EFEKTIVITAS PEMBERIAN MICRONUTRIENT TERHADAP STATUS GIZI DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN UTARA KABUPATEN KLATEN Astri Wahyuningsih ABSTRAK Masalah gizi kurang atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab kematian 3,5 juta anak dibawah usia lima tahun didunia. Di Indonesia angka gizi buruk 5,7%, angka gizi kurang 13,9% (2013). Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan UNICEF dalam mengatasi masalah gizi balita di Indonesia yaitu pemberian Micronutrient dikabupaten Klaten sejak tahun 2012. Tetapi angka status gizi kurang masih tinggi 0,79% (2012), 3,68% (2013) dan 4,79% (2014). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberian Micronutrient terhadap status gizi pada anak usia 6-24 bulan di wilayah Puskesmas Klaten Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatifmenggunakan rancangan eksperimental pre and post test design with control group.pengumpulan data dengan pengukuran panjang badan, berat badan sebelum dan sesudah intervensi yaitu pemberian tabur gizi setiap 2 hari sekali.penelitian dilakukan pada 65 anak kelompok perlakuan dan 65 anak kelompok kontrol.pengambilan sampel dengan purposive sampling.analisis bivariat menggunakan uji T Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan indeks skor z BB/U (p=0,008) dan BB/PB (p=0,011), indeks skor z PB/U tidak mengalami peningkatan yang signifikan (p=0,12). Tetapi belum menurunkan angka status gizi kurang di wilayah Klaten Utara. Disimpukan bahwa pemberian Micronutrient selama 2 bulan belum menurunkan status gizi kurang pada anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Klaten Utara. Berdasarkan penelitian ini maka direkomendasikan tetap melanjutkan program pemberian Micronutrient. Kata Kunci : Evaluasi pelaksanaan, Micronutrient, Status gizi Kepustakaan : 50 (1994-2014)
Astri Wahyuningsih, Efektivitas Pemberian Micronutrient. 15 I. Pendahuluan Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai proses kurang asupan makanan ketika kebutuhan normal pada satu atau beberapa zat gizi tidak terpenuhi, atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar daripada yang diperoleh. Masalah gizi kurang atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab kematian 3,5 juta anak dibawah usia lima tahun di dunia. Mayoritas kasus gizi buruk berada di 20 negara, yang merupakan Negara target bantuan untuk masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia Selatan, Myanmar, Korea Utara dan Indonesia. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Inggris mengungkapkan, kebanyakan kasus gizi kurang atau gizi buruk tersebut secara tidak langsung menimpa keluarga miskin yang tidak mampu atau lambat berobat, kekurangan vitamin A dan Zink selama ibu mengandung, serta menimpa anak pada usia 2 tahun pertama. Angka kematian balita karena kurang gizi terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian anak di seluruh dunia. Masalah gizi buruk pada balita masih ditemukan di berbagai tempat di Indonesia, sesuai dengan hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan beberapa daerah masih memiliki prosentase balita kurang gizi di atas ratarata nasional yaitu 17,9%. Sementara target Milenium Development Goals (MDG s) pada tahun 2015, pemerintah berkomitmen untuk menurunkan angka gizi buruk pada balita sampai 15,5%. Salah satu masalah gizi buruk pada balita diakibatkan karena kurangnya konsumsi makanan yang bergizi. Hasil riset menunjukkan bahwa 24,4% anak balita mengkonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal dan 26,3% balita menderita anemia gizi besi. Secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2007 dan 2013. Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1% dalam periode 2013 sampai 2015. Untuk propinsi Jawa Tengah persentase gizi buruk tahun 2013 berjumlah 42,5% dan untuk gizi kurang sebesar 17,55%, sedangkan di Kabupaten Klaten tahun 2013 status gizi buruk sebesar 3,3% dan 12,4% mengalami gizi kurang.
