanaman padi maupun pada petani perkebunan.

6 Kategori nonselektif, paraquat dan glifosat banyak dipergunakan terutama untuk petani lahan kering dan perkebunan. Herbisida yang banyak digunakan oleh petani yaitu glifosat dan 2,4-D karena memiliki daya bunuh gulma secara lebih luas, tetapi tidak meracuni tanaman. Hal ini didukung dengan pernyataan Mulyati (2004), aplikasi herbisida glifosat 48% dan campuran herbisida glifosat 24% + 2,4-D 12% pada semua taraf dosis tidak menunjukkan gejala keracunan pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan. Selain itu, herbisida glifosat 16% (SPRAG 160 AS) tidak meracuni tanaman kelapa sawit menghasilkan (Restyningsih, 2002). Herbisida aminosiklopiraklor cepat diserap oleh daun dan akar dan ditranslokasikan dengan baik dalam floem dan diperkirakan menumpuk di daerah meristematik tanaman. Herbisida ini merupakan kelompok zat pengatur tumbuh yang mempengaruhi keseimbangan hormon auksin. Herbisida tersebut cepat diserap oleh tumbuhan melalui daun dan akar kemudian ditranslokasikan ke jaringan meristem tumbuhan serta mengganggu kerja hormon auksin. Penyerapan maksimum herbisida aminosiklopiraklor di jaringan tanaman hingga mengganggu pertumbuhan yaitu 24 jam setelah aplikasi herbisida (Bukun et al., 2010). Cara kerja herbisida aminosiklopiraklor adalah menghentikan pertumbuhan tanaman dengan mengganggu keseimbangan hormon yang diperlukan untuk perkembangan akar. Herbisida ini memiliki mekanisme kerja yang menargetkan kompleks reseptor auksin. Terdapat dua proses biokimia yang terkena dampak akibat aplikasi herbisida ini yaitu satu set protein penting untuk represi gen dan ekspresi gen dalam memberikan respon bentuk pertumbuhan dan perkembangan

7 tanaman yang sesuai (Finkelstein et al., 2008). Hasil penelitian Antika (2014), herbisida aminosiklopiraklor 7,5 60 g ha -1 tidak menekan penambahan tinggi bibit kelapa sawit. Adapun penelitian tentang residu aminosiklopiraklor yaitu residu aminosiklopiraklor pada tanaman tomat di dalam pot berkisar antara 0,5-8,0 ppb (parts per billion), sementara serpihan pohon (mulsa) terkelupas mengandung 1,7-14,7 ppb. Residu aminosiklopiraklor dalam pot tanah di bawah mulsa berkisar di bawah batas kuantitatif yaitu 0,63 ppb. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aminosiklopiraklor dari serpihan kayu dapat larut ke dalam tanah sehingga menyebabkan keracunan tanaman. Hasil ini menunjukkan bahwa pohon-pohon yang rusak akibat aminosiklopiraklor tidak dapat digunakan untuk mulsa atau sebagai bahan kompos (Patton et al., 2013). Penggunaan herbisida yang kurang tepat jenis herbisida, dosis herbisida, formulasi herbisida, volume semprot, ukuran butiran semprotan, dan waktu pemakaian dapat menyebabkan tanaman nontarget menjadi teracuni. Penggnnaan herbisida harus memperhatikan efektivitas, efisiensi dan keamanan serta efek samping yang mungkin timbul. Herbisida yang dibutuhkan adalah herbisida yang mempunyai selektivitas tinggi. Menurut Klingman et al., (1982), herbisida yang selektif adalah herbisida yang hanya mematikan gulma dan tidak mematikan tanaman pokok.

8 1.4 Kerangka Pemikiran Kualitas bibit kelapa sawit di lapang sangat ditentukan oleh proses pembibitan kelapa sawit yang salah satunya ditentukan oleh pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan tanaman sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan bibit kelapa sawit. Masalah yang sering dihadapi selama proses pembibitan, tanaman belum menghasilkan serta tanaman menghasilkan kelapa sawit yaitu keberadaan gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang keberadaan tidak diinginkan oleh petani dan mengurangi kualitas hasil produksi tanaman kelapa sawit. Keberadaan gulma di pertanaman kelapa sawit menimbulkan masalah, karena gulma memiliki potensi untuk menjadi pesaing tanaman dalam memperoleh sarana tumbuh yang diperlukan dan menurunkan kualitas bibit. Pengelolaan gulma yang kurang baik akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan TBM kelapa sawit menjadi terhambat. Dengan demikian diperlukan tindakan pengendalian gulma yang tepat sehingga tidak meracuni tanaman dan menurunkan hasil produksi tanaman kelapa sawit. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan cara kimiawi yaitu menggunakan herbisida yang dianggap efektif untuk mengendalikan gulma. Pemilihan herbisida yang tepat dan cocok digunakan pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) menjadi sangat penting. Tanaman kelapa sawit sensitif terhadap penggunaan herbisida. Herbisida yang tidak tepat dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

9 Herbisida merupakan bahan kimia yang dapat menghentikan pertumbuhan gulma dan tidak menghambat pertumbuhan tanaman budidaya. Aplikasi herbisida akan mempengaruhi satu atau lebih proses fisiologis di dalam jaringan gulma sehingga menimbulkan gejala keracunan. Pengendalian gulma menggunakan herbisida memiliki efek samping terjadinya keracunan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan. Penggunaan herbisida pada tanaman muda yang rentan akan herbisida sehingga pertumbuhan bibit kelapa sawit mengalami abnormalitas. Penggunaan herbisida harus memperhatikan selektivitas herbisida tersebut supaya tidak menyebabkan bibit kelapa sawit teracuni akibat aplikasi herbisida. MAT28 240 SL merupakan herbisida baru berbahan aktif aminosiklopiraklor yang saat ini sedang dalam tahap pengujian oleh PT. DuPont Crop Protection. Aminosiklopiraklor merupakan herbisida kelas asam karboksilat pirimidin yang cepat diserap oleh daun dan akar dan translokasi ke daerah meristematik tanaman. Herbisida ini meniru kerja hormon auksin dengan mengganggu keseimbangan hormon tanaman yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan akar. Gejala keracunan tanaman akibat herbisida aminosiklopiraklor diantaranya terjadinya penumpukan daun muda pada batang, daun tidak membuka sempurna, dan pertumbuhan tanaman kelapa sawit kerdil. Aminosiklopiraklor memiliki kemampuan mengendalikan gulma berdaun lebar dan selektif terhadap gulma rumput. Pengujian tingkat keracunan herbisida aminosiklopiraklor terhadap tanaman kelapa sawit belum menghasilkan sangat diperlukan untuk mengetahui gejala keracunan akibat penggunaan herbisida,

10 efikasi herbisida terhadap keberadaan gulma, dan dosis yang efektif untuk mengendalikan gulma di pertanaman kelapa sawit namun tidak meracuni tanaman kelapa sawit. 1.5 Hipotesis Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Penggunaan herbisida aminosiklopiraklor menimbulkan gejala keracunan pada kelapa sawit belum menghasilkan. 2. Penggunaan beberapa taraf dosis herbisida aminosiklopiraklor mempengaruhi tingkat keparahan keracunan herbisida aminosiklopiraklor pada kelapa sawit belum menghasilkan. 3. Penggunaan herbisida aminosiklopiraklor mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada kelapa sawit belum menghasilkan. 4. Penggunaan herbisida aminosiklopiraklor mengendalikan gulma pada piringan kelapa sawit belum menghasilkan.