16 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 13, Januari 2017 Permasalahan gizi dari UNICEF, diketahui bahwa status gizi disebabkan oleh beberapa sebab yaitu penyebab langsung, tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah.penyebab langsung ada dua yaitu konsumsi makanan dan penyakit infeksi dimana masalah kedua hal tersebut saling mempengaruhi penyebab tidak langsung adalah ketersediaan makanan di rumah, perawatan anak dan ibu hamil dan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Posyandu.Adapun pokok masalah sumber daya yang meliputi pendidikan, penghasilan, ketrampilan, sedangkan akar masalah adalah keadaan politik, sosial dan ekonomi. Pemerintah Indonesia membangun kemitraan dengan UNICEF dan Uni Eropa dalam mengatasi masalah gizi balita Indonesia dengan menyatukan sumber daya keuangan dan teknis. Kemitraan tersebut difokuskan pada 3 daerah di Indonesia yang memiliki angka stunting cukup tinggi, yaitu Kabupaten Sikha propinsi Nusa Tenggara Timur, daerah Jayawijaya di Papua, dan Kabupaten Klaten propinsi Jawa Tengah. Dengan adanya hubungan kemitraan yang sudah terjalin sejak tahun 2008 tersebut, diharapkan agar persentase jumlah angka balita stunting yang tercatat tahun 2011 sebesar 30 persen, dapat berkurang menjadi 25 persen pada tahun 2015. Salah satu bentuk programnya adalah pemberian Micronutrient. Micronutrient atau sprinkle adalah bubuk multi vitamin dan mineral yang merupakan suatu inovasi baru yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral setiap anak balita. Peluncuran suplemen Tabur gizi merupakan bagian dari program Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kemenkes, yakni Nutrition Improvement through Community Empowerment (NICE) atau perbaikan gizi melalui pemberdayaan masyarakat. Micronutrient mengandung 14 macam vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan untuk menanggulangi masalah kurang zat gizi mikro, khususnya penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB) pada baduta. Micronutrient dikembangkan untuk meningkatkan asupan gizi dengan memperbaiki kualitas makanan baduta. Suplementasi melalui Micronutrient adalah solusi jangka pendek untuk mengatasi kekurangan nutrisi. Idealnya tetap melalui perubahan pola makan menjadi lebih seimbang dan beragam. Dampak dari pemberian Micronutrient yang banyak mengandung vitamin dan mineral, akan meningkatkan daya tahan tubuh baduta. Jika daya tahan tubuh anak kuat maka anak akan sehat, anak sehat tentunya nafsu makannya baik dan meningkat. Sehingga akan mempengaruhi terjadinya peningkatan berat badan anak.
Astri Wahyuningsih, Efektivitas Pemberian Micronutrient. 17 Berdasarkan laporan tahunan pada tahun 2012, prevalensi gizi buruk 0,51% dan prevalensi gizi kurang 0,79%. Tahun 2013 prevalensi gizi buruk 0,63% dan prevalensi gizi kurang 3,68%. Tahun 2014 prevalensi gizi buruk 0,78% dan prevalensi gizi kurang 4,79%. Kondisi persentase balita gizi buruk di Kabupaten Klaten bersifat fluktuatif.penyebab gizi buruk tersebut adalah pengaruh geografis, asupan gizi yang kurang dan minimnya variasi gizi yang diberikan kepada balita. Salah satu wilayah di Kabupaten Klaten dengan kasus gizi buruk yang tinggi adalah wilayah Puskesmas Klaten Utara. Pada tahun 2014 prevalensi gizi buruk 1,06% sedangkan prevalensi gizi kurang 6,65%. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah kondisi Persentase Balita Gizi Buruk di Kabupaten Klaten dalam kurun waktu tahun 2010-2014 bersifat fluktuatif. Wilayah kecamatan dengan kasus gizi buruk yang tinggi diantaranya di wilayah Puskesmas Klaten Utara.Pada tahun 2014 prevalensi gizi buruk 1,06% sedangkan prevalensi gizi kurang 6,65%. Micronutrient adalah bubuk multivitamin dan multimineral untuk memenuhi vitamin dan mineral setiap anak balita.tetapi pada kenyataannya banyak faktor yang membuat para ibu tidak memberikan Micronutrient, diantaranya adalah terbatasnya pemahaman ibu dan keluarga tentang manfaat Micronutrient, minimnya dukungan dan sarana pelayanan kesehatan, adanya keluhan dari anak setelah diberi Micronutrient.Upaya-upaya meningkatkan cakupan pemberian Micronutrient sudah dilakukan namun keberhasilan cakupan program masih rendah.program pemberian Micronutrient belum berjalan seperti yang diharapkan. Faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah komitmen yang kurang optimal sehingga akan berpengaruh dalam penyediaan sumber-sumber penting dalam pelaksanaan program pemberian Micronutrient. Sehingga output dan outcomenya belum sesuai harapan pemerintah. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pemberian Micronutrient di wilayah Puskesmas Klaten Utara. Berdasarkan permasalahan diatas, maka pertanyaan penelitian bagaimanakah efektivitas pemberian Micronutrient terhadap status gizi pada anak usia 6-24 bulan di wilayah Puskesmas Klaten Utara? II. Metode Penelitian Penelitian kuantitatif digunakan untuk mengetahui status gizi anak. Jenis penelitian menggunakan rancangan eksperimental pre and post test design with control groupadalah observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen.teknik pengumpulan data yang peneliti pergunakan adalah perlakuan yang dilakukan selama 2 bulan.perlakuan diberikan pada anak umur 6-10 bulan pada kelompok 1
18 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 13, Januari 2017 diberikan Micronutrient sebanyak 15 bungkus per bulan dan kelompok 2 tidak diberikan Micronutrient. Perlakuan diberikan pada anak umur 6-10 bulan di Puskesmas wilayah Klaten Utara dan Puskesmas wilayah Bayat. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah peneliti melakukan pengukuran umur dan berat badan anak yang kemudian peneliti melakukan intervensi yaitu memberikan tabur gizi Mix Me di wilayah puskesmas Klaten Utara dalam waktu yang ditentukan peneliti melakukan pengukuran kembali status gizi tersebut. Kemudian status gizi anak di wilayah Klaten Utara dibandingkan dengan status gizi anak di wilayah Bayat.Dilakukan untuk uji pengaruh pemberian Micronutrient terhadap status gizi melalui pengukuran antropometri awal dan akhir pada masing-masing kelompok. Data dalam penelitian ini berdistribusi normal dilakukan uji T Test untuk melakukan uji beda. III. Hasil dan Pembahasan Tabel 1.Karakteristik responden Variabel Perlakuan(n=65) Kontrol(n=65) f % f % Jenis Kelamin Laki-laki 36 55,4 26 40 Perempuan 29 44,6 39 60 Kejadian Diare Ya 2 3,1 5 7,7 Tidak 63 96,9 60 92,3 Kejadian ISPA Ya 5 7,7 4 6,2 Tidak 60 92,3 61 93,8 Konsumsi Micronutrient 2 hari sekali 58 89,2 < 2 hari 2 3,1 > 2 hari 1 1,5 1/2 x sehari 4 6,2 Tabel 1 menunjukkan bahwa subyek sebagian besar berjenis kelamin laki-laki pada kelompok perlakuan,sedangkan pada kelompok kontrol sebagian berjenis kelamin perempuan.sebagian besar subyek tidak mengalami diare dan ISPA. Jumlah subyek yang mengkonsumsi 2 hari sekali sebanyak 89,2%.
Astri Wahyuningsih, Efektivitas Pemberian Micronutrient. 19 Grafik 1.Perbedaan Status Antropometri (BB/U) sebelum dan sesudah Intervensi Antara kelompok perlakuan dan kontrol p=0,23 p=0,83 P 2 =0,24 P 1 =0,13 Grafik 1 menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan status antropometri BB/U yang bermakna pada sebelum dan 1 bulan setelah diberikan intervensi. Peningkatan yang bermakna terlihat pada 2 bulan setelah dilakukan intervensi dengan nilai p=0,008. Kelompok kontrol tidak terjadi peningkatan yang signifikan selama 2 bulan (p>0,05). Grafik 2. Perbedaan Status Antropometri (PB/U) sebelum dan sesudah Intervensi Antara kelompok perlakuan dan kontrol P 1 =0,50 P 2 =0,39 P=0,00 P=0,00 Grafik 2 menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan yang bermakna pada status antropometri PB/U pada sebelum, 1 bulan dan 2 bulan setelah diberi intervensi p>0,05. Tetapi justru terjadi penurunan yang bermakna pada kelompok kontrol p=0,00.
20 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 13, Januari 2017 Grafik 3 Perbedaan Status Antropometri (BB/PB) sebelum dan sesudah Intervensi Antara kelompok perlakuan dan kontrol P 1 =0,00 P 2 =0,00 P 2 =0,19 P 1 =0,13 Grafik 3 menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan status antropometri BB/PB yang bermakna pada sebelum dan 1 bulan setelah diberikan intervensi. Peningkatan yang bermakna terlihat pada 2 bulan setelah dilakukan intervensi dengan nilai p=0,011. Sedangkan untuk kelompok kontrol terjadi peningkatan yang signifikan selama 2 bulan (p>0,05). Peningkatan mean skor Z indeks BB/U pada kelompok yang diberi Micronutrient meningkat dari -0,72 ± 0,87 menjadi -0,30 ± 0,86 (p = 0,008), sedangkan untuk kelompok kontrol tidak ada peningkatan yang signifikan yaitu dari -0,26 ± 0,88 menjadi -0,22 ± 0,83 (p = 0,27). Untuk skor Z indeks BB/PB juga mengalami peningkatan yang signifikan (p = 0,011), tetapi berbeda dengan skor Z indeks PB/U yang tidak mengalami peningkatan (p = 0,12). Perubahan skor Z indeks PB/U yang tidak signifikan dapat dikarenakan peningkatan panjang badan anak yang tidak sesuai dengan umur. Pemberian Micronutrient secara rutin pada anak usia 6-12 bulan mempunyai efek langsung terhadap skor z indek BB/U pada kelompok perlakuan. Peningkatan pertumbuhan tersebut disebabkan ibu memberikan tabur gizinya secara rutin yaitu 2 hari sekali dan anak menghabiskan 30 saset selama 2 bulan dan ibu tidak pernah lupa untuk memberikan tabur gizi kepada anaknya dan cara ibu memberikan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Astri Wahyuningsih, Efektivitas Pemberian Micronutrient. 21 Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan rerata berat badan.peningkatan berat badan ini dapat disebabkan karena terjadinya peningkatan nafsu makan sebagai efek dari pemberian Micronutrient.Salah satu zat gizi mikro yang terkandung dalam Micronutrient yaitu seng.asupan seng yang diberikan melalui tabur gizi pada kelompok perlakuan meningkat sehingga terjadi penurunan absorbsi dan peningkatan ekskresi melalui usus, membuat anak menjadi lebih cepat lapar sehingga asupan makan anak juga dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Sutiyo (2011) dengan hasil terdapat perbedaan pertumbuhan anak usia 6-24 bulan yang diberikan taburia secara rutin dan tidak rutin di Desa Wirun dengan nilai p=0,038. IV. Kesimpulan Pemberian Micronutrient selama 2 bulan dapat meningkatkan skor z indeks BB/U dan BB/PB, skor z indeks PB/U tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Tetapi belum bisa meningkatkan status gizi pada anak usia 6-12 bulan. Perlu dilakukan modifikasi rasa Micronutrient supaya lebih disukai oleh anak-anak.untuk ibu supaya lebih patuh memberikan Micronutrient pada anaknya dan meningkatkan asupan makanan pada anaknya guna peningkatan status gizi anak.
22 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 13, Januari 2017 DAFTAR PUSTAKA Manary, M.J. & Solomos, N.W, Gizi Kesehatan Masyarakat, Gizi dan Perkembangan Anak, EGC, 2009 ACC/SCN & International Food Policy Research Institute (IFPRI), 4th Report on The World Nutrition Situation, Nutrition Throughout The Life Cycle, 2000 Ulfa Husni, Angka Balita Pendek Cukup Tinggi, Klaten Dapat Perhatian UNICEF & UE,http://www.solopos.com/2013/03/19/112-angka-balitapendek-cukup-tinggi-klaten-dapat-perhatian-UNICEF-UE-349383 Kemenkes RI, Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, 2013 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang, 2011 Kemenkes. Petikan surat Kemenkes RI Nomor KM/MENKES/289/VIII/2012 Tanggal 16 Agustus 2012. Jakarta, 2012 Azwar, A, Kecenderungan Masalah Gizi Dan Tantangan Di Masa Datang, www.gizi.net.com, 2004 Depkes RI. Petunjuk Teknis Pemberian Tabur Gizi Mix-Me. Jakarta; 2012 Roesli, Inisiasi Menyusu Dini, Pustaka Bunda, Jakarta, 2008 Permenkes. Panduan Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta; 2010 Depkes RI. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Depkes RI dan JICA (Japan International Cooperation Agency); 2002 Profil Kesehatan Kabupaten KlatenTahun 2014 Kemenkes. Dialog Direktur Bina Gizi Masyarakat tentang Fortifikasi Minyak Goreng di Gedung Kementrian Pendidikan Nasional. Jakarta, 2011 Linda Mayasari, Saatnya Pengadaan Ruang Menyusui jadi Prioritas, http://health.detik.com/read/2012/10/31/102452/2077158/763/saatnyapengadaan-ruang-menyusui-jadi-prioritas, 2012 Azwar A. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996 Wijoyo J. Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta, 1999